Anda di halaman 1dari 38

SWAMEDIKASI

Mengapa
SWAMEDIKASI???

Kebutuhan masyarakat
tinggi akan obat

Jumlah obat semakin banyak


Banyak di informasikan di media
Masyarakat mencari solusi mudah
Dalam mengobati keluhan pada diri sendiri

TERCAPAI TUJUAN
TERAPI
(SEMBUH )
KONDISI UTK
SWAMEDIKASI

Sembelit Diare ringan


Konstipasi Flu
Sakit kepala Batuk
ringan Demam < 3 hari
Susah tidur

Penyakit
bersifat
ringan
pola pemilihan obat berdasarkan
penggolongan swamedikasi
(di Lampung Selatan pada bulan Oktober tahun 2014)
Jurnal Analis Kesehatan : Volume 4, No 2, September 2015

 obat analgesik antipiretik dan anti-inflamasi nonsteroid (AINS) sebesar


28.9 % (27)
 tepat cara penggunaan obat yang dibeli oleh responden sebesar 94,73,
% (90),
 Tepat waktu cara penggunaan obat yang dibeli oleh responden sebesar
91.57 % ( 87 ),
 tepat dosis obat yang dibeli oleh responden sebesar 87,36 % (83).
 Jenis Obat :
– obat bebas sebesar 21,05%,
– obat bebas terbatas sebesar 42,10 %,
– Obat OWA sebesar 26,31%, dan
– obat keras sebesar 10,52 %.
Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas
Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Panyabungan
Tingkat pengetahuan pasien
• 20,5% tergolong baik,
• 41,8% tergolong sedang, dan
• 37,7% tergolong buruk.

Penggunaan obat swamedikasi


• 59,4% rasional dan
• 40,6% tidak rasional.

(Nur Aini Harahap, Khairunnisa Khairunnisa, Juanita Tanuwijaya) - Vol 3, No 2 (2017)


http://jsfk.ffarmasi.unand.ac.id/index.php/jsfk/article/view/124
https://www.researchgate.net/publication/328660009_Gambara
n_pelaksanaan_swamedikasi_dan_pendapat_konsumen_apotek
_mengenai_konseling_obat_tanpa_resep_di_wilayah_Bantul

