Farmakoterapi 1
DISUSUN OLEH :
Peppy Octaviani DM, M.H., M.Sc., Apt.
Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kesehatan
Program Studi SarjanaFarmasi
Universitas Harapan Bangsa
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Ketua Program Studi
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwr.wb.
Penyusun menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, tegur sapa dan koreksi diharapkan untuk perbaikan petunjuk
praktikum ini. Semoga modul praktikum ini dapat memberikan manfaat besar
bagi para mahasiswa. Aamiin.
Wassalamu’alaikumwr.wb.
Penyusun
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1
iv
10. Semua praktikan bertanggung jawab terhadap ketenangan, kebersihan dan
keamanan ruang praktikum, serta alat– alat yang digunakan.
11. Setelah selesai pelaksanaan dan pengamatan praktikum, praktikan wajib
membuat data hasil praktikum di LPTO yang akan dikoreksi oleh dosen.
12. Untuk mengikuti praktikum selanjutnya diharuskan sudah menyelesaikan
pembahasan, kesimpulan dan disertai pustaka yang diacu. Bila pada saat itu
belum menyelesaikannya maka nilai laporan sama dengan NOL.
13. Bila praktikan berhalangan dan tidak dapat mengikuti acara praktikum yang
menyebabkan nilai–nilainya kosong, maka nilai akhir adalah seluruh nilai yang
ada dan kemudian dikonversikan berdasarkan standar nilai yang telah
ditetapkan.
v
EVALUASI PRAKTIKUM
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul............................................................................................................................ i
HalamanPengesahan ............................................................................................................... ii
Kata Pengantar .......................................................................................................................... iii
Tata Tertib Praktikum ............................................................................................................ iv
Evaluasi Praktikum .................................................................................................................. vi
Daftar Isi ....................................................................................................................................... viii
Percobaan 1. Pengantar Praktikum Farmakoterapi ....................................................... 9
Percobaan 2. Farmakoterapi Sistem Pencernaan ........................................................... 10
Percobaan 3. Farmakoterapi Sistem Pernafasan ............................................................ 28
Daftar Pustaka
Lampiran 1. Format Lembar Pemantauan Terapi Obat
vii
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 12019
PERCOBAAN 1
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu mengenal lingkup, tata tertib, tatacara pembuatan laporan,
dan sistem penilaian praktikum farmakoterapi.
B. Lingkup Praktikum
Praktikum ini dirancang menjadi 2 bentuk, yaitu dry lab dan kasus
C. Tata Tertib
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama bekerja di laboratorium, yaitu :
1. Kebersihan
Selama bekerja, laboratorium selalu dijaga kebersihannya dan
2. Praktikum datang paling lambat 5 menit sebelum acara praktikum dimulai,
jika terlambat 15 menit atau lebih supaya melapor ke dosen pengampu
praktikum.
3. Untuk memperlancar praktikum, praktikan diharap mempelajari buku
petunjuk praktikum, serta mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
saat praktikum (wadah dan peralatan pribadi lainnya).
4. Sebelum praktikum, praktikan wajib mengecek peralatan yang akan
digunakan.
5. Sebelum praktikum, akan diadakan pretest tiap-tiap mata praktikum.
6. Apabila mengalami kesukaran supaya ditanyakan kepada asisten masing-
masing.
7. Selesai praktikum, praktikan mengembalikan alat-alat dalam keadaan bersih
dan lengkap.
8. Apabila praktikan merusakkan alat, maka diwajibkan untuk mengganti alat
yang sama.
9. Bila tidak dapat mengikuti harap lapor kepada dosen pengampu praktikum.
10. Laporan praktikum harus diserahkan sebelum melakukan percobaan
berikutnya
BAB II
FARMAKOTERAPI SISTEM PENCERNAAN
A. Tujuan
Mampu dan terampil dalam memecahkan kasus dan mampu melakukan Pharmaceutical Care pada
pasien dengan kelainan pada sistem pencernaan
B. Landasan Teori
1. Definisi Diare
Menurut (Baughman dan Hackley, 2000), Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi
defekasi yang tidak biasa (lebih dari 3 kali sehari), juga perubahan dalam jumlah dan
konsistensi (Feses cair).Hal ini biasanya berkaitan dengan dorongan, rasa tak nyaman pada
area perianal, inkontinensia, atau kombinasi dari faktor ini.
Keadaan dimana sekresi cairan ke usus lebih besar daripada absorpsi cairan dalam usus,
atau keadaan dimana gerakan peristaltik usus lebih cepat (Marks, 2013).
Dalam bukunya yang berjudul Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya, Tjay dan Rahardja (2007) mendefiniskan diare sebagai Keadaanbuang-buang
air dengan banyak cairan.
2. Definisi Konstipasi
Menurut Corwin (2009), Konstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi.
Karena frekuensi berdefekasi berbeda pada setiap individu, definisi ini bersifat subjektif dan
dianggap sebagai penurunan relatif jumlah buang air besar pada individu.Pada umumnya,
pengeluaran defeksi kurang dari satu setiap 3 hari yang dianggap mengindikasikan konstipasi.
Isselbacher dkk (1999) mendefiniskian konstipasi sebagai frekuensi defekasi kurang
dari tiga kali per minggu. Namun, frekuensi feces sendiri bukan merupakan kriteria yang
cukup digunakan, karena banyak pasien konstipasi menunjukkan frekuensi defekasi normal,
tetapi keluhan subjektif mengenai feses keras, mengejan, rasa penuh pada abdomen bawah
dan rasa evakuasi tidak lengkap. Sehingga, kombinasi kriteria objektif dan subjektif harus
digunakan untuk menerangkan konstipasi.
