Anda di halaman 1dari 16

Makalah Farmakologi

Resistensi, Habituasi dan Terminologi Obat

Disusun Oleh :
ISMIA EREA

Prodi : Farmakologi dan Pengelolaan Obat

Dosen Pengampu : Rahmi, S.K.M., M.Kes

MAHASISWA DIII KEBIDANAN

STIKES WIDYA HUSADA MEDAN

T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun
untuk tenaga medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat
untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu agar
mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.
Farmakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik,
komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorbsi, distribusi,
biotransformasi, ekskresi dan penggunan obat. Seiring berkembangnya pengetahuan,
beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi ilmu sendiri.

Cabang farmakologi diantaranya farmakognosi ialah cabang ilmu farmakologi


yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat,
farmasi ialah ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyimpan,
dan menyediakan obat. Farmakologi klinik ialah cabang farmakologi yang
mempelajari efek obat pada manusia. Farmakoterapi cabang ilmu yang berhubungan
dengan penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit. Toksikologi
ialah ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia, termasuk obat, zat yang digunakan
dalam rumah tangga, pestisida dan lain-lain serta farmakokinetik ialah aspek
farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresinya dan farmakodinamik yang mempelajari efek obat
terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya. Pada
penulisan makalah ini akan di bahas tentang aspek farmakologi yaitu
farmakodinamik.

1.2 Rumusan Masalah


1 Apa mekanisme kerja obat?
2 Apa efek terapeutik?
3 Apa plasebo?
4 Apa efek obat yang tidak diinginkan?
5 Apa efek toksis?
6 Apa toleransi, habituasi, dan adiksi?
7 Apa resistensi bakteri?
8 Apa penghitungan dosis?
9 Apa waktu minum obat?
10 Apa indeks terapi?
11 Apa kombinasi obat?
12 Apa interaksi obat?
13 Apa farmakogenetika?
14 Apa Terminologi obat?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat
2. Untuk mengetahui efek terapeutik
3. Untuk mengetahui plasebo
4. Untuk mengetahui efek obat yang tidak diinginkan
5. Untuk mengetahui efek toksis
6. Untuk mengetahui toleransi, habituasi, dan adiksi
7. Untuk mengetahui resistensi bakteri
8. Untuk mengetahui penghitungan dosis
9. Untuk mengetahui waktu minum obat
10. Untuk mengetahui indeks terapi
11. Untuk mengetahui kombinasi obat
12. Untuk mengetahui interaksi obat
13. Untuk mengetahui farmakogenetika

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi penulis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan dalam
bidang ilmu kesehatan terutama pada materi konsep farmakodinamika yang
terfokus pada farmakologi
2. Bagi pembaca makalah ini berfungsi untuk memberi informasi dalam bidang
kesehatan terutama dalam hal konsep farmakodinamika dalam Keperawatan
supaya pembaca mengerti hal-hal yang berkaitan dengan konsep – konsep
tersebut dalam keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Farmakodinamika


Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek-efek biokimiawi dan
fisiologi obat serta mekanisme kerja obat tersebut didalam tubuh. (Gunawan,2009)
Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meniliti efek utama obat,
mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spectrum
efek dan respon yang terjadi.

2.2 Mekanisme Kerja Obat

Cara paling umum obat bekerja di target dengan cara membentuk ikatan dengan
reseptor sel. Interaksi antara obat dengan reseptor pada sel tubuh dapat mengubah
kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak dapat menimbulkan fungsi fisiologis baru.
Obat dirancang untuk terikat dengan reseptor pada sel yang menjadi target-nya.
Karena sifat yang unik dari setiap reseptor di sel-sel tubuh, maka kemungkinan ikatan
antara senyawa obat dengan sel tubuh yang bukan menjadi target-nya relatif kecil.
Setiap senyawa memiliki reseptor yang spesifik, dan bisa dianalogikan dengan
hubungan antara kunci dan anak kunci (lock and key). Setelah obat berikatan dengan
reseptor-nya, ada dua kemungkinan efek yang ditimbulkan, efek agonis dan
efekantagonis. Efek agonis terjadi apabila senyawa obat mengakibatkan efek regulasi
di sel tempatnya berikatan. Obat agonis mengaktifkan reseptor untuk menghasilkan
respon yang diharapkan. Efek antagonis terjadi apabila senyawa obat menghalangi
terjadinya ikatan antara reseptor sel dengan senyawa regulator-nya dan senyawa
tersebut sendiri tidak menghasilkan efek regulasi. Obat antagonis pada dasarnya
menghalangi terjadinya aktivasi pada reseptor.

