BOTANI FARMASI
NATOMI DAN MORFOLOGI BUAH DAN B
Disusun Oleh :
Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt.
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Hal.
Halaman Judul.............................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................iii
1.1. Anatomi Buah dan Biji.....................................................2
1.1.1. Anatomi Buah...................................................2
1.1.2. Anatomi Biji......................................................7
1.2. Morfologi Buah dan Biji................................................32
1.2.1. Morfologi Buah...............................................32
1.2.2. Morfologi Biji.................................................35
1.3. Tugas/Diskusi.................................................................37
1.4. Rangkuman....................................................................38
1.5. Rujukan Pengayaan........................................................38
1.6. Latihan Soal...................................................................40
1
Perkembangan buah
Secara normal perkembangan buah terjadi setelah
pembuahan. Bakal buah meluas ke arah plasenta dan ovarium.
Bertambahnya ukuran buah disebabkan oleh adanya 2 proses,
yaitu pembelahan sel (yang diawali oleh membesarnya sel,
sebelum pembelahan mitosis) dan pembesaran sel selanjutnya.
Biasanya awal terjadinya pembesaran sel tergantung pada
pembelahan sel, dan dimulai sebelum antesis, kemudian
berlanjut sampai buah nyata. Tingkat ini kemudian secara
berangsur diganti dengan pembentangan sel, dan diikuti oleh
pertumbuhan memanjang.
Periode tingkat perkembangan buah berbeda-beda dan
diikuti pula oleh pertumbuhan komponen buah seperti
3
Struktur buah
Apabila bakal buah berkembang menjadi buah, dinding
ovarium menjadi perikarpium. Dinding ovarium terdiri dari
sel-sel parenkim, jaringan pembuluh dari lapisan epidermis
dalam dan luar. Selama pemasakan, perikarpium bertambah
jumlah selnya. Jaringan dasar secara relatif tetap homogen dan
parenkim terdiferensiasi menjadi parenkim dan jaringan
sklerenkim. Perikarpium mungkin terdiferensiasi menjadi 3
bagian yang secara morfologi berbeda yaitu eksokarpium
(lapisan terluar), mesokarpium (bagian tengah), dan
endokarpium (lapisan terdalam). Kadang-kadang eksokarpium
dan endokarpium merupakan epiderinis luar dan epiderinis
dalam dinding ovarium. Dinding ovarium menyelubungi
ovarium dimana biji dihasilkan. Struktur jaringan pembuluh
bervariasi untuk setiap jenis buah dan terdapat pada
perikarpium. Struktur perikarpium menunjukkan variasi yang
luas untuk setiap jenis atau tipe buah. Ada 2 macam tipe
perikarpium, yaitu parenkimatik, pada buah berdaging dan
sklerenkimatik pada buah kering.
Pada buah polongan, pada waktu buah masak karpel
memisah sepanjang sutur atau kampula yang mengelilingi
buah, meninggalkan biji yang melekat pada rusuk dan
membentuk suatu kerangka di sekitar sekat.
Buah pisang (Musa acuminata) mempunyai tipe
ovarium inferior, dengan 3 karpel. Ovarium ini kemudian
sebagai buah yang mempunyai biji, atau buah tanpa biji
(partenokarpi). Buah yang berbiji/partenokarpi mempunyai
struktur sama pada awal perkembangan. Akhirnya ovulum
pada buah partenokarpi mengalami degenerasi, dan lokulus
ditutupi oleh daging buah yang berasal dari perikarp dan sekat.
Daging buah kaya akan amilum. Pada varietas yang berbiji,
biji yang masak hampir memenuhi lokulus, dan daging buah
sangat tipis. Ikatan pembuluh bersama dengan lateks,
terselubung dalam jaringan parenkini dinding buah.
