Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FARMAKOTERAPI III

MANAGEMENT TERAPI DIABETES MELITUS DENGAN OBAT


GOLONGAN DPP-4 INHIBITOR

Oleh:

Nina Amalia 132210101076


Syafi Mirza 132210101084
Muhammad Iqbal 132210101104

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
1. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia


(tingginya kadar glukosa dalam darah). Diabetes melitus dapat mengakibatkan kerusakan pada
beberapa organ tubuh seperti: mata, syaraf, ginjal, dan juga berkontribusi untuk
berkembangnya proses penyakit aterosklerosis yang akan berefek pada gangguan jantung, otak
dan organ lain dalam tubuh. Resiko utama berkembangnya diabetes adalah terjadnya kerusakan
sel beta secara progresif.

Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkat dengan cepat pada dekade
terakhir, sampai lebih 40%. Peningkatan prevalensi obesitas lebih 60 % dalam periode yang
sama, berhubungan erat dengan perkembangan DM tipe 2. Penyakit kardiovaskuler merupakan
penyebab utama kematian pada penderita DM tipe 2, yaitu sebesar 60-80%. (Ethical Digest.
2009)

Jumlah penderita Diabetes memiliki kecenderungan untuk meningkat, hal ini disampaikan
oleh Prof. Slamet Suryono MD Kepala Pusat Diabetes dan LiPid RS. Dr. Cipto Mangunkusumo
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peningkatan ini dapat dikarenakan faktor
keturunan (genetik), faktor kegemukan/obesitas dan adanya perubahan gaya hidup dari
tradisional ke gaya hidup barat. Prevalensi diabetes melitus di seluruh dunia mengalami
peningkatan yang cukup besar. Di tahun 2003, prevalensi didaerah urban sebesar 14,7% (8.2
juta jiwa), sedangkan didaerah rural 7,2 % (5,5 juta jiwa) dibandingkan dengan total populasi
diatas usia 20 tahun. Jadi total prevalensi 13,8 juta jiwa. (Suryono, Slamet, Pradana Soewondo,
2008)

Diramalkan, pada tahun 2025 nanti akan terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes
sampai 72% dari tahun 2003. Misalnya, di negara-negara Eropa akan terjadi peningkatan dari
48,4 juta (2003) menjadi 58,6 juta (2025), atau meningkat 21 %. Sementara di negara-negara
Asia Tenggara diperkirakan ada peningkatan dari 39,3 juta (2003) menjadi 81,6 juta (2025).
Berarti, akan ada peningkatan sampai 108%..

Prediksi dari World Health Organization (WHO terhadap kenaikan pasien diabetes di
Indonesia yaitu dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030
(Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus 2006). Berdasarkan data IDF (International Diabetes
Federation) tahun 2002, Indonesia merupakan negara ke-4 terbesar untuk prevalensi diabetes
melitus. Obat antidiabetes mampu mengendalikan gula darah. Tapi, sejalan dengan waktu, obat
ini menjadi tidak efektif. Untuk itu, diperlukan penanganan yang tepat bagi penderita diabetes.
Penyakit ini juga perlu diwaspadai, terutama berkenaan dengan komplikasi yang
ditimbulkannya. (Suryono, Slamet, Pradana Soewondo, 2008)

Selama ini, pengobatan diabetes hanya memperhatikan insulin (hormon yang menurunkan
kadar glukosa darah) saja, sementara glukagonnya (yang meningkatkan kadar glukosa darah)
belum disentuh. Pendekatan standar yang saat ini banyak dilakukan, adalah mengobati pasien
DM tipe 2 yang baru terdiagnosa, hanya dengan anjuran pengaturan pola makan dan olah raga
diikuti dengan pemberian obat-obatan antidiabetes. (Witarto, A. B., 2005)

Menurut Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) sekaligus sebagai Staf


Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD,
selain kekurangan insulin, penderita diabetes juga mengalami kekurangan hormon inkretin,
sejenis hormon yang disekresi saluran usus ketika makanan masuk, berfungsi mengatur dan
mengontrol glukosa darah. Hormon Inkretin terdiri dari GLP-1 (glucagon-like peptide-1) dan
GIP (glucose-dependent insulinotropic polypeptide). Hormon inkretin ini berfungsi untuk
mengatur kontrol glukosa darah dan memperbaiki fungsi keseimbangan antara glukagon dan
insulin dengan cara glucose-dependent manner.