Dalam bukunya yang berjudul At a Glanc Ilmu Beah, Grace dan Borley (2006)
menyatakan konstipasi sebagai evakuasi feses yang jarang atau sulit dan dapat akut atau
kronis. Konstipasi absolut didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses
maupun flatus. I4
Konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali per
minggu . Konstipasi biasanya dikaitkan dengan tinja yang keras atau kesulitan buang air
besar .Penderita konstipasi mungkin memiliki rasa sakit saat mengeluarkan tinja atau
mungkin tidak dapat buang air besar setelah mendorong selama lebih dari 10 menit (Dugdale
III, 2012).
4. Definisi GERD
Penyakit Gastroesophageal reflux ( GERD ),penyakit refluks lambung , penyakit
refluks asam , atau refluks ( pada bayi dan anak-anak ) adalah gejala kronis kerusakan
mukosa yang disebabkan oleh asam lambung yang datang dari perut ke dalam kerongkongan
(DeVault, Castell,1999).
Suatu spektrum penyakit dimana refluks asam lambung menyebabkan gejalanya akibat
kerusakan mukosa esophageal. Ada tiga jenis GERD, yakni GERD dengan gejala (Dada
Terbakar,regurgitasi), tanpa gejala (nyeri dada menyerupai angina,asma,batuk I5
dan laringitis)
dan komplikasi (Ulserasi,penyempitan, Barrett’s Esophagus) (Freston,2001).
5. Definisi Emesis
Muntah (Emesis) adalah pemaksaan pengeluaran isi lambung seseorang melalui mulut
dan kadang-kadang hidung,dimana hal ini terjadi secara tidak disengaja (Tintinalli,2010).
Muntah adalah usaha pengeluaran isi lambung secara kuat .Muntah yang terjadi satu
kali dikaitkan dengan sesuatu yang mengakibatkan rasa tidak nyaman di perut.Muntah
berulang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis.Sering muntah dapat menyebabkan
dehidrasi.Hal ini berpotensi menimbulkan kematian bila tidak diobati (Cherney,2013).
6. Definisi Gastritis
Dalam bukunya yang berjudul Endoskopi Gastrointestinal, Priyanto dan Lestari(2009)
mendefinisikan gastritis sebagai suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik difus atau lokal. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis
superfisialis akut dan gastritis atrofik kronik.
Wint Carmella dan Wint Yu (2012), gastritis adalah peradangan pada lapisan pelindung
lambung . Gastritis akut merupakan peradangan parah tiba-tiba, sementara gastritis kronis
merupakan peradangan jangka panjang yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun , jika
tidak ditangani.
cara menghambat kanal ion K karena Zn memiliki spesifisitas terhadap kanal ion K.
Zn juga meningkatkan absorbsi air dan elektrolit, meningkatkan regenerasi
epitelium usus, dan menguatkan sistem imun untuk membasmi bakteri patogen.
2. Konstipasi
a. Sasaran
Sasaran terapi konstipasi yaitu:
- massa feses,
- refleks peristaltik dinding kolon. I22
b. Tujuan
Tujuan terapinya adalah menghilangkan gejala, artinya pasien tidak lagi mengalami
konstipasi atau proses defekasi/ BAB (meliputi frekuensi dan konsistensi feses) kembali
normal.
c. Strategi
Strategi terapi dapat menggunakan
c.1Terapi non-farmakologis.
Terapi non-farmakologis digunakan untuk meningkatkan frekuensi BAB pada pasien
konstipasi, yaitu dengan menambah asupan serat sebanyak 10-12 gram per hari dan
meningkatkan volume cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas fisik/
olahraga. Sumber makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan
gandum. Serat dapat menambah ‘volume’ feses (karena dalam saluran pencernaan
manusia ia tidak dicerna), mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu
mempercepat feses melewati usus sehingga frekuensi defekasi/ BAB meningkat
c.2Terapi farmakologis.
Terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan untuk meningkatkan
frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi feses yang kering dan keras.
Mekanisme kerja: merupakan senyawa yang tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan
dan bereaksi dengan menigkatkan volume padatan feses dan melunakan feses supaya mudah
dikeluarkan.
Emolien adalah agen surfaktan dari dokusat dan garamnya yang bekerja dengan
memfasilitasi pencampuran bahan berair dan lemak dalam usus halus.Produk ini
meningkatkan sekresi air dan elektrolit dalam usus.Pencahar emolien ini tidakI23
efektif dalam
mengobati konstipasi namun berguna untuk pencegahan, terutama pada pasien pasca infark
miokard, penyakit perianal akut, atau operasi dubur.Secara umum dokusat relatif aman,
namun berpotensi meningkatkan laju penyerapan usus sehingga berpotensi meningkatkan
penyerapan zat-zat yang berpotensi racun.
Bulk forming merupakan senyawa polisakarida, meningkatkan volume feses dengan
menarik air dan membentuk hidrogel sehinggal terjadi peregangan dinding saluran cerna
dan merangsang gerakan peristaltik. Penggunaannya harus disertai asupan cairan yang
cukup untuk mencegah dehidrasi.
Contohnya:
Metil selulosa: terdiri dari serat selulosa yang tidak dicerna. Dalam usus diubah menjadi
hidrat, menurunkan viskositas isi usus sehingga mempercepat pengaliran isi usus dan
menimbulkan pembengkakan isi usus yang merangsang defekasi.
Laktulosa adalah disakarida sintetik terdiri atas laktosa dan fruktosa yang tidak dapat
dipecah oleh enzim-enzim pankreas dan sulit di absorbsi di usus halus sehingga
meningkatkan akumulasi cairan lumen usus. Laktulosa dimetabolisme oleh bakteri kolon
menjadi molekul asam dengan bobot rendah, sehingga mempertahankan cairan dalam
kolon, menurunkan PH dan meningkatkan gerak peristaltik usus.