Mekanisme kerja obat yang kini telah diketahui dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Secara fisis, obat diperkirakan melarut dalam lapisan lemak dari membrane sel,
juga dengan osmosis yang menarik air dan sekitarnya
b. Secara kimiawi, misalnya antasida lambung dan zat-zat khelasi (zat-zat yang
dapat mengikat logam berat)
c. Proses metabolisme, misalnya antibiotika mengganggu pembentukan dinding
sel kuman, sintesis protein, dan metabolisme asam nucleat.
d. Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis
kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik dan enzymenzym.
Contoh mekanisme kerja beberapa obat sebagai berikut :
-          Parasetamol dan asamefenamat
Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik /
analgesik. Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan
mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat
menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Parecetamol bekerja dengan
mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim cyclooxigenase pada
sistem saraf pusat. Kemampuan menghambat kerja enzin cyclooxigenase yang
dihasilkan otak inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala
dan menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping. Parasetamol
diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
-          Aluminium hidroksida &Mg Hidroksida
Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magnesium Hidroksida merupakan antasida
yang bekerja menetralkan asam lambung dan menonaktifkan pepsin sehingga rasa
nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Disamping itu,
efek laksatif dari magnesium Hidroksida akan mengurangi  efek konstipasi dari
aluminium hidroksida.

2.3 Efek Terapeutik

Yang dimaksud dengan efek terapeutik adalah suatu hasil dari penanganan medis
tertentu yang sesuai dengan keinginan yang ingin didapatkan, mempunyai takaran
yang sesuai dengan tujuan pemberian penanganan, baik pada aspek yang telah
diperkirakan sebelumnya maupun aspek yang belum atau tidak diperkirakan
sebelumnya.
Efek terapeutik ini berarti bersifat baik atau bersifat positif. Sebaliknya, lawan
dari efek terapeutik ini adalah efek yang bersifat egative atau efek merugikan atau
yang disebut dengan efek non terapeutik. Definisi mengenai efek non terapeutik ini
adalah efek dari obat atau hasil pengobatan medis atau efek terapi yang tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan

2.4 Plasebo

Sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang


bertujuan untuk mengontrol efek dari pengharapan. Obat ini dapat berupa pil,
suntikan, atau beberapa jenis lain dari pengobatan “palsu”. Kesamaan semuanya
adalah bahwa “obat” ini tidak mengandung zat aktif dan tidak dapat mempengaruhi
kesehatan, inilah mengapa placebo disebut sebagai obat kosong.

Tujuandari Plasebo yaitu :


1. Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pada pasien
yang kecenduan maupun obat-obat narkotika dan psikotropika lainnya maupun
penderita kanker stadiumakhir
2. Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat baru
yang akan dinilai efek farmakologisnya
3. Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tida terlupa menelan pil
Kb pada saat menstruasi

2.5 Efek Obat Yang Tidak Diinginkan

Reaksi obat yang tidak diinginkan adalah setiap efek yang tidak diduga dan
dimaksudkan akibat pemberian obat dengan dosis terapeutik. Mempertimbangkan
masalah obat mencakup evaluasi reaksi yang tak diinginkan dan respons yang tidak
diduga. Respon obat yang tidak diinginkan adalah :