Pada orang diabetes melitus tipe 2, terjadi kekurangan inkretin sehingga keseimbangan
glukagon dan insulin terganggu. Berkurangnya jumlah inkretin dikarenakan adanya
penghambatan oleh DPP-4 (Dipeptidyl peptidase4) dengan kerjanya yang memecah inkretin.
Dengan sedikitnya jumlah inkretin maka insulin yang dihasilkan tidak cukup. Keseimbangan
insulin dan glukagon terganggu: insulin menurun, glukagon meningkat. Akibatnya kadar
glukosa darah meningkat. Untuk itu diperlukan obat yang dapat menghambat DPP-4, supaya
insulin meningkat, glukagon menurun, akibatnya kadar glukosa darah menjadi normal (Kim,
Su-Jin, 2008). Saat ini, terdapat temuan baru, vildagliptin yang bertindak sebagai inhibitor
protein Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4 Inh) yang poten, selektif dan reversibel. Secara
sederhana, obat ini bekerja dengan cara memperbaiki fungsi sel beta pankreas (sel yang
memproduksi insulin) dan sel alfa pankeras (yang memproduksi glukagon) serta memperbaiki
sensitivitas insulin. (Rosenstock, Julio, 2008)

Dengan demikian, kajian lebih dalam mengenai kelebihan terapi degan menggunakan
inhibitor DPP-4, serta mekanisme kerjanya dalam mengontrol gula darah paien DM tipe 2
sangat dibutuhkan demi perkembangan terapi agar dapat diaplikasikan di tengah-tengah
masyarakat dengan prevalensi DM yang cukup tinggi, seperti di Indonesia.
1. Terapi Diabetes Melitus dengan Golongan DPP-4 Inhibitor

Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) adalah suatu serin protease, yang didistribusikan secara
luas dalam tubuh. Enzim ini memecah dua asam amino dari peptida kecil mengandung alanine
atau proline di posisi kedua peptide N-terminus (Flock et al, 2007). Enzim DPP-4
terekspresikan di berbagai organ tubuh, termasuk di usus dan membran brush border ginjal, di
hepatosit,endothelium vaskuler dari kapiler villi, dan dalam bentuk larut dalam plasma.(
Ethical digest, 2009).

GLP- 1 native mempunyai keterbatasan kegunaan karena waktu paruhnya hanya 1-2 menit
pada orang sehat dan pada penderita diabetes. Efek penurunan glukosa yang terlihat pada
injeksi subkutaneus GLP-1 endogen sementara, menghilang dalam waktu 1-2 jam karena
peptid yang aktif dipotong oleh dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), enzim yang diekspresikan
pada hampir seluruh jaringan tubuh yang menginaktivasi GLP-1 dan GIP. Pada orang sehat,
kecepatan inaktivasi dari GLP-1 merupakan komponen penting dalam mekanisme memelihara
homeostasis glukosa. Target inhibisi DPP-4 meningkatkan level GLP-1 dan GIP dalam
sirkulasi darah dan sebagai hasilnya memperbaiki toleransi glukosa, mempertinggi respon
insulin, dan mengurangi sekresi glucagon, serta potensial untuk mencegah progresi lebih jauh
dari penyakit ( Meece, 2007).

Obat -obat yang termasuk golongan DPP-4 inhibitor adalah sitagliptin, vildagliptin, dan
saxagliptin.

