Disusun Oleh :
ISMIA EREA
T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun
untuk tenaga medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat
untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu agar
mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.
Farmakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik,
komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorbsi, distribusi,
biotransformasi, ekskresi dan penggunan obat. Seiring berkembangnya pengetahuan,
beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi ilmu sendiri.
Cara paling umum obat bekerja di target dengan cara membentuk ikatan dengan
reseptor sel. Interaksi antara obat dengan reseptor pada sel tubuh dapat mengubah
kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak dapat menimbulkan fungsi fisiologis baru.
Obat dirancang untuk terikat dengan reseptor pada sel yang menjadi target-nya.
Karena sifat yang unik dari setiap reseptor di sel-sel tubuh, maka kemungkinan ikatan
antara senyawa obat dengan sel tubuh yang bukan menjadi target-nya relatif kecil.
Setiap senyawa memiliki reseptor yang spesifik, dan bisa dianalogikan dengan
hubungan antara kunci dan anak kunci (lock and key). Setelah obat berikatan dengan
reseptor-nya, ada dua kemungkinan efek yang ditimbulkan, efek agonis dan
efekantagonis. Efek agonis terjadi apabila senyawa obat mengakibatkan efek regulasi
di sel tempatnya berikatan. Obat agonis mengaktifkan reseptor untuk menghasilkan
respon yang diharapkan. Efek antagonis terjadi apabila senyawa obat menghalangi
terjadinya ikatan antara reseptor sel dengan senyawa regulator-nya dan senyawa
tersebut sendiri tidak menghasilkan efek regulasi. Obat antagonis pada dasarnya
menghalangi terjadinya aktivasi pada reseptor.
Mekanisme kerja obat yang kini telah diketahui dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Secara fisis, obat diperkirakan melarut dalam lapisan lemak dari membrane sel,
juga dengan osmosis yang menarik air dan sekitarnya
b. Secara kimiawi, misalnya antasida lambung dan zat-zat khelasi (zat-zat yang
dapat mengikat logam berat)
c. Proses metabolisme, misalnya antibiotika mengganggu pembentukan dinding
sel kuman, sintesis protein, dan metabolisme asam nucleat.
d. Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis
kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik dan enzymenzym.
Contoh mekanisme kerja beberapa obat sebagai berikut :
- Parasetamol dan asamefenamat
Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik /
analgesik. Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan
mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat
menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Parecetamol bekerja dengan
mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim cyclooxigenase pada
sistem saraf pusat. Kemampuan menghambat kerja enzin cyclooxigenase yang
dihasilkan otak inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala
dan menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping. Parasetamol
diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
- Aluminium hidroksida &Mg Hidroksida
Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magnesium Hidroksida merupakan antasida
yang bekerja menetralkan asam lambung dan menonaktifkan pepsin sehingga rasa
nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Disamping itu,
efek laksatif dari magnesium Hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari
aluminium hidroksida.
Yang dimaksud dengan efek terapeutik adalah suatu hasil dari penanganan medis
tertentu yang sesuai dengan keinginan yang ingin didapatkan, mempunyai takaran
yang sesuai dengan tujuan pemberian penanganan, baik pada aspek yang telah
diperkirakan sebelumnya maupun aspek yang belum atau tidak diperkirakan
sebelumnya.
Efek terapeutik ini berarti bersifat baik atau bersifat positif. Sebaliknya, lawan
dari efek terapeutik ini adalah efek yang bersifat egative atau efek merugikan atau
yang disebut dengan efek non terapeutik. Definisi mengenai efek non terapeutik ini
adalah efek dari obat atau hasil pengobatan medis atau efek terapi yang tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan
2.4 Plasebo
Reaksi obat yang tidak diinginkan adalah setiap efek yang tidak diduga dan
dimaksudkan akibat pemberian obat dengan dosis terapeutik. Mempertimbangkan
masalah obat mencakup evaluasi reaksi yang tak diinginkan dan respons yang tidak
diduga. Respon obat yang tidak diinginkan adalah :
a. Alergi obat. Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan
obat atau metabolitnya akibat dari reaksi imunologi yang terjadi selama atau
setelah pemakaian obat.