5
Struktur biji
Kulit biji
Merupakan bagian terluar biji. Pada Angiospermae
bakal biji mempunyai satu atau dua integumen. Pada
umumnya semua bagian yang menyusun integumen berperan
dalam pembentukan kulit biji. Sering pada biji tertentu
jaringan integumen mengalami kerusakan karena adanya
perkembangan jaringan lain pada biji, sehingga kulit biji
berasal dari bagian yang tersisa di dalam integumen.
Gossypium sp. mempunyai ovulum yang biteginik, dan
ke dua integumen berperan dalam pembentukan kulit biji.
Perubahan-perubahan histologis tampak jelas 6 hari setelah
pembuahan. Struktur anatomi kulit biji sangat bervariasi untuk
setiap jenis tumbuhan.
Sel-sel parenkim pada integumen mengalami
diferensiasi menjadi aerenkim sel-sel cadangan makanan, sel-
sel tanin, sel kristal, sel gabus, sel sklerenkim, dan lain- lain.
Mengenai susunan kulit biji pada umumnya adalah:
1. di sebelah luar terdapat epidermis, atau sering
tanpa epidermis;
2. di sebelah dalam lapisan epidermis adalah jaringan
yang sel-selnya berdinding tebal, mempunyai
ukuràn yang panjang, tersusun seperti jaringan tiang
pada daun, disebut jaringan palisaden atau dikenal
sebagai makrosklereida;
3. di sebelah dalam lapisan ini mungkin masih
dijumpai adanya jaringan yang sel- selnya
berdinding tebal disebut jaringan osteoskiereida;
4. selanjutnya di jumpai sel-sel parenkim, sel-sel
kristal atau sel-sel yang mengandungpigmen.
Pada permukaan kulit biji, pengamatan dengan
menggunakan mikroskop elektron skaning menunjukkan
adanya ornamentasi pada kulit biji yang bermacam-
macam bentuknya.
Tergantung pada ada atau tidaknya endosperm pada
biji, maka dibedakan 2 tipe yaitu:
1. Endospermus (albuminus)
Pada biji dijumpai adanya endosperm.
Misalnya pada : Zea mays, Ricinus communis, dll.
2. Nonendospermus(eks-albuminus)
Pada biji tidak dijumpai adanya endosperm.
Misalnya pada : Areca catechu, Piper nigrum,
Glycine max, Cucurbita, dll.
Pada biji yang masak sering masih dijumpai adanya
9
Integumen
Suatu ovulum kebanyakan mempunyal satu atau dua
integumen. Ovulum dengan satu intigumen disebut unitegmik,
dan yang mempunyai dua intigumen tersebut bitegmik. Pada
tumbuhan Sympetalae umumnya menunjukkan keadaan
unitegmik, sedang pada Polypetalae dan monokotil adalah
bitegmik. Pada beberapa anggota Olacaceae menurut Davis
(1966), ovulum tidak berintegumen dan disebut ateginik.
Ovulum pada umumnya berasal dari jaringan plasenta di
dalam ovarium, sedang integumen berasal dari bagian basal
primordium ovulum.
Keadaan unitegmik mungkin disebabkan karena
hilangnya salah satu integumen, seperti pada Cyilnus. Pada
beberapa dijumpai adanya integumen ketiga atau arilus, Pada
Ulmus dilaporkan, bahwa integumen ketiga berasal dari
pembelahan integumen luar, tetapi struktur tersebut dapat pula
berasal dari pangkal ovulum.
Pada anggota Euphorbiaceae dikenal adanya karunkula
yang berasal dari poliferasi sel-sel integumen di daerah
mikrofil. Kadang-kadang poliferasi ini sangat kuat dan
karunkula ini masih dapat dilihat sampai biji masak. Misalnya
pada biji Ricinus communis.
Mikropil
Mikropil dapat dibentuk oleh integumen luar dan atau
integumen dalam. Mikropil yang dibentuk oleh integumen
dalam seperti pada Centrospermales dan Plumbagmales, oleh
integumen luar dan dalam, seperti pada suku Pontederiaceae.