a. Alergi obat. Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan
obat atau metabolitnya akibat dari reaksi imunologi yang terjadi selama atau
setelah pemakaian obat.
b. Hipersensivitas. Hipersensivitas adalah reaksi berlebihan, atau tidak
diinginkan karena respon imun terlalu sensitive yang dihasilkan oleh system
kekebalan normal. Akibat reaksi ini ega merusak, menghasilkan
ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal bagi tubuh.
c. Ketergantungan. Ketergantungan atau juga disebut lecanduan obat adalah
situasi dimana penggunaan obat telah mengubah perilaku dan metode
pengguna, menciptakan kebutuhan untuk terus menggunakan atau
mendapatkan dosis lebih banyak.
d. Akumulasi. Akumulasi obat adalah peningkatan kadar terapeutik obat di
dalam tubuh, akibat pemberian obat dengan interval lebih pendek dari dosis
seharusnya.
e. Sinergisme. Sinergisme obat adalah interaksi dimana efek dua obat yang
bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat.
f. Antagonisme. Antagonisme obat adalah keadaan dimana efek dua obat pada
tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan.
2.6 Efek Toksis

Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting
dalam toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru akan digunakan harus diuji
toksisitas dan keamanannya.  Seabelum suatu obat dapat digunakan untuk indikasi
tertentu, harus diketahui dulu efek apa yang akan terjadi terhadap semua organ tubuh
yang sehat. Jarang obat yang hanya mempunyai satu jenis efek, hampir semua obat
mempunyai efek tambahan dan mampu mempengaruhi berbagai macam organ dan
fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam menentukan
penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek samping yang bahkan bisa
menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan dari efek
farmakodinamik.  Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang
berlebihan.
            Reaksi toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan. Paparan
tunggal atau paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut paparan
akut. Paparan yang terjadi kurang dari 14 hari merupakan paparan sub-akut. Paparan
sub-kronis bila terpapar selama 3 bulan dan disebut paparan kronis bila terpapar
secara terus-menerus selama lebih dari 90 hari. Efek toksik pada paparan kronis dapat
tidak dikenali sampai setelah paparan terjadi berulang kali.
            Kemunculan efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara cepat
maupun terjadi setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut sebagai delayed
toxicity (toksisitas tertunda). Adapun efek berbahaya yang timbul akibat kontak
dengan konsentrasi rendah bahan kimia dalam jangka waktu lama disebut low level,
long term-exposure (paparan jangka lama, tingkat rendah). Efek berbahaya, baik
akibat paparan akut maupun kronis, dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.
Riversibilitas relatif efek toksik tergantung daya sembuh organ yang terkena.
            Manusia bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia berbeda secara
bersamaan ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan campuran beberapa
bahan dapat digolongkan sebagai adiktif, sinergitik, potensiasi, antagonistik dan
toleransi.  Pada  potensiasi, satu dari dua bahan tidak menimbulkan toksik, namun
ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek toksik dari bahan yang aktif akan
meningkat. Kondisi sinergistik dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau
salah satu bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang dihasilkan
lebih bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan toksik yang mempunyai kerja
berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan. Toleransi merupakan keadaan
yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek toksik suatu bahan kimia
tertentu.  Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat aditif.
2.7 Toleransi, Habituasi dan Adiksi

a. Toleransi. Toleransi obat adalah resistansi yang terjadi sebagai akibat pemakaian
yang menahun.Untuk memperoleh efek yang sama, dibutuhkan makin banyak obat,
artinya dosis makin tinggi. Contoh: barbiturate

Macam-macam Toleransi Obat :


1. Toleransi Primer ( bawaan ), terdapat pada sebagian orang dan binatang
tertentu, misalnya kelinci sangat toleran untuk antropin.
2. Toleransi Sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama
beberapa waktu.
3. Toleransi Silang, dapat terjadi antara zat zat dengan struktur kimia serupa
(misalnya : fenobarbital dan butobarbital), atau kadang kadang antara zat zat
yang berlainan misalnya alkoholdanbarbital.
4. Tachyphylaxis adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali, bila obat
diulangi dalam waktu singkat.