b. Hipersensivitas. Hipersensivitas adalah reaksi berlebihan, atau tidak
diinginkan karena respon imun terlalu sensitive yang dihasilkan oleh system
kekebalan normal. Akibat reaksi ini ega merusak, menghasilkan
ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal bagi tubuh.
c. Ketergantungan. Ketergantungan atau juga disebut lecanduan obat adalah
situasi dimana penggunaan obat telah mengubah perilaku dan metode
pengguna, menciptakan kebutuhan untuk terus menggunakan atau
mendapatkan dosis lebih banyak.
d. Akumulasi. Akumulasi obat adalah peningkatan kadar terapeutik obat di
dalam tubuh, akibat pemberian obat dengan interval lebih pendek dari dosis
seharusnya.
e. Sinergisme. Sinergisme obat adalah interaksi dimana efek dua obat yang
bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat.
f. Antagonisme. Antagonisme obat adalah keadaan dimana efek dua obat pada
tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan.
2.6 Efek Toksis
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting
dalam toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru akan digunakan harus diuji
toksisitas dan keamanannya. Seabelum suatu obat dapat digunakan untuk indikasi
tertentu, harus diketahui dulu efek apa yang akan terjadi terhadap semua organ tubuh
yang sehat. Jarang obat yang hanya mempunyai satu jenis efek, hampir semua obat
mempunyai efek tambahan dan mampu mempengaruhi berbagai macam organ dan
fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam menentukan
penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek samping yang bahkan bisa
menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan dari efek
farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang
berlebihan.
Reaksi toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan. Paparan
tunggal atau paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut paparan
akut. Paparan yang terjadi kurang dari 14 hari merupakan paparan sub-akut. Paparan
sub-kronis bila terpapar selama 3 bulan dan disebut paparan kronis bila terpapar
secara terus-menerus selama lebih dari 90 hari. Efek toksik pada paparan kronis dapat
tidak dikenali sampai setelah paparan terjadi berulang kali.
Kemunculan efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara cepat
maupun terjadi setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut sebagai delayed
toxicity (toksisitas tertunda). Adapun efek berbahaya yang timbul akibat kontak
dengan konsentrasi rendah bahan kimia dalam jangka waktu lama disebut low level,
long term-exposure (paparan jangka lama, tingkat rendah). Efek berbahaya, baik
akibat paparan akut maupun kronis, dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.
Riversibilitas relatif efek toksik tergantung daya sembuh organ yang terkena.
Manusia bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia berbeda secara
bersamaan ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan campuran beberapa
bahan dapat digolongkan sebagai adiktif, sinergitik, potensiasi, antagonistik dan
toleransi. Pada potensiasi, satu dari dua bahan tidak menimbulkan toksik, namun
ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek toksik dari bahan yang aktif akan
meningkat. Kondisi sinergistik dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau
salah satu bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang dihasilkan
lebih bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan toksik yang mempunyai kerja
berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan. Toleransi merupakan keadaan
yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek toksik suatu bahan kimia
tertentu. Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat aditif.
2.7 Toleransi, Habituasi dan Adiksi
a. Toleransi. Toleransi obat adalah resistansi yang terjadi sebagai akibat pemakaian
yang menahun.Untuk memperoleh efek yang sama, dibutuhkan makin banyak obat,
artinya dosis makin tinggi. Contoh: barbiturate
c. Adiksi. Adiksi adalah kejadian pemberian obat yang menyebabkan toleransi dan
penghentiannya menyebabkan timbul nya sindrom gejala putus obat (withdrawal
syndrome). Contoh: Morfin
Adalah suatu keadaan dimana bakteri telah menjadi kebal terhadap obat karena
memiliki daya tahan yang lebih kuat.
Bakteri dapat menjadi resisten terhadap antibiotik melalui beberapa cara.
Beberapa bakteri dapat menetralkan antibiotik. Bakteri lainnya dapat mengubah
struktur luar bakteri sehingga antibiotik tidak bisa menempel pada bakteri untuk
membunuhnya.
Sering kali,dosis yang diperlukan pasien tidak sama dengan dosis obat yang
tersedia sehingga dosis tersebut perlu dilakukan konvensi menjadi dosis yang
diperlukan, sesuai program.
