Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

OBAT PENGHAMBAT ADRENERGIK ATAU BLOKER DAN ACE


INHIBITOR

DOSEN: Drs,Wahidin, M. Si., Apt.

DISUSUN OLEH:
Ardila 13330079

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah kimia medisinal
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah kimia medisinal di Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta. Dalam
penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, khususnya
kepada :
1. Drs,Wahidin, M. Si., Apt. selaku dosen mata kuliah kimia medisinal
2. Rekan-rekan.
3. Semua pihak yang tak dapat di sebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A.1 Latar Belakang

Obat yang menghalangi aksi adrenalin. Beta bloker biasanya digunakan untuk
mengurangi beban jantung dan menurunkan tekanan darah, fakta bahwa mereka
memperlambat detak jantung, menurunkan kekuatan kontraksi jantung dan kontraksi
pembuluh darah seluruh tubuh.

Selain aplikasi mereka dalam mengobati kondisi jantung dan tekanan darah tinggi,
beta blocker juga telah ditemukan berguna dalam kondisi seperti glaukoma, migrain,
gangguan kecemasan, tremor sekunder karena lithium dan gerakan yang disebabkan oleh
obat antipsikotik. Disebut Juga Sebagai: antagonis beta.

Obat-obatan penghambat ACE (ACE inhibitor) adalah segolongan obat yang


menghambat kinerja enzim angiotensin-converting enzyme (ACE), yakni enzim yang
berperan dalam sistem renin-angiotensin tubuh yang mengatur volume ekstraseluler
(misalnya plasma darah, limfa, dan cairan jaringan tubuh), dan vasokonstriksi arteri.[1] ACE
inhibitor berguna untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, meningkatkan
kerja jantung, dan mengurangi beban kerja jantung pada pasien gagal jantung. ACE inhbitor
merupakan analog nonpeptida dari AT I. ACE inhibitor terikat kuat pada sisi aktif ACE,
dimana terjadi kompleks dengan ion Zn dan berinteraksi dengan gugus bermuatan positif
dan kantong hidrofobik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Beta blockers adalah obat-obat yang menghalangi norepinephrine dan epinephrine


(adrenaline) mengikat pada reseptor-reseptor beta pada syaraf-syaraf. Beta blockers
terutama menghalangi reseptor-reseptor beta1 dan beta2. Dengan menghalangi efek-efek
dari norepinephrine dan epinephrine, beta blockers mengurangi denyut jantung; mengurangi
tekanan darah dengan melebarkan pembuluh-pembuluh darah; dan mungkin menyempitkan
saluran-saluran udara dengan menstimulasi otot-otot yang mengelilingi saluran-saluran
udara untuk berkontraksi

ACE inhibitors adalah obat-obat yang memperlambat aktivitas dari enzim ACE,
yang mengurangi produksi dari angiotensin II (kimia yng sangat kuat yang menyebabkan
otot-otot yang mengelilingi pembuluh-pembuluh darah untuk berkontraksi, jadi
menyempitkan pembuluh-pembuluh). Sebagai akibatnya, pembuluh-pembuluh membesar
atau melebar, dan tekanan darah berkurang.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Beta-blocker

Golongan Beta-blocker bekerja dengan cara memperlambat kerja jantung melalui


pengurangan kontraksi otot-otot jantung dan menurunkan tekanan darah. Secara kimiawi
komponen obat golongan Beta-blocker menghambat kerja noradrenalin dan adrenalin. Kerja
sama kedua senyawa kimia ini berguna mempersiapkan tubuh saat menghadapi bahaya
sehingga tubuh siap "lari atau lawan". Penghambatan terhadap kerja noradrenalin dan
adrenalin mengakibatkan menurunnya kontraksi otot, memperlambat kerja jantung, dan
menurunkan tekanan darah.

Beta-blocer mulai diperkenalkan sejak tahun 1960-an. Pada dasarnya obat ini sangat
disukai untuk pengobatan hipertensi karena hampir tidak menimbulkan efek samping (dalam
jangka pendek). Akan tetapi, Penggunaan dalam jangka panjang mengakibatkan
menurunkan kemampuan berolahraga. Menurunnya kemampuan ini berkaitan melemahnya
kerja jantung sehingga jantung menjadi lamban. Akibatnya tubuh tidak mampu
menyediakan energi dengan segera pada saat berolahraga. Ingat, suplai energi berkaitan
dengan suplai oksigen dan darah dalam sel-sel tubuh. Selain itu, obat ini juga dapat
mengakibatkan tangan dan kaki dingin karena kurangnya aliran darah ke daerah tersebut dan
menyebabkan gangguan tidur (insomnia).

Telah dijelaskan di depan bahwa senyawa dalam obat ini mampu menghambat kerja
noradrenalin dan adrenalin. Namun demikian ternyata obat ini dapat mempersempit saluran
udara dalam paru-paru. Oleh karena itu, obat ini tidak dianjurkan untuk penderita asma
karena dapat memperparah penyakitnya. Obat itu juga tidak boleh diberikan pada penderita
payah jantung karena bersifat mengurangi kontraksi jantung. Seperti diketahui bahwa pada
penderita payah jantung, jantungnya tidak mampu memompa darah kesuluruh tubuh.
Dengan berkurangnya kontraksi jantung akibat penggunaan obat Beta-blocker, justru
memperparah kondisi penderita.

