SKRIPSI
ANDI KURNIAJATURIATAMA
108102000038
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
ANDI KURNIAJATURIATAMA
108102000038
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 108102000038
Tanda Tangan :
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 27 Mei 2013
Mengetahui
Penulis
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 27 Mei 2013
Yang menyatakan,
(Andi Kurniajaturiatama)
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. iv
HALAMAN PENGESAHAN v
ABSTRAK.. vi
ABSTRACT.... vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL.. xiii
DAFTAR LAMPIRAN.. xiv
BAB I PENDAHULUAN. 1
1.1 Latar Belakang.......... 1
1.2 Perumusan Masalah.. 3
1.3 Tujuan Penelitian ......... 3
1.4 Hipotesis....... 3
1.5 Manfaat Penelitian........ 4
DAFTAR PUSTAKA. 33
Halaman
Tabel 4.1 Jenis Obat yang Digunakan oleh Pasien Jantung ICCU 22
Tabel 4.2 Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi oleh Pasien ICCU.. 23
Tabel 4.3 Jenis Penyakit Lain yang Diderita oleh Pasien Jantung di
ICCU. 23
Tabel 4.4 Jumlah Pasien ICCU yang Mengalami Interaksi Obat
Berdasarkan Literatur. 23
Tabel 4.5 Jumlah Pasien Jantung yang Mengalami Interaksi Obat
Berdasarkan Hasil Pengamatan.. 24
Tabel 4.6 Jumlah Pasien ICCU Berdasarkan Jenis Kelamin. 24
Tabel 4.7 Jumlah Pasien ICCU yang Mengalami Interaksi Obat
Berdasarkan Jenis Kelamin 24
Tabel 4.8 Jumlah Pasien ICCU Berdasarkan Usia. 24
Tabel 4.9 Jumlah Pasien ICCU yang Mengalami Interaksi Obat
Berdasarkan Usia... 25
Tabel 4.10 Jumlah Pasien ICCU Berdasarkan Jumlah Obat yang
Digunakan.. 25
Tabel 4.11 Jumlah Obat yang Digunakan oleh Pasien yang Terkena
Interaksi Obat 25
Tabel 4.12 Jumlah Pasien Berdasarkan Lamanya Waktu Perawatan.. 25
Tabel 4.13 Jumlah Kasus Interaksi Obat Berdasarkan Literatur. 26
Tabel 4.14 Jumlah Kasus Interaksi Obat Berdasarkan Hasil Pengamatan.. 26
Tabel 4.15 Kasus Interaksi Obat dengan Obat 26
Tabel 4.16 Kasus Interaksi Obat dengan Penyakit...... 27
Halaman
Lampiran 1. Surat Izin Melakukan Penelitian di RSUP Fatmawati..... 36
Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data di RSUP Fatmawati.. 37
Lampiran 3. Informed Consent. 38
Lampiran 4. Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Jantung di ICCU Menurut
Literatur 39
Lampiran 5. Blanko Tanya Jawab dengan Pasien. 50
Lampiran 6. Hasil Data Laboraturium Pasien yang Mengalami Kejadian Interaksi
Obat di ICCU RSUP Fatmawati 52
Lampiran 7. Kejadian Interaksi obat dengan makanan yang terjadi pada pasien
menurut literatur... 56
BAB I
PENDAHULUAN
et al. bahwa pada resep untuk sejumlah 160 pasien di bangsal penyakit dalam
ditemukan sebanyak 221 interaksi yang terjadi yaitu, 24 (10,85%) interaksi
mayor, 115 (52.03%) interaksi moderat dan 82 (37.12%) interaksi minor.
Interaksi obat dapat memberikan perubahan pada aktivitas obat, baik
dengan meningkatnya efek toksik atau justru menurunkan efek terapi. Selain itu
beberapa interaksi obat juga dapat saling mendukung kerja satu sama lain atau
kebalikannya interaksi obat dapat mengakibatkan kerja satu obat dihambat oleh
obat lain. Terutama untuk pasien yang rentan terhadap interaksi obat, diantaranya
pasien lanjut usia (Aslam et al., 2003).
Hasil penelitian Yasin dkk (2005) menunjukkan bahwa interaksi obat
potensial terjadi pada 99 (90%) pasien rawat inap dan 126 (99,26%) pasien rawat
jalan. Pada pasien rawat inap ditemukan interaksi farmakokinetika sebanyak 20
jenis (50%), interaksi farmakodinamik sebanyak 6 jenis (15%), dan interaksi
dengan mekanisme yang tidak diketahui sebanyak 14 jenis (35%). Jenis interaksi
yang memiliki insidensi kejadian paling tinggi secara berurutan adalah furosemid
dengan ACE inhibitor yang terjadi pada 84 pasien (76,36%), furosemid dengan
asetosal pada 66 pasien (60%), dan ACE inhibitor dengan asetosal pada 57 pasien
(51,82%). Pada pasien rawat jalan ditemukan interaksi farmakokinetika sebanyak
25 jenis (36%), interaksi farmakodinamik sebanyak 11 jenis (32%), dan interaksi
dengan mekanisme yang tidak diketahui sebanyak 8 jenis (32%). Jenis interaksi
yang memiliki insidensi kejadian paling tinggi secara berurutan adalah asetosal
ACE inhibitor yang terjadi pada 90 pasien (70,87%), furosemid dengan ACE
inhibitor pada 85 pasien (66,93%), dan ACE inhibitor dengan suplemen kalium
pada 85 pasien (66,93%).
Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan penelitian interaksi obat
pada pasien kardiovaskular yang dibatasi pada pasien rawat inap ICCU RSUP
Fatmawati.
1.4 Hipotesis
a. Ada Interaksi antara obat dengan obat yang digunakan pada pasien penyakit
jantung
b. Ada Interaksi antara obat dengan makanan/minuman yang diberikan pada
pasien penyakit jantung
c. Ada interaksi antara obat dengan penyakit yang terjadi pada pasien penyakit
jantung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
e. Myocardium
Membentuk bagian terbesar dinding jantung. Myocardium tersusun dari
serat-serat otot jantung, yang bersifat lurik dan saling berhubungan satu sama lain
oleh cabang-cabang muscular.
f. Endocardium
Melapisi bagian dalam rongga jantung dan menutupi katup pada kedua
sisinya. Terdiri dari selapis sel endotel, di bawahnya terdapat lapisan jaringan
ikat; licin dan mengikat.
g. Pericardium
Merupakan kantong fibrosa yang menutupi seluruh jantung. Pericardium
merupakan kantong berlapis dua: kedua lapisan saling bersentuhan dan saling
meluncur satu sama lain dengan bantuan cairan yang mereka seksresikan dan
melembabkan permukaannya. Jumlah cairannya normal adalah 20 mL terdapat
lapisan lemak diantara pericardium dan myocardium.
h. Arteria coronaria
Fungsi dari arteri coronaria adalah menyuplai darah untuk jantung. Arteri
ini keluar dari aorta tepat diatas katup aorta dan berjalan ke bawah masing-masing
pada permukaan sisi kanan dan sisi kiri jantung, memberikan cabang ke dalam
myocardium.
Keadaan ini dapat disertai dengan atau tanpa penyakit jantung, dapat juga dengan
atau tidak dengan gejala klinis.
e. Gagal jantung kongestif
Merupakan ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung (cardiac output) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk
mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di dalam tubuh terjadi suatu
refleks hemeostatis, atau mekanisme kompensasi melalui perubahan
neurohormonal, dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank-Starling.
f. Angina Pektoris
Angina pektoris atau disebut juga angin duduk adalah penyakit jantung
iskemia didefinisikan sebagai berkurangnya pasokan oksigen dan menurunnya
aliran darah ke dalam miokardium. Gangguan tersebut bisa dikarenakan
kurangnya suplai oksigen atau kebutuhan oksigen yang meningkat. Sebagai
manifestasi keadaan tersebut akan timbul Angina pektoris yang pada akhirnya
dapat berkembang menjadi infark miokard. Angina pektoris dibagi menjadi 3
jenis yaitu Angina klasik (stabil), Angina varian, dan Angina tidak stabil.
Angina klasik biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas fisik,
sedangkan Angina varian biasa terjadi saat istirahat dan biasa terjadi di pagi hari.
Angina tidak stabil tidak dapat diprediksi waktu kejadiannya, dapat terjadi saat
istirahat dan bisa terjadi saat melakukan kegiatan fisik. Obat antiangina terdiri dari
berbagai macam golongan. Pilihan terapi pengobatan antiangina meliputi
golongan nitrat, beta bloker, dan Ca channel antagonis.
bereaksi pada reseptor yang sama untuk menghasilkan efek yang sama. Secara
langsung, obat dengan efek farmakologis yang berlawanan dapat menurunkan
respon dari satu atau kedua obat tersebut. Interaksi obat farmakodinamik agak
biasa terjadi pada kegiatan klinis, tapi efek yang merugikan biasanya dapat
diminimalisasi jika seorang yang mengerti farmakologi obat tersebut ikut
berperan. Pada saat ini, interaksi dapat diantisipasi dan penanggulangan yang
tepat diambil. Kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi :
Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ
(sinergisme).
Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan (antagonisme).
Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah.
c. Mekanisme Farmasetik (Syamsudin, 2011)
Inkompatibilitas Fisik
Inkompatibilitas fisik atau ketidakcampuran fisik sering disebut
dengan obat tidak tercampurkan yang dibuktikan dengan tidak bisanya obat
bercampur dengan baik. Hampir mustahil kita bisa memberikan dosis obat
yang seragam dalam bentuk larutan atau campuran, seperti air dan minyak
(zat yang tak dapat bercampur) dan zat-zat yang tidak larut di dalam media
tertentu adalah contoh dari inkompatibilitas fisik. Contohnya : alat suntik
plastik biasanya dibuat dari plastik polietilen atau polipropilen, sterilisasi
setelah pembungkusan biasanya dilakukan dengan etilen oksida atau radiasi.
Ada sejumlah keunggulan dari pembungkusan alat suntik plastik, termasuk
penurunan risiko pecah, lebih ringan, lebih mudah dibuang, mudah
dimanipulasi, dan tidak membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Di sisi
lain kontak antara wadah plastik dengan obat dapat menimbulkan sejumlah
masalah, termasuk pelumeran, penyerapan, perembesan, reaktivitas kimia
polimer plastik dan perubahan karakter fisik plastik.
Inkompatibilitas Kimia
Inkompatibilitas kimia terjadi ketika agen yang diresepkan bereaksi
secara kimia saat dicampurkan sehingga mengubah komposisi satu atau lebih
bahan yang dicampur (unsur pokok), contoh : adanya perubahan warna,
pengendapan akibat reaksi kimia, serta reaksi oksidasi dan reduksi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Interaksi
Obat Pasien Jantung Efek Makanan
Non-Interaksi
e. Obat Jantung
Obat yang diresepkan oleh dokter jantung yang memiliki efek terapi untuk
penyembuhan/pemulihan penyakit pada pasien dengan diagnosa jantung di ICCU.
f. Interaksi obat dengan obat
Interaksi obat dengan obat yang teridentifikasi dan efeknya terjadi sesuai
dengan yang tertulis di literatur pada pasien yang menderita penyakit jantung di
Instalasi Rawat Inap ICCU RSUP Fatmawati.
g. Interaksi obat dengan makanan dan minuman :
Interaksi obat dengan makanan dan minuman yang teridentifikasi dan
efeknya terjadi sesuai dengan yang tertulis di literatur pada pasien yang menderita
penyakit jantung di Instalasi Rawat Inap ICCU RSUP Fatmawati.
h. Interaksi obat dengan penyakit:
Interaksi obat dengan penyakit yang teridentifikasi dan efeknya terjadi
sesuai dengan yang tertulis di literatur pada pasien yang menderita penyakit
jantung di Instalasi Rawat Inap ICCU RSUP Fatmawati.
i. Ruang rawat inap ICCU
ICCU (Intensif Cardio Care Unit) merupakan suatu ruangan inap yang
pasiennya semua mengidap penyakit jantung dan merupakan ruang rawat inap
intensif yang berada di RSUP Fatmawati.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.2. Jenis Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi oleh 51 Pasien ICCU
RSUP Fatmawati
Makanan dan Minuman Jumlah Pasien
Makanan & Minuman (nasi, lauk pauk, buah, air putih,
susu, teh) 23
Makanan & Minuman (nasi, lauk pauk, buah, air putih, 18
susu)
Makanan & Minuman (nasi, lauk pauk, buah (non 2
pisang), air putih)
Makanan & Minuman (lauk pauk, buah, air putih) 3
Makanan & Minuman (nasi, lauk pauk, buah (non- 5
pisang), air putih)
51
Makanan yang dikonsumsi oleh pasien jantung ; nasi, lauk pauk (sop, sayur bening
bayam, sayur tahu tempe), buah (melon, jambu klutuk, pisang, semangka).
Tabel 4.3. Jenis Penyakit Lain yang Diderita oleh 51 Pasien Jantung di ICCU
RSUP Fatmawati
Jenis Penyakit Jumlah Kasus %
Penyakit Paru 18 39,13
Diabetes Mellitus 13 28,26
Penyakit Hati 8 17,40
Penyakit Ginjal 3 6,52
Hematologi 2 4,35
Penyakit Saluran 2 4,35
Pencernaan
46 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa penyakit paru merupakan penyakit yang paling
banyak diderita oleh pasien di ICCU selain penyakit kardiovaskular yaitu sekitar
39,13% dari 46 jumlah jenis penyakit.
Tabel 4.5. Jumlah Pasien Jantung yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan
Hasil Pengamatan
Pasien N %
Dengan Interaksi Obat 5 9,09
Tanpa interaksi Obat 46 90,91
51 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan,
didapatkan 9,09% dari 51 pasien ICCU mengalami interaksi obat.
c. Jenis Kelamin
Tabel 4.6. Jumlah Pasien ICCU Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki laki 28 54,9
Perempuan 23 45,1
51 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 51 pasien ICCU yang diamati, 54,9%
adalah laki laki dan selebihnya adalah perempuan.
Tabel 4.7. Jumlah Pasien ICCU yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki laki 3 60
Perempuan 2 40
5 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 5 pasien ICCU yang mengalami
interaksi obat, 60% adalah laki-laki dan 40% adalah perempuan.
d. Usia
Tabel 4.8. Jumlah Pasien ICCU Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) Jumlah %
20 40 9 17,64
40 60 24 47,06
> 60 18 35,30
51 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 51 pasien ICCU yang diamati, 47%
berusia antara 40-60 tahun.
Tabel 4.9. Jumlah Pasien ICCU yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) Jumlah %
20 40 1 20
40 60 3 60
> 60 1 20
5 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari pasien ICCU yang mengalami interaksi
obat, 60% pasien berada di antara umur 40-60 tahun.
Tabel 4.11. Jumlah Obat yang Digunakan oleh Pasien yang Terkena Interaksi
Obat
Jumlah
Jumlah Macam Obat %
Interaksi
2 - -
3-4 - -
5 5 100
5 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 5 pasien ICCU yang mengalami interaksi
obat, 100% mendapatkan 5 macam obat.
Terjadi peningkatan
Captopril -Penyakit ginjal kadar serum ureum 3 2 66,67
dan serum kreatinin
Terjadi peningkatan
Aspirin - Penyakit ginjal kadar serum ureum 3 1 33,33
dan serum kreatinin
3 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga kejadian kasus interaksi obat
dengan penyakit yang efeknya terjadi pada pasien sesuai dengan yang tertulis di
literatur, dimana sekitar 67% adalah interaksi antara Captopril dengan penyakit
ginjal dan sekitar 33% adalah interaksi antara Aspirin dengan penyakit ginjal.
4.2 Pembahasan
Penelitian tentang interaksi obat pada pasien jantung ini dilakukan di
Instalasi Rawat Inap ICCU RSUP Fatmawati selama periode bulan September
sampai November 2012 dan didapatkan 51 orang pasien jantung yang memenuhi
kriteria inklusi sebagai sampel. Metode penelitian bersifat Observasional dengan
pengamatan prospektif selama 2 bulan, pengambilan data pasien diperoleh dari
rekam medis dan wawancara langsung dengan pasien dan dianalisa dengan
deskriptif. Penelitian observasional adalah penelitian dimana peneliti hanya
melakukan observasi, tanpa memberikan intervensi pada variabel yang akan
diteliti, serta pengamatan prospektif merupakan penelitian epidemiologik non-
eksperimental yang dianggap paling kuat, dalam hal mengkaji hubungan antar
faktor resiko dengan suatu efek penyakit (Machfoedz, 2008). Hasil pengamatan
menunjukkan bahwasanya obat-obat golongan antiplatelet dan antikoagulan
merupakan obat yang paling banyak digunakan oleh pasien jantung, dimana
terlihat juga bahwa penyakit yang paling banyak diderita adalah penyakit
Coronary Artery Disease atau CAD (tabel ada pada lampiran 6).
Berdasarkan identifikasi interaksi obat secara literatur, didapatkan pasien
jantung yang mengalami interaksi obat lebih banyak, yaitu 40 pasien
dibandingkan dengan pasien jantung yang tidak mengalami interaksi obat.
Sementara pada hasil pengamatan langsung pada pasien jantung didapatkan
bahwa pasien jantung yang tidak mengalami interaksi obat (46 pasien) jauh lebih
banyak dibandingkan dengan pasien jantung yang mengalami interaksi obat (5
pasien). Umur pasien jantung yang mengalami interaksi obat lebih banyak
berkisar pada umur >40 tahun yaitu dengan 4 pasien, sedangkan 1 pasien ada di
interval umur 20-40 tahun. Pasien yang mengalami interaksi obat mendapatkan
obat lebih dari 5 atau yang disebut polifarmasi karena dengan banyaknya obat
yang diberikan maka kemungkinan terjadi interaksi obat juga semakin besar.
Sesuai dengan faktor resiko yang terjadi pada pasien penyakit jantung yang
mengalami interaksi obat yang teramati di ICCU yaitu; umur, hipertensi, stress,
merokok, lingkungan, dan perilaku dan kebiasaan.
Interaksi obat pada pasien jantung yang diamati adalah interaksi obat
dengan obat, interaksi obat dengan makanan dan minuman dan interaksi obat
dengan penyakit. Dari hasil identifikasi interaksi obat berdasarkan literatur
didapatkan 207 kasus interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan
dan minuman, dan interaksi obat dengan penyakit, sedangkan hasil pengamatan
menunjukkan adanya 13 kasus interaksi obat dengan obat dan interaksi obat
dengan penyakit yang efeknya terjadi pada pasien jantung di ruang rawat inap
ICCU sesuai dengan yang tertulis di literatur.
Perbedaan jumlah interaksi obat yang diidentifikasi berdasarkan literatur
dengan jumlah interaksi obat hasil pengamatan dilapangan ini disebabkan karena
beberapa dari interaksi yang diidentifikasi berdasarkan literatur efeknya dapat
diamati tetapi tidak terjadi pada pasien jantung yang diamati, selain itu
juga disebabkan karena tidak semua efek dari interaksi obat yang teridentifikasi
secara literatur efeknya dapat diamati dan dapat diukur oleh peneliti. Selain itu
literatur yang digunakan peneliti merupakan literatur yang dibuat berdasarkan
faktor fisiologi dan genetik orang Eropa atau Amerika yang memiliki perbedaan
dengan orang Indonesia pada umumnya, contohnya pola dan gaya hidup.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 10 kejadian kasus interaksi
obat dengan obat yang yang efeknya terjadi pada pasien jantung sesuai dengan
yang tertulis di literatur, 5 diantaranya adalah interaksi antara aspirin dengan
clopidogrel. Secara teoritis, aspirin dan clopidogrel memiliki efek farmakologis
yang sama namun memiliki cara kerja yang berbeda, sehingga memberikan
peningkatan efek dari kedua obat yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan
pada saluran pencernaan dan dapat menurunkan kadar hemoglobin dan hematokrit
dari pasien. Hasil pengamatan menunjukkan 5 orang pasien dengan interaksi obat
ini mengalami penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit selama penggunaan
obat secara bersamaan. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan
bahwa interaksi obat ini termasuk dalam interaksi level kemaknaan klinis 1,
dimana seharusnya pemberian obat ini tidak diberikan bersamaan. Jika tidak bisa
dihindari, adapun tindakan yang direkomendasikan adalah pemantauan PT
(Protrombin Time), pengaturan dosis, penggantian atau bahkan penghentian
penggunaan obat tersebut pada pasien.
Interaksi obat dengan obat lainnya yang terjadi adalah interaksi antara
aspirin dengan captopril. Secara teoritis, aspirin adalah obat antiplatelet atau obat
yang mencegah penggumpalan darah dan captopril adalah obat yang disebut
angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, yang bekerja dengan cara
mengurangi zat kimia yang menyempitkan pembuluh darah. Interaksi ini terjadi
karena adanya penghambatan pada sintesis prostaglandin yang menyebabkan efek
hipotensif dari captopril berkurang. Hasil pengamatan menunjukkan empat orang
pasien yang menggunakan kedua obat ini secara bersamaan, pasien tersebut tidak
mengalami penurunan tekanan darah yang signifikan. Dari hasil penelitian dapat
diambil kesimpulan bahwa interaksi obat ini termasuk dalam interaksi level
kemaknaan klinis 2, dimana sebisa mungkin penggunaan kedua obat ini dihindari.
