Anda di halaman 1dari 51

PANDUAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA &
FARMAKOKINETIKA
PENYUSUN : RAHMADEVI

UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI PROGRAM STUDI FARMASI 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-NYA, karena penulis telah
menyelesaikan panduan praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika ini. Panduan ini bertujuan
untuk mempermudah mahasiswa dalam melaksanakan praktikum. Panduan praktikum ini terdiri dari
tujuan pelaksanaan praktikum, teori yang menunjang kelancaran praktikum dan alat serta bahan yang
dibutuhkan selama pelaksanaan praktikum.

Praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika merupakan mata kuliah yang termasuk cabang
ilmu farmasi dalam Kelompok Keilmuan Teknologi Farmasi dan Farmasetika. Mata kuliah ini
merupakan mata kuliah yang terkonsentrasi pada analisis terhadap formula sediaan obat dalam tubuh
manusia. Sehingga praktikum ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk memahami bagaimana
analisis sediaan farmasi dan bahan aktif obat serta metode pengujiannya dalam tubuh manusia.

Panduan praktikum ini jauh dari sempurna, sehingga dibutuhkan masukan yang membangun
untuk memperbaiki kekurangan dari panduan ini. Akhirnya panduan ini dibuat agar dapat dipergunakan
sebaiknya yang merupakan bagian kecil dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jambi, Mei 2022

Penulis

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 0

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 2

PERCOBAAN I .................................................................................................................................... 3

PERCOBAAN II .................................................................................................................................. 5

PERCOBAAN III ............................................................................................................................... 13

PERCOBAAN IV ................................................................................ Error! Bookmark not defined.

PERCOBAAN V ................................................................................. Error! Bookmark not defined.

PERCOBAAN VI ............................................................................................................................... 20

PERCOBAAN VII.............................................................................................................................. 30

PERCOBAAN VIII ............................................................................................................................ 37

PERCOBAAN IX ............................................................................................................................... 50

PERCOBAAN X ................................................................................................................................ 52

PERCOBAAN XI ............................................................................................................................... 55

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 2


PERCOBAAN I
PENGENALAN ALAT YANG DIGUNAKAN
PADA PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA & FARMAKOKINETIKA

1. Tujuan Percobaan
Mempelajari alat – alat yang paling sering digunakan pada praktikum Biofarmasetika
dan farmakokinetika

HASIL PERCOBAAN

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

I. Alat – alat yang digunakan


1. Alat Disolusi

Prinsip Kerja alat :

Kegunaan Alat :

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 3


2. Spektrofotometer UV-Vis

Prinsip Kerja alat :

Kegunaan Alat :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 4


PERCOBAAN II
PENENTUAN PERSAMAAN REGRESI LINIER

I. Tujuan Percobaan
Mempelajari bagaimana penentuan kurva kalibrasi dan persamaan regresi linier yang
digunakan untuk penentuan persen terdisolusi dari bahan aktif obat

II. Teori
Persamaan regresi linier sederhana merupakan suatu model persamaan yang
menggambarkan hubungan satu variabel bebas/ predictor (X) dengan satu variabel tak
bebas/ response (Y), yang biasanya digambarkan dengan garis lurus, seperti disajikan pada
Gambar di bawah ini :

Persamaan regresi linier sederhana secara matematik diekspresikan oleh :


Y = a + bX
Dimana,
Y = garis regresi/ variable response
a = konstanta (intersep), perpotongan dengan sumbu vertikal
b = konstanta regresi (slope)
X = variabel bebas/ predictor

Besarnya konstanta a dan b dapat ditentukan menggunakan persamaan :

Dimana n = jumlah data

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 5


Langkah-langkah Analisis dan Uji Regresi Linier Sederhana
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan analisis dan uji
regresi linier sederhana adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi variabel predictor /X(konsentrasi) dan variabel response/Y (absorban)
2. Melakukan pengumpulan data dalam bentuk tabel
3. Menghitung X², XY dan total dari masing-masingnya
4. Menghitung a dan b menggunakan rumus yang telah ditentukan
5. Membuat model Persamaan Garis Regresi

Koefisien Korelasi (r)


Untuk mengukur kekuatan hubungan antar variable X dan Y, dilakukan analisis
korelasi yang hasilnya dinyatakan oleh suatu bilangan yang dikenal dengan koefisien korelasi.
Biasanya analisis regresi sering dilakukan bersama-sama dengan analisis korelasi. Persamaan
koefisien korelasi (r ) diekspresikan oleh :

Nilai yang mendekati 100% ( 1 ) korelasinya semakin kuat.

Koefisien Determinasi (r2)


Koefisien determinasi dapat ditentukan dengan mengkuadratkan koefisien korelasi. Misalnya
koefisien determinasinya adalah r2 = 0,90 . Nilai ini berarti bahwa, 90% variabel bebas/
predictor X dapat menerangkan/ menjelaskan variabel tak bebas/ response Y dan 10%
dijelaskan oleh variabel lainnya.

III. Alat dan Bahan :


Alat : Spektrofotmeter UV-Vis Bahan :
Labu ukur 10 ml Parasetamol
Pipet tetes HCl 0,1 N
Timbangan digital dapar fosfat pH 6,8

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 6


DATA PERCOBAAN I
PERSAMAAN REGRESI LINIER

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

Nama bahan obat : Parasetamol


Pelarut : ……………………..
Penentuan persamaan regresi menggunakan spektrofotmeter UV-Vis
Konsentrasi (X)
Absorban (Y)
(µg/ml)

No X X2 Y Y2 XY

Konstanta a :

Konstanta b :

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 7


Koefisien Korelasi (r):

Kurva regresi Linier :

Persamaan regresi Linier :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 8


PERCOBAAN III
DISOLUSI

I. Tujuan Percobaan
Mempelajari bagaimana analisis disolusi suatu bahan baku obat dalam mediumnya

II. Teori
Telah banyak publikasi yang menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara
kecepatan disolusi berbagai bahan obat dari sediaannya dan absorpsinya. Hal yang menjadi
perhatian adalah obat-obat yang kecepatan disolusinya sangat lambat akibat kelarutannya
yang sangat kecil. Obat-obat yang memiliki kecepatan disolusi kurang dari 0,1 mgmenit -
1
cm-2 biasanya menimbulkan masalah serius pada absorpsinya, dan sebaliknya terjadi pada
obat-obat yang memiliki kecepatan disolusi lebih besar dari 1,0 mgmenit -1 cm-2. Pada
umumnya kecepatan disolusi menjadi langkah penentu (rate limiting step), terhadap
kecepatan absorpsinya (Kaplan, 1973).
Studi kecepatan disolusi intrinsik sudah diawali sejak tahun 1987 oleh Noyes dan
Whitney dengan menggunakan asam benzoat dan timbal klorida, yang kemudian diperoleh
persamaan Noyes-Whitney sbb:
𝑑𝐶
= 𝐾 . 𝑆. (𝐶𝑠 − 𝐶) …………………..(1)
𝑑𝑡
𝑑𝐶
dimana = kecepatan disolusi bahan obat
𝑑𝑡
K = tetapan kecepatan disolusi
S = luas permukaan bahan obat yang berdisolusi
Cs = kelarutan bahan obat yang berdisolusi
C = kadar bahan obat yang terlarut dalam cairan medium
Persamaan (1) menunjukkan bahwa kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas
permukaan bahan obat dan kelarutannya. Persamaan ini sebenarnya merupakan turunan dari
hukum Fick pertama, yang secara matematis dinyatakan dengan :
𝜕𝐶
𝐽 = −𝐷 𝜕𝑥 ……………….(2)

dimana J = fluks bahan obat, yaitu jumlah bahan obat yang lewat per satuan waktu
melalui suatu satuan luas dengan arah tegak lurus (mg.cm-2. det-1)
D = koefisien distribusi
𝜕𝐶
= gradient kadar
𝜕𝑥

Pada jarak (x) = h cm dan permukaan bahan obat yang terdisolusi, akan berlaku persamaan :

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 9


𝜕𝐶 𝐶−𝐶𝑠
= ………..(3)
𝜕𝑡 ℎ

Jika persamaan (3) dimasukkan ke dalam persamaan (2) diperoleh persamaan :


𝐷(𝐶−𝐶𝑠)
𝐽= − …………(4)

Selanjutnya persamaan (4) dapat diubah menjadi :


𝑑𝑚 𝐷(𝐶𝑠−𝐶)
= ………….(5)
𝑑𝑡𝑆 ℎ
𝑑𝑚 𝑉.𝑑𝐶 𝐷.𝑆(𝐶𝑠−𝐶)
= = ……….(6)
𝑑𝑡 𝑑𝑡 ℎ
𝑑𝐶 𝐷(𝐶𝑠−𝐶)
= ………….(7)
𝑑𝑡 𝑉 .ℎ .𝐾
𝐷
Pada persamaan (7), jika diganti dengan K (karena masing-masing merupakan
𝑉.ℎ

konstanta), maka hasilnya akan identik dengan persamaan (1).


III. Pelaksanaan Percobaan
1. Alat :
a. Timbangan analitik
b. Alat-alat gelas
c. Alat disolusi metode dayung
d. Spektrofotometer UV
2. Bahan :
a. Pellet Parasetamol
b. Cera
c. Medium disolusi (HCl 0,1 N dan dapar fosfat pH 6,8)
3. Cara kerja
a. Pembuatan Pellet Parasetamol
Pellet bentuk tablet (dibuat dengan mencetak kira-kira 300 mg bahan obat dengan
tekanan 5 ton selama 5 menit), ditaruh pada penyangga, lalu bagian atas pellet dituangi cera
yang telah dicairkan, sehingga hanya satu permukaan pellet yang terbuka, langsung dapat
bersinggungan dengan medium disolusi. Diagram alat disolusi ini dapat dilihat pada gambar
1.1. Peyangga yang sudah berisi sampel ini lalu ditutup dan dihubungkan dengan motor
pemutar.
b. Disolusi
Tabung percobaan yang telah diisi 300 ml medium disolusi, suhunya diatur dengan
thermostat pada 37 + 0,5°C. Pellet yang sudah dipasang pada penyangga dicelupkan dalam
medium disolusi, diatur agar tidak ada gelembung udara di bawahnya, lalu dipasang pada

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 10


motor pemutar dan segera diputar dengan kecepatan 100 putaran per menit. Jarak antara
permukaan pellet dengan dasar tabung disolusi 2 cm.
Sampel hasil disolusi diambil tiap selang waktu tertentu (menit ke-5, 10, 20, 30, 45,
dan 60). Selanjutnya sampel yang diperoleh ditentukan kadarnya secara spektrofotometrik.

Gambar 1.1. Bagian alat untuk percobaan kecepatan pelarutan, 1-Tabung percobaan yang
dilengkapi jaket pengatur temperature. (2) Aliran air dari thermostat. (3)
Termometer. (4) Penyangga. (5) Tutup Peyangga. (6) Tablet. (7) Lilin. (8) Cairan
pelarut. (9) Motor Pemutar. (10) Pipet volume.

4. Evaluasi data
a. Dihitung persen terdisolusi dari absorban yang diperoleh menggunakan persamaan
regresi untuk mendapatkan kadar terdisolusinya dan setelah dihitung faktor koreksinya
b. Dibuat grafik hubungan perentase obat yang terdisolusi sebagai fungsi waktu

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 11


DATA PERCOBAAN
DISOLUSI
Tgl. Percobaan : ……………………..
Kelompok : ……………………..

Nama bahan obat : Parasetamol

Diameter pellet : …………..cm ; Bobot pellet : …………………………

Medium disolusi : …………………………………………………………

pH : ………….. Volume : 300 ml

Kecepatan : 100 Putaran per menit

Data penentuaan kadar secara spektrofotometrik

Percobaan dilakukan pada λ maks = …………. Nm

Persamaan regresi : ...................................................

Volume sampel tiap kali pengambilan : …………… ml

Waktu A (absorban)
Kadar Faktor Persen
(menit) Terdiolusi koreksi terdisolusi
Sampel I Sampel II

10

20

30

45

60

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 12


Kurva persen terdisolusi terhadap waktu :

Kesimpulan :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 13


PERCOBAAN III
PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI
(DISOLUSI TERBANDING)

I. Tujuan Percobaan :
1. Agar mahasiswa menterjemahkan profil disolusi obat dalam berbagai kondisi pH
2. Untuk melihat pengaruh formulasi sediaan obat terhadap laju disolusi
3. Mempelajari perbedaan profil disolusi berbagai obat generik yang sudah beredar dan
membandingkan kemiripan (bioekivalensi/ BE) antar obat generik tersebut.

II. Teori
Untuk mencapai absorpsi sistemik suatu obat berbentuk padat/tablet akan mengikuti
beberapa proses seperti desintegrasi, disolusi dan absorpsi melalui membran sel. Pada proses
tersebut, laju obat mencapai sirkulasi sistemik ditentukan oleh tahapan yang paling lambat
“rate limiting step”. Obat yang memiliki kelarutan jelek dalam air, maka disolusi merupakan
tahapan penentu (rate limiting step) dalam proses tersebut.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi disolusi obat, diantaranya sifat fisikokimia
bahan obat, faktor formulasi, anatomi fisiologi saluran pencernaan dan lain-lain. Salah satu
faktor yang akan diamati adalah pengaruh formulasi sediaan obat terhadap laju disolusi.
Obat dengan kandungan bahan aktif yang sama beredar di pasaran dengan nama yang
berbeda. Obat tersebut dinamakan obat generik bermerk (Branded generic) yang biasanya telah
habis masa patennya. Perbedaan penggunaan bahan aktif (active pharmaceutical ingredient),
bahan pembantu (excipient), metode pengolahan / teknologi yang digunakan dari setiap pabrik
produsen obat memberikan efikasi atau khasiat yang dirasakan berbeda oleh konsumen.

Perbedaan tersebut telah banyak dipelajari sebagai bagian dari ketersediaan hayati obat
(drug bioavaibility), sehingga kini berkembang untuk menjaga kualitas obat perlu adanya
kesamaan profil ketersediaan hayati (Bioavaibility profile/ BA profile) antar obat generik yang
disebut bioekivalen /BE (bioequivalence or biowaiver). Obat dengan kemiripan profil
bioavaibilitas diharapkan akan memberikan khasiat dan efikasi yang sama terhadap konsumen.
Untuk beberapa obat dengan tingkat kelarutan dan permeabilitas yang baik dalam penentuan
BE-nya dapat dilakukan hanya melalui studi in vitro. Obat tersebut biasanya memiliki korelasi
in vitro – in vivo (in vitro – in vivo correlation/ IVIVC ) yang baik.

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 14


Obat-obat generik tersebut dibandingkan dengan obat inovator sebagai referensi.
Kemiripan antar obat dihitung secara statistik dengan faktor similaritas berikut :

1
𝑓2 = 50. log{[1 + ( ) ∑ 𝑛 (𝑅𝑡 − 𝑇1 )2 ]−0,5 . 100}
𝑛 𝑡=1

Sedangkan perbedaan antar profil obat dilakukan dengan faktor perbedaan (difference factor)
berikut :

𝑓1 = {[∑ 𝑛|𝑅𝑡 − 𝑇𝑡 |]/[∑ 𝑛𝑅𝑡]}.100


𝑡=1 𝑡=1

Dimana :
f1 : faktor perbedaan R(t) : mean persentase obat yang terlarut
f2 : faktor similaritas (obat referensi)
n : jumlah titik waktu yang diambil T(t) : mean persentase obat yang terlarut
(obat uji)
Kondisi pengujian dilakukan untuk masing-masing obat baik inovator maupun uji
sebanyak 12 buah tablet. Profil dapat dinyatakan BE bila faktor perbedaan mendekati nilai 0
dan faktor similaritas mendekati 100. Pada umumnya dapat pula dinyatakan BE bila faktor
perbedaan memiliki nilai rentang 0 – 15 dan faktor similaritas memiliki rentang 50 – 100.

Prosedur tersebut dapat dilakukan bila kondisi hasil pengujian disolusi kedua produk
memberikan jumlah terlarut tidak > 85% dalam waktu 15 menit, karena dengan profil tadi tidak
diperlukan uji BE lagi.

III. Pelaksanaan Percobaan :


1. Alat :
- Alat disolusi
- Spektrofotmeter UV-Vis,
- pipet ukur
- alat-alat gelas lainnya
2. Bahan :
- HCl 0,1 N ;
- Dapar fosfat pH 6,8
- tablet parasetamol merek dagang dan generik
- Kurva kalibrasi dari percobaan II
3. Cara Kerja :

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 15


a. wadah diisi dengan air, atur temperaturnya pada suhu 37 ± 0,1 oC,
b. Chamber/labu diisi dengan medium disolusi sebanyak 900 ml.
c. Gunakan metode dayung.
d. Tablet parasetamol merek dagang/generik dicelupkan ke dalam medium disolusi,
e. Alat disolusi diset dengan kecepatan pemutaran 50 rpm dan waktu 60 menit.
f. Larutan dalam chamber/labu dipipet sebanyak 5 ml pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30, 45
dan 60.
g. Setiap pemipetan medium diganti dengan medium yang jumlah dan jenisnya sama.
h. Masing-masing larutan yang dipipet diukur serapannya dengan spektrofotometer uv –
vis pada panjang gelombang maksimum, kemudian kadar parasetamol yang terdisolusi
persatuan waktu dihitung menggunakan kurva kalibrasi.

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 16


DATA PERCOBAAN III
PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI
(DISOLUSI TERBANDING)

Tgl. Percobaan : …………………….. Kelompok : ……………………..

Nama bahan obat : ………………………………………………………...


Medium disolusi : …………………………………………………………
pH : ………….. Volume : ……….. ml
Metode disolusi : ……………………………
Kecepatan : ………………. Putaran per menit
Data penentuaan kadar secara spektrofotometrik
Percobaan dilakukan pada λ maks = …………. nm
Persamaan regresi yang diperoleh : ……………………………………….

1. Profil disolusi parasetamol Generik

Volume sampling : .............. ml

Jumlah Obat
Menit Kadar terdisolusi Faktor %
Absorban terdisolusi
ke ((µg/ml) Koreksi terdisolusi
(mg)
5
10
15
20
30
45
60

2. Profil disolusi parasetamol Merek Dagang (…………………)

Volume sampling : .............. ml

Jumlah Obat
Menit Kadar terdisolusi Faktor %
Absorban terdisolusi
ke ((µg/ml) Koreksi terdisolusi
(mg)
5
10

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 17


Jumlah Obat
Menit Kadar terdisolusi Faktor %
Absorban terdisolusi
ke ((µg/ml) Koreksi terdisolusi
(mg)
15
20
30
45
60

Tabel Statistika

Profil Disolusi PA Analisis statistik F1, F2


Waktu % % % Waktu
Rt Tt (Rt – Tt) (Rt – Tt)2
(menit) Max Min Mean (menit)
5 Rt 5
Tt 10
10 Rt 20
Tt 30
20 Rt 45
Tt 60
30 Rt
Tt Sum (Rt – Tt)
45 Rt Sum (Rt – Tt)2
Tt Sum Rt
60 Rt Faktor similaritas (f2)
Tt Faktor differensiasi (f1)

Gambar. Kurva % parasetamol terdisolusi terhadap waktu (menit)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 18


3. Kesimpulan

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 19


PERCOBAAN IV & V
ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI

I. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat meniru dan melakukan prosedur analisis obat dalam matriks biologi

II. Teori
Analisis obat dalam matrik biologi diperlukan dalam studi farmakologi,
farmakokinetika dan pengembangan penggunaan obat. Pada tahap farmakokinetika penelitian
meliputi : aspek absorpsi, distribusi, biotransformasi dan eliminasi. Analisis obat dalam cairan
biologi ditujukan untuk memonitor penampilan sediaan obat yang ada dalam perdagangan yang
meliputi studi ketersediaan hayati, konfirmasi respon biologik, mengkorelasikan level plasma
obat dengan respon farmakologik, membuktikan adanya racun atau keracunan serta monitoring
obat pada kasus overdosis.
Agar analisis dapat dipercayai, maka penetpan kadar harus memenuhi kriteria antara
lain nilai perolehan kembali yang tinggi (75 – 90% atau lebih), kesalahan acak dan sistematis
yang kecil dari 10 %, disampin itu perlu juga diperhatikan kepekaan dan selektivitas yang
nilainya tergantung pada alat yang digunakan.
Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, percobaan berikut perlu dilakukan :
1. Khusus untuk reaksi warna perlu penetapan jangka waktu larutan obat yang
memberikan respon tetap
2. Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan respon maksimum
3. Pembuatan kurva baku
4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistemik
Dalam percobaan ini akan dilakukan penetapan kadar teofilin dan parasetamol dalam
plasma secara in vitro.

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 20


III. Prosedur Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
a. Analisis Teofilin
Bahan :
- Alkohol 70% - Isopropil Alkohol
- Heparin/ Na EDTA - Plasma Kelinci / Manusia
- HCl 0,1 N - NaOH 0,1 N
- Kloroform
Alat :

- Labu ukur 100 ml - Vial


- Pipet volume 0,1 ; 0,2 ; 1 dan - Pipet ukur 1 dan 5 ml
2 ml - Kuvet, spektrofotometer uv-vis
- pH meter - Kalkulator fx 3600
- Alat suntik - Stopwatch, kertas grafik semilog dan
- Termostat numerik

b. Analisis Parasetamol

Alat :
- Sama seperti analisis teofilin
- Pipet ukur volume 0,5 ml

Bahan :
- Parasetamol - Natrium nitrit 1% r.p
- darah kelinci/manusia - Asam sulfamat 15%,
- propilenglikol 40% atau - NaOH 0,1 N dan 10%
tilosa 1 % - Asam trikloroasetat/TCA
- HCl 6N, 10%

c. Analisis sulfametoksazol
Alat :
- Sama seperti analisis parasetamol

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 21


Bahan :
- sulfametoksazol
- darah kelinci/manusia;
- NaOH 0,1 N
- aquades
- Asam trikloroasetat/TCA 20%,
- Natrium nitrit 0,1%
- Ammonium sulfamat 0,5%;
- N(1-naftil) etilendiamin 0,1%;
- Antikoagulan EDTA
3.2 Pelaksanaan Percobaan
3.2.1 Perolehan kembali dan kesalahan
a. Teofilin
1. Pisahkan plasma dari darah dengan menggunakan sentrifus
2. Buat 2 ml larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 2,5; 7,5 dan 12,5 µg/ml. Tiap
kadar 3 kali ulangan (replikasi)
3. kemudian ditambahkan ke dalam 0,4 ml HCl 0,1 N dan 30 ml campuran kloroform
– isopropil alkohol (20:10) ml. Campuran dikocok selama 1 menit, lapisan air
dipisahkan dan fase organik diambil dengan penyaringan
4. Fitrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10,0 ml kemudian ditambahkan 4,0 ml larutan
NaOH 0,1 N; dikocok selama 1 menit kemudian disentrifus selama 10 menit dengan
kecepatan 1500 rpm. Lapisan NaOH dipisahkan
5. Ukur absorban larutan, hitung kadar dan SD
b. Parasetamol
1. Buat larutan parasetamol dalam plasma dengan 3 jenis kadar berbeda, tetapkan kadar
masing – masing larutan dengan 3 kali ulangan (sama dengan teofilin)
2. Ukur absorban larutan, hitung kadar dan SD
c. Sulfametoksazol
1. Buat larutan sulfametoksazol dalam darah dengan kadar 50, 100, dan 300 µg/ml.
Masing – masing 3 kali ulangan
2. Masing – masing larutan diambil 0,1 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi
3,9 ml air suling dan diproses seperti pada analisa teofilin

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 22


3.2.2 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Baku

1. Teofilin
Penetapan panjang gelombang maksimum
1. Buat larutan teofilin dalam NaOH 0,1 N dengan konsentrasi 3,5 µg/ ml
2. Ukur absorban larutan pada panjang gelombang 235 sampai 335 nm menggunakan
spektrofotometer uv-vis
3. Buat spektrum serapan terhadap konsentrasi
Pembuatan kurva baku teofilin
1. Buat larutan teofilin dalam NaOH 0,1 N masing – masing dengan konsentrasi 2,5;
3,0; 3,5; 4,0 dan 4,5 µg /ml dalam 10 ml
2. Masing – masing larutan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
menggunakan spektrofotometer uv-vis
3. Buat Persamaan regresi
2. Parasetamol

Penetapan panjang gelombang maksimum


1. Buat larutan parasetamol seperti pada teofilin
2. Serapan diukur dari panjang gelombang 300 nm sampai 500 nm
3. Buat spektrum absorban versus panjang gelombang
Pembuatan kurva baku parasetamol
1. Ukur absorban larutan parasetamol dalam NaOH 0,1 N masing – masing dengan
konsentrasi 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 dan 4,5 µg /ml dalam 10 ml
2. Buat kurva kalibrasi dan persamaan regresinya

3. Sulfametoksazol

Penetapan panjang gelombang serapan maksimum


1. Ukur absorban larutan sulfametoksazol 100 dan 400 µg/ ml pada panjang gelombang
500 nm hingga 580 nm dalam NaOH 0,1 N
2. Buat spektrum serapan dan tetapkan panjang gelombang absorpsi maksimum
Pembuatan kurva baku

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 23


1. Ukur serapan larutan sulfametoksazol dengan kadar masing – masing 50, 100, 150,
200, 300 dan 400 µg/ ml pada panjang gelombang absorpsi maksimum
2. Buat kurva antara serapan versus kadar masing – masing larutan
3. Hitung kadar dan simpangan bakunya

3.2.3 Penetapan Kadar

1. Teofilin

1. Penetapan kadar dilakukan berdasarkan metoda Schack dan Waxler yang


dimodifikasi oleh Jenne dan kawan – kawan serta Zudema
a. Buat larutan teofilin 1 mg/ml dalam natrium hidroksida 0,1 N sebanyak 100 ml
b. Dengan menggunakan larutan induk di atas, buat satu seri larutan dalam 10 ml
plasma masing – masing dengan kadar 2,5; 5,0; 7,5; 10,0 dan 12,5 µg/ ml
c. Dua ml larutan obat dalam plasma ditambahkan ke dalam 0,4 ml asam klorida 0,1
N dan 30 ml campuran kloroform – isopropil alkohol (20 : 10). Campuran dikocok
selama 1 menit, lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring
d. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10,0 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
ekstraksi yang kering dan bersih
e. Hasil ekstraksi kemudian disari kembali dengan penambahan 4,0 ml larutan NaOH
0,1 N; dikocok selama 1 menit kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan
kecepatan 1500 rpm. Lapisan NaOH dipisahkan
f. Nilai absorpsi larutan diamati dengan menggunakan spektrofotometri pada panjang
gelombang maksimum
2. Penetapan jangka waktu respon tetap
a. Larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 5,0 dan 10,0 µg/ml digunakan untuk
percobaan ini
b. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum tiap 5 menit selama 1
jam
c. Buat kurva serapan versus waktu pada kertas grafik numerik dan tetapkan waktu
serapan tetap
2. Parasetamol
1. Penetapan Kadar dilakukan :
a. Buat larutan Parasetamol 1 mg/ml dalam natrium hidroksida 0,1 N sebanyak 100
ml

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 24


b. Dengan menggunakan larutan induk di atas, buat satu seri larutan dalam 10 ml
plasma masing – masing dengan kadar 2,5; 5,0; 7,5; 10,0 dan 12,5 µg/ ml
c. Kemudian dipipet 1 ml masing-masing larutan tersebut dan ditambah 1 ml larutan
TCA 10%, didalam tabung sentrifuge
d. Campuran disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm, kemudian
beningan dituang ke dalam tabung reaksi
e. Kemudian tambahkan HCl 6 N sebanyak 0,5 ml dan NaNO2 1% sebanyak 1 ml,
dicampur perlahan dan didiamkan 5 menit
f. Kemudian ditambahkan Asam sulfamat 15% sebanyak 1 ml secara hati – hati dan
2,5 ml NaOH 10% dan diamkan 3 menit di tempat dingin
g. Ukur intensitas warna dengan spektrofotometer pada panjang gelombang absorpsi
maksimum (435 nm)
2. Penetapan jangka waktu respon tetap
a. Larutan Parasetamol dalam plasma dengan kadar 5,0 dan 10,0 µg/ml digunakan
untuk percobaan ini
b. Ukur serapan larutan tiap 5 menit selama 1 jam
c. Buat kurva serapan versus waktu dan tetapkan jangka waktu respon tetap
3. Sulfametoksazol
1. Prosedur penetapan kadar :
a. Buat larutan induk sulfametoksazol masing – masing dengan kadar 1 mg/ml (a)
dan 2 mg/ml (b) dalam NaOH 0,1 N sebanyak 100 ml
b. Buat satu seri konsentrasi sulfametokaszol dalam plasma darah (1 ml) dengan
kadar 50, 100, 150 dan 200 µg/ ml menggunakan larutan (a) dan menggunakan
larutan (b) dengan kadar 300 dan 400 µg/ ml
c. Tiap – tiap kadar diambil 0,1 ml dan masukan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi 3,9 ml air
d. Tambahkan larutan TCA 20% 1 ml, diamkan 10 menit dan pusingkan 5 menit
dengan kecepatan 3000 rpm dan diambil blarutan yang bening
e. Kemudian 2 ml beningan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
f. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan larutan Natrium nitrit 0,1% sebanyak
0,1 ml, diamkan 3 menit
g. Lemudian Tambahkan larutan amonium sulfamat 0,5 % sebanyak 0,2 ml,
didiamkan 2 menit

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 25


h. Tambahkan larutan N(1-) naftil etilendiamin 0,1 % sebanyak 0,2 ml, campur hati-
hati, diamkan 5 menit ditempat gelap dan tambahkan 4 ml aquadest
i. Kemudian ukur intensitas warna larutan tersebut pada spektrofotometer UV-Vis,
menggunakan blanko plasma darah yang telah di proses dengan cara yang sama
2. Penetapan jangka waktu respon tetap
1. Gunakan larutan sulfametoksazol dengan kadar 100 dan 400 µg/ ml, ukur
serapannya tiap 5 menit selama 1 jam
2. Buat kurva serapan versus waktu pada kertas grafik numerik dan tetapkan waktu
serapan tetap
3.3. Perhitungan Perolehan Kembali dan Kesalahan
Perolehan kembali
Hitunglah perolehan kembali dan kesalahan sistemik untuk tiap besaran kadar :

Kadar terukur
Perolehan kembali = kadar diketahui x 100%

Kesalahan sistemik adalah 100% dikurangi persentase perolehan kembali. Perolehan


kembali merupakan tolok ukur efisiensi analisis, sedangkan kesalahan sistemik merupakan
tolok ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini dapat berupa konstan atau
proporsional
Kesalahan Acak
Hitung kesalahan acak (random analytical error) untuk tiap besaran kadar
Simpangan baku
Kesalahan acak = x 100%
Harga rata−rata

Kesalahan acak merupakan tolok ukur inpresisi suatu analisis dan dapat bersifat negatif
dan positif. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh
tetapan variasi

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 26


DATA PERCOBAAN IV & V
ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

Nama bahan obat : ………………………………………………………...


Pelarut : …………………………………….
Data penetapan panjang gelombang maksimum & pembuatan kurva kalibrasi
Percobaan dilakukan pada λ maks = …………. nm

No Konsentrasi Absorban
(µg/ml)
1

Persamaan regresi : ………………………………………..

1. Data Penetapan Kadar (metoda Schack dan Waxler yang dimodifikasi oleh Jenne,
Zudema dan kawan – kawan)

Nama Obat :………………………………… Kadar Obat : ……………….


Pelarut : …………………………………
Percobaan dilakukan pada λ maks = …………. nm

No Konsentrasi (µg/ml) Absorban


1
2
3
4
5

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 27


2. Data Penetapan Jangka waktu respon tetap

Kadar …………µg/ml (diket) Kadar …………µg/ml (diket)


Waktu
Absorban Kadar Simpangan Absorban Kadar Simpangan
(menit)
1 2 3 terukur baku 1 2 3 terukur baku

5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Rata- - - - -
rata

Gambar Kurva absorban vs waktu

3. Hasil Perhitungan Perolehan Kembali

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 28


4. Hasil Perhitungan Kesalahan Acak

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 29


PERCOBAAN VI & VII
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIK OBAT
SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PERORAL

I. Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa mampu dan dapat melakukan perhitungan parameter farmakokinetika
obat setelah pemberian dosis tunggal peroral

II. Teori Percobaan


Efek suatu obat sangat tergantung pada jumlah obat bersangkutan yang sampai pada
tempat kerjanya atau lamanya obat tinggal di tempat tersebut. Studi farmakokinetika suatu obat
bermanfaat untuk :
1. Dapat mencegah antaraksi obat yang tidak di inginkan
2. Dapat melakukan penyesuaian posologi pada kasus gagal ginjal atau hati
3. Dapat merencanakan skema terapik obat baru
4. Dapat mendeteksi perbedaan individual dalam metabolisme obat
5. Dapat menangani obat yang kurang aman
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari
model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam darah,
urine atau cairan hayati lainnya. Darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai obat dan
tempat paling ideal bagi penetapan kadar obat dalam tubuh. Pada prakteknya, data darah paling
banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena darah yang mengambil obat dari tempat absorpsi,
menyebarkannya ke tempat kerja obat serta membuangnya melalui eliminasi.
Parameter farmakokinetik suatu obat diperlukan untuk mengkaji kinetika absorpsi suatu
obat, yaitu konstanta kecepatan absorpsi, luas di bawah kurva dan fraksi obat yang di absorpsi
(Ka, AUC dan Fa).
Parameter untuk kinetika distribusi adalah volume distribusi (Vd) dan untuk kinetika
eliminasi adalah klirens total (Clt), tetapan kecepatan eliminasi (Kel) dan waktu paruh eliminasi
(t1/2)
Perhitungan parameter farmakokinetika dikerjakan berdasarkan data darah atau plasma
versus waktu, dengan menggunakan rumus model suatu kompartemen terbuka atau kinetika
obat model dua kompartemen terbuka.

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 30


Model satu kompartemen terbuka
Kinetika absorpsi

Parameter Rute Perhitungan


Intra vena -
Ka
Oral Residual
Intra vena Trapezoidal
AUC
Oral Trapezoidal
Intra vena -
Fa
Oral AUC oral/AUC i.v

Kinetika distribusi
Parameter Rute Perhitungan
Intra vena D / Cp0
Vd Oral D. Fa/ Cp0

Kinetika eliminasi

Parameter Rute Perhitungan


Intra vena D / AUCD.fa / AUC
Clt
Oral -
Regenerasi logaritmik
Intra vena
linier
Kel
Regenerasi logaritmik
Oral
linier
Intra vena 0,693 / Kel
t1/2
Oral 0,693 / Kel

Model dua kompertemen Terbuka


Kinetika absorpsi

Parameter Rute Perhitungan


Intra vena -
Ka
Oral Residual
Intra vena A/ɑ+B/ß
AUC
Oral A/ɑ+M/ß
Intra vena -
Fa
Oral AUC oral/ AUC iv.b

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 31


Kinetika distribusi

Parameter Rute Perhitungan


Intra vena Residual
ɑ
Oral Residual
Intra vena (A.ß + B.ɑ) /(A + B)
K2l
Oral L.ß + M.ɑ
Intra vena ɑ+ß – K12- Kel
K12
Oral ɑ+ß – K12- Kel
Intra vena D / (A+B)
Vc
Oral D. fa/ (M+L)
Intra vena {(k12 + k21)/K21}.Vc
Vdxx
Oral {(k12 + k21)/K21}.Vc

Kinetika Eliminasi

Parameter Rute Perhitungan


Intra vena D / AUC
Clt
Oral D / AUC
Intra vena Regenerasi logaritmik linier
ß
Oral Regenerasi logaritmik linier
Intra vena 0,6993 / ß
t1/2
Oral 0,6993 / ß
Intra vena ɑ.ß / K21
Kel
Oral (ɑ - ß) / ß

III. Pelaksanaan Percobaan


1. Bahan : Kelinci dan alcohol 70%
a. Untuk telaah farmakokinetika teofilin
- Tablet teofilin atau kapsul aminofilin
- Antikoagulan heparin
- Pereaksi untuk penetapan kadar
b. Untuk telaah farmakokinetika parasetamol
- Suspensi parasetamol dalam tilosa 1%
- Pereaksi untuk penetapan kadar
c. Untuk telaah farmakokinetika sulfametoksazol
- Tablet sulfametoksazol
- Antikoagulan
- Pereaksi untuk penetapan kadar
2. Alat :
- Venoject atau catether - Labu ukur 100 ml

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 32


- Pipet volume 0,1 ; 0,2 ; 1 dan 2 ml - Pipet ukur 1 dan 5 ml
- pH meter - Kuvet, spektrofotometer uv-vis
- Alat suntik - Kalkulator fx 3600
- Termostat - Stopwatch, kertas grafik semilog dan
- Vial, alat pemusing, lemari pendingin numerik
3. Petunjuk umum
- Siapkan alat dan bahan
- Alat – alat gelas dicuci dengan detergen, dibilas dan dikeringkan dalam oven
- Kuvet dicuci dengan air suling dan dibilas dengan alkohol 70% dan dikeringkan dalam
oven
- Untuk percobaan ini menggunakan sampel percobaan dengan menggunakan 1 kelinci
(setiap Kelompok melakukan studi kinetika teofilin, parasetamol dan sulfametoksazol
peroral)
- Penetapan kadar teofilin, parasetamol dan sulfametoksazol dalam darah atau plasma
dilakukan seperti pada percobaan IV.
- Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum dan waktu pengukuran
dalam range respon tetap
- Perhitungan kadar obat didasarkan pada persamaan garis kurva baku
- Frekuensi dan lama pencuplikan dikerjakan sebagai berikut :
a. Teofilin
Sampel darah diambil sebelum pemberian obat dan 15, 45,75, 90 menit setelah
pemberian obat
b. Parasetamol
Sampel darah diambil sebelum pemberian obat dan menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90
menit setelah pemberian obat
c. Sulfametoksazol
Ambil sampel darah sebelum pemberian obat dan 15, 45,75, 90 menit setelah
pemberian obat
Catatan :
Penetapan waktu dan frekwensi pengambilan cuplikan serta dosis yang diberikan
sebaiknya ditentukan dari percobaan khusus.
Dalam edisi ini semua variabel tersebut diperkirakan dari data yang ada.
4. Pelaksanaan percobaan
A. Penetapan parameter farmakokinetika teofilin setelah pemberian per oral

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 33


1. Ambil 1 ekor kelinci, timbang dan adaptasikan dengan lingkungan percobaannya
2. Kelinci dipuasakan selama 12 jam dan diberikan air minum secukupnya
3. Ambil darah blanko 5 ml melalui vena marginalis telinga. Sebelumnya daun telinga
kelinci dicukur dan dibilas dengan alkohol 70%
4. Berikan tablet teofilin dan catat waktu saat pemberian
5. Ambil sampel darah setelah pemberian obat dengan waktu dan frekwensi sesuai petunjuk
umum
6. Tetapkan kadar teofilin masing – masing sampel dengan cara yang sama seperti
percobaan IV
7. Berdasarkan grafik log kadar terhadap waktu, hitunglah parameter farmakokinetika
teofilin (AUC,Kel, t½el)
B. Penetapan parameter farmakokinetika parasetamol setelah pemberian per oral
1. Timbang 1 ekor kelinci dan ambil darah blanko
2. Telentangkan pada papan fiksasi dan dengan cetether mounthblock, berikan suspensi
parasetamol 10% dalam 1% tilosa, dosis 30 mg/ kg BB. Ingat segera setelah pemasangan
catether periksalah terlebih dahulu, apakah sudah masuk dalam lambung kelinci.
Celupkan ujung catether yang satu lagi ke dalam air, bila timbul gelembung udara berarti
catether masuk ke dalam paru kelinci
3. Ambil darah kelinci melalui vena marginalis pada menit 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, setelah
pemberian obat. Tampung dalam wadah yang telah dibilas antikoagulan
4. Darah di ambil sekitar 2,5 ml
5. Buat Grafik berdasarkan plot log kadar vs waktu tetapkan parameter farmakokinetika
parasetamol
C. Penetapan parameter farmakokinetika sulfametoksazol setelah pemberian per oral
1. Ambil 1 ekor kelinci, timbang dan diadaptasikan dengan lingkungan percobaan. Kelinci
dipuasakan selama 12 jam dan hanya diberi minum secukupnya
2. Ambil darah blanko melalui vena marginalis sebanyak 0,5 ml
3. Berikan tablet sulfametoksazol secara oral, bila perlu menggunakan alat bantu
4. Ambil darah sampel setelah pemberian obat sesuai dengan petunjuk umum
5. Tetapkan kadar sulfametoksazol dalam darah sampel seperti pada percobaan IV
6. Hitunglah parameter farmakokinetika sulfametoksazol

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 34


DATA PERCOBAAN VI & VII
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIK OBAT
SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PERORAL

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

Nama bahan obat : ………………………………………………………...


Pelarut : …………………………………….
1. Data penetapan panjang gelombang maksimum & pembuatan kurva kalibrasi
Panjang Gelombang maksimum

Persamaan regresi : ………………………………………..

2. Hasil Pengukuran

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 35


Gambar Kurva Kadar vs waktu

Kesimpulan :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 36


PERCOBAAN VIII
EKSRESI RIFAMPISIN MELALUI URINE DAN SALIVA

I. Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa mengetahui dan menganalisa eksresi obat melalui feces, urine, saliva
dan lain – lain setelah pemberian oral
2. Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dan memberikan informasi
obat yang berkaitan dengan eksresi obat kepada pasien

II. Teori Percobaan


Obat yang digunakan melalui / peroral di dalam tubuh akan larut dalam lambung dan
usus, mengalami banyak proses diantaranya proses invasi dan proses evasi (eliminasi).
Proses invasi adalah proses – proses penyerapan obat ke dalam organisme meliputi absorbsi
dan distribusi, sedangkan proses evasi (eliminasi) adalah proses yang menyebabkan
penurunan kadar obat dalam organisme meliputi biotransformasi seperti oksidasi, reduksi,
hidrolisis, konjugasi, metilasi, asetilasi atau dapat diubah menjadi derivatnya berupa sulfat,
glukoronat dan gliserat.
Obat atau metabolitnya kemudian dieliminasikan melalui ginjal, paru – paru, usus dan
empedu yang akhirnya dieksresikan melalui kulit, urine, feses, dan lain – lain. Obat
mengalami biotransformasi dan dikeluarkan melalui tubuh dalam bentuk metabolit.
Sebagian obat dieksresikan dalam bentuk utuh dan derivatnya.
Rifampisin yang diekskresikan dalam bentuk utuh akan memberikan warna merah
seperti pada urine, saliva, feses, cairan mata sehingga pasien menjadi khawatir. Sehingga
diharapkan setelah praktikum ini dilalui, praktikan mampu menjelaskan mengapa rifampisin
menyebabkan hal tersebut.

III. Pelaksanaan Percobaan


1. Bahan :
- Kapsul Rifampisin 150 mg - Tween 80 0,5%
- Aquadest - Kelinci
2. Alat :
- Pipet tetes - Pot salep 10 ml
- Plat tetes - Jarum sonde
- Pinset - Beaker glass 10 ml

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 37


3. Prosedur Percobaan
- Kelinci disiapkan sebelumnya untuk diaklimatisasi selama 7 hari.
- Kelinci dengan bobot minimal 2 kg dipuasakan selama 12 jam sebelum pemberian
obat dengan pemberian air minum ad libit.
- Kemudian diberikan kepada kelinci Rifampisin 150 mg yang telah disuspensikan
tween 80 secara per–oral.
- Sebelum pemberian (waktu 0 menit) dan setelah pemberian kumpulkan sampel urin,
saliva dan bila memungkinkan sampel feces kelinci sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam tabel data percobaan, sedangkan untuk
cairan mata dengan mengamati warna bola mata kelinci.

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 47


DATA PERCOBAAN VIII
EKSRESI RIFAMPISIN MELALUI URINE DAN SALIVA PADA KELINCI

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

Nama bahan obat : ………………………………………………………...


Bobot Kelinci : ……………………….. kg
Hasil Percobaan :

Tabel Hasil Pengamatan

Urine Saliva Feses Cairan mata


Menit Menit Menit Menit
Warna Warna Warna Warna
ke- ke- ke- ke-
0 0 0 0
60 5 15 15
75 10 30 30
90 15 60 60
120 30 75 75
150 60 90 90
175 75 105 105
180 90 120 120

Pembahasan

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 48


Kesimpulan :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 49


PERCOBAAN IX
DIFUSI ASAM SALISILAT / Na SALISILAT KEDALAM AGAR

I. Tujuan Percobaan
Mengetahui dan mengamati proses difusi zat aktif dari sediaan secara semikuantitatif

II. Teori Percobaan


Sebelum diabsorpsi, didistribusikan dan menimbulkan efek, suatu senyawa obat harus
terlepas lebih dahulu dari bentuk sediaannya. Proses lepasnya obat dari sediaannya dikenal
dengan peristiwa disolusi pada tablet dan liberasi pada sediaan – sediaan topikal. Mekanisme
lepasnya bahan aktif dari sediaan pada umumnya merupakan proses difusi pasif. Proses ini
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya sifat fisiko kimia senyawa obat, jenis basis yang
digunakan dan fisiologi membran yang dilewati.
III. Pelaksanaan Percobaan
1. Bahan :
- 1 bungkus agar – agar serbuk tidak - Krim Natrium Salisilat 1,16% tipe a/m
berwarna - Krim Natrium Salisilat 1,16% tipe m/a
- Krim Asam Salisilat 1% tipe a/m - Salep Natrium Salisilat 1,16%
- Krim Asam Salisilat 1% tipe m/a - FeCl3
- Salep Asam Salisilat 1%

2. Alat :
- Cawan petri
- Pipet tetes

3. Prosedur kerja
a. Siapkan 6 cawan petri yang telah berisi media agar yang telah didinginkan
b. Tambahkan 2 ml larutan FeCl3 ke dalam masing – masing cawan petri sampai
menutupi semua permukaan agar. Diamkan selama 2 menit, kemudian sisa
larutan FeCl3 dituang lagi, keringkan agar dengan menggunakan kertas saring
c. Buat 4 lobang pada masing – masing cawan petri
d. Letakkan sampel/sediaan uji dengan jumlah yang sama, 2 (dua) lobang untuk
salep asam salisilat dan 2 (dua) lobang lagi untuk salep Na salisilat pada 1 cawan
petri

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 50


e. Lakukan kembali hal di atas untuk basis krim m/a dan krim a/m
f. Simpan cawan petri di dalam kulkas selama 30 menit, amati percobaan yang
terjadi. Biarkan pada suhu kamar dan amati percobaan yang terjadi setelah 2 dan
3 jam
g. Hitunglah diameter difusi yang terjadi pada masing-masing lubang
h. Apakah ketajaman warna dan kedalaman warna pada agar berbanding lurus
dengan jumlah salisilat yang lepas dari basisnya ?

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 50


DATA PERCOBAAN IX
DIFUSI ASAM SALISILAT / Na SALISILAT KEDALAM AGAR

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

Hasil Percobaan :

Diameter Difusi (mm)


Salep Krim tipe a/m Krim tipe m/a
No
As. Na As. Na As. Na
Salisilat Salisilat Salisilat Salisilat Salisilat Salisilat
1

2
Rata-
rata

Pembahasan

Kesimpulan :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 51


PERCOBAAN X
DISTRIBUSI DAN EKSKRESI TETES MATA KLORAMFENIKOL

I. Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami distribusi dan ekskresi obat yang
diberikan/digunakan secara topical (tetes mata)

II. Teori Percobaan


Obat di dalam tubuh mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan
eliminasi. Obat setelah diserap akan dieliminasikan dan dieksresikan melalui urine, saliva,
kulit dan lain-lain.
Obat yang diberikan secara topical pada mata, misalnya tetes mata, tidak hanya
bekerja pada mata tetapi sebagiannya diabsorbsi masuk ke pembuluh darah dan
didistribusikan secara sistemik. Senyawa obat akan dikurangi dalam tubuh melalui proses
ekskresi.

III. Pelaksanaan Percobaan


1. Bahan :
- Tetes mata kloramfenikol 5% - Serbuk Zn
- Etanol 95% - Natrium asetat anhidrat 10 mg
- Kertas saring - Benzoil Klorida 2 tetes
- KCl (1 bagian dalam 9 bagian air) - FeCl3 10% 0,5 ml
- NaNO2 LP FI IV 0,5 ml - HCl encer

2. Alat :
- Pipet tetes, plat tetes - Pot plastik
- Beker glass 10 ml - Waterbath/Penangas Air

3. Pelaksanaan percobaan
a. Tiap kelompok memilih 2 orang sukwan yang ditetapkan sehari sebelum
percobaan
b. Pada hari praktikum sukwan diberi 2 tetes, obat tetes mata kloramfenikol
c. Sebelum ditetesi obat mata, kandung kencing dikosongkan dan urin diambil
untuk kontrol, saliva diambil untuk menit ke-0 (sebagai kontrol)
d. Sampel saliva dikumpulkan setiap 2 menit selama 20 menit. Sampel urin
dikumpulkan pada menit ke – 5, 30, 60, 90, dan 120 setelah pemberian obat.
e. Lakukan analisa urin dan saliva sebagai berikut (FI edisi IV) :

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 52


- Larutkan 10 ml urin/saliva dalam 1 ml etanol (95%) P
- Tambahkan 3 ml larutan KCl dalam air (1:9)
- Tambahkan 50 mg serbuk Zn
- Panaskan di atas penangas air selama 10 menit.
- Enap tuangkan
- Tambahkan 10 mg Natrium asetat anhidrat dan 2 tetes Benzoil Klorida
- Kocok selama 10 menit, tambahkan 0,5 ml larutan FeCl3
- Jika perlu tambahkan HCl encer secukupnya hingga larutan jernih
- Terjadi warna violet merah sampai ungu. Ulangi pengujian tanpa penambahan
serbuk Zn, tidak terjadi warna violet merah sampai ungu.

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 53


DATA PERCOBAAN X
DISTRIBUSI DAN EKSKRESI TETES MATA KLORAMFENIKOL

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

Hasil Percobaan :
Tabel Pengamatan

Saliva Urine
Menit ke- Warna Menit ke- Warna
0 0
2 5
4 30
6 60
8 90
10 120
12
14
16
18
20

Pembahasan

Kesimpulan :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 54


PERCOBAAN XI
EKSKRESI OBAT MELALUI URINE DAN SALIVA

I. Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa memahami eksresi obat melalui urine dan saliva

II. Teori Percobaan


Beberapa obat dieliminasikan dalam bentuk tidak berubah seperti derivat ester,
barbital dan lain – lain. Sedangkan sebagian besar lainnya dieliminasikan dalam bentuk
metabolitnya. Sebelum dieliminasikan, obat – obat tersebut mengalami proses
biotransformasi terlebih dahulu. Proses tersebut dapat melalui mekanisme seperti oksidasi,
reduksi, dimetilasi, metilasi atau dapat pula diubah menjadi derivatnya berupa sulfat,
glukoronat atau gliserat. Akhirnya obat tersebut dieliminasikan melalui urine, melalui usus
berupa feces, udara pernapasan, kulit dan lain – lain.

III. Pelaksanaan Percobaan


1. Bahan :
- Larutan NaNO2 10% - Mucilago amili 1%
- Larutan KI 10% - Tablet KI
- Larutan H2SO4 encer - Urine/saliva sukwan 1ml
2. Alat :
- Tabung reaksi, pipet tetes, plat tetes
- Indikator universal
- Masker
3. Pelaksanaan percobaan
a. Tiap kelompok memilih 2 (dua) orang sukwan yang ditetapkan sehari sebelum
percobaan
b. Pada hari praktikum sukwan meminum 2 (dua) gelar air 2 (dua) jam sebelum
praktikum
c. Sebelum obat diminum, saliva dan kandung kencing dikosongkan yang urinenya
ditampung untuk kontrol (pada menit ke-0) sebagai berikut : 1 cc urine kontrol/
saliva kontrol ditambah 2 atau 3 tetes NaNO2 10% dan 2-3 tetes H2SO4 encer dan
1 cc mucilago amyli. Amati warna yang timbul

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 55


d. Tiap sukwan hanya meminum 1 macam obat dengan bantuan 250 cc air. Contoh
urine diambil setiap 30 menit selama 3 jam dan contoh saliva diambil setiap 15
menit selama 90 menit. Lakukan uji kualitatif setiap contoh dengan cara yang
sama seperti pada point c. Amati warna yang timbul
e. Hasil uji kualitatif dinyatakan dengan – (negatif) dan tanda + (positif)
f. Berdasarkan hasil diatas, buat tabel waktu pengambilan sampel dan hasil uji
kualitatif

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 56


PERCOBAAN XI
EKSKRESI OBAT MELALUI URINE DAN SALIVA

Tgl. Percobaan : ……………………..


Kelompok : ……………………..

Hasil Percobaan :
Tabel Pengamatan

Urine Saliva
Menit ke- Pengamatan Menit ke- Pengamatan
30 15
60 30
90 45
120 60
150 75
180 90

Pembahasan

Kesimpulan :

Mengetahui Jambi, ………………………………


Asisten laboratorium Praktikan

(…………………………………) (………………………………………..)

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 57


KEPUSTAKAAN

1. Shargel, L, Yu A, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 5th ed, Appleton &


Lange, 2010
2. Rowland, M, dan Tozer TN, Clinical Pharmacokinetics: Concepts and Applications, 3rd
ed., Lea & Febiger, 2007
3. Artikel – artikel penelitian dari tahun 2010 - 2019

PANDUAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA 58

Anda mungkin juga menyukai