Sitaglipitin
Sitagliptin termasuk ke dalam golongan Dipeptidil Peptidase-4 (DPP-4) inhibitor.
Sitagliptin sesuai dengan golongannya berfungsi sebagai penghambat dipeptidil
peptidase-4 yaitu protein atau enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi
hormon peptida (Sweetman, 2009) dan berperan dalam mengatur sekresi insulin
yaitu untuk meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi glukagon serta
digunakan pada pasien dengan diagnosa diabetus melitus tipe 2 (BNF 58, 2009).
Biasanya sitagliptin dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi terapi
dengan metformin, sulfonilurea, atau thiazolidinedion. Terapi sebanyak 3 obat
sekaligus menggunakan sitagliptin, metformin dan sulfonil urea dapat diberikan
jika terapi ganda tidak memungkinkan (Sweetman, 2009).
Mekanisme kerja
Sitagliptin bekerja dengan menghambat protein dipeptidil peptidase 4 (DPP-4) yang
mengakibatkan kadar hormon inkretin aktif berkepanjangan. Hormon inkretin
misalnya seperti glukagon peptida-1 (GLP-1) dan glukosa insulinotropik yang
tergantung pada glipsi (GIP). Hormon ini digunakan untuk mengatur homeostasis
glukosa dengan meningkatkan sintesis insulin dan melepaskannya dari sel -
pankreas serta mengurangi sekresi glukagon dari sel -pankreas. Penurunan sekresi
glukagon akan menghasilkan penurunan produksi glukosa di hati. Dalam keadaan
fisiologis normal, hormon inkretin yang dilepaskan oleh usus sepanjang hari,
kadarnya akan meningkat sebagai respons terhadap makanan. Hormon inkretin
akan dengan cepat tidak aktif oleh enzim DPP-4 (Drug Information Handbook,
2009). Selain itu, sitagliptin dimetabolisme sekitar 20% oleh CYP3A4 dengan
sedikit keterlibatan CYP2C8 tetapi bukan merupakan sebuah inhibitor dari setiap
sistem enzim CYP450. Sitagliptin merupakan substrat p-glikoprotein, namun tidak
memiliki efek digoksin kinetik dan siklosporin A yang meningkat hanya 30% pada
area bawah kurva (AUC) (Dipiro, 2008).

Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sitagliptin


Sitaglipin memiliki waktu absorpsi yang cepat dengan waktu maksimum dan
konsentrasi maksimum yaitu mendekati 1.5 jam. Sedangkan untuk pemberian per
oral, bioavailibilitasnya sekitar 87%. Waktu paruh sitaglipin adalah 12 jam dan
sebanyak 79% dosisnya diekskresi dalam bentuk tak berubah di urin oleh sekresi
tubular aktif. Paparan sitagliptin pun meningkat sekitar 2,3-, 3,8-, dan 4,5 kali lipat
terhadap subyek sehat dengan pasien insufisiensi ginjal sedang (klirens kreatinin 30
sampai <50 mL / menit), insufisiensi ginjal berat (klirens kreatinin <30 mL / menit),
dan penyakit ginjal stadium akhir (dialisis). Secara farmakodinamik, inhibisi DPP-
4 menggambarkan konsentrasi plasma sitagliptin. Sitagliptin dosis 50 mg
menghasilkan paling sedikit 80% penghambatan aktivitas enzim DPP-4 pada 12
jam, dan 100 mg menghasilkan penghambatan aktivitas enzim DPP-4 80% pada 24
jam. Sehingga penurunan rata-rata HbA1c dengan sitagliptin kira-kira 0,7% sampai
1% pada dosis 100 mg sehari. Penurunan HbA1c bergantung pada nilai awal,
dengan pengurangan yang lebih besar terlihat pada HbA1c awal yang lebih tinggi.
Dikarenakan toleransi yang baik, penyesuaian dosis terhada adanya efek samping
tidak mungkin terjadi (Dipiro, 2008).

Dosis dan Administrasi.


Sitagliptin diberikan secara oral 100 mg setiap hari kecuali jika terdapat insufisiensi
ginjal. Dosis 50 mg direkomendasikan jika klirens kreatinin 30 sampai kurang dari
50 ml/menit, atau 25 mg jika kurang dari 30 ml/menit. Kadar serum kreatinin setara
dengan sitagliptin 50 mg setiap hari pada pria, lebih besar dari 1,7 sampai 3,0 mg/dl.
Wanita, lebih besar dari 1,5 sampai 2,5 mg/dl; 25 mg per hari pada pria jika lebih
besar dari 3,0 mg/dl dan ada wanita jika lebih besar dari 2,5 mg/dl. Tidak ada
dampak buruk jangka pendek yang telah dicatat dengan pemberian kenaikan dosis.
Ini dikarenakan profil tolerabilitas yang sangat baik dan kurva respon dosis yang
cukup datar, sehingga cuku dikatakan bahwa obat ini harus dimaksimalkan secara
maksimal, kecuali jika ada peringatan.
Di Indonesia sendiri sitagliptin beredar dengan nama dagang Januvia dan Janumet
produk dari Merck Sharp dan Dohme dengan kandungan sitagliptin (50 mg; 100
mg) di dalamnya, untuk Januvia terdapat kombinasi sitagliptin (50 mg) dan
metformin (500 mg dan 1000 mg). (ISO.2012) dan masih beredar hingga saat ini di
Indonesia. Januvia sendiri penggunaannya juga diperuntukkan untuk pasien DM
tipe 2 dan untuk pasien dengan gangguan ginjal dibutuhkan penyesuaian dosis.
Sementara Janumet diperuntukkan bagi pasien yang tidak resonsif terhada
metformin atauun sitagliptin tunggal.
Interaksi Obat.
Makanan tidak berpengaruh pada penyerapan kinetika sitagliptin. Sitagliptin tidak
memiliki interaksi dengan obat-obatan lain yang signifikan. (Dipiro, 2008).
Reaksi yang tidak diinginkan
Apabila dikaitkan dengan keamanan penggunaan jangka panjang, enzim DPP-4
memetabolisme berbagai macam peptida seperti peptide YY (PYY), neuropeptida
Y, peleasan hormon pertumbuhan, polipeptida intestinal vasoaktif, dan yang
berpotensi mempengaruhi sistem hormon pengatur lainnya. DPP-4 (juga dikenal
sebagai CD26) memainkan peran penting untuk aktivasi sel T dan secara teoritis
penghambatan DPP-4 dapat dikaitkan dengan reaksi imunologi yang merugikan.
(Dipiro, 2008)
Efek Samping
Hipoglikemia ringan satu-satunya efek samping yang signifikan, dan tingkatnya
mirip dengan metformin. Tidak ada peningkatan signifikan pada edema perifer,
hipertensi, atau hasil kardiak yang tercatat sampai saat ini. (BNF 58, 2009).

Vidaglipitin
Vidagliptin adalah inhibitor DPP-4 yang manjur dan selektif yang dapat
memperbaiki control glikemik pada pasien dengan diabetes tipe 2 melalui perantara
hormone inkretin meningkatkan kepekaan sel alfa dan sel beta pada glukosa.
Vildagliptin bekerja dengan meningkatkan jumlah dua hormon inkretin yang
ditemukan di tubuh disebut glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan glucose-
dependent insulinotropic peptide (GIP). Pada subjek prediabetik, 12 minggu
treatment dengan vidagliptin (50 mg), meningkatkan postmeal level dari GLP-1
aktif dan GIP, memperbaiki fungsi sel alfa dan sel beta, menurunkan hiperglikemia
postprandrial dan menurunkan level AIC. Vildagliptin tidak mempengaruhi sekresi
insulin atau toleransi glukosa pada subjek normoglikemik (Rosenstock, et al.,2008)