Pharmaciana Vol.7, No.1, Mei 2017, Hal. 41-52 ISSN: 2088 4559; e-ISSN: 2477 0256
Hasil dari penelitian:
- obat yang paling banyak dibeli dalam pelaksanaan swamedikasi adalah
- analgesik antipiretik (28%),
- vitamin/suplemen (19%), dan
- obat batuk pilek (15%).
- Sebagian besar konsumen telah mengetahui aturan pemakaian obat
(71%),
- Apoteker merupakan faktor pertimbangan dalam pemilihan obat (34%)
- Pendapat konsumen mengenai konseling :
- sebagian besar memerlukan adanya konseling obat tanpa resep (89%),
- sebanyak 75% pernah mendapatkan konseling obat tanpa resep dengan durasi
konseling 1-5 menit.
Latar Belakang
• Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat
menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi /pengobatan
sendiri dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related Problem) akibat
terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (Nur Aini, 2017).
• Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No. 919
Menkes/Per/X/1993.
• Menurut Pratiwi, et al (2014) swamedikasi merupakan salah satu upaya yang
sering dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang
sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter.
• Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari informasi
umum dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter
atau petugas Farmasis.
• Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu,
informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari Farmasis pengelola apotek,
utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib
apotek (Depkes RI., 2006; Zeenot, 2013).
Latar Belakang
• Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan
bahwa presentase penduduk yang melakukan swamedikasi / pengobatan diri
sendiri akibat keluhan kesehatan yang dialami sebesar 61,05%. Hal ini
menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih cukup besar
(BPS, 2016).
• Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan sendiri
karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah (16%)
dan obat mudah diperoleh (9%) (Kartajaya et al., 2011)
• Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri,
pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain- 2
lain (Depkes RI, 2010).
• Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah pengetahuan
tentang sakit dan pengobatannya, keyakinan terhadap obat/ pengobatan,
keparahan sakit, dan keterjangkauan biaya, dan jarak ke sumber pengobatan.
Keparahan sakit merupakan faktor yang dominan diantara keempat faktor
diatas (Supardi, 2005).
Batasan Pengobatan Sendiri
 Dari Segi Penyakit
Mengatasi penyakit ringan.
• Penyakit yang mempunyai durasi terbatas (self-limitting rate ) /
dapat sembuh dengan sendirinya dan tidak mengancam bagi diri
pasein. (Depkes RI, 2006;Supardi, 2005)
• Perawatan simptomatik minor, seperti rasa tidak enak
badan dan cidera ringan
• Profilaksis/pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan
Penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokteratau
tenaga medis profesional lainnya, seperti asma dan artritis.
• “Harus  mampu menilai kondisi yang dialami pasien. Memungkinka
n atau tidak untuk diupayakan pengobatan sendiri. Jika tidak,
sarankan untuk mengatasi gejala yang sangat mengganggu dan
sarankan untuk pemeriksaan ke  Dokter”  
Batasan Pengobatan Sendiri
 Dari Segi Penyakit
Gejala-gejala Yang Tidak Boleh Dilakukan Upaya Pengobatan
Sendiri
• Batuk dan serak lebih dari 1 minggu, atau berdarah
• Terjadinya setiap perubahan pada tahi lalat dan atau kutil
• Rasa nyeri atau sulit menelan yang tak mau sembuh.
• Borok yang tidak mau sembuh.
• Buang air besar/kecil yang disertai darah
• Rasa nyeri atau sulit buang air kecil.
• Keluarnya lendir atau darah yang luar biasa dari vagina
• Timbulnya benjolan kecil pada buah dada atau ditempat yang
lain.
• Demam diatas 40C
• Diare atau muntah yang hebat.
Pelayanan Obat Non Resep (Swamedikasi)
• Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin
melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi.
• Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa
resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT)
dan obat bebas (OB).
• Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran
cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang
mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal.
• Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan yang penting di apotek
sehubungan dengan perkembangan pelayanan farmasi komunitas yang
berorientasi pada asuhan kefarmasian.