Dokusate(Pencahar pelumas) Obat sejenis dukosat ini dapat menambahkan jumlah air
yang mampu diserap oleh feses dan membentuk emulsi dengan tinja. Karena bahan ini
merupakan detergen yang dapat menurunkan tegangan pada permukaan feses, sehingga
memudahkan air menembus feses dan menjadikan feses lebih lunak dengan meningkatkan
jumlah serat akan merangsang reaksi alamiah dari usus besar yang dapat membantu
melunakkan feses agar lebih mudah dikeluarkan oleh tubuh.dengan cara untuk mempercepat
pengaliran isi usus dan untuk melunakkan isi rektum.
2. Pencahar garam dosis rendah( Pencahar yang mampu menghasilkan fese yang
lunak atau semi cair dalam 6-12 jam)
Contoh: derivat difenilmetan, dan derivat antarkuinolon. I24
(Bisakodil, fenolftalin, kaskara sagrada, senna, magnesium sulfat dosis rendah)
Mekanisme kerja:
Magnesium sulfat diabsorpsi di usus sekitar 20% dan dieksresikan melalui ginjal,
garam yang tidak diabsorpsi menahan air dalam usus dengan tekanan osmotiknya dan
menyebabkan distensi.
Derivat difenilmetan(bisokadil dan fenolptalin) . Bisakodil memberikan efek dengan
merangsang pleksus syaraf mukosa usus besar. Bekerja pada sel- sel crypt mukosa usus
dengan membuka kanal klorida yang memberikan peluang untuk pergerakan klorida,
natrium dan air ke lumen usus sehingga menyebabkan kontraksi kolon sehingga terjadi
pergerakan usus(peristaltik) dalam waktu6-12 jam setelah diminum atau15-60 menit pada
pemberian rektal.Mekanisme lainnya dengan menstimulasi aktivitas adenilat siklase
sehingga meningkatkan konsentrasi cAMP dalam sel crypt dan merangsang pembukaan
kanal klorida sehingga menimbulkan akumulasi cairan yang dapat mengalirkan isi usus
dengan cepat.
Sedangkan fenoftalein bekerja dengan menghambat penyerapan aktif glukosa dan
natrium.
Untuk fenolftalin tidak direkomendasikan karena karsinogenik, harus ada jarak yang
cukupantara setiap kali penggunaan
3. Pencahar garam dosis tiggi(Pencahar yang mampu mempermudah pengosongan usus
dalam 1-6 jam)
Contoh: saline chatartics, minyak castrol, larutan elektrolit polietilenglikol
Mekanisme:
Saline cathartics mengandung garam- garam organik seperti Mg, S, P dan sitrat yang
bekerja dengan mempertahankan air dalam saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada
dinding usus yang merangsang gerak peristaltik. Selain itu Mg merangsang sekresi
koleositokinin, suatu hormon yang merangsang pergerakan usus bear dan dan sekresi cairan.
Minyak Jarak mengandung trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tidak jenuh.
Di saluran cerna atas(lambung dan usus halus),.trigliserida ini dihidrolisis oleh enzim lipase
untuk membebaskan asam risinoleat, suatu analog hidroksilasi dari asam oleat. Asam
I25
risinoleat ini yang bekerja lokal pada mukosa usus yang memperlancar pergerakan cairan
dalam lumen usus besar dan bekerja sebagai emolien.
Treatment :
1. Menetralkan atau mengurangi Asam lambung
a. Menetralisasi asam: antasida
b. Inhibitor produksi asam
i. H2 blocker : Cimetidine, Famotidine, Nizatinide, Ranitidine
ii. Pompa proton inhibitor : Esomeprazole, Lansoprazole, Omeprazole,
Pantoprazole, Rabeprazole
iii. Cholinoseptor antagonis : Pirenzepin
2. Meningkatkan pertahanan mukosa: Sucralfate, Prostaglandin Analog: Misoprostol,
Bismuth subsalisilat, bismuth subsitrat
3. Pemusnahan Helicobacter pylori : Clarithromycin, Metronidazole, Amoxicyline,
Tetrasiklin
Obat dan Mekanisme :
a. Antasida
Antasida bekerja menetralkan asam lambung dengan cara meningkatkan pH lumen
lambung. H+ mengikat gugus seperti CO32- , HCO3-, atau OH- bersama terkandung didalam
antasida.Basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk garam dan air.Prinsip
mekanisme kerja : tindakan mengurangi keasaman di intragastric. Antasida juga dapat
meningkatkan mekanisme pertahanan mukosa melalui stimulasi produksi prostaglandin.yang
termasuk antasida diantaranya Sodium bicarbonate, Calcium Carbonate, Magnesium
hydroxide, Aliminum hydroxide. Semua antasida dapat menyebabkan absorpsi obat lain
dengan mengikat obat atau dengan meningkatkan pH intragastric sehingga ikatan dan
I26
kelarutan obat berubah.
d. Misoprostol
Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin Elsintetik yang menghambat
sekresi asam lambung dan menaikkan proteksi mukosa lambung. Setelah penggunaan
oral, misoprostol doabsorbsi secara ekstensif dan cepat dide-esterifikasi menjadi obat
aktif asam misoprostol. Kadar puncak serum asam misoprostol diareduksi jika
misoprostol diminum bersama makanan.
4. Obat GERD
1. Esophageal clearance/gastric emptying
a. Bethanecol: membantu mengosongkan lambung lebih cepat
2. Esophageal mucosal resistance
a. Sucralfate: sucrose sulfat yang bermuatan negatif berikatan dengan protein
pada dasar lambung yang bermuatan positif sehingga membentuk pelindung
dinding lambung.
b. Misopristol: misopristol dapat menstimulasi sekresi mukus dan bikarbonat
dan meningkatkan aliran darah mukosa. Misopristol berikatan pada reseptor
prostaglandin pada sel parietal, mengurangi produksi histamin yang
distimulasi cAMP dan menghambat sekresi asam lambung.
3. LES Pressure
a. Bethanecol: membantu menguatkan lower esopahgeal sphingter
4. Gastric acid
a. Antacids: mengurangi keasaman intragastric (di dalam lambung) dan
menstimulasi produksi prostaglandin untuk memproteksi dinding
I29 lambung.
Contoh:
i. Na-bikarbonat: ion bikarbonat mengikat ion H+ yang diproduksi berlebih
di lambung sehingga mencegah H+ berikatan dengan Cl- untuk
membentuk asam lambung, sedangkan Cl- akan berikatan dengan Na+
menjadi NaCl. Kemudian ikatan antara ion H+ dengan ion bikarbonat akan
membentuk H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O, sehingga
akan menimbulkan efek sendawa. Reaksinya berlangsung secara cepat,
5. Obat Emetik
Obat antimual adalah zat-zat yang berkhasiat menekan rasa mual dan muntah. Berdasarkan
mekanisme kerjanya dapat dibedakan tiga kelompok besar dan beberapa obat tambahan
sebagai berikut:
1. Antikolinergika: skopolamin dan antihistaminika tertentu (siklizin, difenhidramin,
hidroksizin, meklizin, sinarizin, betahistine, prometazin dan dimenhidrinat). Obat-
obat ini ampuh pada mabuk darat, penyakit Meniere dan mual kehamilan
(antihistaminika). Efeknya berdasarkan sifat antikolinergisnya dan mungkin juga
karena blokade reseptor-H1 di CTZ.
2. Antagonis dopamin. Terdapat sejumlah obat yang menyebabkan mual dan muntah
sebagai efek samping akibat rangsangan langsung CTZ atau rangsangan mukosa
lambung. Zat-zat ini berdaya melawan mual berdasarkan perintangan
neurotransmisi dari CTZ ke pusat muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin.
Yang terpenting adalah:
a. Propulsiva (prokinetika): metoklopramida dan domperidon. Karena DA
berkhasiat pula mengurangi motilitas lambung usus, maka zat-zat antagonis ini
juga bekerja menstimulasi motilitas itu dan dengan demikian memperkuat efek
antiemetisnya. Obat ini banyak digunakan pada segala jenis muntah.
b. Derivat butirofenon: haloperidol dan droperidol terutama digunakan pada
muntah-muntah sebagai efek samping zat-zat opioid atau setelah pembedahan.
c. Derivat fenotiazin: proklorperazin dan thietilperazin (torecan) .efek sampingnya
(sedasi, efek ekstrapiramidal) membatasi penggunaannya.
3. Antagonis serotonin: granisetron, ondansetron dan tropisetron, mekanisme kerja
kelompok zat ini belum begitu jelas, tetapi mungkin dengan cara menghambat
reseptor serotonin yang memicu refleks muntah dari usus halus dan rangsangan
terhadap CTZ pada sistem saraf serebral dan saluran pencernaan. Sehingga obat
golongan ini dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah pascaI31
operasi dan
obat sitotoksik. Terutama efektif selama hari pertama dari terapi dengan sitostatika
yang bersifat emetogen kuat, juga pada radioterapi.
4. Lainnya
a. Kortikosteroida, a.l. deksametason dan metilprenisolon ternyata efektif untuk
muntah muntah yang diakibatkan oleh sitostatika dan radioterapi. Maka sering
digunakan sebagai obat tambahan pada antiemetika lain. Mekanisme kerjanya
tidak diketahui. Penggunaannya sering kali bersamaan dengan suatu antagonis
serotonin.
b. Dronabinol (marihuana, THC=tetrahidrocanabinol). Efektif dalam dosis tinggi
pada muntah akibat sitostatika (MTX, kombinasi siklofosfamida, adriamisin dan
fluorurasil). Juga digunakan untuk menstimulasi nafsu makan pada pasien AIDS.
Di banyak negara zat ini termasuk di dalam daftar narkotika. Dosis tinggi
menimbulkan a.l. halusinasi dan gejala-gejala paranoida.
5. Obat Gastritis
1. Obat – obat yang mengurangi keasaman lambung (factor agresif).
1.1 Antasida
Antasida adalah golongan obat yang digunakan dalam terapi terhadap I32
akibat yang
ditimbulkan oleh asam yang diproduksi oleh lambung. Secara alami lambung memproduksi
suatu asam yang disebut asam klorida yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan
protein. Asam ini secara alami mengakibatkan kondisi isi perut menjadi asam, yakni antara
kisaran PH 2-3. Lambung, usus dan esophagus sendiri ( yang juga terdiri dari protein )
dilindungi dari kerja asam melalui beberapa mekanisme. Apabila kadar asam yang dihasilkan
oleh lambung terlalu banyak maka mekanisme perlindungan ini tidak terlalu kuat / kurang
kuat dalam melindungi lambung, usus dan esophagus terhadap kerja asam lambung
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tersebut dan menghasilkan gejala seperti rasa
sakit pada perut dan ulu hati terasa terbakar. Umumnya antasida merupakan basa lemah,
biasanya bisa terdiri dari zat aktif yang mengandung alumunium hidroksida / karbonat,
magnesium hidroksida / karbonat, dan kalsium.Terkadang antasida dikombinasikan juga
dengan simetikon yang dapat mengurangi kelebihan gas. Antasida bekerja dengan cara
menetralkan kondisi “terlalu” asam. Selain itu, antasida juga bekerja dengan cara
menghambat aktivitas enzim pepsin yang aktif bekerja pada kondisi asam. Enzim ini
diketahui juga berperan dalam menimbulkan kerusakan pada organ saluran pencernaan
manusia.Beberapa jenis antasida tersebut memiliki perbedaan terutama dalam efek
menetralkan asam lambung. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah ANC (
antacid neutralizing capacity ). ANC disajikan dalam bentuk perbandingan mEq, dan FDA
mengklasifikasikan per dosis antasida harus punya efek menetralkan asam sebesar ≥ 5 mEq
per dosisnya.Antasida yang baik harus punya kemampuan penetralan yang baik dan juga
cepat.Natrium bikarbonat dan kalsium karbonat memiliki kemampuan menetralkan yang
terbesar tapi penggunaan jangka panjang sebaiknya dihindari karena efek samping yang
mungkin dapat terjadi.Kemampuan melarut antasida dalam asam lambung berbeda-
beda.Natrium bikarbonat dan magnesium oksida mempunyai kemampuan melarut yang cepat
dan menghasilkan efek buffer yang relative cepat, sedangkan aluminium hidroksida dan
kalsium karbonat memiliki kemampuan melarut yang agak lambat. Perbedaan lain di antara
antasida adalah lama kerjanya ( berapa lama antasida menghasilkan efek menetralkan asam
lambung ). Natrium bikarbonat dan magnesium oksida memiliki lama kerja yang pendek,
sedangkan aluminium hidroksida dan kalsium karbonat memiliki lama kerja yang lebih
panjang.Kombinasi antara aluminium dan magnesium memiliki kemampuan penetralan
dalam skala menengah.Antasida yang mengandung kalsium dapat mengontrol keasaman di
lambung sekaligus sebagai suplementasi kalsium.
Antasida ini terdiri dari dua tipe yaitu yang memiliki efek sistemik dan non sistemik.
a. Antasida Sistemik
Antasida sistemik adalah antasida yang ion-ionnya dapat diserap oleh usus halus
sehingga mengubah keseimbangan asam basa dan elektrolit dalam tubuh dan dapat terjadi
alkalosis.Jenis antasida yang termasuk golongan ini adalah Na-Bikarbonat.Obat ini
merupakan salah satu obat anti tukak. Unsur aktif dalam soda pengembang kue, sangat larut
dan bereaksi hampir seketika dengan asam hidroklorida : NaHCO3 + HCl NaCl + H2O +
CO2 Tetapi, senyawa ini sangat larut dan diabsorpsi cepat dari usus. Jadi, ia bisa
meningkatkan alkalosis sistemik dan retensi cairan serta direkomendasikan untuk
penggunaan jangka lama. Efek samping yang dapat terjadi yaitu kelebihan natrium
menyebabkan hipernatremia dan retensi air, alkalosis metabolik karena kelebihan bikarbonat
dan kelebihan sekresi asam ( asam rebound ), sehingga obat ini jarang dipakai untuk
mengobati anti tukak peptik.
b. Antasida Nonsistemik
Antasida nonsistemik adalah antasida yang kationnya membentuk senyawa yang tidak
larut dalam usus, dan tidak diabsorpsi sehingga tidak mempengaruhi keseimbangan asam
basa dalam tubuh. Yang termasuk golongan ini yaitu : Aluminium hidroksida, bereaksi
dengan asam hidroklorida dalam bentuk yang serupa : Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O
Umumnya aluminium klorida yang terbentuk tak larut dan sering menyebabkan konstipasi. Ia
juga mengikat obat tertentu ( misalnya tetrasiklin ) dan fosfat, yang mencegah absorpsinya.
Efek atas absorpsi fosfat ini dimanfaatkan untuk terapi pada pasien gagal ginjal kronik dan
penyakit tulang. Kalsium karbonat bereaksi lebih lambat daripada natrium bikarbonat,
tetapi sangat efektif dalam menetralisasi asam lambung : CaCO3 + 2HCl CaCl + H2O + CO2
Tetapi, sekitar 10% kalsium klorida yang dihasilkan akan diabsorpsi dengan kemungkinan
efek samping hiperkalsemia, sindroma susu-alkali dan „rebound‟ asam. Sehingga, antasida
ini tidak direkomendasikan untuk pemakaian jangka lama. Magnesium hidroksida ( susu
magnesia ) bereaksi dengan asam hampir secepat natrium hidroksida : Mg(OH)2 + 2HCl
MgCl2 + 3H2O Berbeda dari natrium hidroksida, magnesium hidroksida memperlambat
pengosongan dari lambung, sehingga memperpanjang efek netralisasinya. Garam magnesium
yang dihasilkan sukar diabsorpsi dan bersifat laksatif sehingga menimbulkan diare. Sejumlah
kecil magnesium diabsorpsi, tetapi bila terdapat insufisiensi ginjal akan mengganggu
ekskresinya ke urin sehingga menyebabkan hipermagnesemia.
1.2 H2 Blocker
Obat yang termasuk H2 blocker adalah simetidin.Ranitidin, dan famotidin. Obat
tersebut merupakan penghambat sekresi asam lambung yang kuat, baik oleh histamine,
gastrin, acetylcholine maupun oleh zat-zat lain. obat ini terbukti dapat ,mengurangi lebih dari
90% sekresi asam lambung akibat rangsangan makanan atau rangsangan histamine pada
malam hari. Obat-obat ini mempermudah proses penyembuhan dan mencegah kekambuhan
ulkus peptikum
1.3 Pompa Proton Inhibitor (H/K ATPase)
Obat-obat golongan ini mempunyai cara kerja yang unik karena mempunyai tempat
kerja dan bekerja langsung pada pompa asam (H/K ATPase) yang merupak tahap akhir
prosessekresi asam lambung dari sel-sel parietal. Pompa proton atau disebut juga pompa
asam ini terdapat dalam sel-sel parietal.Pompa proton ini berlokasi di membrane apical sel
parietal. Dalam proses ini, ion H dipompa dari sel parietal kedalam lumen dan terjadi proses
pertukaran dengan ion K. obat-obat golongan ini bekerja dengan cara memblok sekresi asam
labmung dengan cara menghambat H/K ATPase pump dalam membran sel parietal.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah:
Omeprazol
Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole, yang bekerja menekan
I35 permukaan
sekresi asam lambung dengan menghambat H+/K+-ATPase (pompa proton) pada
kelenjar sel parietal gastrik pada pH < 4. Omeprazole yang berikatan dengan proton (H+)
secara cepat akan diubah menjadi sulfonamida, suatu penghambat pompa proton yang aktif.
Penggunaan omeprazole secara oral menghambat sekresi asam lambung basal dan stimulasi
pentagastrik.
Omeprazol menghambat sekresi asam lambung dengan cara berikatan pada pompa H +
K + ATPase dan mengaktifkannya sehingga terjadi pertukaran ion kalium dan ion hydrogen
dalam lumen sel. Omeprazole berikatan pada enzim ini secara irreversibel, tetapi reseptor-H2
tidak dipengaruhi. Secara klinis, tidak terdapat efek farmakodinamik yang berarti selain efek
obat ini terhadap sekresi asam.Pemberian melalui oral dari obat ini menghambat basal dan
sekresi asam yang distimulasi oleh pentagastrin.IndikasiOmeprazol diindikasikan untuk
pengobatan jangka pendek tukak lambung, tukak duodenum dan refluks esofagitis;
pengobatan sindroma Zollinger-Ellison.
Pantoprazol
Lansoprazol
2.2 Nonprostaglandin
Sukralfat
Sukralfat adalah garam alumunium dari sukrosa sulfat. Obat ini membutuhkan suasana
asam untuk aktivasi dan sebaiknya tidak diberikan bersama dengan antasida, antagonis
reseptor H2,dan PPI. obat ini membentuk pasta kental yang secara selektif terikat pada ulkus
sehingga secara langsung membentuk lapisan dalam permukaan mukosa lambung sebagai
factor defensive terhadap asam lambung dan pepsin.
Setraksat
Setraksat adalah ester dari asam traneksamat.Obat ini bekerja memperkuat faktor-faktor
defensive pada lambung.Efek utamanya ialah meningkatkan aliran darah mukosa lambung
dan duodenum atau memperbaiki mikrosirkulasi mukosa di tepi ulkus dan di mukosa yang
bebas ulkus.Obat ini juga meningkatkan pembentukan PG endogen di mukosa sehingga dapat
menghasilkan percepatan generasi epitel mukosa dan produksi mukus.
C. Kasus
Pasien mengatakan bahwa ia mengalami penyakit serius, maag kronis. Pasien
mempunyai alergi terhadap penisilin.Penderita tidak meminum alcohol.Sebelum sakit,
pasien mengatakan bahwa ia makan secara tidak teratur. Terkadang ia makan 2x sehari dan
bahkan hanya 1x sehari dengan porsi sedang. Berat badannya 55 kg dan tingginya 165 cm.
Ketika dia makan, makanan tersebut terkadang dimuntahkan dan sama sekali tidak ada
nafsu makan sehingga dia merasa lemas, serta hanya minum ± 3 gelas. Penderita tidak
sedang mengkonsumsi obat NSAID dan sebelumnya pernah terinfeksi bakteri H.
pylori.Berat badannya turun hingga 3 kg. Penderita merasa nyeri perut, mual dan muntah,
perut kembung, Nyeri abdomen yang sering terasa seperti rasa terbakar, kembung, perasaan
perut penuh, Nyeri nokturnal atau rasa nyeri pada malam hari umumnya antara pukul 12
malam hingga 3 pagi. Penderita merasakan sakit perih, kira-kira 2 jam setelah
makan,terutama pada tukak duodenum. Rasa sakit tersebut akan hilang bila perut diisi
makanan yang tidak merangsang. Pasien sebelum sakit dapat melakukan kegiatan sehari-
hari seperti biasanya contohnya pergi ke kampus setiap hari, bermain futsal 1 minggu
sekali, dll.Saat sakit, pasien mengatakan bahwa sakitnya mengganggu aktivitasnya dan
hanya bisa berbaring di tempat tidur. Didapatkan hasil pemeriksaan terhadap pasien sebagai
berikut :
Nadi= 90x/menit, Suhu =38 ̊ C , TD = 90/70 mmHg, RR =20x/menit
Specimen : Serum
NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN REMARKS METODE
RUJUKAN I49
Bun 14,00 mg/dL 8,00-23,00
Enzymatic
Creatinin 0,66 mg/dL 0,70-1,20
Colorimetric Test,
Hexokinase, Ion
GDS 133,00 mg/dL 70,00-140,00 Rendah
Selective Eleckode,
Natrium 142,00 mmol/L 136,00-145,00 Ion Selective
Electrode
Kalium 3,65 mmol/L 3,50-5,10
Menurut gejala dan apa yang dirasakan oleh pasien tersebut, menderita apakah pasien
tersebut?Dan bagaimana pola terapi yang tepat untuk penderita tersebut?
3. Sertakan minimal satu journal yang menguatkan alasan pemilihan obat pada kasus
diatas
BAB III
FARMAKOTERAPI SISTEM PERNAFASAN
A. Tujuan
Mampu dan terampil dalam memecahkan kasus dan mampu melakukan Pharmaceutical Care
pada pasien dengan kelainan pada sistem pernafasan
B. Landasan Teori
Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa
Yunani yang berarti “sukar bernapas.”Asma adalah penyakit yang disebabkan
oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam – macam
stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi
yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus.Asma
merupakan inflamasi kronik saluran napas.Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodic
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari.Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible
dengan atau tanpa pengobatan.
Asma ditandai dengan konstriksi spastic dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sukar bernapas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus. Bila
seseorang terpapar allergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, allergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terletak pada sel mast dan menyebabkan selini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktikeosinofilik, dan
bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema local pada
dinding bronkiolus maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Asma terjadi karena penderita asma telah mengembangkan tingkat kedalaman
pernapasan yang jauh melebihi yang seharusnya, dan tubuh penderita
mengkompensasinya dengan langkah-langkah defensive untuk memaksa penderita
agar dapat mengurangi frekuensi pernapasannya.Hal ini menyebabkan restriksi
saluran napas dan peningkatan mucus.Rata-rata penderita asma bernapas 3-5 kali
lebih sering dan lebih cepat dibandingkan yang normal.
kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral
antikolinergik inhalasi.
Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin,
gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE)
mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat
seminimal mungkin. Untuk mencapai hal tersebut umumnya membutuhkan beberapa
obat pengontrol tidak cukup hanya satu pengontrol. Terapi utama adalah kombinasi
inhalasi glukokortikosteroid dosis tinggi (> 800 ug BD/ hari atau ekivalennya) dan
agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari. Kadangkala kontrol lebih tercapai dengan
pemberian glukokortikosteroid inhalasi terbagi 4 kali sehari daripada 2 kali sehari.
Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriene
modifiers dapat sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam perannya
sebagai kombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat sebagai
tambahan terapi selain kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi dan
agonis beta-2 kerja lama inhalasi).
Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan glukokortikosteroid oral dengan
dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose pagi hari untuk
mengurangi efek samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada pengobatan
jangka lama untuk mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid inhalasi adalah
menghasilkan efek samping sistemik yang sama dengan pemberian oral, padahal
harganya jauh lebih mahal dan menimbulkan efek samping lokal seperti sakit
tenggorok/ mulut. Sehingga tidak dianjurkan untuk memberikan glukokortikosteroid
nebulisasi pada asma di luar serangan/ stabil atau sebagai penatalaksanaan jangka
panjang.
Tabel 14. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan tempat
pengobatan
SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT
PENGOBATAN
RINGAN Terbaik: Di rumah
Aktiviti relatif normal Inhalasi agonis beta-2
Berbicara satu kalimat Alternatif: Di praktek dokter/
dalam satu napas Kombinasi oral agonis beta-2 klinik/ puskesmas
Nadi <100 dan teofilin
APE > 80%
SEDANG Terbaik
Jalan jarak jauh Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Darurat Gawat/ RS
timbulkan gejala Alternatif: Klinik
Berbicara beberapa -Agonis beta-2 subkutan Praktek dokter
kata dalam satu napas -Aminofilin IV Puskesmas
Nadi 100-120 -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK
APE 60-80%
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik
BERAT Terbaik
Sesak saat istirahat Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Darurat Gawat/ RS
Berbicara kata perkata Alternatif: Klinik
dalam satu napas -Agonis beta-2 SK/ IV
Nadi >120 -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK
APE<60% atau
100 l/dtk Aminofilin bolus dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
(400-800 ug
BD/hari atau eki
Glukokortikosteroid inhalasi (400- Ditambah
valennya) dan
800 ug teofilin lepas
agonis beta-2 BDatau ekivalennya)ditambah agonis lambat
kerja lama beta-2 kerja lama oral, atau
iene modifiers
- teofilin lepas
lambat
- leukotriene
modifiers
-
glukokortikoster
oid
Oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin
dengan kondisi asma tetap terkontrol
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon 4-40 mg/ hari,
Tablet dosis tunggal 0,25 – 2 mg/ Pemakaian jangka
atau terbagi kg BB/ hari, panjang dosis 4-5mg/
4 , 8, 16 mg
dosis tunggal hari atau 8-10 mg selang
atau terbagi sehari untuk mengontrol
asma , atau sebagai
Short-course :
pengganti steroid
20-40 mg /hari Short- inhalasi pada kasus yang
Prednison
course : tidak dapat/ mampu
Tablet 5 mg dosis tunggal
menggunakan steroid
atau terbagi 1-2 mg
inhalasi
selama 3-10 hari /kgBB/ hari
Maks. 40
mg/hari,
selama 3-10
hari
Kromolin &
Nedokromil
Kromolin
IDT 1-2 semprot, 1 semprot, - Sebagai alternatif
antiinflamasi
5mg/ 3-4 x/ hari 3-4x / hari
semprot
Agonis beta-2
kerja lama
Salmeterol
IDT 25 mcg/ 2 – 4 semprot, 1-2 semprot, Digunakan bersama/
semprot kombinasi dengan
2 x / hari 2 x/ hari
steroid inhalasi untuk
Rotadisk 50
mengontrol asma
mcg
Tablet 10mg
Bambuterol
1 X 10 mg / --
hari, malam
Metilxantin
Antileukotrin
Steroid inhalasi
Flutikason IDT 50, 125 125 – 500 mcg/ 50-125 mcg/ Dosis bergantung
propionat mcg/ hari hari kepada derajat berat
semprot asma
Sebaiknya diberikan
IDT ,
Budesonide 100 – 800 100 –200 dengan spacer
Turbuhaler
mcg/ hari
mcg/ hari
100, 200,
400 mcg
IDT, rotacap,
rotahaler, 100-200
Beklometason 100 – 800
rotadisk mcg/ hari
dipropionat
mcg/ hari
Terbutalin
IDT 0,25 mg/ 0,25-0,5 mg, Inhalasi Penggunaan obat
semprot pelega sesuai
3-4 x/ hari 0,25 mg
kebutuhan, bila
Turbuhaler 0,25 mg
3-4 x/ hari perlu.
; 0,5 mg/ hirup
(> 12 tahun)
Respule/ solutio 5
mg/ 2ml oral 1,5 – 2,5 oral
mg,
Tablet 2,5 mg 0,05 mg/ kg
3- 4 x/ hari BB/ x,
Sirup 1,5 ; 2,5 mg/
5ml 3-4 x/hari
IDT 100
Untuk mengatasi
Salbutamol mcg/semprot
inhalasi 100 mcg eksaserbasi ,
Nebules/ solutio dosispemeliharaan
200 mcg 3-4x/ hari
2,5 mg/2ml, berkisar 3-4x/ hari
3-4 x/ hari 0,05 mg/ kg
5mg/ml
BB/ x,
oral 1- 2
mg, 3-4x/ hari
3-4 x/ hari
Tablet 2mg, 4 mg
2 x 50 2 x 25
Solutio 100 mcg/ ml
mcg/hari mcg/hari
2 x 5 ml/hari 2 x 2,5
ml/hari
IDT 10 mcg/
semprot
Sirup 5 mcg/ ml
Antikolinergik
Kombinasi
dengan agonis
beta-2 pada
pengobatan
jangka panjang,
tidak ada manfaat
tambahan
Kortikosteroid
sistemik
Short-
Metilprednisolon
course efektif
Tablet 4, 8,16 mg Short- Short-
course : course: utk mengontrol
asma pada terapi
24-40 mg 1-2 mg/ kg
awal, sampai
Prednison /hari BB/ hari,
tercapai APE
Tablet 5 mg maksimum
dosis tunggal 80% terbaik atau
atau terbagi 40mg/ hari gejala mereda,
selama 3-10 selama 3-10 umumnya
hari membutuhkan 3-
hari
10 hari
Metilsantin
Teofilin
Tablet 130, 150 3-5 mg/ kg 3-5mg/kgBB Kombinasi
Aminofilin mg BB/ kali, 3- kali, 3-4 x/ teofilin /aminoflin
Tablet 200 mg 4x/ hari hari dengan agonis
beta-2 kerja
singkat (masing-
masing dosis
minimal),
meningkatkan
efektiviti dengan
efek samping
minimal
C. Kasus
Krist, seorang ibu muda dengan 2 orang anak bekerja pada sebuah toko
swalayan. Minggu lalu ia membeli seekor kucing cantik. Beberapa hari ini ia
mengeluh nafasnya berbunyi. Ia menderita asma selama beberapa tahun, tetapi
hampir tidak pernah mengalami masalah serius karena selalu menggunakan
Inhaler secara teratur. Ia menyadari jika asma tidak dikontrol dengan baik akan
menimbulkan masalah serius pada dirinya. Akan tetapi kali ini ia dibawa ke
bagian emergensi rumah sakit oleh suaminya karena selama beberapa jam ini
mengalami susah bernafas, ia juga bingung dan disorientasi.
Pertanyaan:
1. Apa pencetus asma orang ini? Mengapa demikian? Apa risikonya bagi pasien
bila tidak cepat ditangani? apa pula faktor yang memperbesar risiko penyakit
ini?
2. Jelaskanlah logika pengobatan diatas sesuai dengan keluhan pasien dan
mekanisme kerja obat2nya! Dan mengapa tidak diberikan antihistamin?
3. Identifikasilah DRP pada kasus ini bila ada!
4. Apa sasaran pengobatan pasien ini?
5. Apa saja interfensi anda agar fungsi pelayanan farmasi anda terpenuhi sesuai
dengan rencana pengobatan pasien ini? Jelaskanlah dengan alasan yang
sesuai!
DAFTAR PUSTAKA
ACCF/AHA, 2013, Guideline for the Management of Heart Failure : A Report of The Practice
Guidelines American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task
Force
Amstrong, D., Zanten, W.V., Barkun, A.N., Thomson, A.B., Smyth, S., Sinclair, P.,
Chakraborty, B., White, R.J., 2005, Heartbun-dominant, unvestigated dyspepsia: a
comparison of ‘PPI start’ and ‘H2-RA-Start’ management strategies in primary care-the
CADET-HR Study
Dipiro JT., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M., 2008,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Mc Graw Hill Medical, USA.
Eklind-Cervenka, M., Benson, L., Dahlström, U., Edner, M., Rosenqvist, M., Lund, L.H.,
Association of candesartan vs losartan with all-cause mortality in patients with heart
failure, JAMA, 2011 Jan 12;305(2):175-82. doi: 10.1001/jama.2010.1949
Kabo, Peter, 2011, Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskuler secara rasional, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Koda-Kimble et.al., 2009, Applied Therapeutic , The Clinical Use of Drugs, 9 th edition, Wolter
Kluwer Lippincot Williams & Wilkins
Lacy, C.F, et. al. 2012. Drug Information Handbook A Comprehensive Resource for all
Clinicans and Healthcare Professionals, 21 th ed, Lexi Comp Inc, Ohio.
North of England Dyspepsia Guideline Development Group, 2004, Dyspepsia: Managing
Dyspepsia in Adults in Primary Care, University of Newcastle, Newcastle.
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 12019
PTO – 1. SUBJEKTIF
A. IDENTITAS PASIEN
TANGGAL MRS : TGL LAHIR / UMUR :
NAMA : BB/TB/LPT : / /
KONDISI KHUSUS :
KELUHAN UTAMA :
DIAGNOSIS DOKTER:
RiwayatPengobatan
RiwayatKeluarga
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 12019
PTO – 2. OBJEKTIF
A. DATA PEMERIKSAAN KLINIK (TTV)
NilaiNorm Tanggal
Pemeriksaan
al
Suhu
RR
HR
TekananDarah
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Ureum
Kreatinin
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
B. MASALAH KLINIK &DRUG RELATED PROBLEM
1. UNTREATED INDICATION, IMPROPER DRUG SELECTION & MEDICATION USE WITHOUT INDICATION
IndikasipadaPasiendanPemilihanObat
Masalahklinik Drug-related Problems (DRPs) & Resepdokter KesesuaianObat RekomendasidanAlasan Monitoring
pada Pasien Reference Study (Literature Study)
(DRPs)
2. SUBTHERAPEUTIC DOSAGE & OVERDOSAGE
AnalisisKesesuaianDosis
Nama Obat Dosisdari literature Dosispemberian Rekomendasi/Saran
5. DRUG INTERACTIONS
3. DAFTARPUSTAKA