Jarang sekali Mikropil dibentuk oleh integumen luar misalnya
pada suku Podostemaceae. Rhamnaceae, dan Euphorbiaceae.
Lubang mikropil yang dibentuk oleh integumen luar disebut
eksostoma, sedang yang dibentuk oleh integumen dalam
disebut endostoma.
Obturator
Obturator adalah jaringan yang merupakan poliferasi
sel-sel funikulus atau plasenta. Yang berasal dari funikulus
misalnya pada famili Acanthaceae, Anacardiaceae, Labiatae
dan Magnoliaceae. Jaringan ini berfungsi untuk membantu
pembuahan yaitu memandu buluh pollen menuju mikropil.
Sel-selnya mengalami degenerasi setelah terjadinya
pembuahan. Pada Tetragonia tetragonioides obturator
mempunyai struktur seperti trikomata (rambut-rambut) berasal
dan epidermis kedua sisi funikulus yang letaknya berhadapan
dengan mikropil. Obturator yang berasal dari sel-sel plasenta
misalnya pada suku Euphorbiaceae dan Cuscutaceae.
Nuselus
Nuselus merupakan dinding megasporangium. Setiap
16
Endosperm
Pada umumnya endosperm merupakan hasil
pembelahan sel endosperm primer secara mitosis berkali-kali,
dan berfungsi memberi makan embrio yang sedang
berkembang. Tidak semua golongan tumbuhan mempunyai
endosperm. Tumbuhan yang tidak mempunyai endosperm
adalah suku Orchidaceae, Podostemaceae dan Trapaceae.
18
2. seluler
Embrio
Telur yang telah dibuahi disebut zigot, dan ini
merupakan sel tunggal yang bersifat diploid. Polaritas embno
pada Angiospermae adalah endoskopik, yaltu berlawanan
dengan mikrofil. Pembelahan zigot yang pertama kali pada
kebanyakan Angiospermae dengan dinding melintang,
sehingga menghasilkan proembrio 2 sel. Dan proembrio 2 sel
ini; sel a (ca), sel bagian atas disebut terminal (sel apikal)
merupakan sel yang jauh dan mikrofil; sel b (cb), sel bagian
bawah disebut sel basal, adalah sel yang letaknya dekat dengan
mikrofil. Selain dengan dinding melintang, pembelahan zigot
dengan dinding tegak lurus pada suku Loranthaceae atau
miring (Triticum sp.). Pembelahan dengan dinding miring
jarang. Variasi pola perkembangan embrio pada awal
embriogeni
merupakan hal umum pada tumbuhan monokotil maupun
dikotil. Dan stadium 2 sel sampai stadium diferensiasi
biasanya disebut proembrio.
Suspensor
Merupakan bagian embrio yang letaknya berdekatan
dengan ujung radikula. Perkecambahan suspensor mencapai
maksimum pada saat embrio mencapai stadium bulat
(globular). Pada biji yang masak sisa-sisa suspensor
menunjukkan variasi dalam bentuk, ukuran serta sel yang
menyusunnya. Variasi ini biasanya berhubungan dengan fungsi
nutritif bagi embrio. Pada tumbuhan yang tidak mempunyai
endospenn, suspensor bersifat haustorium. Dikatakan pula
selain membantu memberi makan, suspensor merupakan akar
embrionik yang bersifat sementara.
Struktur embrio
Setelah pembuahan zigot membelah berkali-kali
menjadi embrio. Embrio ini mempunyai potensi untuk
membentuk tanaman yang sempurna. Embrio mempunyai
poros embrional. Poros (sumbu) embrional pada dikotil
menyebabkan terjadinya dua kutub, yaitu kutub yang ada di
bagian atas yaitu epikotil dan yang ada dibagian bawah
hipokotil. Epikotil akhirnya menjadi pucuk embnônik
(plumula), dan hipokotil akan menghasilkan batang sedang
pada bagian bawah hipokotil akan menghasilkan calon akar.
26
Lembaga (Embrio)
Pada tumbuhan berbiji lembaga memperlihatkan tiga
bagian utama tubuh tumbuhan, yaitu :
(1) Akar lembaga atau calon akar (radicula) bagian ini
tumbuh hipokotil (hypocotyhe), di ujungnya akan
tumbuh akar primer (radix primarius), yang pada
tumbuhan Dicotyledoneae membentuk sistem akar
tunggang. Pada Monocotyledoneae akar primer
mereduksi sehingga terbentuk sistem akar serabut.
(2) Daun lembaga (cotyledon), merupakan daun
pertama, pada Dicotyledoneae berjumlah dua
(keping dua), pada Monocotyledoneae berjumlah
satu (keping satu).
(3) Batang lembaga (caulicula), merupakan cikal
bakalnya batang yang memiliki ruas (internodes)
dan buku (node), dapat dibedakan antara ruas
batang di atas daun lembaga (internodium
epicotylum) dan ruas di bawah daun lembaga
(internodium hypocotylum).
1.3.Tugas/Diskusi
Buatlah makalah tentang contoh perbedaan buah sejati dan
buah semu. Gunakan setidaknya 2 artikel dari buku teks, jurnal
38
1.4.Rangkuman
Berdasarkan derajat kekerasan perikarpium, buah
dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu buah kering dan buah
berdaging. Pada buah yang berdaging, perikarpium, yang
berasal dari dinding ovarium terdiferensiasi menjadi
epikarpium, mesokarpium dan endokarpium. Menurut
perkembangan bakal buah, buah dibagi menjadi buah tunggal,
buah majemuk, dan buah ganda. Secara normal perkembangan
buah dan biji terjadi setelah pembuahan. Integumen
berkembang menjadi kulit biji atau testa, sel telur yang dibuahi
(zigot) berkembang menjadi embrio, dan sel endosperm primer
akan membelah secara mitosis menghasilkan endosperm.
1.5.Rujukan Pengayaan
Arnett, RH., and Barungart DC., 1970. An Introduction to Plant
Biology. 3rd edition. The CV. Saint Louis: Mosby Company.
Bell, AD., 1991. Plant Form. Oxford: Oxford University Press.
Bold, HC., Alexopoulus, CJ., and Delevoryas, T., 1987. Morphology of
Plant and Fungi. 5th edition. New York: Harper dan Row
Publisher.
De Vogel, EF., 1987. Manual of Herbarium Taxonomy: Theory and
Practice. United Nation Educational, Scientific dan Cultural
Organization. Jakarta: Regional Office for Science and
Technology.
Gifford, EM., and Foster, AS., 1989. Morphology and Evolution of
Vascular Plants. 3rd edition. New York: W.H. Freeman and
Company.
Halle, F., and Oldeman, RAA., 1975. An Essay on the Architecture
and Dynamics of Growth of Tropical Trees. Kuala Lumpur:
University Malaya.
Hartman, HT., and Kester, DE., 1983. Plant Propagation: Principles
and Pracitce. 4th edition. New York: Prentice-Hall Inc.
Lyndon, RF., 1990. Plant Development: the Celular Basis.
London: Unwin Hyman Ltd.
Radford, AE., 1986. Fundamentals of Plant Systematics. Harper
International Edition. New York: Harper & Row Publishers
Inc.
Schulz, V., Hansel, R., Tyler, VE., 1998. Rational Phytotherapy:
a physician’s guide to herbal medicine. 3rd edition. Berlin:
Springer.
Sinnott E.W. and K.S. Wilson. 1955. Botany: Principle and Problems.
5th edition. New York: McGraw-Hill Book Company Inc.
Sinnott E.W. 1960. Plant Morphogenesis. New York: McGraw-
Hill Book Company Inc.
40