• Pasien mengemukakan keluhan atau gejala penyakit, Farmasis hendaknya
mampu menginterpretasikan penyakitnya kemudian memilihkan alternatif
obat atau merujuk ke pelayanan kesehatan lain.
Pelayanan Obat Non Resep (Swamedikasi)
• Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
sendiri dan untuk mengatasi masalah kesehatan perlu ditunjang dengan
sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman
dan rasional.
• Sarana penunjang berupa obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri
dan peningkatan peran Farmasis di apotek dalam pelayanan komunikasi,
informasi dan edukasi.
• Farmasis dalam melayani OWA diwajibkan memenuhi ketentuan dan
batasan tiap jenis obat per pasien yang tercantum dalam daftar OWA 1
dan OWA 2 serta wajib pula membuat catatan pasien serta obat yang
diserahkan.
• Farmasis hendaknya memberikan informasi penting tentang dosis, cara
pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan
oleh pasien.
Pelayanan Obat Non Resep (Swamedikasi)
• Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi adalah
pemilihan dan penggunaan obat baik obat modern maupun obat
tradisional oleh seseorang untuk melindungi diri dari penyakit dan
gejalanya (WHO,1998).
• Sedangkan menurut The International Pharmaceutical Federation (FIP)
yang dimaksud dari swamedikasi atau self medication adalah
penggunaan obat non resep oleh seseorang atas inisiatif sendiri
(FIP,1999).
• Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-
obatan yang dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter.
• Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan sendiri atau
swamedikasi biasa disebut dengan Obat Tanpa Resep (OTR) / Obat
Bebas / obat OTC (Over The Counter).
Pelayanan Obat Non Resep (Swamedikasi)
• Menurut situs.wsmi (world self-medication industry), pengobatan
sendiri atau swamedikasi yang bertanggung jawab (responsible self-
medication) biasa digunakan untuk menegaskan penggunaan obat
bebas yang tepat oleh pasien atau konsumen, dengan bantuan
tenaga kesehatan bila diperlukan.
• Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri
dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas
kemauan sendiri tanpa nasehat dokter.
• Keuntungan swamedikasi adalah tersedia obat yang dapat
digunakan di rumah kita dan akan menghemat waktu yang
diperlukan untuk pergi ke dokter yang jauh dari tempat tinggal.
• Kerugiannya bila keluhan yang dialami dinilai salah dan bila
penggunaan obat kurang tepat, terlalu lama, atau dalam dosis yang
terlalu besar.
• Dalam keadaan sehat biasanya kita merasa bahwa sehat itu
adalah sesuatu yang wajar.
• Namun ketika dalam keadaan sakit betapa kita sangat
mendambakan kesehatan yang selama ini di sia-siakan,
berbagai upaya dilakukan berapapun biaya rela kita
keluarkan untuk memperoleh kesembuhan sehingga
mendorong kita untuk melakukan pengobatan sendiri.
• Untuk meningkatkan kemampuan kita dalam menolong
dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatan maka
perlu ditunjang sarana yang dapat meningkatkan
pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
• Dan sebagai penyumbang omzet terbesar di apotek selain
resep adalah dengan pelayanan swamedikasi.
• Dewasa ini masyarakat telah menyadari pentingnya menjaga
kesehatan diri dan keluarga. Masyarakat membutuhkan
penyuluhan maupun informasi yang jelas dan tepat mengenai
penggunaan obat-obatan agar aman dan manjur.
• Obat-obat ini dapat didapatkan di apotek guna melakukan
pengobatan mandiri atau swamedikasi.
• Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri
sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas di apotek
atau toko obat dengan inisiatif atau kesadaran diri sendiri
tanpa nasihat dokter.
• Beberapa keuntungan swamedikasi adalah memberikan
tuntunan dan informasi yang jelas dan tepat penggunaan
obat, dimana obat ini biasanya tersedia di rumah tangga,
selanjutnya bagi masyarakat di daerah terpencil swamedikasi
akan menghemat banyak waktu yang diperlukan untuk ke
kota mengunjungi seorang dokter (Tan & Rahardja, 1993).
Alasan Melakukan Swamedikasi
Menurut WHO, diakibatkan oleh beberapa faktor berikut ini :
1. Faktor sosial ekonomi. Dengan meningkatnya
pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin tinggi
tingkat pendidikan dan semakin mudah akses untuk
mendapatkan informasi. Dikombinasikan dengan tingkat
ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan, sehingga
terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung
terhadap pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan.
2. Gaya hidup. Kesadaran mengenai adanya dampak beberapa