Di banyak institusi, obat tiba ditempat perawatan pasien dalam bentuk satuan
dosis, sudah terbungkus untuk setiap pasien dalam bentuk satuan dosis, sudah
terbungkus untuk setiap pasien dari bagian farmasi. Meskipun demikian , perawat
perlu mengetahui bagaimana menyiapkan permintaan obat hingga obat tersebut siap
saji, untuk memastikan bahwa pasien mendapat dosis obat yang tepat.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menghitung dosis obat antara lain
berdasarkan :
1. Berat Badan
2. Luas Permukaan Tubuh
3. Umur pasien
Cara menghitung dosis obat berdasarkan berat badan ialah dengan cara
mengalikan berat badan pasien tersebut dengan dosis obat, maka akan diperoleh dosis
obat untuk pasien tersebut.
Perhitungan dosis obat berdasarkan Luas Permukaan Tubuh ( LPT ) dianggap
yang paling tepat, yaitu dengan cara menentukan titik potong pada skala nomogram
antara tinggi badan dengan berat badan seseorang, maka akan didapat luas permukaan
tubuh dalam meter persegi.
Perhitungan dosis obat berdasarkan umur biasanya untuk pasein anak- anak, bisa
berdasarkan umur dalam tahun, umur dalam bulan, atau berdasarkan umur pada ulang
tahun yang akan datang. Ada juga perhitungan dosis obat untuk anak- anak
berdasarkan berat badan baik dalam kilogram atau dalam pon.
1. Berdasarkan umur
Perhitungan dosis berdasarkan berat badan sebenarnya lebih tepat karna sesuai
dengan kondisi pasien ketimbang umur yang terkadang tidak sesuai dengan berat
badan, bila memungkinkan hitung dosis melalui berat badan
1.Rumus Thermich
Persentase DM sekali :
Persentase DM sehari :
Minum obat sebelum makan hendaknya dilakukan pada waktu tertentu yang
spesifik menunjuk waktunya. Maksud sebenarnya dari minum obat sebelum makan
adalah 1 – 2 jam sebelum makan. Alasan utama kenapa petunjuk ini harus
dilaksanakan karena:
Waktu 1,5 – 2 jam adalah waktu ideal untuk aktifitas lambung dalam mencerna
sebagian besar makanan. Sehingga waktu ini digunakan untuk proses kerja lambung
sebelum obat masuk untuk kembali diproses. Sehingga petunjuk yang tepat adalah
Minum obat 1 – 2 Jam Sebelum Makan
Waktu tepat minum obat sewaktu makan. Saat makan ada benarnya anda
meminum obat jika petunjuknya seperti diatas. Namun aturan sebenarnya masih
belum terlalu tepat jika digunakan pada saat sedang makan. Tujuan utama dari
petunjuk ini yaitu:
Memaksimalkan kerja obat tertentu yang apabila diminum pada saat perut
terisi makanan
Mencegah reaksi obat yang merugikan terhadap tubuh saat obat tersebut
diminum dalam kondisi lambung kosong.
Aturan yang paling tepat minum obat saat makan yaitu 10 – 15 menit setelah
makan. Meskipun seseorang meminum obat beberapa saat setelah makan, namun
makanan yang ada didalam lambung tidak langsung dicerna secara keseluruhan.
Sehingga dalam jangka waktu diatas, lambung masih terisi dengan makanan.
Sehingga petunjuk yang tepat adalah Minum obat 10 – 15 menit setelah makan.
Beberapa obat jika dikonsumsi dalam keadaan perut masih terisi makanan,
maka akan mengganggu penyerapan obat.
Ada obat yang saling mempengaruhi antara makanan dengan obat. Ada yang
menurunkan efek obat, ada juga yang meningkatkan aktivitas obat.
Petunjuk waktu penggunaan obat lainnya yang paling sering salah pemahaman
yaitu petunjuk berdasarkan bagian dalam 1 hari yaitu Pagi, Siang, Malam. Tiga waktu
tersebut mempunyai range yang sangat panjang.
Jadi ketika pemahaman ini digunakan, contoh: pagi, maka jam 10 masih
termasuk pagi, dan siang jam 12 sudah masuk siang. Ketika cara tersebut dilakukan,
maka jarak antara minum obat pertama ke obat kedua hanya selisih 2 jam. Sehingga
ini adalah 1 kesalahan terbesar dalam minum obat.
Ketika mendapatkan petujuk penggunaan obat 3×1 sehari, maka obat harus
diminum 3 kali sehari. Obat yang diminum 3x sehari adalah obat yang diminum
dengan jarak waktu 24 jam dibagi 3 = 8 jam.
Artinya setiap pasien yang selesai minum obat pertama, maka pasien tersebut
harus menunggu waktu 8 jam untuk minum obat kedua, dan menunggu 8 jam lagi
untuk minum obat ketiga. Kegiatan ini selalu berulang setiap harinya sampai
pengobatan selesai.
Dengan adanya pengaturan waktu tepat minum obat tersebut, sangat penting
menentukan waktu pertama minum obat. Tujuannya agar waktu minum obat
berikutnya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pertimbangan utama dalam
menentukan waktu yang tepat untuk minum obat yaitu waktu tidur dimalam hari.
Tentu setiap orang tidak ingin merasa terganggu tidurnya hanya karena
dibangunkan tengah malam untuk minum obat. Sehingga mulailah minum obat dari
jam 6 atau 7 pagi. Jangan memulai diatas jam tersebut.
e. Petunjuk perhitungan minum obat
Ketika anda memulai minum obat pertama pada jam 6 pagi, maka anda akan
minum obat kedua 8 jam berikutnya yaitu pada jam 14.00 atau jam 2 siang (jam 6
pagi + 8 jam = 14.00). Dan melanjutkan minum obat ketiga 8 jam berikutnya yaitu
jam 10 malam (jam 14.00 + 8 jam = 22.00). dan minum obat pertama diesok harinya
yaitu pada jam 6 kembali (jam 22.00 + 8 jam = jam 6 pagi).
Waktu penggunaan obat lainnya seperti 2x sehari mempunyai arti 24 jam dibagi
2 yaitu pasien harus meminum obat setiap 12 jam. Artinya pasien harus menunggu 12
jam setelah minum obat pertama agar ega meminum obat kedua. Lalu obat yang
diminum 1x sehari artinya pasien harus meminum obat kedua setelah menunggu 24
jam sejak minum obat pertama.
2.14 Farmakogenetika
Farmakogenetika merupakan pengujian DNA secara sederhana dengan teknik
yang ringkas untuk mengetahui obat yang tepat dan dosis yang sesuai untuk tubuh,
sebab genetika dalam tubuh dapat mempengaruhi cara tubuh merespon obat-obatan
tertentu yang dikonsumsi.
Mengingat bahwa setiap manusia memiliki metabolisme yang berbeda
terhadap beberapa jenis obat, maka penting bagi para dokter untuk mengetahui profil
metabolisme seorang pasien sebelum meresepkan obat-obatan. Pengujian
Farmakogenetika ini dilakukan berdasarkan riset, pengembangan, dan validasi yang
dilakukan selama bertahun-tahun, sehingga menghasilkan sebuah uji yang dapat
dipercaya.
Farmakogenetika memberikan gambaran genetik beresolusi tinggi yang
memperlihatkan cara gen menentukan metabolisme sebagai berikut:
Profil Derajat Tindakan Bukan Prodrug
Metabolisme Dokter Prodrug (zat
farmakologi
yang belum
aktif)
UltraRapid Tidak normal Pilih obat Efek obat lebih Efek obat
pengganti atau rendah pada lebih rendah
sesuaikan dosis biasa, pada dosis
dosis pertimbangkan biasa,
obat pengganti pertimbangka
n obat
pengganti
Ekstensif Normal TIDAK ADA Respons normal seperti pada
label obat
Sedang Tidak normal Resepkan Peningkatan Hindari obat
dengan hati- risiko lain yang akan
hati keracunan atau menghambat
efek samping metabolism
yang
merugikan.
Buruk Tidak normal Pilih obat Berisiko tinggi Efek obat
pengganti atau terhadap lebih rendah
sesuaikan keracunan pada dosis
dosis biasa
2.15 Terminologi
Selain tergantung dari dosis, selektivitas obat juga tergantung dari cara
pemberian. Pemberian obat langsung di tempat kerjanya akan meningkatkan
selektivitas obat. Misalnya salbutamol, selektivitas obat ini pada reseptor
bheta2 di bronkus di tingkatkan bila di berikan sebagai obat semprot
langsung ke saluran napas.