Beta blockers adalah obat-obat yang menghalangi norepinephrine dan epinephrine


(adrenaline) mengikat pada reseptor-reseptor beta pada syaraf-syaraf. Beta blocker memblok
betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta1 dan beta2.
Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta2 banyak
ditemukan di paruparu, pembuluh darah perifer, dan otot lurik.

Reseptor beta2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta1 juga dapat
dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta
pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan
aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan
miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada
ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas sistem
renninangiotensinaldosteron.

Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan
peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan
betablocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan
darah.

Betablocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective betablockers),


misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta1
saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma
harus hatihati.

Betablocker yang nonselektif (misalnya propanolol) memblok reseptor beta1 dan


beta2.Betablocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas
simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol,bekerja sebagai stimulanbeta pada saat
aktivitas adrenergik minimal (misalnya saattidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada
saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga).

Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa
betablocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptoralfa
perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator.
Betablocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air
atau lipid.
Obatobat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam
sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang
.lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Betablocker tidak boleh
dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan
angina,karena dapat terjadi fenomena rebound.

A.1 Aspek Farmakodinamik Beta Blocker

Beta blocker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen maupun
obat adrenergik eksogen. Beta blocker kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih
besar terhadap reseptor beta-1 daripada beta-2. Propanolol, oksprenolol, alprenolol,
asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol mempunyai efek MSA (membrane stabilizing
actvity) efek anastesik lokal.

Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard


Menurunkan tekanan darah
Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik
Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2)
Efek bronkospasme (hati-hati pada asma)
Menghambat glikogenolisis di hati
Menghambat aktivasi enzim lipase
Menghambat sekresi renin antihipertensi

A.2. Aspek Farmakokinetik Beta Blocker

o Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan


metoprolol) diabsorbsi baik (90%)
o Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya
o Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol
o Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, alprenolol

Beta blocker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergic, baik Norepinefrin
dan Epinefrin endogen maupun obat adrenergic eksogen, pada adrenoseptor beta. Potensi
hambatan dilihat dari kemampuan obat ini dalam menghambat takikardia yang ditimbulkan
oleh isoproterenol atau oleh exercise. Karena hambatan ini bersifat kompetitif reversible,
maka dapat diatasi dengan meningkatkan kadar obat adrenergic. Sifat kardioselektif artinya
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor beta 1 dari pada beta 2. Nonselektif
artinya mempunyai afinitas yang sama terhadap kedua reseptor beta1 dan beta2. Tetapi, sifat
kardioselektivitas ini relatif, artinya pada dosis yang lebih tinggi beta blocker yang
kardioselektif juga memblok reseptor beta 2. Beta blocker mempunyai aktivitas agonis
parsial artinya, jika berinteraksi dengan reseptor beta tanpa adanya obat adrenergik seperti
epinefrin atau isoproterenol, menimbulkanefek adrenergik yang lemah tetapi
jelas, ini disebut juga aktivitas simpatomimetik intrinsik. Beta blocker juga mempunyai
aktivitas stabilisasi membran artinya, mempunyai efekstabilisasi membrane atau efek seperti
anestetik lokal atau seperti kuinidin. Ini disebut juga aktivitas anestetik lokal atau aktivitas
seperti kuinidin.Efek terhadap kardiovaskuler merupakan efek beta blocker yang terpenting,
terutama akibat kerjanya pada jantung. Beta blocker mengurangi denyut jantung dan
kontraktilitasmiokard. Pemberian jangka pendek mengurangi curah jantung; resistensi
perifer meningkatakibat reflex simpatis merangsang reseptor alfa pembuluh darah. Dengan
beta blockernonselektif, terjadi hambatan reseptor beta 2 pembuluh darah, yang juga
meningkatkan resistensi perifer.

A.3 Indikasi dan Kontraindikasi Beta Blocker


a. Indikasi
Beta blockers diindikasikan untuk merawat:
irama jantung yang abnormal,
tekanan darah tinggi,
gagal jantung,
angina (nyeri dada),
tremor,
pheochromocytoma, dan
pencegahan migrain-migrain.

Beta blockers juga mampu mencegah lebih jauh serangan jantung dan kematian
setelah serangan jantung. Obat ini juga diindikasikan untuk pengobatan-pengobatan lain
termasuk perawatan hyperthyroidism, akathisia (kegelisahan atau ketidakmampuan untuk
duduk dengan tenang), dan ketakutan. Beberapa beta blockers mengurangi produksi dari
aqueous humor dalam mata dan oleh karenanya digunakan untuk mengurangi tekanan dalam
mata yang disebabkan oleh glaukoma.

b. Kontraindikasi
Penyakit Paru Obstruktif
Diabetes Militus (hipoglikemia)
Penyakit Vaskuler
Disfungsi Jantung

A.4 Dosis dan Sediaan Beta Blocker


a. Dosis
Pembagian dosis beta-blockers dilakukan berdasarkan tujuan terapi. Jika digunakan
untuk pengobatan hipertensi maka dosis beta-blockers harus dititrasi menurut tekanan darah
yang ingin dicapai. Sementara, jika beta-blockers digunakan dalam jangka panjang seperti
pada gagal jantung kronik atau pasca- infark miokard, dosis harus dititrasi sesuai dengan
dosis yang digunakan dalam uji klinis. Penghentian terapi beta-blockers setelah pengobatan
kronik dapat menimbulkan beberapa gejala seperti hipertensi, aritmia, dan eksaserbasi
angina.

A.5 Efek Samping Beta Blocker


Beta blockers mungkin menyebabkan :
Diare
kejang-kejang perut,
mual, dan muntah
Ruam, penglihatan yang kabur, kejang-kejang otot, dan kelelahan mungkin juga terjadi.

Sebagai perluasan dari efek-efek mereka yang bermanfaat, mereka memperlambat


denyut jantung, mengurangi tekanan darah, dan mungkin menyebabkan gagal jantung atau
penghalangan jantung pada pasien-pasien dengan persoalan-persoalan jantung.
Beta blockers harus tidak diberhentikan dengan tiba-tiba karena penghentian tiba-
tiba mungkin memperburuk angina (nyeri dada) dan menyebabkan serangan-serangan
jantung atau kematian mendadak.
Efek-efek sistem syaraf pusat dari beta blockers termasuk:
o sakit kepala,
o depresi,
o kebingungan,
o kepeningan,
o mimpi-mimpi buruk, dan
o halusinasi-halusinasi.

Beta blockers yang menghalangi Beta-2 receptors mungkin menyebabkan sesak napas
pada penderita-penderita asma (asthmatics).
Seperti dengan obat-obat lain yang digunakan untuk merawat tekanan darah tinggi,
disfungsi seksual mungkin terjadi.
Beta blockers mungkin menyebabkan glukosa darah yang rendah atau tinggi dan
menyembunyikan gejala-gejala dari glukosa darah rendah (hypoglycemia) pada pasien-
pasien diabetik.

A.6 Contoh Obat Beta Blocker


1. Asebutol
Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat : tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin,
menurunka outflow simpatetik perifer.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati obtruktif
hipertropi, tirotoksitosis.
Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia,
depresi.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic
tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot.
Depresi nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
2. Atenolol
Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada
reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di
ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok
kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan,
impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik
tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi
bersama alkaloid ergot.
Dosis : 2 x 40 80 mg/hr

3. Metoprolol
Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada
reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1
di ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan
dapat diberikan beberapa kali sehari.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik,
sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus
barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pectoris
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal
jantung tersembunyi
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis : 50 100 mg
4. Propranolol
Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung,
menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor
otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan
dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan
bersaing dengan obat obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik,
sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus
barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi,
miokard infark, feokromositoma
Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat
II dan III, gagal jantung kongestif. Hati hati pemberian pada penderita biabetes mellitus,
wanita haminl dan menyusui.
Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis,
depresi.
Interaksi obat : hati hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat
hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard.
Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital,
rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol.
Etanolol menurukan absorbsinya.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.
B. Adrenergik
Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan
saraf adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang disebut
juga noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau
simpatomimetik yaitu zat zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama
dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung
ujung sarafnya.

Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu :


1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, serta kelenjar
liur dan keringat.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka
3. Perangsangan jantung : dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi
4. Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan,
aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan
5. Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan
penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone hipofisis
7. Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
neurotransmitter NE atau Ach ( acetyl colin ).

Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel sel
efektor dari organ ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua
jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin ( NA ), dan
isoprenalin. Reseptor-alfa lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitive bagi
isoprenalin.
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya yaitu
dalam alfa-1 dan alfa-2 serta beta-1 dan beta-2.Pada umumnya stimulasi dari masing-
masing reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut :
Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya tekanan
darah. Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga
antara lain menurunnya peristaltic.
Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan kronotop ).
Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.

Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut :


alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor
alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya
antara lain dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat presinaptis.

Contoh Obat Adrenergik antara lain :


Epinefrin
Norepinefrin
Isoproterenol
Dopamin
Dobutamin
Amfetamin
Metamfenamin
Efedrin
Metoksamin
Fenilefrin
Mefentermin
Metaraminol
Fenilpropanolamin
Hidroksiamfetamin
Etilnorepineprin
EPINEFRIN
Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan juga
oleh anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak. Adrenalin
memiliki semua khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya relative lebih kuat (
stimulasi jantung dan bronchodilatasi ).

a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf
adrenergic. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergic adalah
NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah
dan otot polos lain.
Jantung, epinefrin mengaktivasi reseptor 1 di otot jantung, sel pacu jantung dan
jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrin
pada jantung.
Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu
diastole, dari nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian
mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang pembentukan focus ektopik dalam
ventrikel. Dalam nodus SA, epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel
yang mempunyai firing rate lebih cepat.
Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium ke
nodus atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang terjadi akibat
penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek periode refrakter
nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat kontraksi dan
mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis,
epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah
jantung bertambah tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga
efisiensi jantung ( kerja dibandingkan dengan pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis
epinefrin yang berlebih disamping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi juga
menimbulkan kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia ventrikel dan akhirnya
fibrilasi ventrikel.
Pembuluh darah, efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter
prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan
ginjal mengalami konstriksi karena dalam organ organ tersebut reseptor dominan.
Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi
reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada epinefrin dibandingkan dengan
reseptor . Epinefrin dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi
reseptor di pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat
peningkatan tekanan darah. Pada waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor
yang kurang sensitive lebih dulu menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor 2 masih ada
pada kadar yang rendah ini. Dan menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian epinefrin
secara sistemik. Jika sebelum epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor , maka
pemberian epinefrin hanya menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala
ini disebut epinefrin reversal yaitu suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas
mungkin timbul sebelum penurunan tekanan darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat
stimulsai jantung oleh epinefrin.
Pada manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan
tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan
aliran darah otak.
Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah,
meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak
40%. Ekskresi Na, K dan Cl berkurang volume urin mungkin bertambah, berkurang atau
tidak berubah. Tekanan darah arteri maupun vena paru meningkat oleh epinefrin meskipun
terjadi konstriksi pembuluh darah paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi
sistemik akibat konstriksi vena vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan
kenaikan tekanan darah paru. Dosis epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian
karena adema paru.
Pernapasan, epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi
otot bronkus melalui reseptor 2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi
otot polos bronkus karena asma bronchial, histamine, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat
penyebab anafilaksis yang bereaksi lambat dan lain lain. Disini epinefrin bekerja sebagai
antagonis fisiologik. Pada asma, epinefrin juga menghambat penglepasan mediator
inflamasi dari sel sel mast melalui reseptor 2, serta mengurangi sekresi bronkus dan
kongesti mukosa melalui reseptor 1.
Proses Metabolik, epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka
melalui reseptor 2, glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-
fosfat. Hati mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas
glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan
penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi reseptor 2 yang menghambat,
terhadap aktivasi reseptor 2 yang menstimulasi sekresi insulin. Sekresi glucagon
ditingkatkan melalui reseptor pada sel pancreas. Selain itu epinefrin mengurangi
ambilan glukosa oleh jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin, tapi
juga akibat efek langsung pada otot rangka. Akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa
dan laktat dalam darah dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan otot rangka.
Epinefrin melalui aktivasi reseptor meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam
jaringan lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas
dan gliserol. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik
epinefrin terlihat sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada
pemberian dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak,
yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi.

Efek utamanya terhadap organ dan proses proses tubuh penting dapat diikhtisarkan
sebagai berikut :
Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan (
chronotrop positif ), sering kali ritmenya di ubah.
Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah.
Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma atau
akibat obat.
Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%, berdasarkan
stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis. Sekresi insulin di hambat,
kadar glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.

Farmakokinetik
Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena
sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding
usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi local, dapat
dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan
penyuntikan IM. Pada pemberian local secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada
saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.
Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin terutama
terjadi dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi
jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar epinefrin mengalami
biotransformasi, mula mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan
atau konyugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-
hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konyugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit metabolit
ini bersama epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah
epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin
mengandung epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.
b. Indikasi
Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada keadaan
darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat efektif pada
serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per oral diuraikan oleh getah
lambung.
c. Kontraindikasi
Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat -bloker nonselektif, karena
kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor 1pembuluh darah dapat menyebabkan
hipertensi yang berat dan perdarahan otak.
d. Efek samping
Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut,
tremor, dan palpitasi. Gejala gejala ini mereda dengan cepat setelah istrahat. Pasien
hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek efek tersebut maupun terhadap efek
pada system kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik epinefrin memperberat gejala
gejalanya.

NOREPINEFRIN

Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon ini


khususnya berkhasiat langsung terhadap reseptor dengan efek fasokontriksi dan naiknya
tensi. Efek betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( 1 ). Bentuk-dekstronya, seperti
epinefrin, tidak digunakan karena ca 50 kali kurang aktif. Karena efek sampingnya bersifat
lebih ringan dan lebih jarang terjadi, maka norepinefrin lebih disukai penggunaannya pada
shok dan sebagainya. Atau sebagai obat tambahan pada injeksi anastetika local.
a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
NE bekerja terutama pada reseptor , tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek 1 pada jantung yang sebanding
dengan epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek 2.
Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic, tekanan
sistolik, dan biasnya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah
melalui ginjal, hati dan juga otot rangka juga berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya
bila aliran darah ginjal sangat berkurang.
Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi efek langsung NE yang
mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan denyut jantung
ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat efek langsung NE pada
pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan curah sekuncup. Tetapi curah
jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran darah koroner meningkat, mungkin
karena dilatasi pembuluh darah koroner tidak lewat persarafan otonom tetapi dilepasnya
mediator lain, antara lain adenosin, akibat peningkatan kerja jantung dan karena
peningkatan tekanan darah. Berlainan dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak
menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan tekanan darah, karena NE boleh dikatakan
tidak mempunyai efek terhadap reseptor 2 pada pembuluh darah

Otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya timbul pada dosis yang
lebih besar.
b. Indikasi
Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi pada
anastetika local.
c. Kontraindikasi
Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat obat yang menyebabkan
sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Juga dikontraindikasikan pada wanita hamil
karena menimbulkan kontraksi uterus hamil.
d. Efek Samping
Efek samping NE serupa dengan efek samping epinefrin, tetapi NE menimbulkan
peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa rasa
kuatir, sukar bernafas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala selintas.
Dosis berlebih atau dosis biasa pada pasien yang hiper-reaktif ( misalnya pasien hipertiroid )
menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat,
berkeringat banyak, dan muntah.

ISOPROTERENOL
Obat ini juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan
isoprenalin, merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua
reseptor , dan hampir tidak bekerja pada reseptor .

a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Isoproterenol tersedia dalam bentuk campuran resemik. Infus isoproterenol pada
manusia menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal
dan mesenterium, sehingga tekanan diastolic menurun. Curah jantung meningkat karena
efek inotropik dan kronotropik positif langsung dari obat.pada dosis isoproterenol yang
biasa diberikan pada manusia, peningkatan curah jantung umumnya cukup besar untuk
mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata rata menurun.
Efek isoproterenol terhadap jantung menimbulkan palpitasi, takikardia, sinus dan aritmia
yang lebih serius.
Isoproterenol melalui aktivasi reseptor 2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis
otot polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos
bronkus dan saluran cerna. Isoproterenol mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi. Pada
asma, selain menimbulkan bronkodilatasi, isoprotorenol juga menghambat penglepasan
histamine dan mediator mediator inflamasi lainnya.akibat reaksi antigen-antibodi, efek ini
juga dimiliki oleh 2-agonis yang selektif. Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah
dibandingkan dengan epinefrin, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin
melalui aktivasi reseptor 2 pada sel sel beta pancreas tanpa diimbangi dengan efek
terhadap reseptor yang menghambat sekresi insulin. Isoproterenol lebih kuat dari epinefrin
dalam menimbulkan efek penglepasan asam lemak bebas dan efek kalorigenik.
b. Indikasi
Digunakan pada kejang bronchi ( asma ) dan sebagai stimulant sirkulasi darah.
c. Kontraindikasi
Pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan aritmia dan serangan angina.
d. Efek samping
Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan muka merah.
Kadang kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada pasien dengan penyakit
arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat menimbulkan aritmia ventrikel
yang fatal.

DOPAMIN
a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamik
Precursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik dan
adrenergic, dan juga melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada
reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh
darah koroner. Stimulasi reseptor D1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi
adenilsiklase. Infus dopamin dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju
filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+ . Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin
meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivasi adrenoseptor 1. Dopamin juga
melepaskan NE endogen yang menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai
sedang, resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini karena dopamin mengurangi resistensi
arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat tempat
lain.dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan sistolik dan
tekanan nadi tanda mengubah tekanan diastolic ( atau sedikit meningkat ). Akibatnya
dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan gangguan
fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan gagal jantung yang berat. Pada kadar yang
tinggi dopamin menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor 1 pembuluh darah.
Karena itu bila dopamin di gunakan untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan
fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak, tetapi dopamin
yang di berikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar
darah-otak.
Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor 2 dengan
afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, 1 dan tidak berarti. Obat ini merupakan
vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat ( misalnya hipertensi maligna
dengan kerusakan organ ) di rumah sakit untuk jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam.
Fenoldopam mendilatasi berbagai pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen
dan eferen ginjal dan arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah
penghentian 2-jam infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa sakit
kepala, muka merah, pusing, takikardia atau bradikardia.
Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada reseptor
D1, D2 dan 2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya memperlihatkan
efek hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal jantung berat, sepsis dan syok.
Pada pasien dengan curah jantung rendah, infus dopeksamin meningkatkan curah sekuncup
dan menurunkan resistensi vascular sistemik.
b. Indikasi
Pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia.
c. Kontraindikasi
Dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat
MAO.
d. Efek Samping
Dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan. Selama infuse
dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala,
hipertensi dan peningkatan tekanan diastolic.

DOBUTAMIN

a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang
besar pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik dari kedua isomer /
dan d. Isomer / adalah 1-agonis yang poten sedangkan isomer d 1-bloker yang poten. Sifat
agonis isomer / dominan, sehingga terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi
reseptor 1. Isomerd 10 kali lebih poten sebagai agonis reseptor daripada isomer / dan
lebih selektif untuk reseptor 1 daripada 2.
Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik
dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak
berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor 1diimbangi oleh vasodilatasi melalui
reseptor 2 ), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor 1 di
jantung menambah efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik
yang sebanding, efek dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang
dibanding isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2
obat ini sebanding. Dengan demikian, infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas
jantung dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi
perifer relative tidak berubah.
Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin tidak
efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian SK.
Isoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol atau
sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT
tetapi bukan substrat yang baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang
daripada epinefrin. Isoproterenol diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik
epinefrin dan NE. Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya efektif
pada pemberian oral dan kerjanya lama, karena obat obat ini resisten terhadap COMT dan
MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per oral.
b. Indikasi
Pengobatan pada jantung
c. Kontraindikasi
Pasien dengan fibrilasi atrium sebaiknya dihindarkan karena obat ini mempercepat
konduksi AV.
d. Efek samping
Tekanan darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat selama pemberian
dobutamin
C. ACE Inhibitor

Obat-obatan penghambat ACE (ACE inhibitor) adalah segolongan obat yang


menghambat kinerja angiotensin-converting enzyme (ACE), yakni enzim yang berperan
dalam sistem renin-angiotensin tubuh yang mengatur volume ekstraseluler (misalnya plasma
darah, limfa, dan cairan jaringan tubuh), dan vasokonstriksi arteri.

ACE memiliki dua fungsi utama di tubuh, fungsi pertama adalah sebagai katalisator
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan senyawa vasokonstriktor
kuat. Sedangkan fungsi ACE yang kedua adalah sebagai pengurai bradikinin, yang
merupakan vasodilator kuat.

Kedua fungsi ACE tersebut menjadikan penghambatan ACE penting perannya dalam
perawatan penyakit tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan diabetes mellitus tipe 2.
Penghambatan ACE akan berakibat menurunnya pembentukan angiotensin II dan
menurunnya metabolisme bradikinin, dengan demikian akan terjadi dilasi (pelebaran)
sistematik pada arteri dan vena, serta penurunan tekanan darah arteri.

Akan tetapi penghambatan ACE, yang juga secara langsung akan menghambat
pembentukan angiotensin II dapat menyebabkan pengurangan sekresi aldosteron (yang
dimediasi angiotensin II) dari korteks adrenal. Hal ini akan mengakibatkan penurunan
penyerapan kembali air dan natrium, serta pengurangan volume ekstraseluler.

1. Fungsi ACE Inhibitor

ACE memiliki dua fungsi utama di tubuh, fungsi pertama adalah sebagai katalisator
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan senyawa vasokonstriktor
kuat. Sedangkan fungsi ACE yang kedua adalah sebagai pengurai bradikinin, yang
merupakan vasodilator kuat.

Kedua fungsi ACE tersebut menjadikan penghambatan ACE penting perannya


dalam perawatan penyakit tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan diabetes mellitus tipe 2.
Penghambatan ACE akan berakibat menurunnya pembentukan angiotensin II dan
menurunnya metabolisme bradikinin, dengan demikian akan terjadi dilasi (pelebaran)
sistematik pada arteri dan vena, serta penurunan tekanan darah arteri.

ACE-inhibitor yang baik adalah yang memiliki trough to peak ratio 50-66%.
Perindopril memenuhi syarat tersebut karena memiliki trough to peak ratio mendekati 75-
100%. Selain itu, perindopril juga memiliki ikatan yang cukup baik dalam plasma dan
jaringan, yakni sebesar 17%. Dalam pengobatan sehari-hari, peredaran ACE dalam plasma
hanya 10% dan efek ACE yang utama adalah dalam jaringan. Inilah kenyataan yang cukup
penting, yakni kadar ACE dalam jaringan yang sangat tinggi. Tercatat ACE terdapat
diberbagai jaringan seperti vaskulatur (endotel), adrenal, jantung, ginjal, paru, dan organ
reproduktif.

2. Manfaat ACE Inhibitor

a. Mengurangi Moralitas dan mordabilitas pada semua pasien gagal jantung sistolik
(semua derajat keparahan, termasuk yang asistomatik).

b. ACE-inhibitor sangat berpengaruh positif pada penderita hipertensi. Pada penderita


hipertensi, kelainan utama akan terlihat pada media dinding pembuluh darah.

3. Kelompok Obat Penghambat ACE

Terdapat 3 kelompok obat penghambat ACE, yang dibagi berdasarkan struktur molekulnya,
yakni:

1. Kelompok yang mengandung sulfidril, contohnya kaptoprildan zofenopril

2. Kelompok yang mengandung dikarboksilat, contohnya enalapril, ramipril, quinapril,


perindopril, lisinopril, danbenazepril.

3. Kelompok yang mengandung fosfonat, contohnya adalahfosinopril.

Secara umum obat ACE inhibitor dapat dibedakan atas :

1. Obat ACE inhibitor yang bekerja langsung yaitu ; kaptopril dan lisinopril

2. Obat ACE inhibitor yang bekerja tidak langsung (merupakan prodrug) yaitu semua
yang lain.
5. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Kelompok Obat Kardiovaskuler

- Katopril : CAPTOPRIL-12,5 DAN CAPTOPRIL-25

a. Farmakodinamik

Captopril adalh D-3 mercaptomethyl-propionyl-L-proline. Captopril mempunyai


efek yang menguntungkan pada hipertensi dan gagal jantung, yaitu penekanan sistem renin-
angiotensin-aldosterone.
Captopril mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II oleh inhibisi ACE
(angiotensin Converting Enzym) .

b. Farmakokinetik

Setelah pemberian secara oral captopril secara cepat diabsorpsi dan adanya makanan
dalam saluran gastrointestinal berkurang 30-40%. Dalam periode 24 jam lebih dari 95%
dosis yang diabsorpsi dieliminasi ke dalam urin dan 40-50%nya dalam bentuk tidak
berubah.

- Zefenopril

a. Farmakodinamik

Kalsium Zofenopril (CAS 81938-43-4) adalah angiotensin baru converting enzyme


(ACE) inhibitor, yang selain kegiatan khas kelas, terbukti memiliki efek kardioprotektif
spesifik karena juga untuk kehadiran kelompok sulfhidril. Dalam kalsium zofenopril
percobaan dan maleat enalapril (CAS 76095-16-4) diberikan kepada 20 sukarelawan sehat
dari kedua jenis kelamin di resimen dosis diulang pada dua tingkat dosis: 30 mg dan 60 mg
kalsium zofenopril dan 10 mg dan 20 mg enalapril maleat.

Penelitian dilakukan sesuai dengan jangka waktu dua, dua-urutan, desain crossover,
dengan washout. ACE aktivitas di serum dan zofenopril, zofenoprilat, enalapril dan
konsentrasi plasma enalaprilat ditentukan selama dan pada hari terakhir dari dua periode
studi. Kedua zofenopril dan enalapril secara luas dikonversi melalui hidrolisis untuk aktif
metabolit zofenoprilat dan enalaprilat, masing-masing. Zofenopril dipamerkan lengkap dan
tingkat hidrolisis lebih cepat dibandingkan dengan enalapril, yang tercermin oleh tinggi
untuk rasio metabolit orangtua obat Cmax dan AUCss, tau ditunjukkan oleh senyawa ini.
Meskipun hanya dua tingkat dosis diselidiki dalam sidang ini, farmakokinetik kedua obat
tampaknya linear.

Sejalan dengan percobaan sebelumnya, kedua senyawa pada kedua tingkat dosis
diselidiki menghasilkan inhibisi lengkap atau hampir lengkap dari aktivitas ACE dalam
serum, untuk periode yang berlangsung 6-8 jam setelah pemberian, penghambatan yang
masih relevan 24 jam setelahnya. The tolerabilitas dua obat pada kedua tingkat dosis
terbukti sangat baik seperti yang ditunjukkan oleh gejala subyektif dan obyektif, dengan
tidak adanya efek samping yang relevan, dan dengan parameter laboratorium biokimia dan
tanda-tanda vital dievaluasi sebelum dan setelah sidang. Tekanan darah menunjukkan tren
penurunan yang cukup dengan kedua obat, sistolik dan nilai tekanan darah diastolik yang
namun dalam batas normal dalam semua mata pelajaran. Dalam hal tidak ada gejala
hipotensi yang dialami. Dalam kesimpulan, zofenopril kalsium dan maleat enalapril
menunjukkan toleransi yang sangat baik dan tampaknya mengerahkan kegiatan serupa di
ACE serum. Perbedaan utama dalam farmakokinetik dua senyawa adalah konversi dari pro-
obat untuk metabolit aktif yang lebih cepat dengan zofenopril.

b. Farmakokinetik

Zofenopril adalah obat yang sekali di absorpsi mengalami hidrolisis yang cepat dan
lengkap dengan zofenoprilat sulfhidril yang mengandung metabolit aktif. Pada orang sehat,
dosis oral tunggal zofenopril 10mg akan cepat dihidrolisis, dengan bioavailabilitas rata-rata
93%. Berarti memerlukan waktu 3,3 jam, berarti waktu absorpsi 1,4 jam dan waktu untuk
puncak konsentrasi plasma (tmax) selama 0.4 jam.

Setelah pemberian oral obat zofenoprilat, untuk ginjal adalah 0,19 L / h / kg (3,1 ml /
menit / kg), non-ginjal izin 0.5 L / h / kg (8,3 ml / menit / kg), volume distribusi pada steady
state ( Vdss) 1.3L/kg, eliminasi paruh (t1 / 2) 5,5 jam dan rata-rata waktu tinggal 1,9 jam.
Bioavailabilitas mutlak zofenoprilat adalah 78% jika dihitung dari area di bawah konsentrasi
plasma-time curve (AUC) nilai darah dan 65% jika dihitung dari nilai ekskresi urin.
Zofenopril dan zofenoprilat secara luas terikat dengan protein plasma, dan eliminasi adalah
baik hati dan ginjal.

Dalam studi lain dosis tunggal pada pasien, administrasi zofenopril 60mg
mengakibatkan nilai waktu maksimal dari 1,19 dan 1,36 jam untuk zofenopril dan
zofenoprilat, Esterases memediasi biotransformasi zofenopril ke zofenoprilat.
ACE-hambat efek zofenopril, melalui zofenoprilat, ditemukan in vitro dan in vivo menjadi 3
sampai 10 kali lebih tinggi pada basis molar daripada kaptopril. Mungkin., Properti yang
paling relevan adalah zofenopril lipofilisitas tinggi ( oktanol-air koefisien
distribusizofenopril 3,5, zofenoprilat 0,22), yang memungkinkan penetrasi jaringan yang
luas dan berkepanjangan, dan mengikat jaringan ACE.

- Ramipril

a. Farmakokinetik

Ramipril adalah kerja lama angiotensin converting bukan golongan sudrifil. Enzyme
(ACE) inhibitor diperkenalkan untuk penggunaan klinis sekitar satu dekade lalu
Ramipril adalah obat yang mengalami de-esterifikasi dalam hati untuk membentuk
ramiprilat, metabolit aktif. Ramipril cepat mendistribusikan ke seluruh jaringan, dengan
ginjal hati, dan paru-paru menunjukkan konsentrasi nyata lebih tinggi dari obat dari
darah. Setelah penyerapan dari saluran pencernaan, hidrolisis cepat ramipril terjadi di hati.
Dalam rentang konsentrasi terapeutik, protein pengikatan ramipril dan ramiprilat adalah 73 dan
56%, masing-masing.

Ramiprila tmengikat ACE dengan afinitas tinggi pada konsentrasi yang sama
dengan enzim dan menetapkan keseimbangan perlahan.

Meskipun ramipril dimetabolisme oleh hati dan mekanisme ginjal untuk


kedua konjugat glucuronate dan turunan di ketopiperazine, sebagian besar obat
diekskresikan dalam urin sebagai ramiprilat dan konjugat glucuronate dari ramiprilat.

Eliminasi dari tubuh ditandai dengan fase awal yang relatifcepat dengan waktu
paruh dari 7 jam dan fase akhir dengan waktu paruh sekitar 120 jam.

Tidak ada interaksi farmakokinetik klinis signifikan antara obat ramipril

dan lainnya telah dilaporkan.

Ramipril adalah obat yang efektif dan ditoleransi dengan baik untuk
pengobatan hipertensi dan gagal jantung kongestif pada semua pasien, termasuk mereka
dengan ginjal atau disfungsi hati, dan orang tua.
b. Farmakodinamik

Ramipril adalah jenis obat yang disebut ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitors
yang bekerja dengan cara mengendurkan pembuluh darah. Hal ini membantu mengecilkan
tekanandarah.

Indikasi:
Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung, dan untuk meningkatkan
kemampuan bertahan setelah serangan jantung .

Dosis:

1. Pemberian dosis melalui mulut (per oral) 2.5 mg sehari saru kali.

2. Dosis lanjutan: 10 mg melalui mulut (per oral) sehari satu kali.

Efek Samping: :
Efek CV (hipotensi, angioedema); Efek CNS (kelelahan, sakit kepala); Efek GI (gangguan
perasa); Efek berturut-turut (batuk tidak berdahak; upper resp tract symptoms); Efek
Dermatologis (ruam, erythema multiforme, toxic epidermal necrolysis); reaksi
hipersensitivitas; Efek ginjal (kerusakan ginjal); Gangguan electrolyte (hiperkalemia,
hiponatremia,); gangguan darah .

Instruksi Khusus:

1. Pasien dengan HF dan mereka yang kekurangan gula atau air (melakukan
diuretic atau dialysis) mungkin mengalami hipotensi selama tahapan pemberian dosis dalam
terapi ACE inhibitor. (Mulai pengobatan atas pengawasan medis; pada pasien ini gunakan
dosis rendah dan lakukan dengan posisi terlentang)

2. Hindari pada pasien dengan aortic stenosis atau outflow tract obstruction dan harus
terhindar dari penyakit actual renovascular.

3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat keturunan atau idiophatic
angioedema.
4. Fungsi ginjal harus diukur sebelum pemberian ACE inhibitor dan harus diawasi selama
terapi. (Pasien dengan penyakit ginjal atau yang menggunakan dosis tinggi harus diawasi
secara reguler untuk mencegah proteinuria)
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Beta blockers adalah obat-obat yang menghalangi norepinephrine dan epinephrine


(adrenaline) mengikat pada reseptor-reseptor beta pada syaraf-syaraf. Beta blockers
terutama menghalangi reseptor-reseptor beta1 dan beta2. Dengan menghalangi efek-efek
dari norepinephrine dan epinephrine, beta blockers mengurangi denyut jantung; mengurangi
tekanan darah dengan melebarkan pembuluh-pembuluh darah; dan mungkin menyempitkan
saluran-saluran udara dengan menstimulasi otot-otot yang mengelilingi saluran-saluran
udara untuk berkontraksi

ACE inhibitors adalah obat-obat yang memperlambat aktivitas dari enzim ACE,
yang mengurangi produksi dari angiotensin II (kimia yng sangat kuat yang menyebabkan
otot-otot yang mengelilingi pembuluh-pembuluh darah untuk berkontraksi, jadi
menyempitkan pembuluh-pembuluh). Sebagai akibatnya, pembuluh-pembuluh membesar
atau melebar, dan tekanan darah berkurang.

Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan


saraf adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang disebut
juga noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau
simpatomimetik yaitu zat zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama
dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung
ujung sarafnya.

Anda mungkin juga menyukai