b. Habituasi. Habituasi atau ketagihan, adalah kejadian pemakaian obat secara


menahun yang menyebabkan gangguan emosi jika pemberian obat itu
dihentikan .Habituasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaiti dengan induksi enzim,
reseptor seunder, dan penghambatan resorpsi.contoh : merokok (nikotin) dan minum
kopi (kafein).

c. Adiksi. Adiksi adalah kejadian pemberian obat yang menyebabkan toleransi dan
penghentiannya menyebabkan timbul nya sindrom gejala putus obat (withdrawal
syndrome). Contoh: Morfin

2.8 Resistensi Bakteri

Adalah suatu keadaan dimana bakteri telah menjadi kebal terhadap obat karena
memiliki daya tahan yang lebih kuat.
Bakteri dapat menjadi resisten terhadap antibiotik melalui beberapa cara.
Beberapa bakteri dapat menetralkan antibiotik. Bakteri lainnya dapat mengubah
struktur luar bakteri sehingga antibiotik tidak bisa menempel pada bakteri untuk
membunuhnya.

2.9 Penghitungan Dosis


Utuk menetapkan dosis tepat obat tertentu untuk seorang pasien, perlu
dipertimbangkan beberapa faktor, seperti jenis kelamin, berat badan,umur dan kondisi
fisik, selain obat-obat lain yang mungkin sedang diminum pasien tersebut.

Sering kali,dosis yang diperlukan pasien tidak sama dengan dosis obat yang
tersedia sehingga dosis tersebut perlu dilakukan konvensi menjadi dosis yang
diperlukan, sesuai program.

Di banyak institusi, obat tiba ditempat perawatan pasien dalam bentuk satuan
dosis, sudah terbungkus untuk setiap pasien dalam bentuk satuan dosis, sudah
terbungkus untuk setiap pasien dari bagian farmasi. Meskipun demikian , perawat
perlu mengetahui bagaimana menyiapkan permintaan obat hingga obat tersebut siap
saji, untuk memastikan bahwa pasien mendapat dosis obat yang tepat.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menghitung dosis obat antara lain
berdasarkan :
1.      Berat Badan
2.      Luas Permukaan Tubuh
3.      Umur pasien
Cara menghitung dosis obat berdasarkan berat badan ialah dengan cara
mengalikan berat badan pasien tersebut dengan dosis obat, maka akan diperoleh dosis
obat untuk pasien tersebut.
Perhitungan dosis obat berdasarkan Luas Permukaan Tubuh ( LPT ) dianggap
yang paling tepat, yaitu dengan cara menentukan titik potong pada skala nomogram
antara tinggi badan dengan berat badan seseorang, maka akan didapat luas permukaan
tubuh dalam meter persegi.
Perhitungan dosis obat  berdasarkan umur biasanya untuk pasein anak- anak, bisa
berdasarkan umur dalam tahun, umur dalam bulan, atau berdasarkan umur pada ulang
tahun yang akan datang. Ada juga perhitungan dosis obat untuk anak- anak
berdasarkan berat badan baik dalam kilogram atau dalam pon.

Cara menghitung dosis untuk anak-anak :

1. Berdasarkan umur

a. Rumus young (untuk anak usia dibawah 8 tahun)

Keterangan : n adalah umur dalam tahun.


b. Rumus dilling (untuk anak Besar-sama dengan 8 tahun)

Keterangan : n adalah umur dalam tahun.

c. Rumus Fried (untuk bayi)

Keterangan : n adalah umur dalam bulan.

2. Dosis Obat Berdasarkan berat badan

Perhitungan dosis berdasarkan berat badan sebenarnya lebih tepat karna sesuai
dengan kondisi pasien ketimbang umur yang terkadang tidak sesuai dengan berat
badan, bila memungkinkan hitung dosis melalui berat badan

1.Rumus Thermich

Keterangan : n adalah berat badan dalam kilogram.

2. Rumus untuk menentukan persentase DM obat

Persentase DM sekali :

Persentase DM sehari :

2.10 Waktu Minum Obat

a. Waktu Tepat Minum obat sebelum makan


Ada banyak range atau jarak waktu sebelum makan. Jika hanya berpatokan pada
petunjuk diatas, maka: 1 menit akan sama artinya dengan 5 jam sebelum makan.
Semua mempunyai arti waktu sebelum makan. Sehingga hilangkan persepsi ini pada
petunjuk penggunaan obat yang sedang dijalani saat ini.

Minum obat sebelum makan hendaknya dilakukan pada waktu tertentu yang
spesifik menunjuk waktunya. Maksud sebenarnya dari minum obat sebelum makan
adalah 1 – 2 jam sebelum makan. Alasan utama kenapa petunjuk ini harus
dilaksanakan karena:

 Beberapa obat dapat menurun efeknya ketika bercampur dengan makanan.


Ada yang menurunkan efek obat, ada pula yang meningkatkan aktivitas obat.
 Ada obat yang diperlambat penyerapannya ketika diminum bersama dengan
makanan.

Waktu 1,5 – 2 jam adalah waktu ideal untuk aktifitas lambung dalam mencerna
sebagian besar makanan. Sehingga waktu ini digunakan untuk proses kerja lambung
sebelum obat masuk untuk kembali diproses. Sehingga petunjuk yang tepat adalah
Minum obat 1 – 2 Jam Sebelum Makan

b. Waktu Tepat Minum obat sewaktu makan

Waktu tepat minum obat sewaktu makan. Saat makan ada benarnya anda
meminum obat jika petunjuknya seperti diatas. Namun aturan sebenarnya masih
belum terlalu tepat jika digunakan pada saat sedang makan. Tujuan utama dari
petunjuk ini yaitu:

 Memaksimalkan kerja obat tertentu yang apabila diminum pada saat perut
terisi makanan
 Mencegah reaksi obat yang merugikan terhadap tubuh saat obat tersebut
diminum dalam kondisi lambung kosong.

Aturan yang paling tepat minum obat saat makan yaitu 10 – 15 menit setelah
makan. Meskipun seseorang meminum obat beberapa saat setelah makan, namun
makanan yang ada didalam lambung tidak langsung dicerna secara keseluruhan.
Sehingga dalam jangka waktu diatas, lambung masih terisi dengan makanan.
Sehingga petunjuk yang tepat adalah Minum obat 10 – 15 menit setelah makan.

c. Minum obat sesudah makan


Kebanyakan orang salah anggapan pada petunjuk ini. Minum obat sesudah
makan, kebanyakan terjadi beberapa menit setelah makan. Umumnya mereka minum
10 menit setelah makan. Jika menunjuk waktu yang paling tepat, kesalahan tersebut
masuk pada waktu minum obat sewaktu makan. Tujuan utama petunjuk minum obat
ini yaitu:

 Beberapa obat jika dikonsumsi dalam keadaan perut masih terisi makanan,
maka akan mengganggu penyerapan obat.
 Ada obat yang saling mempengaruhi antara makanan dengan obat. Ada yang
menurunkan efek obat, ada juga yang meningkatkan aktivitas obat.

Petunjuk waktu penggunaan obat lainnya yang paling sering salah pemahaman
yaitu petunjuk berdasarkan bagian dalam 1 hari yaitu Pagi, Siang, Malam. Tiga waktu
tersebut mempunyai range yang sangat panjang.

Jadi ketika pemahaman ini digunakan, contoh: pagi, maka jam 10 masih
termasuk pagi, dan siang jam 12 sudah masuk siang. Ketika cara tersebut dilakukan,
maka jarak antara minum obat pertama ke obat kedua hanya selisih 2 jam. Sehingga
ini adalah 1 kesalahan terbesar dalam minum obat.

d. Minum obat pagi siang malam

Ketika mendapatkan petujuk penggunaan obat 3×1 sehari, maka obat harus
diminum 3 kali sehari. Obat yang diminum 3x sehari adalah obat yang diminum
dengan jarak waktu 24 jam dibagi 3 = 8 jam.

