Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN

KB
Asuhan Kebidanan pada perempuan yang berkaitan dengan
system reproduksi dalam perspektif gender

Dosen Pengampu : Siti Maryam Hasibuan, M.kes

Disusun oleh :

ISMIA EREA
FEBY AMELIA LUBIS

MAHASISWA DIII KEBIDANAN


STIKES WIDYA HUSADA MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah wa syukurilah kami panjatkan kepada Allah SWT yang


telah memberikan nikmat jasmani dan rohani kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah tentang “Kesehatan Reproduksi dan KB”. Selain
itu juga kami berterima kasih kepada semua pihak yang selama ini telah
membantu hingga terselesaikannya pembuatan makalah ini.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan


dan kesalahan dalam pengetikan kata.Kami sangat berharap masukan berupa
kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

Akhir kata penyusun mengucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat


bagi kita semua. Amin

Medan, April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A.      Latar Belakang............................................................................................1
B.       Tujuan........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
A. seksualitas dan gender.....................................................................................2
B. Diskriminasi Gender........................................................................................3
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi gender......................................................5
BAB III....................................................................................................................8
A.  Kesimpulan.....................................................................................................8
B.   Saran..............................................................................................................8

ii
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Banyak sekali masalah kesehatan reproduksi yang dialami oleh perempuan.


Masalah kesehatan dilihat dari perspektif gender ? atau dengan bentuk pertanyaan
lain, yaitu bagaimana pendekatan gender dalam melihat praktik layanan kesehatan
di masyarakat ? inilah pertanyaan strategis yang perlu di kembangkan saat ini.
Disadur dalam (Sudarma, 2008; 195-197) : Memahami teknik analisis gender
(gender analysis technique) dalam layanan kesehatan ini, setidaknya difokuskan
untuk mengetahui (1) situasi aktual wanita dan pria meliputi peranan, tingkat
kesejahteraan, kebutuhan, dan permasalahan yang dihadapi dalam berbagai unit
sosial, budaya dan ekonomi, (2) pembagian beban kerja wanita dan pria yang
meliputi tanggung jawab, curahan tenaga, dan curahan waktu, (3) saling berkaitan,
saling ketergantungan dan saling mengisi antar peranan wanita dan pria
khususnya dalam keluarga, dan (4) tingkat akses dan kekuatan kontrol wanita dan
pria terhadap sumber produktif maupun sumber daya manusia

B.       Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

Tentang seksualitas dan gender, budaya yang mempengaruhi gender, dan


diskriminasi gender.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. seksualitas dan gender


Gender itu berasal dari bahasa latin “genus” yang berarti jenis atau tipe.
Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan
yang dibentuk secara sosial maupun budaya setempat. Sedangkan seks adalah
pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki
mempunyai penis, memproduksi sperma dan menghamili. Sementara perempuan
mengalami menstruasi, bisa mengandung dan melahirkan serta menyusui dan
menopause. Jadi peran gender itu dibuat oleh manusia sedangkan peran seks
berasal dari Tuhan atau kodrat.

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun


secara sosial dan kultural yang berkaitan dengan peran, perilaku, dan sifat yang
dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan yang dapat dipertukarkan.
Perbedaan gender telah melahirkan pembedaan kedudukan, peran, sifat, dan
fungsi yang terpola sebagai berikut: Konstruksi biologis dan ciri primer, sekunder,
maskulin, feminin. Konstruksi sosial dan peran citra baku. Konstruksi agama dan
keyakinan, kitab suci dan agama. Anggapan bahwa sikap perempuan feminin atau
laki-laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak kepemilikan manusia atas jenis
kelamin biologisnya. Dengan demikian gender adalah perbedaan peran, sifat,
tugas, fungsi dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat
dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
jaman. Sehingga untuk memahami konsep gender, harus dibedakan kata gender
dengan kata seks.

2
Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang
secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, lakilaki dan perempuan.
Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga
sifatnya permanen dan universal. Jadi jelas bahwa jenis kelamin atau seks adalah
perbedaan biologis hormonal dan anatomis antara perempuan dan laki-laki. Seks
tidak bisa berubah, permanen dan tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan
perempuan karenanya bersifat mutlak, sedangkan gender adalah perbedaan antara
laki laki dan perempuan dalam hal persifatan, peran, fungsi, hak perilaku yang
dibentuk oleh masyarakat karenanya bersifat relatif, dapat berubah dan dapat
dipertukarkan. Perubahan ciri dan sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu
dan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Hubungan antara gender dan seks adalah sebagai hubungan sosial antara
laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya malah
merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan
gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu dengan
masyarakat lain, akibat perbedan suku, agama, status sosial maupun nilai tradisi
dan norma yang dianut.