gaya hidup yang dapat berakibat pada kesehatan, membuat
semakin banyak orang yang lebih perduli untuk menjaga
kesehatannya daripada harus mengobati bila terjadi
penyakitnya kelak.
Alasan Melakukan Swamedikasi
Menurut WHO, diakibatkan oleh beberapa faktor berikut ini :
3. Kemudahan memperoleh produk obat. Saat ini pasien dan
konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang bisa
diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di
rumah sakit atau klinik.
4. Faktor kesehatan lingkungan. Dengan adanya praktek sanitasi
yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat serta lingkungan
perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan serta
mencegah terkena penyakit.
5. Ketersediaan produk baru. Saat ini, semakin banyak tersedia
produk obat baru yang lebih sesuai untuk pengobatan sendiri.
Selain itu ada bbrp obat juga telah dimasukkan ke dalam kategori
obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan
sendiri semakin banyak tersedia.
Tanggung Jawab dalam Swamedikasi
Tanggung jawab dalam swamedikasi menurut World Health
Organization (WHO) terdiri dari dua yaitu (WHO,1998)
• Pengobatan yang digunakan harus terjamin keamanan, kualitas dan
keefektifannya.
• Pengobatan yang digunakan diindikasikan untuk kondisi yang dapat
dikenali sendiri dan untuk beberapa macam kondisi kronis dan tahap
penyembuhan (setelah diagnosis medis awal). Pada seluruh kasus, obat
harus didesain spesifik untuk tujuan pengobatan tertentu dan
memerlukan bentuk sediaan dan dosis yang benar.
• Masalah-masalah yang umum dihadapi pada swamedikasi antara lain sakit
kepala, batuk, sakit mata, konstipasi, diare, sakit perut, sakit gigi, penyakit
pada kulit seperti panu, sakit pada kaki dan lain sebagainya (Edwards &
Stillman, 2000).
Tanggung Jawab dalam Swamedikasi
FIP juga merumuskan empat tanggung jawab profesional farmasis dalam
swamedikasi (FIP,1999) :
• untuk memberi informasi dan saran yang objektif tentang swmedikasi dan
obat-obatan yang tersedia untuk swamedikasi.
• untuk melapor kepada pemerintah dan industri farmasi apabila ditemukan
adanya efek samping yang muncul pada individu yang melakukan
swamedikasi dengan menggunakan obat produk dari industri farmasi
tersebut.
• untuk merekomendasikan rujukan kepada dokter apabila swamedikasi
yang dilakukan tidak tepat.
• untuk memberi penjelasan kepada masyarakat bahwa obat adalah produk
khusus dan harus disimpan serta diberi perhatian khusus. Farmasis juga
tidak diperbolehkan melakukan hal yang dapat memicu masyarakat
membeli obat dalam jumlah banyak sekaligus.
Hal yang Harus Diperhatikan Pasien
Saat Melakukan Swamedikasi
a. Pada pengobatan sendiri, individu atau pasien memegang
tanggung jawab utama terhadap obat yang digunakan. Oleh
karena itu, sebaiknya baca label obat dengan seksama dan
teliti. Kemudian perhatian khusus perlu diberikan bagi
penggunaan obat untuk kelompok tertentu, seperti pada anak-
anak., lanjut usia ataupun wanita hamil dan menyusui.
b. Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan
pengobatan sendiri, maka ia harus dapat
1) Mengenali gejala yang dirasakan.
2) Menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk
pengobatan sendiri atau tidak.
3) Memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya.
4) Mengikuti instruksi yang tertera pada label obat yang
dikonsumsi.
Hal yang Harus Diperhatikan Pasien
Saat Melakukan Swamedikasi
c. Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai
obat yang dikonsumsi, dengan cara membaca label obat dengan
teliti. Berkonsultasi ke dokter bila perlu, hal ini terutama bila
dirasakan bahwa pengobatan sendiri atau swamedikasi yang
dilakukan tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.
d. Setiap orang yang melakukan pengobatan sendiri atau
swamedikasi juga harus menyadari kelebihan ataupun
kekurangan dari pengobatan sendiri yang dilakukan. Dengan
mengetahui manfaat dan resikonya, maka pasien atau
konsumen tersebut juga dapat melakukan penilaian apakah
pengobatan sendiri atau swamedikasi tersebut perlu dilakukan
atau tidak.
Penggunaan Obat yang Rasional dalam Swamedikasi
• Swamedikasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan secara rasional.
• Namun bila tidak dilakukan secara benar justru menimbulkan
bencana yaitu tidak sembuhnya penyakit atau munculnya
penyakit baru karena obat dengan segala konsekuensinya.
• Untuk melakukan swamedikasi secara aman, efektif dan
terjangkau, masyarakat perlu melakukan bekal pengetahuan
dan ketrampilan.