Artinya setiap pasien yang selesai minum obat pertama, maka pasien tersebut
harus menunggu waktu 8 jam untuk minum obat kedua, dan menunggu 8 jam lagi
untuk minum obat ketiga. Kegiatan ini selalu berulang setiap harinya sampai
pengobatan selesai.

Dengan adanya pengaturan waktu tepat minum obat tersebut, sangat penting
menentukan waktu pertama minum obat. Tujuannya agar waktu minum obat
berikutnya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pertimbangan utama dalam
menentukan waktu yang tepat untuk minum obat yaitu waktu tidur dimalam hari.

Tentu setiap orang tidak ingin merasa terganggu tidurnya hanya karena
dibangunkan tengah malam untuk minum obat. Sehingga mulailah minum obat dari
jam 6 atau 7 pagi. Jangan memulai diatas jam tersebut.
e. Petunjuk perhitungan minum obat

Ketika anda memulai minum obat pertama pada jam 6 pagi, maka anda akan
minum obat kedua 8 jam berikutnya yaitu pada jam 14.00 atau jam 2 siang (jam 6
pagi + 8 jam = 14.00). Dan melanjutkan minum obat ketiga 8 jam berikutnya yaitu
jam 10 malam (jam 14.00 + 8 jam = 22.00). dan minum obat pertama diesok harinya
yaitu pada jam 6 kembali (jam 22.00 + 8 jam = jam 6 pagi).

Waktu penggunaan obat lainnya seperti 2x sehari mempunyai arti 24 jam dibagi
2 yaitu pasien harus meminum obat setiap 12 jam. Artinya pasien harus menunggu 12
jam setelah minum obat pertama agar ega meminum obat kedua. Lalu obat yang
diminum 1x sehari artinya pasien harus meminum obat kedua setelah menunggu 24
jam sejak minum obat pertama.

2.11 Indeks Terapi


Indeks terapeutik adalah suatu ukuran keamanan obat karena nilai yang besar
menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar diantara dois-dosis yang
efektif dan dosis yang foksik. Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis
yang menghasilkan tolensitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang
efektif. Indeks terapeutik adalah LD50 (Dosis Lethal pada 50% kosis) dan ED50
(Dosis Efektif pada 50% kasus)

2.12 Kombinasi Obat


Dua obat yang digunaan bersamaan, kerjanya dapat berupa :
 Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama
sekali oleh obat kedua.
 Sinergisme, dimana kekuatan obat saling memperkuat, Ada 2 jenis :
    a. Adisi / sumasi adalah kekuatan obat saling memperkuat kombinasi kedua
obat adalah sama dengan jumlah masing masing kekuatan obat tersebut.
    b. Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah
kedua obat tersebut.

Keuntungan Kombinasi Obat :


- Menambah kerja terapeutik tanpa menembah efek buruk dan mengurangi toksisistas
masing masing obat, misalnya Trisulfa
- Menghambat terjadinya resistensi, misalnya Rifampisin dan Isoniasid
- Memperoleh potensiasi misalnya Kotrimoksazol
Kerugian Kombinasi Obat :
- Pemborosan
- Takaran masing masing obat belum tentu sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
takaran obat tidak dapat diubah tanpa mengubah pula dosis obat lainnya
- Manfaat tidak memenuhi syarat
- Mempermudah terjadinya resistensi terhadap beberapa spesies kuman.