Konsep gender adalah hasil konstruksi sosial yang diciptakan oleh manusia,
yang sifatnya tidak tetap, berubah-ubah serta dapat dialihkan dan dipertukarkan
menurut waktu dan tempat dan budaya setempat dari satu jenis kelamin kepada
jenis kelamin lainnya. Konsep gender juga temasuk karateristik atau ciri-ciri laki-
laki dan perempuan yang diciptakan oleh keluarga dan atau masyarakat, yang
dipengaruhi oleh budaya dan interprestasi agama. Karakteristik atau ciri-ciri ini
menciptakan pembedaan antara laki-laki dan perempuan yang disebut pembedaan
gender. Ini mengakibatkan peran sosial yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan.

Peran ini berubah-ubah dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke
tempat lain. Sifat, peran, kerja, kedudukan dan ranah gender dapat berubah karena
perubahan masyarakat terhadap pendidikan, politik, ekonomi yang mengharuskan
perubahan nilai budaya dan norma sosial. dahulu, seorang perempuan yang keluar
rumah sendirian dianggap melanggar nilai budaya dan norma sosial, tetapi saat ini
perempuan dapat leluasa pergi sendiri dengan motor menuju sekolah, perkantoran,
aktifitas ekonomi dan politik. Sebaliknya, di masa lalu, laki-laki dipandang tabu
memasak di dapur, tetapi saat ini lakilaki dapat menjadi koki handal seperti yang
ada di televisi, restoran dan perhotelan. Semakin banyak pula laki-laki yang
menjadi desainer dan penjahit yang dahulu dianggap sebagai peran gender
perempuan. Dahulu perempuan hanya cocok menjadi sekretaris atau perawat,
sekarang perempuan dapat menjadi direktur dan dokter, rektor hingga presiden.
Demikian pula sebaliknya ada laki-laki yang menjadi sekretaris dan menjadi

3
perawat, dan seterusnya meskipun banyak laki-laki yang menolak sampai
sekarang.

B. Diskriminasi Gender
Diskriminasi gender perlakuan berbeda karena gender pada kesempatan,
keterlibatan atau partisipasi yang sama yang menimbulkan kerugian dan
ketidakadilan bagi salah satu pihak, baik kepada pihak laki-laki atau pihak
perempuan. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan
laki-laki baik secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap dan yang
tidak langsung, dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan
telah menimbulkan berbagai ketidakadilan yang telah berakar dalam sejarah, adat,
norma ataupun dalam berbagai strukur yang ada dimasyarakat.

Oleh karena itu, negara harus memiliki kebijakan dalam upaya


menghilangkan kesenjangan gender, sehingga tercapai keadilan dan kesetaraan
gender. Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran
yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang
bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki-laki.
Meskipun dalam kenyataannya ketidakadilan gender dalam berbagai kehidupan
ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidakadilan gender itu
berdampak pula terhadap laki-laki. Bentuk-bentuk manifestasi ketidak-adilan
akibat diskriminasi gender itu meliputi:

a. Marginalisasi

Marginalisasi adalah kondisi peminggiran/pemiskinan salah satu jenis


kelamin. Peminggiran terhadap kaum perempuan terjadi secara multimensional
yang disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah, penafsiran
agama, keyakinan, tradisi dan kebiasaan atau pengetahuan. Salah satu bentuk
paling nyata dari marginalisasi ini adalah lemahnya peluang perempuan terhadap
sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut mengakibatkan perempuan menjadi
kelompok miskin karena peminggiran terjadi secara sistematis dalam masyarakat.

b. Sub Ordinasi

Sub ordinasi (penomorduaan) pada dasarnya adalah kondisi dimana salah


satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis kelamin lainnya. Hal ini berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan
sehingga sulit mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama
terkait dengan pengambilan kebijakan. Dalam kenyataannya ini memperlihatkan
bahwa perempuan mempunyai kedudukan yang lebih rendah di bandingkan laki-
laki. Contoh: Anak laki-laki harus sekolah setinggi tingginya sedangkan anak
perempuan cukup lulusan SLTP saja.

c. Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (Double Burden)

4
Beban ganda adalah beban kerja yang bertumpuk tumpuk (berlebihan) yang
harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin. Adanya anggapan bahwa
perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi
kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab perempuan. Untuk keluarga miskin perempuan selain
bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah
sebagai sumber mata pencarian tambahan keluarga, ini menjadikan perempuan
harus bekerja ekstra untuk mengerjakan kedua bebannya.

d. Stereotype

Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan yang seringkali bersifat negatif


yang melahirkan ketidakadilan. Sebagai contoh: perempuan sering digambarkan
emosional, lemah, cengeng, tidak rasional, dan sebagainya. Stereotype tersebut
yang kemudian menjadikan perempuan selama ini ditempatkan pada posisi
domestik, kerapkali perempuan diidentikan dengan urusan masak, mencuci, dan
seks.

e. Kekerasan

Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental


seseorang. Kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidak seimbangan kekuasaan
antara laki-laki dan perempuan. Kekerasan terjadi akibat kontruksi peran yang
telah mendarah daging pada budaya yang menempatkan perempuan pada posisi
lebih rendah. Jadi kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik seperti
perkosaan, pemukulan, penyiksaan, tetapi juga bersifat non fisik seperti ancaman,
paksaan dan sebagainya.

Masalah gender pada dasarnya menganut prinsip kemitraan dan


keharmonisan, meskipun dalam kenyataannya sering terjadi perlakuan
diskriminasi, marjinalisasi, sub ordinasi, beban ganda, dan tindak kekerasan dari
satu pihak ke pihak lain baik di dalam maupun di luar kehidupan keluarga.
Perlakuan yang merupakan hasil akumulasi dan akses dari nilai sosio-kultural
suatu masyarakat tanpa ada klarifikasi yang rasional, akan mengakibatkan seluruh
kesalahan sering ditimpakan pada kaum laki-laki yang telah mendominasi dan
memarjinalisasi kaum perempuan tanpa menjelaskan mengapa budaya tersebut
terjadi.

Kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu bentuk ketidakadilan


gender. Bentuk kekerasan yang terjadi sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik
(seperti pemukulan), kekerasan psikis (misalnya, kata-kata yang merendahkan
atau melecehkan), kekerasan seksual (contohnya perkosaan), dan lain-lain.
Bentuk-bentuk kekerasan ini bisa terjadi pada siapa saja, dan dimana saja, bisa
diwilayah pribadi (rumah tangga) atau di wilayah publik (lingkungan).

5
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi gender
1. adat istiadat
Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuan sosial untuk menjelaskan
perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan
Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan
disosialisasikan sejak kecil hinga meninggal dunia. Pembedaan ini sangat
penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-ciri
manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender).
Sistem dalam kehidupan suatu masyarakat akan mempengaruhi struktur
dalam kehidupan manusia yang berpengaruh terhadap gender laki-laki dan
perempuan yang hidup dalam sistim dan struktur masyarakat yang
bersangkutan. Contohnya dalam sistem budaya yang tidak memberikan
ruang gerak yang bebas untuk perempuan akan mempengaruhi struktur
dalam kehidupan keluarga yang hidup dalam sistim budaya tersebut.
Misalkan ketika ada acara-acara religi keluarga yang hidup di sistem sosial
tersebut cenderung untuk lebih mengutamakan laki-laki yang hadir dan
mengisi acara tersebut. Dari struktur di atas memicu terjadinya
ketidakadilan dan diskriminasi gender sub-ordinasi. Bisa dikatakan sub-
ordinasi dilihat dari keinginan keluarga yang mengadakan acara lebih
mengutamakan laki-laki yang hadir dan mengisi acara tersebut. Karena
sub-ordinasi adalah suatu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin
lainnya. Sehingga ada jenis kelamin yang merasa dinomorduakan atau
kurang didengarkan suaranya, bahkan cenderung dieksploitasi tenaganya.
2. Pekerjaan
Panggilan Pak Pos, Ibu Guru atau Abang Tukang Bakso rasanya sudah
sangat melekat di benak kita. Secara alami kita mengasosiasikan beragam
jenis pekerjaan dengan jenis kelamin tertentu. Seperti misalnya pekerjaan
sebagai suster, penjahit atau desainer akan diasosiasikan dengan pekerjaan
kaum perempuan. Sedangkan sopir, montir, arsitek, atau pemimpin politik
yang kesannya lebih ‘macho’ lebih banyak diasosiasikan dengan pekerjaan
kaum laki-laki. Dengan adanya asosiasi yang sudang sangat melekat dan
membudaya di masyarakat ini banyak sekali pengaruh yang timbul salah
satunya adalah ketidaksetaraan gender dan prasangka masyarakat pada
bidang pekerjaan tertentu. Ketidaksetaraan ini meliputi ketimpangan upah,
ketimpangan akses terhadap sumber daya. Dan stereotyping atau
prasangka masyarakat bahwa suatu pekerjaan tertentu adalah pekerjaan
salah satu jenis kelamin tertentu banyak membawa dampak negatif. Ketika
perempuan memimpin dan bertindak asertif, ia akan dilabeli dengan
kepribadian dengan konotasi negative.
3. Pendidikan

6
Budaya patriarki yang sangat kuat tertanam dalam benak seorang pendidik
akan mudah menyimpulkan bahwa anak laki-laki dianggap lebih pintar
daripada perempuan, padahal tidaklah benar. Anak laki-laki lebih layak
sebagai pemimpin upacara daripada perempuan, padahal tidak harus
begitu. Anak perempuan yang banyak bertanya di kelas dianggap tidak
sopan sebab tidak mencerminkan sifat kelemahlembutan dibanding laki-
laki, padahal persepsi ini lagi-lagi salah. Yang diutamakan sekolah ke
jenjang lebih tinggi adalah anak laki-laki sebagai calon bapak rumah
tangga pencari nafkah, sedangkan anak perempuan calon ibu yang
tugasnya mengurus rumah. Dan, seterusnya.
Maka, jika budaya patriarki tersebut terus dilanggengkan, apalagi dalam
dunia pendidikan sejak sekolah paling dasar, bukan mustahil akan
berpengaruh pula pada pola hidup anak didik saat dewasa di luar sekolah.
Dan, itu berarti pada akhirnya akan menganggap tabu jika seorang
perempuan beraktivitas membangun karire di luar rumah, atau tabu bagi
laki-laki mengurus rumah, bersih-bersih cuci piring serta baju kotor, dan
lain-lain. Dari sanalah, dibutuhkan pendidikan yang berkesadaran gender.
Artinya, kemajuan pendidikan dan kesuksesan seseorang tidak dipengaruhi
oleh jenis kelamin, tetapi lebih pada pola asuh dan support orangtua dan
orang-orang sekelilingnya. Kesadaran ini perlu dimengerti dan
diinternalisasi oleh segenap masyarakat, baik formal maupun informal.

7
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk diketahui oleh para perempuan


bakal calon ibu ataupun laki-laki calon bapak. Oleh karena itu berdasarkan uraian
di atas dapat penulis simpulkan bahwa.

Definisi kesehatan sesuai dengan WHO, kesehatan tidak hanya berkaitan


dengan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dana sosial, ditambahkan lagi
(sejak deklarasi Alma Ata-WHO dan UNICEF) dengan syart baru, yaitu: sehingga
setiap orang akan mampu hidup produktif, baik secara ekonomis maupun sosial.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial


yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala
hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-
prosesnya.

B.   Saran

Untuk itu wawasan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sangatlah penting


untuk bisa dikuasai dan dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah
tangga, supaya kesejahtaraan dan kesehatan bisa tercapai dengan sempurna. Oleh

8
kerana itu penulis memberi saran kepada para pihak yang terkait khususnya
pemerintah, Dinas Kesehatan untuk bisa memberikan pengetahuan dan wawasan
tersebut kepada khalayak masyarakat dengan cara sosialisasi, kegiatan tersebut
mudah-mudahan kesehatan reproduksi masyarakat bisa tercapai dan masyarakat
lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://ias-3.blogspot.com/2013/12/makalah-tentang-jenis-kelamin-
dangender.html?m=1, diakses pada sabtu, 23-06-2018 pukul (09.29)
2. Siti Azisah, dkk. Kontekstualisasi Gender Islam dan Budaya, (Seri
Kemitraan
3. Universitas Masyarakat UIN Alauddin Makassar, 2016), Hal. 5
4. Asrul Yande, Gender and Sexuality studies, (FISIPOL Fak. Antropologi
UI 2000), hal. 35
5. Siti Azisah, dkk. Kontekstualisasi Gender Islam dan Budaya, (Seri
Kemitraan Universitas Masyarakat UIN Alauddin Makassar, 2016), Hal.
12

Anda mungkin juga menyukai