• Masyarakat mutlak memerlukan informasi yang jelas dan
terpecaya agar penentuan kebutuhan jenis atau jumlah obat
dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional
(Suryawati,1997).
Penggunaan Obat yang Rasional dalam Swamedikasi
Swamedikasi (menggunakan obat secara rasional) dapat digunakan indikator
sebagi berikut (Depkes RI, 1996) :
 Tepat obat. Pelaku swamedikasi dalam melakukan pemilihan obat
hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakannya dan mengetahui
kegunaan obat yang diminum.
 Tepat golongan. Pelaku swamedikasi hendaknya menggunakan obat yang
termasuk golongan obat bebas dan bebas terbatas.
 Tepat dosis. Pelaku swamedikasi dapat menggunakan obat secara benar
meliputi cara pemakaian, aturan pakai dan jumlah obat yang digunakan.
 Tepat waktu. Lama pengobatan terbatas, pelaku swamedikasi mengetahui
kapan harus menggunakan obat dan batas waktu menghentikannya untuk
segera meminta pertolongan tenaga medis jika keluhannya tidak
berkurang.
 Waspada efek samping. Pelaku swamedikasi mengetahui efek samping
yang timbul pada penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan
pencegahan serta mewaspadainya.
Hal yang Harus Dikuasai oleh Seorang Farmasis
Terdapat beberapa hal yang harus di kuasai oleh seorang farmasis pada
pelayanan swamedikasi, yaitu (Blenkinsopp & Paxton,2002) :
• Membedakan antara gejala minor dan gejala yang lebih serius.
• “Triaging” adalah istilah yang diberikan untuk membedakan tingkat
keseriusan gejala penyakit yang timbul dan tindakan yang harus di ambil.
Farmasis telah memiliki prosedur untuk mengumpulkan informasi dari
klien, sehingga dapat memberikan saran untuk melakukan pengobatan
atau menyarankan rujukan ke dokter.
• Kemampuan mendengarkan (Listening skills)
• Farmasis membutuhkan informasi dari klien untuk membatu membuat
keputusan dan merekomendasikan suatu terapi. Proses ini dimulai
dengan suatu pertanyaan pembuka dan penjelasan kepada klien
kemungkinan diajukannya pertanyaan yang bersifat lebih pribadi. Hal ini
diperlukan agar farmasis dapat mengenali gejala lebih jauh, sehingga
dapat merekomendasikan terapi yg benar.
Hal yang Harus Dikuasai oleh Seorang Farmasis
c.    Kemampuan bertanya (Questioning skills)
Farmasis harus memiliki kemampuan untuk mengajukan pertanyaan
dalam usaha untuk mengumpulkan informasi tentang gejala klien.
Farmasi harus mengembangkan suatu metode untuk mengumpulkan
informasi yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus
diajukan. Ada dua metode umum yang digunakan. 
1)      Metode pertama disingkat sebagai WHAM
 W : Who is the patient and what are the symptoms (siapakah klien
dan apa gejalanya)
H : How long have the symptoms (berapa lama timbulnya gejala)
 A : Action taken (Tindakan yang sudah dilakukan)
M : Medication being taken (obat yang sudah digunakan)
Hal yang Harus Dikuasai oleh Seorang Farmasis
2)      Metode kedua dikembangkan oleh Derek Balon, seorang
farmasis di london yaitu ASMETHOD
A : Age / appearance (Usia klien)
S : Self or someone else (dirinya sendiri atau orang lain yang
sakit)
M : Medication (regularly taken on preskription or
OTC) (Pengobatan yang sudah digunakan baik dengan resep maupun
dengan non resep)
E : Extra medicine (Usaha lain untuk mengatasi gejala sakit)
T : Time persisting (lama gejala)
H : History (iwayat klien)
O : Other symptoms (gejala lain)
D : Danger symptom (Gejala yang berbahaya).
Hal yang Harus Dikuasai oleh Seorang Farmasis
d.      Pemilihan terapi berdasarkan bukti keefektifan
Farmasis memiliki dasar pengetahuan farmakologi,
terapeutik dan farmasetika yang dapat digunakan untuk
memberikan terapi yang rasional, didasarkan pada
kebutuhan klien. Selain melihat kefektifan bahan aktif suatu
obat, farmasis juga harus memperhatikan interaksi
potensial, kontraindikasi, peringatan, dan profil efek
samping dari bahan-bahan tambahan yang terkandung.
Farmasis dapat menyarankan rujukan kepada dokter jika
gejala timbul dalam waktu yang lama, masalah berulang
dan semakin parah, timbul nyeri yang hebat, penggobatan
gagal, timbul efek samping, dan gejala yang berbahaya.
Informasi Obat dalam Swamedikasi
 Nama obat dan kekuatannya,
 Indikasi dan aturan pakai (dosis, rute (oral, topical),
frekuensi penggunaan, waktu minum obat
(sebelum/sesudah makan, tidak bersama obat lain).
Hal ini merupakan faktor penting yang harus di ketahui
klien saat menerima obat. Sehingga klien benar-benar
mengerti tentang waktu penggunaan obat dan instruksi
khusus yang harus di perhatikan oleh klien, misalnya
“kocok dahulu” atau “harus diminum saat lambung