Mekanisme kerja vildagliptin


Inhibitor DPP-IV tersedia dalam bentuk oral dengan berat molekul yang rendah
engan bioavaibilitas oral yang tinggi. Cara kerja obat ini bersifat kompetitif dan
reversibel menghambat 90 % aktivitas DPP-IV dalam plasma selama 24 jam.
Penghambatan DPP-IV terlihat dapat meningkatkan sekitar dua kali lipat bentuk
aktif GIP dan GLP-1 endogen dalam sirkulasi darah. Karenanya, memperbaiki
sekresi insulin yang mengalami gangguan dan hiperglukagonemia. Sejauh ini,
inhibitor DPP-IV aman digunakan tanpa risiko hipoglikemia berat.

Vildagliptin disetujui penggunaannya di Eropa dan beberapa negara yang


lain setelah sitagliptin disetujui di Amerika pada oktober 2006. Vildagliptin dalam
bentuk sediaan oral digunakan 2x sehari. (Lovshin, J. A. & Drucker, D. J. 2009).
Obat ini adalah agen anti-hiperglikemik oral dari kelompok obat baru yang dikenal
sebagai penghambat DPP-IV (dipeptyl peptidase-IV). Vidagliptin mengurangi
konsentrasi gula darah dengan meningkatkan pengaruh inkretin. Vildagliptin
merupakan Dipeptidyl peptidase4 Inhibitor (DPP-4 Inh) yang poten, selektif dan
reversible. Vildagliptin memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi
peningkatan insulin dan sekaligus menekan sekresi glukagon sehingga terjadi
kontrol glukosa darah yang diinginkan.
Vildagliptin memperbaiki sensitivitas sel alfa dan beta terhadap glukosa karena
meningkatnya glucose-dependent insulin secretion dan menurunkan sekresi
glukagon, juga mampu memperbaiki fungsi sel beta. Kerusakan progresif pada
fungsi sel beta pankreas yang terjadi pada T2DM (Type 2 Diabetes Melitus) yang
diikuti dengan hilangnya massa sel beta, lebih besar dikarenakan apoptosis yang
meningkat. Untuk merespon makanan, GLP-1 aktif disekresikan oleh sel L
intestine. Tanpa adanya vildagliptin, GLP-1 secara cepat diinaktivasi dan
didegradasi oleh enzim DPP-IV. Vildagliptin akan mengikat DPP-IV, sehingga
GLP-1 tetap aktif. dan pankreas akan meningkatkan pelepasan insulin dan
menurunkan pelepasan glukagon.

Farmakokinetik dan Interaksi obat Vildagliptin

Vildagliptin tidak berefek pada usia, jenis kelamin, dan BMI (Index massa tubuh).
Jadi tidak diperlukan penyesuaian dosis pada ke 3 faktor di atas. Vildagliptin cepat
diserap ke dalam darah. Konsentrasi maksimal adalah 1-2 jam setelah pemberian
oral. Bioavailabilitas hampir sama dengan Sitagliptin, yaitu 85%. Steady stade
(tetap berada dalam darah dengan kadar yang stabil) adalah 70.5 liter.

Vildagliptin dihidrolisa menjadi metabolit yang tidak aktif. Vildagliptin terutama


diekskresi (dikeluarkan) melalui urin (85%), dan 15% melalui faeces (tinja). T1/2
Vildagliptin yang dilaporkan adalah 1.68 2.54 jam. Vildagliptin tidak
menghambat sitokrom P450. T1/2 tidak berdampak negatif pada penderita
gangguan hati. Tidak dilaporkan adanya interaksi obat pada penggunaan dengan
Vildagliptin.

Efek samping, Kontra indikasi dan Perhatian untuk Vildagliptin.


Efek tidak diinginkan yang dilaporkan adalah sangat sedikit sekali, baik sebagai
monoterapi maupun terapi kombinasi. Dan tidak dijumpai kematian pada setiap
studi Vildagliptin.
Efek yang paling sering terjadi adalah nasofaringitis sedang, sakit kepala, dan
pusing. Efek hipoglikemia sangat sedikit dijumpai, baik sebagai monoterapi
maupun terapi kombinasi dengan anti hiperglikemik lainnya.

Saxagliptin
Mekanisme :
Saxagliptin adalah bagian dari kelas obat diabetes yang disebut inhibitor dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4). DPP-4 adalah enzim yang memecah hormon incretin. Sebagai
penghambat DPP-4, saxagliptin memperlambat pemecahan hormon incretin,
meningkatkan kadar hormon-hormon ini di dalam tubuh. Peningkatan hormon
incretin yang bertanggung jawab atas tindakan saksagliptin yang menguntungkan
ini, termasuk peningkatan produksi insulin dalam menanggapi makanan dan
menurunkan tingkat glukoneogenesis di hati.
Peran Dipeptidyl peptidase-4 dalam regulasi glukosa darah diperkirakan melalui
degradasi GIP dan degradasi GLP-1.
Karena hormon incretin lebih aktif dalam merespons kadar gula darah yang lebih
tinggi (dan kurang aktif dalam menanggapi gula darah rendah), risiko gula darah
rendah yang berbahaya (hipoglikemia) rendah dengan monoterapi saxagliptin.

Dosis terapi :
Dosis untuk pasien dewasa yaitu 2.5 5 mg peroral sekali sehari, terlepas dari
makanan. Dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan diet dan olahraga untuk
meningkatkan kontrol glikemik pada orang dewasa dengan diabets tipe 2. Obat ini
diberikan setelah pasien homodialisis.
(www.drugs.com)
Keberadaan obat
Keberadaan obat dipasaran :
1. Onglyza biasanya tersedia dalam tablet 2,5 mg dan 5 mg
Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 5 mg PO.
Daftar Pustaka

BNF 58. 2009. BNF 58: September 2009. Edisi 58. London: BMJ group.

Carolyn A. Weigelt., William J. Metzler., Jovita Marcinkeviciene. 2005. Mechanism of Gly-


Pro-pNA cleavage catalyzed by dipeptidyl peptidase-IV and its inhibition by saxagliptin
(BMS-477118). Archives of Biochemistry and Biophysics 445: 9-18.

Dipiro, E. Al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. United


States: McGraw-Hill Companies, Inc.

Drug Information Handbook, 17th Edition. 2009.

Ethical Digest. 2009. Majalah Semijurnal Farmasi dan Kedokteran: ETHICAL DIGEST No.
69 Tahun VII November 2009. Jakarta: Etika Media Utama

Meece, Jerry. 2007. Pancreatic Islet Dysfunction In Type 2 Diabetes: A Rational Target for
Incretin-Based Therapies. Current Medical Research and Opinion. Newbury: Apr 2007. Vol.
23, Iss. 4; pg. 933, 12 pgs

Rosenstock, Julio, James E Foley, Marc Rendell, Mona Landin-Olsson, et al. 2008. Effects of
the Dipeptidyl Peptidase-IV Inhibitor Vildagliptin on Incretin Hormones, Islet Function, and
Postprandial Glycemia in Subjects With Impaired Glucose Tolerance. Diabetes Care.
Alexandria: Jan 2008. Vol. 31, Iss. 1; pg. 30, 6 pgs

Suryono, Slamet, Prof, dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD. 2008. Vildagliptin 50 mg:
Terapi Baru Diabetes Melitus Tipe 2. Majalah Farmacia Vol.8 No.4 Edisi November 2008 ,
Halaman: 52

Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th edition. London:
Pharmaceutical Press.

Witarto, A. B. 2005. Diabetes, Inspirator Kemajuan Iptek. Pusat Penelitian Bioteknologi


LIPI. http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2005-01-20-Diabetes, Inspirator-
Kemajuan-Iptek.shtml

Anda mungkin juga menyukai