2.13 Interaksi Obat


Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya
peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau
lebih diberikan secara bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh
yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek
pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di
mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuh ginjal, sehingga akan
memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam
tubuh.
Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi
tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya
optimalisasi. Secara ringkas dampak negative dari interaksi ini kemungkinan akan
timbul sebagai,
- Terjadinya efek samping,
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.
Dalam perjalanannya, sejak dari proses fabrikasi hingga penggunaannya di
dalam tubuh, obat atau senyawa obat dapat mengalami 3 mekanisme interaksi, yaitu 
1.      Interaksi farmasetik 
 Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat 
diformulasikan atau  disiapkan  sebelum obat  tersebut  digunakan   oleh pasien.
Bentuk interaksi ini ada 2 macam :
      - Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutan
- Interaksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan  yang   lain atau
terhidrolisisnya suatu  obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama
dalam penyimpana
2.  Interaksi Farmakokinetik
Interaksi ini terjadi perubahan dalam proses adsorbsi, distribusi, metabolisme, atau
eksresi sehingga mengakibatkan perubahan efek obat dimana dapat meningkatkan
atau mengurangi jumlah/konsentrasi obat.
3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi ini terjadi bila antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, sistem
fisiologik yang sama sehingga terjadi aditif, sinergistik (saling memperkuat) atau
antagonistik (saling meniadakan). Kebanyakan interaksi obat diakibatkan terjadinya
perubahan adsorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Interaksi
farmakodinamik dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
·         Interaksi langsung (direct interaction)
·         Interaksi tidak langsung (indirect interaction)

2.14 Farmakogenetika
Farmakogenetika merupakan pengujian DNA secara sederhana dengan teknik
yang ringkas untuk mengetahui obat yang tepat dan dosis yang sesuai untuk tubuh,
sebab genetika dalam tubuh dapat mempengaruhi cara tubuh merespon obat-obatan
tertentu yang dikonsumsi.
Mengingat bahwa setiap manusia memiliki metabolisme yang berbeda
terhadap beberapa jenis obat, maka penting bagi para dokter untuk mengetahui profil
metabolisme seorang pasien sebelum meresepkan obat-obatan. Pengujian
Farmakogenetika ini dilakukan berdasarkan riset, pengembangan, dan validasi yang
dilakukan selama bertahun-tahun, sehingga menghasilkan sebuah uji yang dapat
dipercaya.
Farmakogenetika memberikan gambaran genetik beresolusi tinggi yang
memperlihatkan cara gen menentukan metabolisme sebagai berikut:
Profil Derajat Tindakan Bukan Prodrug
Metabolisme Dokter Prodrug (zat
farmakologi
yang belum
aktif)
UltraRapid Tidak normal Pilih obat Efek obat lebih Efek obat
pengganti atau rendah pada lebih rendah
sesuaikan dosis biasa, pada dosis
dosis pertimbangkan biasa,
obat pengganti pertimbangka
n obat
pengganti
Ekstensif Normal TIDAK ADA Respons normal seperti pada
label obat
Sedang Tidak normal Resepkan Peningkatan Hindari obat
dengan hati- risiko lain yang akan
hati keracunan atau menghambat
efek samping metabolism
yang
merugikan.
Buruk Tidak normal Pilih obat Berisiko tinggi Efek obat
pengganti atau terhadap lebih rendah
sesuaikan keracunan pada dosis
dosis biasa
2.15 Terminologi

Spesifisitas dan Selektivitas


Suatu obat dikatak spesifik bila kerjanya terbatas pada suatu jenis
reseptor, dan dikatak selektif bila menghasilkan satu efek pada dosis rendah
dan efek lain baru timbul pada dosis yang lebih besar. Obat yang spesifik
belum tentu selektif, tetapi obat yang tidak spesifik dengan sendirinya tidak
selektif. Klorpromazin bukan obat yang spesifik karena ia bekerja pada
berbagai jenis reseptor; kolinergik, adrenergik dan histaminergik, selain pada
reseptor dopaminergik di SSP. Atropin adalah bloker spesifik untuk reseptor
muskarinik, tetapi tidak selektif karena reseptor ini terdapat di berbagai
organ.salbutamol ialah agonis bheta-adrenergik yang spesifik dan relatif
selektif, obat ini memblok reseptor bheta2 dan pada dosis terapi hanya
berefek di bronkus.

Selain tergantung dari dosis, selektivitas obat juga tergantung dari cara
pemberian. Pemberian obat langsung di tempat kerjanya akan meningkatkan
selektivitas obat. Misalnya salbutamol, selektivitas obat ini pada reseptor
bheta2 di bronkus di tingkatkan bila di berikan sebagai obat semprot
langsung ke saluran napas.

Anda mungkin juga menyukai