kosong”.
Informasi Obat dalam Swamedikasi
 Cara menggunakan:
 Sediaan berbentuk sirup/suspense harus dikocok terlebih dahulu.
 Antasida harus dikunyah terlebih dahulu.
 Tablet sublingual diletakkan dibawah lidah, bukan ditelan langsung,
tablet bukal diletakkan diantara gusi dan pipi, bukan ditelan langsung.
 Teknik khusus dalam menggunakan inhaler, obat tetes
mata/telinga/hidung dan suppositoria.
 Sediaan dengan formulasi khusus seperti tablet lepas lambat
(sustained-released (SR)/controlled release (CR) atau sediaan tablet
yang harus hancur di usus (Enteric-coated) harus ditelan utuh dan
tidak boleh digerus.
 Berapa lama obat harus digunakan.
 Apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan
obat.
Informasi Obat dalam Swamedikasi
 Mekanisme kerja obat, farmasis harus menjelaskan kerja obat
sesuai dengan gejala yang diderita klien. Sebab beberapa obat
memiliki mekanisme kerja yang berbeda, sesuai dengan
indikasi terapinya.
 Efek pada gaya hidup, beberapa terapi dapat menimbulkan
perubahan pada gaya hidup klien misalnya mengurangi
mengkonsumsi alkohol, merokok, mengurangi olah raga
berlebihan.
 Cara penyimpanan obat, informasi tentang cara penyimpanan
obat sangat penting terutama untuk obat-obat yang memiliki
aturan penyimpanan tertentu, misalnya harus di simpan di
lemari es, harus disimpan terlindung dari cahaya atau di
jauhkan dari jangkauan anak-anak.
Informasi Obat dalam Swamedikasi
 Kemungkinan terjadinya efek samping yang akan dialami dan
bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya/Efek samping
potensial, klien harus diinformasikan tentang efek samping yang
mungkin timbul dalam penggunaan obat. Efek samping tersebut dapat
berupa efek samping ringan yang dapat di prediksi, contoh perubahan
warna urin, sedasi, bibir kering dan efek samping yang perlu perhatian
medis, misalnya reaksi alergi, nausea, vomiting dan impotensi.
 Interaksi antar obat dan makan, farmasis harus memberikan informasi
tentang kemungkinan adanya interaksi antar obat yang digunakan
ataupun dengan makan yang di konsumsi oleh klien, sehingga klien
dapat mengetahui aturan pakai yang benar dari masing-masing obat,
contohnya pemberian antikoagolan berinteraksi dengan pemberian
aspirin.
 Informasi tambahan lainya, yaitu pembuangan obat yang telah
kadaluarsa dan kapan saatnya berkonsultasi ke dokter.
DAGUSIBU
 Dimana obat di dapatkan, (Obat didapatkan di
tempat resmi)
 Bagaimana cara menggunakan obat?
(Waktunya, berapa dosisi, dengan apa)
 Bagaimana Cara Menyimpan Obat? (Semua
obat sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk,
dalam wadah asli dan terlindung dari lembab
cahaya)
 Bagaimana Membuang Obat,
SOP Pelayanan Swamedikasi
1. Farmasis tersenyum memberi salam, memperkenalkan diri,
menawarkan bantuan sebelum pasien mendahului.
2. Farmasis melakukan penggalian masalah yang dihadapi pasien,
riwayat penyakit, riwayat pengobatan dan memberikan alternative
pilihan obatnya dengan mempertimbangkan prinsip 4T (tepat obat,
tepat indikasi, tepat dosis, tepat pasien) 1W (waspada efek samping).
3. Farmasis menginformasikan harga yang harus dibayar pasien untuk
obatnya.
4. Farmasis melakukan penyerahan obat ke pasien dengan disertai
informasi berkenaan dengan obat dan penyakitnya.
5. Farmasis melakukan dokumentasi meliputi identitas pasien, keluhan
pasien, obat yang diserahkan dan jumlahnya serta informasi.
6. Mengucapkan terima kasih dan memberi senyum.
Masalah-2 dalam swamedikasi
• swadiagnosis yang keliru,
• penggunaan obat yang salah,
• penggunaan obat yang berlebihan,
• anggapan obat bebas pasti aman, dan
• anggapan swamedikasi saja sudah
cukup.
Memandu Pasien dalam Berswamedikasi
1. Mengenali gejala penyakit.
2. Memilih obat bebas/bebas terbatas yang tepat.
3. Membaca dengan teliti informasi pada kemasan: indikasi,
kontraindikasi, aturan pakai, efek samping obat, interaksi obat-
obat, obat-makanan,keadaan/hal-hal yang harus diwaspadai
selama mengkonsumsi obat.
4. Jika gejala menetap bahkan memburuk, segera konsultasi ke
dokter.
5. Jika mengalami efek samping obat, hentikan pengobatan dan
konsultasi ke dokter.
6. Ada beberapa obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter
yang penyerahannya dilakukan oleh Farmasis (DOWA=Daftar Obat
Wajib Apotek).
7. Jika ada keraguan dalam berswamedikasi, konsultasikan
kedokter/Farmasis.
SDH TAHU RESIKO
SWAMEDIKASI

SALAH MENILAI KELUHAN


SEHINGGA PENGOBATAN PENGGUNAAN OBAT
TIDAK TEPAT KURANG TEPAT

Call me..!!!
APOTEKER
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai