Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

Metabolisme Xenobiotik Pada Obat Dan Logam

DISUSUN OLEH KELOMPOK X


Rani Khoiriyah (RSA1C114002)
Fitri Khairati (RSA1C114014)
Aminah (RSA1C114015)
Dian Ferdinan T (RRA1C114005)

DOSEN PENGAMPU :

Drs. Haryanto, M.Kes


Dra. M Dwi Wiwik Ernawati, M.Kes
Dr. Yusnelti, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
1

KATA PENGANTAR
Biokimia adalah ilmu yang mempelajari reaksi kimia yang terjadi dalam sel atau
organisme yang hidup. Kehidupan tergantung pada reaksi biokimianya. Reaksi biokimia yang
harmonis dalam tubuh menyebabkan kondisi tubuh sehat, sebaliknya penyakit mencerminkan
abnormalitas biomolekul, reaksi biokimia atau proses biokimia.
Makalah ini membahas tentang senyawa xenobiotic yang merupakan salah satu materi
pelajaran yang wajib di kuasai di mata kuliah biokimia ini. Makalah ini tersusun dari berbagai
sumber yang berasal dari buku dan jurnal-jurnal ilmiah.
Ucapan rasa syukur yang utama kami ucapkan kepada Allah SWT, karna atas izin-Nya
lah makalah ini dapat kami selesaikan. Lalu ucapan terimakasih kepada Bapak dan Ibu Dosen
Pengampu Mata Kuliah Biokimia II yang dengan ikhlas membimbing kami untuk menyusun
makalah ini. Tak lupa ucapan terimakasih untuk orang tua dan teman teman yang selalu
mendukung kami secara moril dan materil.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak lubang yang
terliang dan masih banyak rongga yang terangah. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Jambi,

Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
2.1 Senyawa Xenobiotik..............................................................................................................................2
2.1.1 JALUR-JALUR METABOLISME.................................................................................................5
2.2 Obat......................................................................................................................................................6
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme xenobiotika................................................................9
2.3 Metabolisme Xenobiotik Pada Obat dalam Tubuh...............................................................................10
2.4 RESPON METABOLISME XENOBIOTIK......................................................................................27
2.5 Toksisitas Logam Berat.......................................................................................................................28
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................45
3.1

Kesimpulan....................................................................................................................................45

3.2

Saran..............................................................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................47

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Struktur parasetamol...............................................................................................................6
Gambar 2. 2 Struktur Antalgin.....................................................................................................................7
Gambar 2. 3 Struktur Asam Menefamat.....................................................................................................8
Gambar 2. 4 struktur Dextrometrophan HBr...............................................................................................8
Gambar 2. 5 reaksi-reaksi oksidasi-reduksi di dalam reticulum endoplasmik...........................................15
Gambar 2. 6 Konjugasi Glukuronidasi......................................................................................................21
Gambar 2. 7 Konjugasi sulfat....................................................................................................................22
Gambar 2. 8 Reaksi Toksik Xenobiotik.....................................................................................................27
Gambar 2. 9 Merkuri.................................................................................................................................28
Gambar 2. 11 Perilaku Logam Berat di Lingkungan..................................................................................41
Gambar 2. 12 Pengaruh Logam Berat pada Kerja Enzim..........................................................................43
Gambar 2. 13 Kompleks Protein Logam Berat..........................................................................................44

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Xenobiotik merupakan kata yang sedikit asing kita dengar, tetapi bukan berarti bahwa
xenobiotic ini merupakan istilah baru. Tentunya , kita semua sudah sangat mengenal berbagai
macam obat-obatan dan zat kimia yang biasa di tambahkan pada makanan serta polutan yang
hampir setiap harinya ada. Itu merupakan contoh dari xenobiotic. Jadi, xenobiotic adalah semua
senyawa kimia yang dalam keadaan normal tidak dibutuhkan oleh tubuh.
Xenobiotik umumnya tidak larut dalam air, sehingga kalau sudah masuk kedalam tubuh
tidak dapat di eksresi. Oleh karena itu, xenobiotic harus di metabolisme menjadi zat yang larut
sehingga bisa di eksresi keluar nantinya. Organ yang berperan dalam metabolism xenobiotic
adalah hati. Eksresi xenobiotic berupa empedu dan urine.Pada makalah ini,akan di bahas tahaptahap metabolisme xenobiotic secara lebih detail.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud dengan Xenobiotik ?


Bagaimana Metabolisme Xenobiotik pada Obat ?
Apa saja dampak Xenobiotik pada Obat ?
Bagaimana Metabolisme Xenobiotik pada Logam ?
Apa saja dampak Xenobiotik pada Logam ?

1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Menjelaskan pengertian Xenobiotik


Menjelaskan Metabolisme Xenobiotik pada Obat
Menjelaskan Dampak Metabolisme Xenobiotik pada Obat
Menjelaskan Metabolisme Xenobiotik pada Logam
Menjelaskan Dampak Metabolisme Xenobiotik pada Logam

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Senyawa Xenobiotik
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat
asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan
pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya. Xenobiotik umumnya
tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi
xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ yang
paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi xenobiotik melalui empedu
dan urine.
Xenobiotik adalah bahan kimia yang ditemukan dalam organisme, tetapi tidak diharapkan
untuk diproduksi atau terdapat di dalamnya, mereka adalah bahan kimia yang ditemukan dalam
konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Xenobiotik tidak mempunyai fungsi structural
maupun fisiologis bagi tubuh sehingga harus di keluarkan dari tubuh. Proses detoksifikasi di
butuhkan untuk mengeluarkan senyawa-senyawa asing tersebut. Bahan tambahan pangan (BTP)
merupakan salah satu contoh xenobiotic. Selain itu, kontaminan juga termasuk kedalam
golongan xenobiotic. Kontaminan dapat berasal industry dan lingkungan, sumber-sumber
biologis, maupun di tambahkan pada proses pengolahan pangan.
Dalam keseharian tubuh manusia dapat terpapar beribu-ribu xenobiotic, dimana setiap
xenobiotik dapat menimbulkan efek toksik. Adakalanya kita secara sengaja mengkonsumsi
xenobiotik seperti bahan pengawet, pewarna dan penyedap rasa dalam makanan, obat-obatan dan
asap rokok, walaupun tidak disertai kesadaran dan pengetahuan yang memadai akan akibat buruk
yang mungkin timbul. Sedang secara terus menerus tanpa bermaksud untuk mengkonsumsi,
tubuh manusia dapat terpapar xenobiotik yang ada di lingkungan baik di udara, air maupun
daratan seperti gas karbon monoksida, benzo(a)piren, logam-logam berat dari asap gas buang
kendaraan bermotor dan bahan-bahan pencemar lingkungan lainnya. Senyawa xenobiotik
tersebut masuk ke dalam tubuh dapat melalui mulut (per oral) seperti makanan dan obat2

obatandan melewati proses pencernaan (digesti), atau karena terhirup atau dihirup pernafasan

(per inhalasi) seperti asap rokok dan asap kendaraan atau lewat kontak dengan kulit (per
cutan/transdermal) seperti dijumpai dalam beberapa kasus keracunan pestisida pada petani dan
bisa di karenakan peninjeksian obat kedalam vena melalui suntikan (intravena).
Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi.
Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa
diekskresi. Organ yang paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Ekskresi

XENOBIOTIK/TOKSIN
(Larut Lemak)
Berasal dari produk akhir metabolisme, mikroorganisme, kontaminan/polutan, insektisida, p

xenobiotik melalui empedu dan urine.

DETOKSIFIKASI FASE I
Membutuhkan nutrisi,, Vitamin B, Asam folat, Glutation, Karotenoid, Vitamin E,

DETOKSIFIKASI FASE II
Membutuhkan nutrisi asam amino(glutamin, glisin, taurin, sistein), fitokimia bersulfur, beras

PROSES DETOKSIFIKASI XENOBIOTIK DALAM HATI

PRODUK BUANGAN
(Larut Air)
Dibuang oleh tubuh melalui :
3

URIN

EMPED

TINJA

Fase II sangat menentukan proses pembuangan toksin dari dalam tubuh. Karena itu
sangat penting bagi hati untuk mengaktifkan fase II secara menyeluruh. Pada fase II, glutation
ikut berperan. Glutation yang diaktifkan sangat penting selama proses detoksifikasi fase II.
Karena itu, dengan adanya bantuan dari fitokimia, kerja hati pada detoksifikasi fase II akan
sangat terbantu.

2.1.1 JALUR-JALUR METABOLISME


Senyawa-senyawa asing, seperti obat-obatan, yang masuk kedalam tubuh mengalami
transformasi ezimatik, yang biasanya menyebabkan hilangnya aktivitas farmakologik. Ini dikenal
dengan detotoksifikasi. Kadang-kadang, kerja enzim-enzim ini dapat mengubah senyawasenyawa inaktif (atau bakal obat) menjadi senyawa yang aktif secara farmakologi. Pada kasus
ini, prosesnya disebut sebagai bioaktivasi. Bakal obat adalah derivat yang inaktif secara
farmakologi dari molekul aktif yang dirancang hancur di dalam tubuh dan membebaskan obat
aktif. Pendekatan bakal obat sering di gunakan dalam farmasi untuk mengatasi masalah-masalah
seperti absorpsi yang buruk atau ketidakstabilan ketika obat induk diberikan oral, atau jika obat
induk tersebut mempunyai rasa tau bau yang tidak enak sehingga perlu disamarkan.
Ada dua jenis biotransformasi yang ditemukan didalam tubuh, secara imajinatif disebut
reaksi fase I dan fase II, walaupun banyak obat-obatan mengalami kedua proses ini. Reaksi fase I
merupakan reaksi pemasukan gugus fungsi baru ke dalam molekul, atau gugus yang telah ada
diubah menjadi derivat yang lain (biasanya menjadi lebih terlarutkan air). Reaksi fase II
(konjugasi) adalah reaksi saat gugus fungsi yang telah ada di dalam molekul ditutupi dengan
adanya penambahan gugus baru. Konjugat terbentuk di antara obat dan senyawa hidrofilik,
seperti asam glukuronat, dan konjugrat yang dihasilkan (glukoronida) biasanya akan bersifat
lebih terlarutkan air dibandingkan dengan obat induk. Sebagian besar obat bersifat hidrofobik
sehingga bukan sifatnya terlarutkan air. Metabolisme menjadi derivat yang lebih terlarutkan air
dan lebih kecil toksisitasnya mengakhiri kerja obat dan memungkinkan tubuh untuk
mengekskresi obat tersebut dengan mudah didalam urine. Jika obat yang diberikan memang telah
bersifat hidrofilik, seringkali molekul yang dikeluarkan berada dalam bentuk yang tidak berubah.
Proses-proses yang terlibat dalam metabolisme obat terdiri atas reaksi kimia yang
sederhana, seperti oksidasi (yang paling umum), redukasi, dan dealkilasi, dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk :

Faktor-faktor genetik. Perbedaan-perbedaan ditemukan diantara spesies (faktor ini penting


karena sebagian besar obat-obatan untuk manusia, diuji pertama kali pada hewan) dan di
antara individu di dalam suatu populasi.
5

Faktor-faktor fisiologik. Faktor ini termasuk usia pasien, jenis kelamin, kehamilan, dan
status gizi. Pasien yang sangat muda yang organ hatinya belum berkembang sempurna, dan
pasien yang sangat tua yang fungsi hatinya telah rusak, lebih lambat dalam memetabolisme
obat dibandingkan dengan orang dewasa normal

2.2 Obat
1. Parasetamol

Gambar 2. 1 Struktur parasetamol


Parasetamol merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit.
Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida (NaOH) 1 N, mudah larut
dalam etanol. Parasetamol mempunyai berat molekul 151,16 (DITJEN POM, 1995). Struktur
kimia parasetamol ditunjukkan pada Gambar 2.1
Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol (APAP) merupakan metabolit
aktif fenasetin. Sejarah parasetamol berawal dari asetanilid yang merupakan anggota pertama
golongan obat turunan p-aminofenol. Asetanilid diperkenalkan di bidang kedokteran pada tahun
1886 dengan nama antifebrin oleh Cahn dan Hepp, yang secara kebetulan menemukan kerja
antipiretiknya. Namun asetanilid ternyata sangat toksik. Dalam usaha menemukan senyawa yang
kurang toksik, p-aminofenol dicoba dengan keyakinan bahwa tubuh akan mengoksidasi
asetanilid menjadi senyawa ini. Namun, toksisitasnya tidak berkurang, dan sejumlah turunan
kimiawi p-aminofenol kemudian diuji. Salah satu dari turunan tersebut yang lebih memuaskan
adalah fenasetin atau asetofenetidin
6

2. Antalgin

Gambar 2. 2 Struktur Antalgin

Komposisi
Tiap tablet mengandung Antalgin 500 mg.
Cara Kerja
Antalgin adalah derivat metansulfonat dari Amidopirina yang bekerja terhadap susunan
saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur
suhu tubuh. Tiga efek utama adalah sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi.
Antalgin mudah larut dalam air dan mudah diabsorpsi ke dalam jaringan tubuh.
3. Asam Menefamat

Gambar 2. 3 Struktur Asam Menefamat


Indikasi:
Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan
sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot,
nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.
7

Komposisi:
Tiap tablet salut selaput mengandung asam mefenamat 500 mg.
4. Komix

Gambar 2. 4 struktur Dextrometrophan HBr


KANDUNGAN
Per 7 mL : Dekstrometorfan HBr 14 mg, Klorfeniramini maleat 1,4 mg, Fenilpropanolamin HCl
12,5 mg, Ammonium Klorida 87,5 mg.

INDIKASI
Batuk & pilek, hidung tersumbat yang berhubungan dengan gejala-gejala alergi.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme xenobiotika.


A. Genetik, lingkungan dan psiologik
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi biotransformasi (metabolisme). Faktor
terpenting adalah genetik yang menentukan polimorfisme dalam oksidasi dan konjugasi dari
xenobiotika, penggunaan dengan obat-obatan secara bersamaan, paparan polutan atau bahan
kimia lain dari lingkungan, kondisi kesehatan dan umur. Faktor-faktor ini diduga
bertanggungjawab terhadap penurunan efisiensi biotransformasi, perpanjangan efek farmakologi
dan peningkatan toksisitas.
B. Induksi enzim
8

Banyak xenobitika dapat meningkatkan sintesa sistem enzim metabolism (induksi),


induksi sistem enzim tertentu dapat meningkatkan laju biotransformasi senyawa tertentu. Contoh
xenobiotika yang bersifat induksi enzim adalah fenobarbital. Fenobarbital dapat meningkatkan
jumlah CYP450 dan NADPH-sitokrom c reduktase.
C. Inhibisi enzim
Penghabantan sistem enzim biotransformasi akan mengakibatkan perpanjangan efek
farmakologi dan meningkatnya efek toksik. Inhibisi sistem enzim CYP2D6 oleh quinidin, secara
nyata dapat menekan metabolime spartain, debrisoquin atau kodein.
D. Faktor Genetik
Telah dikenal dari hasil penelitian pengembangan dan penemuan obat baru, bahwa
variabilitas genetik berperan penting pada reaksi metabolisme. Perbedaan variabilitas ini dapat
disebabkan oleh Genotipe dari masingmasing sel, sehingga dapat mengakibatkan kekurangan
atau kelebihan suatu sistem enzim. Pada kenyataanya perbedaan aktivitas metabolisme
ditentukan oleh fenotipe, yang tergantung pada genotipe dan satuan dari ekspresinya. Perbedaan
fenotipe ini mengantarkan peneliti untuk mengelompokkan individu ke dalam populasi
pematabolit cepat extensive metabolizer dan pemetabolit lambat poor metabolizer. Dalam
berbagai kasus penekanan metabolisme melalui pengontrolan laju polimorfisasi dari enzim dapat
mengakibatkan peningkatnya efek samping (efek toksik) pada pemetabolit lambat. Sebagai
contoh faktor genetik adalah cacat pad system enzim glukuse-6-fosfat-dihidrogenase, hal ini
diakibatkan oleh kerusakan genetik dari Xkromosomal. Contoh lainnya adalah polimorfismus
dari sistem enzim CYP2D6 yang lebih dikenal dengan polimorfismus spartain atau debrisoquin,
polimorfismus sistem enzim CYP2C19 (polimorfismus mefenitoin dan polimorfismus N-asetiltransferase). Hampir 10% dari orang eropah memiliki gangguan dalam polimorfismus sistem
enzim CYP2D6, yang mengakibatkan lambatnya metabolisme dari spartain, debrisoquin, kodein.
E. Penyakit
Hati adalah organ utama yang bertanggungjawab pada reaksi biotransfromasi. Penyakit
hepatitis akut atau kronis, sirosis hati dan nekrosis hati secara signifikan dapat menurunkan laju
metabolisme xenobiotika. Padasakit hati terjadi penurunan sintesa sistem enzim dan penurunan
laju aliran darah melalui hati.Senyawa yang memiliki clearance hati (eliminasi persatuan
9

volume) yang tinggi, penurunan laju aliran darah di hati secara signifikan akan menurunkan laju
metabolismenya. Dilain hal senyawa-senyawa dengan clearan hati rendah, penurunan laju
metabolisme pada kasus ini lebih ditentukan oleh penurunan aktivitas enzim metabolisme.
F. Umur
Pada bayi telah dikenal, kalau sistem enzim biotranformasi belum sempurna terbentuk.
Pada bayi yang baru lahir (fetus) sistem enzimenzim, yang terpenting (seperti: CYP-450,
glukoronil-trensferase dan Acetil-transferase) belum berkembang dengan sempurna. Pada tahun
pertama sistem enzim ini berkembang lebih sempurna, dan pada tahun ke lima fungsi sistem
enzim biotransformasi telah mendekati sempurna seperti pada orang dewasa. Namun pada orang
lanjut usia terjadi degradasi fungsi organ, hal ini juga mengakibatkan penurunan laju
metabolisme.

2.3 Metabolisme Xenobiotik Pada Obat dalam Tubuh


Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim tubuh,
sehingga senyawa tersebut akan mengalami perubahan struktur kimia dan pada akhirnya dapat
dieksresi dari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialami oleh xenobiotika dikenal dengan
reaksi biotransformasi yang juga dikenal dengan reaksi metabolisme. Biotransformasi atau
metabolism pada umumnya berlangsung di hati dan sebagian kecil di organ-organ lain seperti:
ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di darah. Secara umum
proses biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksi fungsionalisasi) dan
fase II (reaksi konjugasi). Dalam fase pertama ini tokson akan mengalami pemasukan gugus
fungsi baru, pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui reaksi oksidasi
(dehalogenasi, dealkilasi, deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida, hidroksilasi, oksidasi
alkohol dan oksidasi aldehida); rekasi reduksi (reduksi azo, reduksi nitro reduksi aldehid atau
keton) dan hidrolisis (hidrolisis dari ester amida). Pada fase II ini tokson yang telah siap atau
termetabolisme melalui fase I akan terkopel (membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis
dengan senyawa endogen tubuh, seperti: Konjugasi dengan asam glukuronida asam amino, asam
sulfat, metilasi, alkilasi, dan pembentukan asam merkaptofurat
10

Enzim-enzim yang terlibat dalam biotransformasi pada umumnya tidak spesifik terhadap
substrat. Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuronidase) umumnya terikat pada membran
dari retikulum endoplasmik dan sebagian terlokalisasi juga pada mitokondria, disamping itu ada
bentuk terikat sebagai enzim terlarut (seperti esterase, amidase, sulfoterase). Sistem enzim yang
terlibat pada reaksi fase I umumnya terdapat di dalam retikulum endoplasmik halus, sedangkan
sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase II sebagian besar ditemukan di sitosol. Disamping
memetabolisme xenobiotika, sistem enzim ini juga terlibat dalam reaksi biotransformasi senyawa
endogen (seperti: hormon steroid, biliribun, asam urat, dll). Selain organ-organ tubuh, bakteri
flora usus juga dapat melakukan reaksi metabolisme, khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis
Pada umumnya proses resaksi detoksifikasi /metabolisme akan mengakhiri efek
farmakologi dari xenobiotika (detoksifikasi / inaktivasi). Namun pada kenyaaanya terdapat
beberapa xenobiotika, justru setelah mengalami reaksi detoksifikasi/metabolisme terjadi
peningkatan aktivitasnya (bioaktivasi), seperti bromobenzen melalui oksidasi membentuk bentuk
bromobenzen epoksid. Bromobenzen epoksid akan terikat secara kovalen pada makromlekul
jaringan hati dan mengakibatkan nekrosis hati. Oleh sebab itu dalam hal ini istilah detoksifikasi
kurang tepat digunakan. Para ahli menyatakan lebih tepat menggunakan istilah biotransformasi
untuk menggambarkan reaksi biokimia yang dialami oleh xenobiotika di dalam tubuh.
Biotransformasi belangsung dalam dua tahap, yaitu reaksi fase I dan fase II. Rekasi-reaksi pada
fase I biasanya mengubah molekul xenobiotika menjadi metabolit yang lebih polar dengan
menambahkan atau memfungsikan suatu kelompok fungsional (-OH, -NH2, -SH, - COOH),
melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Kalau metabolit fase I cukup terpolarkan,
maka ia kemungkinannya akan mudah diekskresi. Namun, banyak produk reaksi fase I tidak
segera dieliminasi dan mengalami reaksi berikutnya dengan suatu subtrat endogen, seperti: asam
glukuronida, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino ditempelkan pada gugus polar tadi. Oleh
sebab itu reaksi fase II disebut juga reaksi pengkopelan atau reaksi konjugasi. Enzim-enzim yang
terlibat dalam biotransformasi pada umumnya tidak spesifik terhadap substrat (lihat tabel 3.1).
Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuronidase) umumnya terikat pada membran dari
reticulum endoplasmik dan sebagian terlokalisasi juga pada mitokondria, disamping itu ada
bentuk terikat sebagai enzim terlarut (seperti esterase, amidase, sulfoterase).

11

Tabel 2.1: Jenis reaksi dan enzim yang terlibat dalam reaksi metabolisme suatu
xenobiotika
Reaksi Fase I
Oksidasi:

P450 monooksigenasi
Xantin oksidase
Peroksidase
Amin oksidase
Monoamin oksidase
Semicarbamat seneitif
amin oksidase
Reduksi:
P450 monooksigenase
Ketoreduktase
Glutation peroksidase
Hidrasi:
Eposid hidrolase
Ester hidrolisis:
Karboksilesterasis
Amidasis
Dehidrogenesis
Alkohol dehidrogenesis
Aldehid dehidrogenesis
Superokside dismutase

Reaksi Fase II
Glukuronosiltransferase
Sulfotransferase
Glutatuin S-transferase
Tioltransferase
Amid sitesis (tranasilase)
Metilasi
O-metiltransferase
N-metiltransferase
S-metiltransferase
Asetilasi
N-Asetilstransferase
Asetiltransferase
Tiosulfat
Sulfurtransferase
(rhodanase)

Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase I umumnya terdapat di dalam reticulum
endoplasmik halus, sedangkan sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase II sebagian besar
ditemukan di sitosol. Disamping memetabolisme xenobiotika, sistem enzim ini juga terlibat
dalam reaksi biotransformasi senyawa endogen (seperti: hormon steroid, biliribun, asam urat,
dll). Selain organ-organ tubuh, bakteri flora usus juga dapat melakukan reaksi metabolisme,
khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis.

Metabolisme xenobiotik dibagi 2 fase, yaitufase hidroksilasi dan fase konjugasi.


12

1. Fase Hidroksilasi
Fase Hidroksilasi adalah fase mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif atau merupakan
salah satu proses penguraian obat di dalam tubuh oleh bantuan enzim Mono oksidase atau
Sitokrom P450. Enzim Sitokrom P450 terdapat banyak di Retikulum Endoplasma. Fungsi enzim
ini adalah sebagai katalisator perubahan Hidrogen (H) pada xenobiotik menjadi gugus Hidroksil
(OH).
Oksidasi biologis
a. Sistem Monooksigenase yang tergantung pada Sitokrom P450
Sistem monooksigenase yang tergantung pada sitokrom P450 adalah inti dari
metabolisme dari kebanyakan xenobiotika. Reaksi monooksigenase ini mempunyai peranan
penting dalam reaksi biotransformasi, karena sistem ini tidak hanya merupakan sistem enzim
dasar primer dalam metabolisme bagi berbagai xenobiotika, tetapi juga sebagai langkah
fungsionalisasi awal bagi reaksi metabolisme selanjutnya. Sistem ini dikenal juga dengan nama
lainnya seperti:
o oksidasi fungsi-campur mixed function oxidation
o sistem P450
o sistem monooksigenase yang bergantung pada sitokrom P450
Sekarang ini peneliti lebih menggunakan sistem monooksigenase yaitu
untuk menggambarkan bahwa sistem memasukkan satu atom oksigen
ke dalam molekul xenobiotika substrat.
Reaksi sistem monooksigenase yang bergantung pada sitokrom P450 memenuhi stokiometri
sebagai berikut:
RH + O2 + NADPH + H+

ROH + H2O + NADP

Dimana RH mewakili substrat xenobiotika yang bereaksi dengan satu molekul oksigen
dan NADPH untuk menghasilkan metabolit teroksidasi (ROH), molekul air, keseluruhan reaksi
dikatalisis oleh sistem enzim sitokrom P450. Masuknya satu atom oksigen ke dalam subtrat
merupakan sumber dari penamaan sistem monooksigenase. Oksidasi subtrat dan disertai dengan
13

reduksi dari satu atom oksigen membentuk air adalah alasan utama menamakan sistem reaksi ini
dengan oksidasi fungsi campur. Secara stokiometri reaksi ini kelihatan sangat sederhana,
namun pada kenyataannya sangat komplek dimana reaksi-reaksi oksidasi-reduksi di dalam
reticulum endoplasmik terjadi secara simultan (lihat gambar 2.5).

Gambar 2. 5 reaksi-reaksi oksidasi-reduksi di dalam reticulum endoplasmik


Sitokrom P450 merupakan keluarga besar enzim berjenis hemeprotein yang berfungsi
sebagai katalis oksidator pada lintasan metabolisme xenobiotic. Berbagai reaksi kimiawi organic
dipercepat oleh sitokrom P450, seperti monooksigenasi, reduksi,epoksidasi dan dehalogenasi.

14

Reaksi tersebut secara spesifik ditujukan guna mengkonversi senyawa substrat menjadi metabolit
polar untuk di eksresi, atau di proses oleh enzim lainnya pada metabolisme fasa II menjadi
senyawa konjugasinya.
Reaksi Hidroksilasi oleh enzim Sitokrom P450 adalah sbb:
RH + O2 + NADPH + H+

ROH + H2O + NADP

RH: di atas mewakili sejumlah xenobiotik termasuk obat, karsinogen, pestisida, produk
petroleum, dan polutan (seperti campuran PCB). Senyawa lainnya, senyawa endogen, seperti
steroid, eikosanoid, asam lemak, dan retinoid.Substrat yang ada umumnya bersifat lipofilik dan
menjadi hidrofilik melalui reaksi hidroksilasi. Sitokrom P450, dikenal sebagai biokatalis yang
paling luasbekerjanya.
b. Reaksi oksidasi
Reaksi oksidasi mempunyai peranan penting pada biotransformasi, khususnya reaksireaksi yang melibatkan sistem enzim oksidase, monooksigenase dan dioksigenase. Oksidase
mengoksidasi melalui masuknya oksigen (elektron). Melalui mono-oksigenase akan dimasukkan
satu atom oksigen ke dalam xenobiotika dan molekul oksigen yang lainnya akan direduksi
menjadi air. Berbeda dengan dioksigenase, kedua atom oksigen akan dimasukkan ke dalam
xenobiotika. Sistem enzim yang yang mengkatalisis rekasi oksigenase ini memerlukan sistem
sitokrom P-450 dan NADPHsitokrom P-450 reduktase, NADPH dan molekul oksigen. Oksidasi
pada sitokrom P-450 sangat memegang peranan penting dalam biotransformasi xenobiotika.
Sitokrom P-450 adalah hemoprotein dengan suatu kharakter puncak absorpsi dari bentuk
terreduksi CO-kompleknya pada panjang gelombang 450 nm. Enzim sitokrom P-450 terletak di
retikulum endoplasmik dari beberapa jaringan. Sistem enzim yang mengkatalisis reaksi ini
dikenal dengan mikrosomal oksidasi fungsi campur (microsomal mixed-function oxidase, MFO).

15

Substrat xenobiotika bereaksi dengan bentuk teroksidasi CYP-450Fe3+ membentuk


komplek enzim-subtrat. Sitokrom P-450 reduktase mendapatkan satu elektron dari NADPH,
yang akan mereduksi komplek dari CYP-450Fe3+ xenobiotika. Bentuk reduksi dari komplek
CYP- 450Fe2+xenobiotika bereaksi dengan molekul oksigen dan kemudian mendapatkan
elektron yang ke dua dari NADPH, yang diperoleh dari flavoprotein reduktase yang sama,
membentuk species oksigen terakivasi. Langkah terakhir satu atom oksigen terlepas sebagai H2O
dan atom oksigen yang lain ditransfer ke dalam substrat dan bentuk teroksidasi CYP-450Fe3+
terregenerasi. Sistem enzim CYP-450 monooksigenase mengkatalisis reaksi seperti berikut
(I:inaktivasi efek toksik, A: aktivasi efek toksik) :
1. Hidroksilasi dari rantai karbon dan alkilen:
R-CH2-CH2-CH3 R-CH2-CH2-CH2-OH atau RCH2-CHOH-CH3
contoh:
1. I : Butan Butanol
Etilbenzol Fentilbenzol
Tetrahidrokanabinol (THC) 11-OH-THC
A: Hexan 2,6-Hexandiol ( Hexandion)
2. Hidroksilasi dari aromatik menjadi fenol
I: Fenitoin Hidroksifenition
2. Hidroksilasi alkilamin

16

I: Imipramin Desimipramin
A: Dimetilnitroamin Metilnitrosoamin
3. Hidroksilasi dari alkileter, alkiltiol
R-CH2O(S)-CH3 R-CH2(s)OH + HCHO
I : Papaverin O-Desmetilpapaverin
A: Kodein Morphin
4. .Epoksidasi dari alifatis atau aromatis rantai ganda

I : Karbamazepin Karbamazepinepoksid
A:Trikloretilen [Trikloretilenepoksid]
Benzo(a)piren-7,8-dihidridiol Bezo(a)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksid
5. Alkohol: Oksidatif membentuk aldehid
Sekarang ini telah dilaporkan 4 keluarga gen dari CYP-450-isoenzim (CYP1, CYP2, CYP3
dan CYP4), yang terdiri dari 16 subfamili Sistem standard untuk mengelompokan keluarga CYP450 multigen adalah berdasarkan kesamaan sequensi dari individual proteinnya. Apabila lebih
dari 40% asam amino yang teridentifikasi memiliki kesaman sequen maka akan dikelompokkan
ke dalam satu keluarga gen CYP-450. Satu keluarga gen CYP-450 dibagi pula menjadi beberapa
sub keluarga, apabila dalam satu famili mempunyai kesamaan lebih dari 55% sequensi maka
akan dikelompokkan ke dalam satu subfamili. Tabel 3.1. memberikan kelompok CYP-450
insoenzim dan kespesifisitas subtratnya. Aktifitas dari CYP-450-isoenzim ini kadang dapat
dipisahkan, namun terdapat beberapa famili yang aktivitasnya tumpang tindih. Perbedaan ini
mempunyai pengaruh yang sangat relevan terhadap kenetik, inaktivasi atau bioaktivasi dari
substrat. Isoenzim CYP2D6 bertanggungjawab pada rekasi N- dan O-dealkilasi, telah dilaporkan
pada kelompok populasi tertentu diketemukan ganganguan dalam polimorfismus dari isoenzim
ini. Sehingga terdapat perbedaan kinetik N- atau O-dealkilasi pada sekelompok populasi
17

tersebut. Sekitar 5% penduduk asia memiliki kelainan genetik polimufismus CYP2D6, sehingga
pada kelompok populasi ini kodein terjadi hambatan dalam N-demetilasi menjadi morfin.
Flavinmonooksigenase. Disamping oksidatif yang dikatalisis oleh CYP-450 terdapat juga
oksidatif yang tidak tergatung pada CYP-450, yaitu sistem enzim flavonmonooksigenase. Sistem
enzim ini merubah amin sekunder menjadi hidroksilamin dan amin tersier menjadi N-oksida.
Tabel 3.2: Bentuk-bentuk CYP-450 dan spesifisitas substratnya*
CYP-450
CYP1A1

Substrat
PAH, arilamin, fenacetin, kafein, benzo(a)piren, aflatoksin B, heterisiklik amin

CYP1A2
CYP2A1
CYP2A2
CYP2A6
CYP2B1
CYP2B2
CYP2C

7a-testosteron
15a-testosteron
Dietilnitrosamin
Resorufin
Cocain
Etotoin, heksobarbital, metosuksimid

Dibandingkan dengan reaksi oksidasi, rekasi reduksi mempunyai peran minor dalam
biotransformasi. Gugus karbonil melalui alkoholdehidrogenase atau citoplasmik aldoketoreduktase direduksi menjadi alkohol. Pemutusan ikatan azo menjadi amin primer melalui
pembentukan hidrazo melibatkan banyak enzimenzim, diantaranya: NADPH-CYP-450 reduktase.
Reduktif dehalogenasi sangat beperan penting dalam detoksifikasi dari senyawa-senyawa alifatis
halogen (Cl, Br dan I), seperti: Senyawa karbon tetraklorida atau halotan.
Sistem oksidasi dapat dikatakan sebagai sistem monooksigenase karena molekul oksigen
dipecah dan atom oksigen berakhir pada substrat yang berbeda. Kofaktor enzim dapat
mengoksidasi atau memetabolisme berbagai jenis senyawa.Sitokrom P450 merupakan
hemoprotein seperti Hemoglobin, banyak terdapat pada membran retikulum endoplasma sel hati.
c. Biohidrolisis
Banyak xenobiotika yang mengandung ikatan jenis ester dapat dihidrolisis, diantaranya
ester, amid dan fosfat. Reaksi-reaksi biohidrolisis yang penting adalah:

18

Pemutusan ester atau amida menjadi asam karboksilat dan alkohol (atau amin)

melalui esterase atau amidase.


Perubahan epoksida menjadi vicinalen diol melalui enzim epoksidihidratase
Hidrolisis dari acetylen (glikosida) melalui enzim glikosidase.

Ester atau amida dihidrolisis oleh enzim yang sama, namun pemutusan ester jauh lebih
cepat dari pada amida. Enzim-einzim ini berada di intradan juga extra selular, baik dalam
keadaan terikat dengan mikrosomal maupun terlarut. Enzim hidrolitik terdapat juga di
saluran pencernaan. Enzim-einzim ini akan menghidrolisis metabolit fase II (bentuk konjugat
menjadi bentuk bebasnya). Selanjutnya bentuk bebas ini dapat kembali terabsorpsi menuju
sistem peredaran darah. Proses ini dikenal dengan siklus enterohepatik.

2. Fase Konjugasi
Pada tahap 1 reaksi, xenobiotik umumnya dikonversi lebih polar, derivative dihidroksilasi.
Pada tahap 2 reaksi, derivatif ini terkonjugasi dengan molekul seperti asam glukuronat, sulfat,
atau glutation. Hal ini membuat lebih larut dalam air, dan pada akhirnya diekskresikan dalam
urin atau empedu.
Reaksi fase II melibatkan beberapa jenis metabolit endogen yang mungkin membentuk
konjugat dengan xenobiotika atau metabolitnya. Pembentukan konjugat memerlukan adanya
pusat-pusat reaktif dari substrat, biasanya gugus OH, -NH2 dan -COOH. Reaksi-reaksi penting
pada fase II adalah konjugasi dengan:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

teraktivasi asam glukuronat,


teraktivasi sulfat,
asam amino (khususnya glisin),
oligopeptida dan ikatan dengan turunan asam merkapturat,
teraktivasi asam asetat, 44
metilasi.

Hasil reaksi konjugasi bersifat sangat polar, sehingga sangat cepat tereksresi melalui
ginjal bersama urin dan / atau melalui empedu menuju saluran cerna. Pada umumnya melalui
reaksi fase II, xenobitika atau metabolit fase I mengalamideaktivasi. Namun belakangan ini telah

19

dilaporkan beberapa metabolit fase II justru mengalami aktivasi, seperti morfin-6-glukuronida


mempunyai aktivitas antianalgesik yang lebih poten dari pada morfin.
Fase konjugasi adalah fase mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat kimia tertentu
dalam tubuh menjadi zat yang larut, sehingga mudah diekskresi baik lewat empedu maupun
urine. Zat dalam tubuh yang biasa dipergunakan untuk proses konjugasi adalah: asam
glukoronat, sulfat, acetat, glutation atau asam amino tertentu. Fase konjugasi ini terdiri dari
beberapa tahap, yaitu:
a) Konjugasi Glukuronidasi (glucuronidation conjugation)

Gambar 2. 6
Konjugasi Glukuronidasi
Glukuronidasi: proses menkonjugasi xenobiotik dengan asam glukorunat, dengan enzim
glukuronil transferase
Aktivitas dapat berubah dalam jaringan yang sakit (misalnya, sirosis), mempengaruhi
metabolisme obat, genotipe profil P450 pasien (misalnya, untuk mendeteksi polimorfisme)
mungkin di masa depan terapi obat steroid banyak yang diekskresikan sebagai glukoronida.
Glukuronat yang mungkin melekat pada oksigen, nitrogen, atau belerang kelompok substrat yang
digunakan. Glukoronidase merupakan reaksi yang paling sering terkonjugasi pada fase II.
Xenobiotik yang mengalami glukorunidasi adalah: asetilaminofluoren (karsinogenik),
anilin, asam benzoat, meprobamat, fenol dan senyawa steroid.
20

Glukuronid adalah jenis konjugasi yang paling umum dan penting. Glukuronidasi dari gugus
alkohol atau fenol adalah reaksi konjugasi yang paling sering pada reaksi fase II, disamping itu
juga asam-asam karboksilat, senyawa sulfidril dan senyawa amin. Kosubstrat dari reaksi ini
adalah Asam-uridin-5-difosfo--D-glukuronat (UDPGA). Enzim yang mengkatalisi reaksi
konjugasi ini adalah UDP-glukuronil-transferase (UGT). Enzim ini terikat di retikulum
endoplasmic dan terdapat sebagian besar di bagian sisiluminal dari hati atau organ lainnya.
Enzim ini dikelompokkan ke dalam dua famili, yaitu UGT1 dan UGT2 . Glukuronat juga
mengkonjugasi senyawa endogen, seperti bilirubin, konjugasi ini dikatalis oleh UGT1*1. Enzim
UGT dilain hal agak kurang spesifik, namun ada dari subfamilinya yang mempunyai spesifisitas
yang tinggi. UGT2B7 adalah enzim yang mengkalisis konjugasi morfin menuju morfin- 3glukuronid dan morfin-6-glukuronid dengan perbandingan residu yang berbeda UGT2B7 agak
kurang spesifik dibandingkan dengan UGT1A1 hanya mengkatalisis morfin menuju morphin-3glukuronid
b) Konjugasi Sulfasi (sulfation conjugation)
Sulfasi: proses konjugasi xenobiotik dengan asam sulfat, dengan enzim sulfotransferase
dan cosubstrat 3-phosphoadenosine-5-phosphosulphate (PAPS) sebagai sumber group sulfate.

Gambar 2. 7 Konjugasi sulfat


Xenobiotik yang mengalami sulfasi adalah: alkohol, arilamina, fenol.
Reaksi ini membantu mentransfer asam amino tertentu di seluruh membran plasma, asam
amino yang kemudian terhidrolisis dari kompleks dengan GSH dan yang GSH yang diresintesis
dari cysteinylglycine. Enzim mengkatalisis reaksi atas adalah - glutamyltransferase (GGT). Hal
21

ini hadir dalam plasma membran sel tubular ginjal dan sel ductal empedu, dan dalam retikulum
endoplasma dari hepatosit. Enzim memiliki nilai diagnostik karena dilepaskan ke darah dari selsel hati pada berbagai penyakit hepatobilier.
Reaksi ini dikatalisis oleh sulfotranferase, yang diketemukan dalam fraksi sitosolik
jaringan hati, ginjal dan usus. Koenzimnya adalah PAPS (3- fosfoadenosin-5-fosfosulfat).
Konjugasi ini adalah untuk gugus fungsional: fenol, alkohol alifatik dan amin aromatic.

Konjugasi sulfat biasanya sebagian besar terhadap senyawa-senyawa endogen dan


relative jarang dengan xenobiotika. Jumlah cadangan koenzim PAPS biasanya terbatas dan
mudah habis, sehingga pada peningkatan jumlah substrat konjugasi sulfat menjadi jalur reaksi
fase II yang kurang menonjol.
c. Konjugasi dengan Asam amino (glisin).
Konjugasi ini dikatalisis oleh konjugat asam amino dan koenzim-A. Asam karboksilat
karboksilat, asam arilasetat dan asam akrilat yang mengalami substitusi aril dapat membentuk
konjugat dengan asam amino, terutama glisin.
d. Ikatan dengan turunan asam merkatofurat (konjugasi glutation).
Reaksi konjugasi ini berlangsung dalam beberapa tingkat, sebagian belangsung secara
spontan dan juga dikatalisis oleh glutation-S-transferase. Pada awalnya terbentuk konjugat
glutation-substrat kemudian mengalami pemecahan enzimatik dari kedua asam amino. Melalui
asetilasi dari sistein membentuk produk akhir berupa turunan Nasetilsistein (asam merkaptofurat)
yang mudah diekskresi. Glutation dapat berkonjugasi dengan epoksid yang terbentuk akibat
oksidasi dari halogen aromatik. Epoksida ini bersifat sangat elektrofilik yang sangat reaktif.
Metabolit ini dapat bereaksi dengan unsur-unsur sel dan menyebabkan kematian sel atau
pembentukan tomor. Konjugasi glutation akan berikatan dengan metabolit elektrofilik, dengan
demikian akan mencegah metabolit ini berikatan dengan sel. Dengan demikian konjugasi
glutation sangat berperanan penting dalam pencegahan tembentukan tomor (sel kanker). Selain
itu glutation dapat berkonjugasi dengan senyawa alifatik tak jenuh dan menggantikan gugus nitro
dalam suatu senyawa kimia.
22

Glutation (-glutamil-cysteinylglycine) adalah sebuah tripeptide terdiri dari asam


glutamat, sistein, dan glisin (Glutation yang biasa disingkat GSH (karena kelompok sulfhidril
dari sistein nya, yang merupakan bagian molekul). Sejumlah dari xenobiotic elektrofilik
berpotensi beracun (seperti karsinogen tertentu) adalah konjugasi ke nukleofilik GSH dalam
reaksi yang dapat direpresentasikan sebagai berikut:
R+GSH R-S-G
dimana R = sebuah elektrofilik xenobiotik. Enzim-enzim katalis reaksi ini disebut Stransferase
glutation dan hadir dalam jumlah tinggi di hati, sitosol dan dalam jumlah yang lebih rendah di
jaringan lain. Sebuah variasi glutation-transferase S hadir dalam jaringan manusia. Mereka
menunjukkan kekhasan substrat yang berbeda dan dapat dipisahkan dengan teknik ektroforesis
dan lainnya. Jika xenobiotik berpotensi beracun tidak terkonjugasi untuk GSH, mereka akan
bebas untuk berikatan kovalen dengan DNA, RNA, atau protein sel dan dapat sehingga
menyebabkan kerusakan sel yang serius. Oleh karena itu sebuah mekanisme pertahanan penting
terhadap racun tertentu senyawa, seperti beberapa obat-obatan dan karsinogen.
Gugus glutamil dan glycinyl milik kelompok glutation dikeluarkan oleh enzim khusus,
dan kelompok asetil (sumbangan dari asetil- CoA) ditambahkan ke grup amino dari sisa
cysteinyl bagian. Senyawa yang dihasilkan adalah mercapturic asam, sebuah konjugasi Lacetylcysteine, yang kemudian diekskresikan dalam urin. Glutation memiliki fungsi penting
lainnya dalam sel manusia terlepas dari perannya dalam metabolisme xenobiotik.
c) Konjugasi Acetylasi ( acetylation conjugation)
Konjugasi Asetilasi, tranformasi ini tidak menghasilkan racun-racun yang larut air.
Alkohol dan amines dapat diasetilasi dengan asetil CoA, dibawah pengaruh enzim asetil
transferase.
Asetil Transferase
X + Asetil-KoA

Asetil X
23

KoA

Sifat Polimorfisme enzim TOKSIK (Contoh: INH)


Xenobiotika yang memiliki gugus amin aromatik, yang tidak dapat dimetabolisme secara
oksidatif, biasanya akan diasetilisasi dengan bantuan enzim N-asetil transferase dan asetil
koenzim A. Asetilasi merupakan fransfer gugus asetil ke amin aromatik primer, hidrazin,
hidrazid, sulfoamid dan gugus amin alifatik primer tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok isoenzim N-asetil transferase
(NAT1 dan NAT2). Genotif isoenzim NAT2 memiliki sifat plomorfismus, sehingga
mengakibatkan perbedaan laju asetilasi (asetilasi cepat dan lambat). Hal ini dapat memberikan
makna toksikologis penting pada populasi tertentu terhadap laju eliminasi dari substratnya,
seperti: isoniazid, hidralazin, atau prokainamid
d) Konjugasi metilasi (methylation conjugation)
Konjugasi Metilasi, transformasi ini kurang penting diantara transformasi tahap II ini,
pada umumnya hanya dipakai untuk mentranformasi beberapa jenis thiols, phenol dan amines
yang dihasilkan dalam tubuh saja, dengan perantara oleh S-Adenosyl methionine (SAM) , dan
dikatalisasi oleh beberapa jenis enzim Methyl transferase . Contoh :Metabolisme epineprin oleh
SAM dan catechol O-methyl transferase (COMT).
H2O
L- Metionin

X + Metil

Pi + PPi

+ ATP

S Adenosil L Metionin (Metionin aktif)

X Metil

Enzim: Metil Transferase

Di dalam biotransformasi, reaksi metilasi relative sangat jarang, karena UDPGA tersidia
lebih luas sehingga lebih mudah terbentuk glukuronid. Reaksi ini dikatalisis oleh

24

metiltransferase.

Koenzimnya

adalah

SAM

(S-adenosinmetionin).

Contoh

N-metilasi

(noradrenalin, nicotinamid, metadon)

Metabolisme xenobiotik kadang disebut proses detoksifikasi, tetapi istilah ini tidak
semuanya benar, sebab tidak semua xenobiotik bersifat toksik. Respon metabolisme xenobiotik
mencakup efek farmakologik, toksik, imunologik dan karsinogenik
Tujuan keseluruhan dari dua fase metabolisme xenobiotik adalah untuk meningkatkan
kelarutan di dalam air (water solubility/hidrofilik) dan dengan demikian akan mempermudah
ekskresi melalui ginjal. Xenobiotik yang hidrofobik aka nbertahan di dalam jaringan adiposa
tanpa batas waktu kecuali diubah menjadi bentuk yang lebih polar. Pada kasus tertentu, reaksi
metabolik fase 1 akan mengubah xenobiotik dari senyawa inaktif menjadi senyawa aktif
biologis.Konjugasi pada fase II juga dapat meningkatkan aktivitas biologis xenobiotik.

25

2.4 RESPON METABOLISME XENOBIOTIK

Gambar 2. 8 Reaksi Toksik Xenobiotik


Efek samping xenobiotik dapat dibagi menjadi 3:
1. sel cedera (sitotoksik), yang dapat mengakibatkan kematian sel. Ada banyak mekanisme
di mana xenobiotik melukai sel-sel.
2. spesies reaktif dari xenobiotik mungkin mengikat protein, mengubah antigenisitas nya.
Xenobiotik juga dapat menghasilkan hapten, molekul kecil yang dengan sendirinya tidak
merangsang sintesis antibodi tapi akan tetapi bergabung dengan antibodi bila terbentuk.
Antibodi yang dihasilkan kemudian dapat merusak sel.
3. Reaksi spesies diaktifkan karsinogen kimia dengan DNA dianggap sangat penting dalam
karsinogenesis kimia. Beberapa bahan kimia (misalnya, benzo [] pyrene) memerlukan
aktivasi oleh monooxygenase dalam retikulum endoplasma untuk menjadi karsinogenik
(Disebut karsinogen tidak langsung). Kegiatan dari monooksigenase dan lainnya enzim
yang memetabolisme xenobiotik dalam retikulum endoplasma dengan demikian
membantu untuk menentukan apakah senyawa tersebut menjadi karsinogenik atau
"didetoksifikasi." Bahan kimia lainnya (Misalnya, berbagai agen alkylating) dapat
bereaksi secara langsung (direct karsinogen) dengan DNA tanpa menjalani aktivasi
intraseluler.

26

2.5 Toksisitas Logam Berat


Timbal yang masuk dalam tubuh akan mengalami metabolisme xenobiotik di hati. Salah satu
enzim yang terlibat dalam metabolisme xenobiotik adalah sitokrom P450. Keberadaan timbal
juga terbukti menghambat enzim-enzim tertentu dalam sintesis haem, meningkatkan aktivitas
sitokrom P450 1A1 (CYP1A1) yang merupakan salah satu bentuk isoform sitokrom P450, yang
berperan pada metabolisme xenobiotik.

Gambar 2. 9 Merkuri
1. Merkuri
Merkuri banyak digunakan sebagai peralatan ilmiah dan listrik, industri yang menggunakan
merukuri klor-alkali untuk memproduksi klorin dan sodium hydroxide. Di seluruh belahan bumi,
industri merupakan sumber utama kontaminasi merkuri. Sebagian besar keracunan merkuri,
dimana diakibatkan oleh metilmerkuri, terutama sebagai akibat dari mengkonsumsi ikan yang
terkontaminasi. Merkuri anorganik dan organik berbeda dalam jalur masuk dan dan diserap.
Merkuri yang terdapat dilingkungan secara kimia terdiri tiga bentuk diantaranya adalah
unsur merkuri (Hg0), merkuri anorganik (Hg+) dan garam merkuri (Hg2+) dan metalmerkuri
organik (CH3Hg) dan senyawa dimetilmerkuri (CH3HgCH3). Merkuri dalam bentuk uap merkuri
diserap melalui system pernapasan, sedangkan tertelan unsur merkuri yang tidak diserap relatif
tidak berbahaya. Setelah diserap, unsure merkuri dapat melaui darah-batas otak kemudian ke
system syaraf. Paparan unsure merkuri yang paling banyak terjadi terletak pada sumbernya.
Keracunan merkuri organik sangat berbahaya karena mengakibatkan gangguan system saraf
pusat (CNS). Gejala pertama (sindrom) yang dirasakan antara lain rasa kesemutan, rasa baal
27

pada kulit, jarak pandang mata menyempit, pendengaran berkurang, berjalan limbung, tremor
dan daya ingat yang berkurang, gangguan fungsi ginjal dan kesuburan dan cacat seumur hidup.
Keracunan metilmerkuri menimbulkan gangguan CNS seperti ataxia, pandangat menyempit,
penengaran menurun, neuropati, sifat tembus otak dan plasenta oleh karena itu berbayahaya bagi
janin.
Anak-anak yang menghirup uap merkuri, makan makanan atau bahan lain yang mengandung
penilmerkuri atau garam-garam yang mengandung merkuri anorganik atau menggunakan salep
yang

mengandung

MeHg

akan

berkembang

menjadi akrodynia atau

sakitpingk.

Akrodynia merupakan kram kaki yang parah, iritabilitas dan kulit menjadi merah tidak normal di
ikuti dengan tangan, hidung, tungkai dan kaki yang mengelupas, gatal, bengkak, denyut jantung
meningkat, tekanan darah meningkat, air liur atau keringat berlebihan, ruam, resah, sulit tidur
dan lemah. Kejadian tersebut hanya terjadi pada anak-anak, tetapi baru-baru ini dilaporkan pada
remaja dan orang dewasa telah menunjukkan gejala MeHg adalah senyawa kimia yang sangat
dikenal dengan resiko terhadap perkembangan anak. Pajanan dapat melalui makan ikan, roti
yang terkontaminasi MeHg. Ibu yang terpajan MeHg dapat memajan anaknya melalui air susu
ibu. Kadang-kadang pada anak efek tidak begitu terlihat seperti pada perkembangan IQ atau efek
pada otak Hanya dapat diketahui melalui tes neuropsikologi. Pada saat lahir, anak terlihat
normal, namun selanjutnya mengalami perkembangan bicara atau perkembangan lainnya lambat.
Kasus yang terjadi pada anak-anak di Irak disebabkan oleh makan roti yang terkontaminasi
pestisida yang mengandung MeHg, pada anak-anak di Jepang disebabkan oleh makan ikan yang
terkontaminasi MeHg. Penelitian retrospektif kadar merkuri darah tali pusar pada 1.000 anak di
Faroe pada umur 7 tahun yang telah terpajang waktu prenatal telah dilakukan. Setelah diajust
dengan berat badan kenaikan MeHg darah pada tali pusar 1-10 g/L memberikan kenaikan pada
distolik dan sistolok 13.9 dan 14.5 mmHg. Pada anak laki-laki MeHg darah tali pusar naik 1-10
g/L,

keceatan

jantungnya

turun

47%.

Variasi

kecepatan

jantung

refleksi

dari

kontrol oitoimmune jantung. Kasus keracunan pada seorang anak yang berumur 19 tahun setelah
8 bulan bekerja diperusahaan tambang emas. Anak tersebut menderita tremor dan fatique karena
terpajan merkuri dari tempat ia bekerja. Hasil pemeriksaan menunjukkan pada anak tersebut
menderita tremor, dysdiadchokinosis dan mild rigidity. Kandungan merkuri pada urin dideteksi
pada 24 jam 715 nmol/L (148 g/L). sedangkan no adverse effect pada 250 nmol/L (50 g/L)

28

Merkuri menyebabkan tidak berfungsinya mitokondria dan stress oksidatif. Tidak


berfungsinya mitokondria primer pada bagian ubiquinone-sitokrom dan NADH dehidrogenase
menyebabkan perpidahan ion Fe++ dan Cu+ pada pusat a3Cub sitokrom C (dapat dilihat pada
gambar 2). Hal ini menyebabkan depolarisasi dan auto-oksidasi pada bagian dalam mitokondria
dengan peroksi lipid dan tidak berfungsinya mitokodria. Konsekwensi fisiologi meliputi
meningkatnya hydrogen peroksida, menipisnya glutathione mitokondria lebih dari 50%,
meningkatnya lipid peroksidasi seperti TBRS lebih dari 70%, oksidasi nukleutida piridin seperti
NAD(p) dan mengubah kalsium homeostasis.

I.

Toksisitas Merkuri Masuk kedalam Tubuh Manusia

Keracunan kronis oleh merkuri dapat terjadi akibat kontak kulit, makanan, minuman, dan
pernafasan. Secara alamiah, pencemaran Hg berasal dari kegiatan gunung api atau rembesan air
tanah yang melewati deposit Hg. Apabila masuk ke dalam perairan, merkuri mudah berkaitan
dengan klor yang ada dalam air laut dan membentuk ikatan HgCl. Dalam bentuk ini, Hg mudah
masuk ke dalam plankton dan bisa berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik (HgCl) akan
berubah menjadi merkuri organik (metil merkuri) oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada
sedimen dasar perairan. Merkuri dapat pula bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa
organo-merkuri. Senyawa organo-merkuri yang paling umum adalah metil merkuri yang
29

dihasilkan oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. Mikroorganisme kemudian termakan oleh
ikan sehingga konsentrasi merkuri dalam ikan meningkat. Metil Hg memiliki kelarutan tinggi
dalam tubuh hewan air sehingga Hg terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan
biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan air, dikarenakan pengambilan Hg oleh organisme air
yang lebih cepat dibandingkan proses ekskresi.
Berikut ini adalah gambaran bagaimana perjalanan metil-merkuri dari air hingga masuk ke dalam
tubuh manusia dan binatang :
1.

Metil-merkuri di dalam air dan sedimen dimakan oleh bakteri, binatang kecil dan

2.

tumbuhan kecil yang dikenal sebagai plankton;


Ikan kecil dan sedang kemudian memakan bakteri dan plankton tersebut dalam jumlah

3.

yang sangat besar sepanjang waktu;


Ikan besar kemudian memakan ikan kecil tersebut, dan terjadilah akumulasi metilmerkuri di dalam jaringan. Ikan yang lebih tua dan besar mempunyai potensi yang

4.

lebih besar untuk terjadinya akumulasi kadar merkuri yang tinggi di dalam tubuhnya
Ikan tersebut kemudian ditangkap dan dimakan oleh manusia dan binatang,
menyebabkan metil-merkuri berakumulasi di dalam jaringannya.

Beberapa ketentuan/peraturan tentang batasan nilai kandungan merkuri pada suatu bahan dari
berbagai lembaga maupun instansi yang berwenang sebagai berikut :
1)

Nilai batas kandungan merkuri untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

2)

diijinkan adalah 0,001 mg/liter air.


Berdasar pada Pedoman Baku Mutu Lingkungan, kandungan merkuri dalam

3)

makanan yang tanpa diolah maksimum 0,001 ppm (part per millions)
Kandungan merkuri dalam darah yang aman maksimum 0,04 ppm (part per

4)

millions)
Untuk bahan kosmetik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang
penggunaan merkuri meskipun dengan konsentrasi kecil.

Beberapa catatan diketahui bahwa kadar merkuri dalam jaringan sebesar 0,1 1 ppm
sudah dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh sedangkan kadar merkuri dalam darah para
pekerja tambang rakyat mencapai 0,16 ppm.

Struktur Pengaruh Toksikan Pada Neuron


30

System syaraf yang komplek, baik secara structural dan fungsional, dan dampak keracunan
dapat mempengaruhi salah satu atau lebih dari unit system secara selektif. Oleh karena itu, perlu
suatu rancangan uji lebih lajut agar dapat mendeteksi perubahan fungsi secara keseluruhan, tetapi
juga pengaruh terdadap unit dasar dan bagaimana reaksi racun terhadap organisme target. System
syataf telah terbukti bahwa cadangan fungsinal yang cukup besar, dan kerusakan yang diamati
tidak berpengaruh terhadap keseluruhan fungsi samapai lebih luas. Jenis kerusakan pada system
syaraf diklasifikasikan dalam berbagai cara diantaranya adalah toksisitas saraf, axonopathy,
gangguan racun terhadap transmisi impuls, myelinopathy, dan perubahan sinaptik dalam rilis
pemancar atau fungsi reseptor. Tanda-tanda neuropati bersifat akut, subkronis, dan kronis.

2. Arsen
Arsenik (As) memiliki karakteristik berwarna putih keperakan seperti logam aluminium,
tahan panas, tahan terhadap korosi. Arsen ditemukan dalam 200 bentuk mineral, diantaranya
arsenat (60%), sulfida dan sulfosalts (20%), dan kelompok kecil berupa arsenida, arsenat, oksida
silikat, dan arsen murni (Onishi, 1969). Mayoritas arsen ditemukan dalam kandungan utama
asenopyrite (FeAsS), realgar (As4S3), dan orpiment (As2S3). Realgar (As4S3), dan orpiment
(As2S3) biasanya menurunkan bentuk dari arsen itu sendiri. Kondisi natural lainnya yakni
loellingite (FeAs2), safforlite (CoAs), nicolite (NiAs), rammelsbergit (NiAs2), arsenopyrite
(FeAsS), kobaltite (CoAsS), enargite (Cu3AsS4), gerdsorfite (NiAsS), glaucodot ((Co,Fe)AsS),
dan elemen arsen.

31

Dalam lingkungan perairan, kondisi dalam tekanan oksidasi arsen membentuk


pentavalent arsenat (As(V)), dimana dalam kondisi sebaliknya saat tereduksi membentuk
trivalent arsenit (As(III)), dan mobilitas serta penyerapan oleh sedimen, tanah lempung, dan
mineral tanah bergantung pada bentuk arsennya. Dalam kondisi anoksik, aktivitas mikrobial
dapat membentuk arsen dalam metilat, yang mana berbentuk padat dan mampu masuk ke lapisan
atmosfer.
I.

Parameter Farmakokinetik

Bahan kimia arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan makanan,
saluran pernafasan serta melalui kulit walaupun jumlahnya sangat terbatas. Arsen yang masuk ke
dalam peredaran darah dapat ditimbun dalam organ seperti hati, ginjal, otot, tulang, kulit dan
rambut.
Arseni trioksid yang dapat disimpan di kuku dan rambut dapat mempengaruhi enzim yang
berperan dalam rantai respirasi, metabolisme glutation ataupun enzim yang berperan dalam
proses perbaikan DNA yang rusak. Didalam tubuh arsenik bervalensi lima dapat berubah
menjadi arsenik bervalensi tiga. Hasil metabolisme dari arsenik bervalensi 3 adalah asam dimetil
arsenik dan asam mono metil arsenik yang keduanya dapat diekskresi melalui urine.
Gas arsin terbentuk dari reaksi antara hidrogen dan arsen yang merupakan hasil samping dari
proses refining (pemurnian logam) non besi (non ferrous metal). Keracunan gas arsin biasanya
bersifat akut dengan gejala mual, muntah, nafas pendek dan sakit kepala. Jika paparan terus
berlanjut dapat menimbulkan gejala hemoglobinuria dan anemia, gagal ginjal dan ikterus
(gangguan hati).
II.

Pravalensi Kejadian Toksisitas

Penambangan cebakan logam mengandung As dan pembuangan tailing dengan keterlibatan


atmosfir akan mempercepat mobilisasi unsur tersebut dan selanjutnya memasuki sistem air
permukaan atau merembes ke dalam akifer-akifer air tanah setempat. Akibat merugikan dari
arsen bagi kesehatan manusia adalah apabila terkandung >100 ppb dalam air minum; dengan
gejala keracunan kronis berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel, kelainan kulit atau
32

melanoma serta kanker usus. Ini terjadi di negara-negara yang memproduksi emas dan logam
dasar di antaranya Afrika selatan, Zimbabwe, India, Thailand, Cina, Filipina, dan Meksiko.

III.

Mekanisme Toksisitas
Mekanisme Masuknya Arsen dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari

makanan/minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus
kemudian masuk ke peredaran darah. Arsen adalah racun yang bekerja dalam sel secara
umum.Hal tersebut terjadi apabila arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-SH), terutama yang
berada dalam enzim.Salah satu system enzim tersebut ialah kompleks.piruvat dehidrogenase
yang berfungsi untuk oksidasi dekarboksilasi piruvat menjadi Co-A dan CO2 sebelummasuk
dalam siklus TOA (tricarbocyclic acid). Dimana enzim tersebut terdiri dari beberapa enzim dan
kofaktor.Reaksi tersebut melibatkan transasetilasi yang mengikat koenzim A(CoA-SH) untuk
membentuk

asetil

CoA

dan

dihidrolipoil-enzim,

yang

mengandung

dua

gugus

sulfhidril.Kelompok sulfhidril sangat berperan mengikat arsen trivial yang membentuk


kelat.kelat dari dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi dari kelompok akibatnya bila
arsen terikat dengan system enzim, akan terjadi akumulasi asam piruvat dalam darah.
Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi pada fase kedua dariglikolosis dengan
jalan berkompetisi dengan fosfat dalama reaksi gliseraldehid dehidrogenase.Dengan adanya
pengikatan arsenat reaksi gliseraldehid-3-fosfat, akibatnya tidak terjadi proses enzimatik
hidrolisis menjadi 3-fosfogliserat dan tidak memproduksi ATP.Selama Arsen bergabung dengan
gugus SH,maupun gugus SH yang terdapat dalam enzim,maka akan banyak ikatan As dalam
33

hati yang terikat sebagai enzim metabolic.Karena adanya protein yang juga mengandung gugus
SH terikat dengan As, maka hal inilah yang meneyebbkan As juga ditemukan dalam rambut,
kuku dan tulang.Karena eratnya As bergabung dengan gugus SH, maka arsen masih dapat
terdeteksi dalam rambut dan tulang beberapa tahun kemudian.
Metabolisme/Biotransformasi Arsenik
Biotransformasi atau metabolisme didefinisikan sebagai perubahan xenobiotik/toksin
yang dikatalisa oleh suatu enzim tertentu dalam makhluk hidup. Tujuannya yaitu dengan
merubah toksin bersifat non polar menjadi bersifat polar dan kemudian dirubah menjadi
bersifat hidrofil sehingga dapat dieksresikan keluar dari tubuh. Mekanisme biotransformasi
meliputi 2 reaksi : reaksi fasa 1 dan reaksi fasa 2.

Reaksi fasa 1 atau reaksi fungsionalisasi/memasukkan gugus fungsional yg sesuai


(a.l : OH, COOH, NH2 dan SH) ke dalam toksin sehingga mengubah toksin non polar
menjadi bentuk yang lebih polar secara langsung dan memodifikasi gugus fungsional

yang ada dalam struktur molekul melalui reaksi oksidasi, reduksi maupun hidrolisis.
Reaksi fasa 2 (reaksi konjugasi) reaksi ini melibatkan beberapa jenis metabolit
endogen (berupa enzim yang ada dalam tubuh ) di retikulum endoplasma

Arsen adalah racun yang bekerja dalam sel secara umum. Hal tersebut terjadi apabila
arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-SH), terutama yang berada dalam enzim. Salah satu
system enzim tersebut ialah kompleks. Piruvat dehidrogenase yang berfungsi untuk oksidasi
dekarboksilasi piruvat menjadi Co-A dan CO2 sebelum masuk dalam siklus TOA
(tricarbocyclic acid). Dimana enzim tersebut terdiri dari beberapa enzim dan kofaktor.Reaksi
tersebut melibatkan transasetilasi yang mengikat koenzim A(CoA-SH) untuk membentuk
asetil CoA dan dihidrolipoil-enzim, yang mengandung dua gugus sulfhidril.Kelompok
sulfhidril sangat berperan mengikat arsen trivial yang membentuk kelat.kelat dari dihidrofilarsenat dapat menghambat reoksidasi dari kelompok akibatnya bila arsen terikat dengan
system enzim, akan terjadi akumulasi asam piruvat dalam darah.
Biotransformasi arsen di dalam tubuh terjadi di hati, melewati dua fasa. Hati akan
mengubahnya menjadi bentuk yang tidak merusak dan dibuang lewat urin dalam waktu 4-5
hari dengan persentase 62,7% (dari total arsenik pada tubuh). Pada fasa 1 melalui reaksi
34

oksidasi aromatik membentuk alkohol (-OH) khususnya oksidasi benzoapirin karena terdapat
epoksid yang dapat menyebabkan bioaktivasi.

Pada fasa 2 arsen akan mengalami reaksi konjugas glutation yang melibatkan enzim
glutation transferase di mana gugus fungsionalnya adalah epoksid hasil metabolism fasa 1
tadi. Glutation/asam merkapturat (GSH) berperan penting pada proses detoktifikasi senyawa
arsn yang merupakan elektrofilik reaktif penyebab kerusakan jaringan, karsinogenik,
mutagenik dan teratogenik karena membentuk ikatan kovalen dengan gugus-gugus neofilik
yang terdapat pada protein dan asam nukleat sel. GSH terdapat pada usus, ginjal, jaringan
lain, terutama hati, mengandung gugus nukleofil sulfihidril (-SH) yang dapat bereaksi dengan
senyawa elektrofilik reaktif sehingga dapat melindungi jaringan sel yang penting.
Keunikan dari GSH adalah terdapat atom S yang memiliki sifat keelektonegatifan tinggi
(kelebihan elektron, -) yang mampu berikatan dengan atom elektropositif (kekurangan
elektron, +) dari senyawa karsinogenesis kimia. Banyak senyawa alifatik, arilalkil halida,
sulfat, sulfonat, nitrat dan organoposfat mempunyai atom C yang kekurangan elektron
sehingga dapat bereaksi dg glutation melalui pemindahan nukleofil membentuk konjugat
glutation.

35

Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi pada fase kedua dariglikolosis dengan
jalan berkompetisi dengan fosfat dalama reaksi gliseraldehid dehidrogenase. Dengan adanya
pengikatan arsenat reaksi gliseraldehid-3-fosfat, akibatnya tidak terjadi proses enzimatik
hidrolisis menjadi 3-fosfogliserat dan tidak memproduksi ATP.Selama Arsen bergabung
dengan gugus SH,maupun gugus SH yang terdapat dalam enzim,maka akan banyak ikatan
As dalam hati yang terikat sebagai enzim metabolic.Karena adanya protein yang juga
mengandung gugus SH terikat dengan As, maka hal inilah yang meneyebbkan As juga
ditemukan dalam rambut, kuku dan tulang.Karena eratnya As bergabung dengan gugus SH,
maka arsen masih dapat terdeteksi dalam rambut dan tulang beberapa tahun kemudian.

Gambar di atas menunjukan perbedaan aktivitas gen yang normal di sel dengan aktivitas
abnormal yang diakibatkan oleh pengikatan arsenic pada reseptor pengaktivasi gen yang
akan menimbulkan kelainan ekspresi gen pada manusia.
Arsenik trioksid yang dapat disimpan di kuku dan rambut dapat mempengaruhi
enzim yang berperan dalam rantai respirasi, metabolisme glutation ataupun enzim yang
berperan dalam proses perbaikan DNA yang rusak. Dalam tubuh, arsenik organik diubah
monometilarsenic acid (MMA) dan akhirnya diubah menjadi dimetilarsenic acid (DMA)
dengan donor metal, S-adenosymetionin (SAM) dikatalisis oleh metiltransferase dalam
glutation yang ada. Derivat metil ini adalah ribuan lipatan yang dalam jumlah sedikit
berpotensi kuat sebagai agen mutagenic dari pada arsenic anorganik. Arsenik dikonversi
di hati dan menjadi metal dengan toksisitas rendah yang pada akhirnya dapat
36

dikekskresikan melalui urine dan mengikuti model triphasic dalam waktu 28 jam, 59 jam
dan 9 hari berturut-turut dengan jarak antara 27 jam dan 86 jam dari jenis arsen yang
berbeda menunjukkan tingkatan sebagai berikut:
AS5+<MMA<AS3+<DMA
DNA metiltransferase membutuhkan SAM dan hasil paparan arsen akan menyebabkan
DNA hipometilasi melakukan penipisan metal. Hipometilasi ini akan terjadi bersamaan
dengan transformasi berbahaya dalam level SAM sangat rendah sehingga dapat
menimbulkan kelainan ekskresi gen yang dihasilkan akibat karsinogenesis.
Minimal dosis akut arsenik yang mematikan pada orang dewasa diperkirakan70200 mg atau 1 mg/kg/hari. Sebagian besar melaporkan keracunan arsenik tidak
disebabkan oleh unsur arsenik, tapi oleh salah satu senyawa arsen, terutama arsenik
trioksida, yang sekitar 500 kali lebih beracun dari pada arsenikum murni. Walt Klimecki,
yang meneliti bagaimana perbedaan genetik mempengaruhi metabolisme arsen pada
University of Arizona mengatakan temuan studi eksploratory mengenai genetik yang
diakitkan antara varian pada As3MT dengan biotransformasi arsenik makanan laut,
umumnya dipahami eksposure arsenik yang kurang berbahaya, sangatlah provokatif
dengan memberikan spektrum substrat yang dikenal dengan As3MT.
Sebelum diekskresikan arsen akan mengalami fase toksodinamik (interaksi antara
toksin dengan reseptor pada tubuh) melalui interaksi dengan sistem enzim. Cara arsen
berinteraksi dengan system enzim adalah dengan inhibisi secara bolak-balik (reversible
/terpulihkan). Arsen merupakan toksik polar inhibitor enzim, di mana terjadi ikatan non
kovalen (ikatan yang lemah ) antara arsen dengan enzim sehingga arsen bisa keluar dari
enzim dengan mudah. Ikatan kovalen antara arsen tadi dengan gugus SH pada enzim,
sehingga enzim tidak dapat berfungsi.
R'S
R - As = O + 2R'SH

R - As

H2O

R'S

37

Reaksi

antara

Arsen

trivalen

dengan

protein

dan

enzim

yang

mengandung sulfihidril.
Waktu paruh biologis pada manusia menyebabkan arsen (As) terkadang kurang
terdeteksi dalam urin. Namun demikian, apabila logam arsen (As) ini berada dalam
jangka waktu yang cukup lama dalam tubuh (long term exposure) maka akan
terakumulasi dalam target organ tubuh (kuku, rambut dan kulit). Sehingga akan
menimbulkan efek gangguan kesehatan manusia yang bersifat karsinogenik, mutagenik
dan teratogenik dan toksisitasnya dapat bersifat akut dan kronik.

Ekskresi
Hasil metabolisme dari arsenik bervalensi 3 adalah asam dimetil arsenik dan asam
monometil arsenik yang keduanya dapat diekskresi melalui urine. Gas arsin terbentuk
dari reaksi antara hidrogen dan arsen yang merupakan hasil samping dari proses refining
(pemurnian logam) non besi (non ferrous metal). Keracunan gas arsin biasanya bersifat
akut dengan gejala mual, muntah, nafas pendek dan sakit kepala. Jika paparan terus
berlanjut dapat menimbulkan gejala hemoglobinuria dan anemia, gagal ginjal dan ikterus
(gangguan hati). Menurut Casarett dan Doulls (1986), menentukan indikator biologi dari
keracunan arsen merupakan hal yang sangat penting. Arsen mempunyai waktu paruh
yang singkat (hanya beberapa hari), sehingga dapat ditemukan dalam darah hanya pada
saat terjadinya paparan akut. Untuk paparan kronis dari arsen tidak lazim dilakukan
penilaian. Keracunan arsen dapat dideteksi dengan pemeriksaan Uji Marsh dan Uji NAA
(Neutron Activation Analysis).

Logam-logam di alam umumnya ditemukan dalam persenyawaan dengan unsur lain, dan
sangat jarang ditemukan dalam bentuk elemen tunggal. Secara alami, dalam konsentrasi tertentu,
logam berat dibutuhkan oleh mahluk hidup sebagai ko faktor proses metabolisme di dalam
tubuh.
Logam berat dibagi atas 2 jenis, yaitu:
38

(1) Logam Berat Esensial, yaitu logam berat yang dalam konsentrasi tertentu dibutuhkan
oleh organisme untuk membantu kerja enzim, misalnya Zn, Cu, Fe, Co dan Mn.
(2) Logam Berat Non Esensial, yaitu logam berat yang bersifat toksik bagi organisme,
misalnya Hg, Cd, Pb, Cr dan As.
Peningkatan konsentrasi logam berat di tanah dan perairan umumnya disebabkan masuknya
limbah kegiatan industri, pertambangan, pertanian dan domestik yang mengandung logam berat,
ke lingkungan. Peningkatan konsentrasi logam berat akan mengakibatkan logam berat yang
semula diperlukan untuk proses metabolisme akan berubah menjadi racun yang membahayakan
kehidupan organisme.
Sifat-sifat logam berat yang dapat membahayakan lingkungan dan manusia adalah:
-

Logam berat sulit didegradasi, sehingga cenderung akan terakumulasi di lingkungan;


Logam berat dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme dan konsentrasinya dapat

semakin tinggi, atau disebut juga dapat mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi;
Logam berat mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi
daripada konsentrasi logam di dalam air. Perilaku logam berat di lingkungan.

39

Gambar 2. 10 Perilaku Logam Berat di Lingkungan


Logam berat adalah bahan pencemar yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan,
sehingga akan terakumulasi di alam dan di dalam tubuh organisme. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi toksisitas setiap jenis logam berat, antara lain: bentuk senyawa logam berat,
daya kelarutan logam berat di dalam cairan, ukuran partikel logam berat dan beberapa sifat kimia
dan fisika mekanisme toksisitas logam berat di dalam tubuh organisme dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:
(1) Logam berat dapat memblokir dan menghalangi kerja gugus biomolekul yang esensial
untuk proses-proses metabolisme;
(2) Logam berat dapat menggantikan ion-ion logam eensial yang terdapat dalam molekul
terkait;
(3) Logam berat dapat mengadakan modifikasi atau perubahan bentuk (konformasi) dari
gugus-gugus aktif yang dimiliki biomolekul.
Mekanisme kerja logam berat pada manusia adalah pada lokasi-lokasi sebagai berikut:
(1) Pada Enzim
Kerja utama logam berat adalah menghambat kerja enzim, dan enzim umumnya memiliki
kerentanan yang berbeda-beda. Kerja logam berat menghambat enzim biasanya terjadi akibat
adanya interaksi logam berat dengan gugus sulfida seperti disulfida (-S-S) dan sulfhidril (-SH)
pada enzim tersebut. Gugus sulfida mampu mengikat logam berat yang masuk ke dalam tubuh
dan terikat di dalam darah, karena logam berat memiliki afinitas yang tinggi terhadap gugus
sulfida.
Kerja enzim dapat pula dihambat melalui mekanisme penggusuran kofaktor logam yang
penting pada enzim. Misalnya, Pb dapat menggantikan Zn di dalam enzim yang memiliki Zn
sebagai kofaktor, seperti enzim asam d-aminolevulinat hidratase (ALAD). Mekanisme lain yang
dapat mengganggu kerja enzim adalah melalui penghambatan sinstesis enzim. Misalnya nikel
(Ni) dan platina (Pt) dapat menghambat asam d-aminovulinat sintetase (ALAS), sehingga
mengganggu sintesis hem, zat yang merupakan komponen penting untuk pembentukan
hemoglobin dan sitokrom (Maines dan Kapres, 1997 dalam Sutamihardja, 2006). Proses
pengaruh logam berat terhadap kerja enzim dapat dilihat pada Gambar 2.12
40

ALA- aminolevulinic acid


in plasma and urine
COPRO- coprorphyrinogen
in urine
Protoporphyrin
accumulates in the RBC

Mitochondrion
Heme
Cytoch-C

Heme Ferro-C
Glycine
Pb
Oxidase
Pb 4Fe
++ALA-S IX*
Protoporphyrin
Bilirubin
Pb
ALA*
Succinyl-Coa
Copro-0
Pb ALA-D
Pb
(microsomal)
+

Fe

Copro*
Uropor
Copro
PBG

Gambar 2. 11 Pengaruh Logam Berat pada Kerja Enzim

(2) Organel Subseluler


Munculnya efek toksik logam berat dapat juga terjadi akibat adanya reaksi antara logam
berat dengan komponen intraseluler. Untuk dapat menimbulkan efek toksik pada sel, maka
logam berat harus masuk ke dalam sel. Logam berat yang mudah masuk ke dalam sel melalui
41

membran sel adalah logam berat yang bersifat lipofilik, seperti metil merkuri. Setelah masuk ke
dalam sel, logam berat dapat mempengaruhi berbagai organel seperti Retikulum Endoplasma
(RE) yang mengandung berbagai enzim. Enzim mikrosom pada RE dapat dihambat oleh
kadmium (Cd) dan mengacaukan struktur RE (Sutamihardja, 2006). Terdapat pula hasil
penelitian yang menemukan bahwa kromium heksavalen (Cr 6+) dapat menyebabkan kematian sel
(apoptosis) pada sel fibroblast dari organ paru.
(3) Tingkat dan Lamanya Pajanan
Telah diketahui bahwa logam berat mempunyai sifat bioakumulatif dan biomagnifikasi.
Dengan demikian, semakin tinggi dan lama tingkat pajanan logam berat maka akan semakin
tinggi pula konsentrasi logam berat di dalam tubuh organisme termasuk manusia dan efek
toksiknya pun akan semakin besar.
(4) Bentuk Kimia
Bentuk kimia logam berat dapat mempengaruhi toksisitas logam berat tersebut. Sebagai
contoh merkuri dalam bentuk HgCl2 lebih toksik daripada dalam bentuk merkuro (HgCl). Hal ini
disebabkan bentuk divalen lebih mudah larut daripada bentuk monovalen. Selain itu, bentuk
HgCl2 lebih cepat dan mudah diabsorpsi sehingga toksisitasnya lebih tinggi. Merkuri anorganik
seperti HgCl dan HgCl2 dikenal sebagai toksikan ginjal, sedangkan merkuri organik seperti metil
merkuri dan metil merkuri dikenal bersifat toksik terhadap susunan syaraf pusat.
(5) Kompleks Protein Logam Berat
Beberapa logam berat dapat berikatan dengan protein karena sifat afinitas yang tinggi
terhadap gugus S. Protein mengandung asam amino yang memiliki gugus S seperti methionine
(met) dan cysteine (cys), sehingga mudah berikatan dengan logam berat. Contoh logam berat
yang membentuk kompleks protein logam adalah yang dibentuk oleh timbal, bismut dan
merkuri-selenium. Besi (Fe) dapat bergabung dengan protein untuk membentuk feritin yang
bersifat larut dalam air, atau hemosideren yang tidak dapat larut dalam air. Kadmium (Cd) dan
beberapa logam air, misalnya tembaga (Cu) dan seng (Zn) dapat bergabung dengan
metalotionein, yaitu suatu protein yang memiliki berat molekul rendah. Kompleks Cd tidak
terlalu toksik bila dibandingkan dengan Cd2+, tetapi di dalam sel tubulus ginjal, kompleks Cd

42

metalotionein akan melepaskan Cd2+ dan menimbulkan efek toksik. Contoh kompleks protein
logam berat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 2. 12 Kompleks Protein Logam Berat

(6) Faktor Penjamu


Faktor penjamu (host) adalah faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, kondisi fisiologis
dan anatomi tubuh, yang dapat mempengaruhi toksisitas logam berat di dalam tubuh manusia.
Anak kecil cenderung lebih rentan terhadap efek toksik logam berat dibandingkan orang dewasa
karena anak kecil lebih peka dan tingkat penyerapan di dalam saluran pencernaannya juga lebih
besar. Kondisi fisiologis seperti kehamilan juga mempengaruhi tolsisitas logam berat. Logam
berat tertentu seperti timbal (Pb) dan merkuri (Hg), dapat masuk ke dalam plasenta dan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Dampak Negatif Logam Berat pada Kesehatan Manusia
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan pendek
(hewan-manusia) atau melalui rantai makanan panjang (tanaman-hewan-manusia). Proses
pemajanan pada manusia dapat terjadi melalui 3 proses utama, yaitu saluran pernafasan
(inhalation), saluran pencernaan (ingestion) dan melalui kulit (injection, dan skin absorption). Di
dalam tubuh manusia logam berat akan mengalami proses menjadi ion-ion di dalam usus dan
selanjutnya akan masuk ke dalam darah untuk menuju ke organ target, sesuai dengan jenis logam
berat. Organ target logam berat umumnya adalah hati, ginjal, otak dan sumsum tulang.
43

Tingkat keracunan logam berat pada tubuh manusi terdiri atas:


(1) Keracunan Akut
Keracunan akut terjadi akibat pajanan dalam waktu singkat pada konsentrasi logam berat
yang tinggi. Misalnya pajanan langsung logam berat dalam konsentrasi tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan paru-paru, reaksi pada kulit dan gejala penyakit gastrointestinal.
(2) Keracunan Kronik
Keracunan kronik terjadi akibat pajanan dalam waktu lama, meskipun dengan konsentrasi
kecil yang kemudian akan terakumulasi. Penyakit Minamata adalah keracunan merkuri yang
bersifat kronik yang terjadi akibat pajanan dalam waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 25
tahun baru tampak gejala penyakit yang ditimbulkan.

BAB III
PENUTUP

III.1

Kesimpulan
44

1. Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat
asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia
tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya.
Xenobiotik umumnya tidak larut air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi.
Untuk dapat diekskresi xenobiotik harus dimetabolisme menjadi zat yang larut, sehingga
bisa diekskresi. Organ yang paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati.
Ekskresi xenobiotik melalui empedu dan urine
2. Proses biokimia yang dialami oleh xenobiotika dikenal dengan reaksi biotransformasi
yang juga dikenal dengan reaksi metabolisme. Biotransformasi atau metabolism pada
umumnya berlangsung di hati dan sebagian kecil di organ-organ lain seperti: ginjal, paruparu, saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di darah. Secara umum proses
biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksi fungsionalisasi) dan
fase II (reaksi konjugasi). Dalam fase pertama ini tokson akan mengalami pemasukan
gugus fungsi baru, pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui
reaksi oksidasi (dehalogenasi, dealkilasi, deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida,
hidroksilasi, oksidasi alkohol dan oksidasi aldehida); rekasi reduksi (reduksi azo, reduksi
nitro reduksi aldehid atau keton) dan hidrolisis (hidrolisis dari ester amida). Pada fase II
ini tokson yang telah siap atau termetabolisme melalui fase I akan terkopel (membentuk
konjugat) atau melalui proses sintesis dengan senyawa endogen tubuh, seperti: Konjugasi
dengan asam glukuronida asam amino, asam sulfat, metilasi, alkilasi, dan pembentukan
asam merkaptofurat
3. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan pendek
(hewan-manusia) atau melalui rantai makanan panjang (tanaman-hewan-manusia). Proses
pemajanan pada manusia dapat terjadi melalui 3 proses utama, yaitu saluran pernafasan
(inhalation), saluran pencernaan (ingestion) dan melalui kulit (injection, dan skin
absorption). Di dalam tubuh manusia logam berat akan mengalami proses menjadi ionion di dalam usus dan selanjutnya akan masuk ke dalam darah untuk menuju ke organ
target, sesuai dengan jenis logam berat. Organ target logam berat umumnya adalah hati,
ginjal, otak dan sumsum tulang. mekanisme toksisitas logam berat di dalam tubuh
organisme dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:
a. Logam berat dapat memblokir dan menghalangi kerja gugus biomolekul yang
esensial untuk proses-proses metabolisme;
45

b. Logam berat dapat menggantikan ion-ion logam eensial yang terdapat dalam molekul
terkait;
c. Logam berat dapat mengadakan modifikasi atau perubahan bentuk (konformasi) dari
gugus-gugus aktif yang dimiliki biomolekul.

3.2 Saran
Penulis berharap kepada dosen pengampu Biokimia II agar dapat memberikan kritik dan
saran agar penulis dapat membuat makalah di kesempatan lain dengan baik. Semoga makalah
metabolisme xenobiotik ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya mengenai salah satu metabolisme yang terdapat didalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Anzenbacher, Pavel. Zanger, Ulrich M. 2012. Metabolism of Drugs and Other Xenobiotics.
Germany : WILEY-VCH
Cairns, Donald.2004.Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Pangkalan Ide. 2007. Seri Diet Korektif. Jakarta : PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO
Setiawati, Amelia .2011. Buku Ajar Metabolisme Xenobiotik. Semarang : Universitas Diponegoro
Wirasuta, I Made Agus. Niruri, Rasmaya .2007. TOKSIKOLOGI UMUM. Bali : Unuversitas
Udayana

46

Anda mungkin juga menyukai