Tindakan yang direkomendasikan adalah ganti dengan antiplatelet yang lain,
contoh Dipiridamol.
Adapun kasus interaksi obat dengan penyakit yang efeknya terjadi pada
pasien jantung ICCU sesuai dengan yang tertulis di literatur adalah interaksi yang
melibatkan penyakit ginjal dengan beberapa obat, yaitu captopril dan aspirin.
Interaksi ini terjadi karena obat-obat tersebut dapat memperburuk penyakit ginjal
yang telah ada sebelumnya yang terlihat dari meningkatnya kadar serum ureum
dan serum kreatinin (Lacy et al., 2009). Hasil pengamatan menunjukkan 2 orang
yang menggunakan captopril dan satu orang yang menggunakan aspirin,
mengalami peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin selama 3 hari
penggunaan obat-obat tersebut. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan
bahwa semua interaksi obat dengan penyakit yang terjadi ini termasuk dalam
interaksi level kemaknaan klinis 3, dimana diperlukan suatu tindakan untuk
meminimalkan risiko dari interaksi tersebut. Adapun tindakan yang
direkomendasikan adalah pemantauan fungsi ginjal pasien secara berkala atau
bahkan penghentian penggunaan obat pada pasien jika terjadi penurunan fungsi
ginjal yang signifikan (Lacy et al., 2009).
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus interaksi obat dengan
makanan dan minuman yang efeknya terjadi pada pasien jantung sesuai dengan
literatur. Pada data hasil penelitian ditemukan 51 kasus interaksi obat dengan
makanan dan minuman yang diidentifikasi sesuai literatur (lampiran 7). Adapun
kasus interaksi obat dengan makanan dan minuman yang paling banyak terjadi
berdasarkan identifikasi sesuai literatur adalah interaksi antara captopril
dengan nasi, lauk pauk dan makanan yang mengandung kalium. Menurut
literatur, captopril dapat meningkatkan kadar kalium darah dengan menghambat
sistem renin-aldosteron angiotensin, valsartan dapat meningkatkan kadar kalium
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Pada penelitian ini, didapatkan adanya interaksi antara obat dengan obat
dan interaksi antara obat dengan penyakit pada pasien jantung di ICCU
RSUP Fatmawati dan tidak didapatkan adanya interaksi antara obat dengan
makanan dan minuman.
2) Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa:
Ada 10% dari seluruh subjek penelitian (pasien jantung di ICCU)
yang mengalami interaksi obat..
Kasus interaksi obat dengan obat yang terjadi pada pasien jantung di ICCU
yaitu interaksi antara captopril dengan aspirin dan aspirin dengan
clopidogrel.
Kasus interaksi obat dengan makanan dan minuman tidak terjadi pada
pada pasien jantung di ICCU
Kasus interaksi obat dengan penyakit yang terjadi pada pasien jantung di
ICCU yaitu interaksi antara penyakit ginjal dengan captopril dan aspirin.
5.2 Saran
1) Dokter dapat lebih berhati-hati dalam menulis resep terutama untuk obat-
obat kombinasi sehingga risiko terjadinya interaksi obat dapat diminimalkan.
2) Apoteker lebih berhati-hati dalam melayani resep, perlu dilihat apakah
terdapat interaksi obat pada resep tersebut, sehingga interaksi obat yang
terjadi dapat teridentifikasi lebih awal.
3) Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
interaksi obat yang terjadi pada pasien ICCU di RSUP Fatmawati.
DAFTAR PUSTAKA
Aslam, Moh, et al. 2004. Farmasi Klinis- Menuju Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo
Gibson, John MD. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern, edisi II. Jakarta : EGC
Lacy, Charles F., et al. 2009. Drug Information Handbook 17th Edition. USA :
American Pharmacists Assosiation
Stockley, IH. 2008. Drug Interaction 8th Edition. London : The Pharmaceutical
Press
Syamsudin. 2011. .Interaksi obat konsep dasar dan klinis. Jakarta : UI-Press
Tatro, DS. 2009. Drug Interaction Fact, A Wolters Kluwers Company, St Loius
Missouri
Yasin, Munif N. 2005. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005. Jogjakarta.
Fakultas Farmasi UGM
Yuliani, Eva. 2012. Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita
Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Periode Oktober-November
2012. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah