Anda di halaman 1dari 64

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO

DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP KEMAMPUAN


BERPIKIR KREATIF SISWA

PROPOSAL TESIS

OLEH :
RINI ALFIAHAS
(P2A818013)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2019
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI ................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Batasan Masalah.......................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
1.5 Hipotesis Penelitian..................................................................... 6
1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
1.7 Definisi Operasional.................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Penelitian yang Relevan ............................................................... 9
2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran ................................................... 10
2.3 Model Pembelajaran Berbasis Portofolio..................................... 13
2.3.1 Pengertian model pembelajaran berbasis portofolio .......... 13
2.3.2 Landasan pemikiran model pembelajaran berbasis
portofolio ............................................................................ 14
2.3.3 Prinsip-prinsip dasar model pembelajaran berbasis
portofolio ............................................................................ 18
2.3.4 Langkah-langkah model pembelajaran berbasis
portofolio ............................................................................ 22
2.3.5 Fungsi penilaian portofolio ................................................ 25
2.4 Materi Hidrokarbon Pencemaran Lingkungan ............................. 25
2.4.1 Pengertian hidrokarbon ....................................................... 25
2.4.2 Karakteristik hidrokarbon ................................................... 26
2.4.3 Sumber dan distribusi hidrokarbon ..................................... 28
2.4.4 Sumber pencemaran lingkungan......................................... 29
2.4.5 Dampak hidrokarbon .......................................................... 30
2.5 Berpikir Kreatif ............................................................................ 34
2.5.1 Pengertian berpikir kreatif .................................................. 34
2.5.2 Proses berpikir kreatif ........................................................ 37
2.5.3 Indikator berpikir kreatif .................................................... 39
2.5.4 Karakteristik tingkat kemampuan berpikir kreatif ............. 43
2.6 Kemandirian Belajar .................................................................... 43
2.7 Kerangka Berpikir ........................................................................ 45
2.8 Hipotesis Penelitian ...................................................................... 46

i
ii

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian .......................................................................... 48
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................... 49
3.3 Partisipan Penelitian ..................................................................... 49
3.4 Instrumen Penelitian..................................................................... 50
3.4.1 Instrumen pembelajaran ..................................................... 50
3.4.2 Instrumen pengumpulan data ............................................. 50
3.4.2.1 lembar angket kemandirian belajar ........................ 51
3.4.2.2 tes berpikir kreatif .................................................. 52
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 52
3.5.1 Metode dokumentasi .......................................................... 52
3.5.2 Metode angket .................................................................... 52
3.5.3 Metode tes .......................................................................... 53
3.6 Teknik Analisa Data ..................................................................... 54
3.6.1 Analisis angket kemandirian belajar siswa ........................ 54
3.6.2 Analisis tugas portofolio dan tes kemampuan berpikir
kreatif siswa ........................................................................ 54
3.6.3 Uji hipotesis penelitian ....................................................... 54
3.6.3.1 uji normalitas .......................................................... 56
3.6.3.2 uji homogenitas ...................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tantangan terberat dunia Pendidikan di Indonesia adalah peningkatan kualitas

pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing dan mampu

beradaptasi dengan perubahan serta kreatif dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Hal ini dipandang penting karna menghadapi abad 21, manusia dihadapkan

pada berbagai masalah yang timbul sebagai dampak globalisasi dan perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi. Era global ditandai dengan persaingan bebas

disegala aspek kehidupan, perubahan yang cepat dan berbagai fenomena sosial yang

sangat kompleks.

Hal ini sejalan dengan Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang tertuang

dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan

pendidikan nasional menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran adalah proses

interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang

bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa menjadi manusia yang beriman

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sani,

2016).

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting dan memerlukan

perhatian khusus dari semua lapisan masyarakat, bukan hanya pemerintah yang

bertanggung jawab atas keberhasilan dan kemajuan pendidikan di Indonesia akan

tetapi semua pihak baik guru, orang tua, maupun siswa sendiri ikut bertanggung

jawab. Dalam suatu proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik apabila terdapat

1
2

interaksi antar siswa secara aktif dan interaksi siswa dengan guru pada setiap proses

pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran akan

meningkatkan prestasi belajar ketika siswa mampu mengeksplorasikan pengetahuan

dan pengalaman yang didapatkan selama proses pembelajaran berlangsung didalam

kelas maupun dilingkungan sekitar. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat

salah satunya dari prestasi belajar siswa.

Prestasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hasil yang

telah dicapai, dilaksanakan, dikerjakan, dan sebagainya (Suharso dan Retnoningsih,

2005). Informasi yang telah tergali sebelumnya digunakan untuk menunjukkan

prestasi yang merupakan hasil belajar. Hal itu misalnya, keterampilan mengerjakan

sesuatu, kemampuan menjawab soal atau menyelesaikan tugas (Baharuddin dan

Wahyuni, 2015).

Apabila kita ingin bersaing dengan negara lain maka perlu perubahan pola

pembelajaran dan pola pendidikan terutama pada pembelajaran kimia dengan

memberikan perlakuan-perlakuan serta penekanan-penekanan tertentu dalam

pembelajaran. Pembelajaran kimia harus didesain dengan baik terutama dalam hal

interaksi antarsiswa dan guru. Kimia merupakan bidang studi yang harus dipelajari

oleh siswa pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah

(MA). Kimia merupakan ilmu tentang materi, energi dan perubahan nya. Oleh karna

itu siswa yang mempelajari kimia harus paham mengenai materi, zat, struktur, sifat-

sifat dan penggolongannya sampai energi yang menyertai materi jika berubah.

Mukhtar dan Yamin (2003) berpendapat bahwa pembelajaran dikatakan efektif

bila apa yang diterima siswa atau yang diperoleh melalui pembelajarannya memiliki
3

daya rekat yang panjang, sehingga bermanfaat guna bagi rentang kehidupannya.

Selain fokus pada siswa, pola pikir pembelajaran perlu diubah dari sekedar

memahami konsep dan prinsip keilmuan, siswa juga harus memiliki kemampuan

untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan konsep dan prinsip serta keilmuan yang

telah dikuasai. Oleh karna itu diperlukan model pembelajaran yang inovatif, yang

akan mampu membangkitkan aktivitas siswa untuk memperkaya pengalaman

belajarnya, menjadikan masyarakat sebagai sumber belajar, dan memfasilitasi siswa

untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Model pembelajaran tersebut adalah

model pembelajran berbasis portofolio.

Portofolio merupakan suatu kumpulan atau berkas bahan pilihan yang dapat

memberi informasi bagi suatu penilaian kinerja siswa secara objektif. Model

Pembelajaran Berbasis Portofolio (MPBP) mengacu pada prinsip dasar pembelajaran

prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar kooperatif

(cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif

(reactive teaching). Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan suatu bentuk

inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami teori secara

mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik. Portofolio sebagai model

pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru agar siswa memiliki

kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu

maupun kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman

belajar dengan masyarakat dan atau lingkungan sehingga memiliki kemampuan

mengorganisir informasi yang ditemukan, membuat laporan dan menuliskan apa

yang ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara penuh dalam

pekerjaan/tugas-tugasnya. Tampilan portofolio berupa tampilan visual dan audio


4

yang disusun secara sistematis, melukiskan proses berpikir yang didukung oleh

seluruh data yang relevan.

Melalui model pembelajaran portofolio siswa tidak sekedar memahami konsep

dan prinsip keilmuan saja, tetapi siswa juga harus memiliki kemampuan untuk

berpikir kreatif dan mempertimbangkan aspek afektif dalam diri siswa seperti halnya

kemandirian belajar siswa. Kreativitas pada intinya merupakan kemampuan

seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya

yang nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun nonaptitude, baik dalam

karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu

relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya (Akbar, 2001). Sedangkan

kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan kemampuan berpikir seseorang

dalam mengembangkan ide-ide atau gagasan yang bersifat lancar (fluency), luwes

(flexibility), orisinil (originality), dan elaborasi (elaboration). Melalui model

pembelajaran berbasis portofolio kita bisa lihat keterampilan berpikir kreatif nya dari

siswa mengerjakan tugas portofolionya, seberapa kreatifkah siswa tersebut dalam

mengerjakan tugasnya.

Selain kemampuan berpikir kreatif, fokus penelitian lainnya merupakan salah

satu aspek afektif yaitu kemandirian belajar. Kemandirian belajar sangat diperlukan,

karna dengan adanya kemandirian akan timbul rasa percaya diri, mengendalikan

kemampuan sendiri, sehingga puas terhadap apa yang dikerjakan atau dilakukan.

Kemandirian belajar berkaitan dengan belajar mandiri namun bukanlah belajar

sendiri atau memisahkan siswa dari siswa lainnya (Etika, 2010). Kemandirian belajar

dalam penelitian ini dilihat menggunakan angket kemandirian belajar yang di berikan

diawal sebelum proses pembelajaran dimulai namun untuk melihat kemandirian


5

belajar tidak cukup hanya menggunakan angket kemandirian belajar saja alternative

lain yaitu dengan memberikan soal uraian sebelum dilakukan nya penelian yang

tujuannya untuk melihat apakah siswa mengerjakan sendiri ataukah mencontek

punya teman. Dalam variabel kemandirian belajar ini sendiri guru harus terlibat

langsung dalam proses pembelajaran agar guru dapat menilai siswa mana yang

memiliki kemandirian belajar yang tinggi mana yang tidak.

Menurut Rohani dan Abdul Hamid (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio dan kemampuan awal terhadap

hasil belajar pendidikan kewarganegaraan menyatakan bahwa model pembelajaran

berbasis portofolio memberikan hasil belajar PKn siswa lebih tinggi dibandingkan

dengan model pembelajaran konvensional, diperoleh Fhitung = 9,275 > Ftabel =

4,013. Kelompok siswa yang kemampuan awalnya tinggi memperoleh skor hasil

belajar PKn yang lebih tinggi di banding dengan kelompok siswa yang kemampuan

awalnya rendah diperoleh Fhitung 7,310 > Ftabel = 4,013. Terdapat interaksi antara

model pembelajaran dengan kemampuan awal dalam mempengaruhi hasil belajar

PKn siswa diperoleh Fhitung = 7,479 > Ftabel = 2,761. Berdasarkan fenomena

tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pengaruh model

pembelajaran berbasis portofolio dan kemandirian belajar terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka yang menjadi

permasalahan penelitian ini adalah :


6

1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio terhadap

kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI

SMAN 2 Kota Jambi?

2. Apakah terdapat pengaruh kemandirian belajar terhadap kemampuan berpikir

kreatif siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki

kemandirian belajar tinggi yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

berbasis portofolio dengan siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi yang

dibelajarkan dengan model konvensional ?

4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki

kemandirian belajar rendah yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

berbasis portofolio dengan siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah yang

dibelajarkan dengan model konvensional ?

5. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemandirian siswa

dalam mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran

lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi?

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI SMAN 2 Kota Jambi pada semester ganjil

tahun ajaran 2019/2020.

2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran berbasis

portofolio dan konvensional.


7

3. Materi yang akan diuji cobakan dalam penelitian ini adalah materi hidrokarbon

pada sub materi pencemaran lingkungan dengan alokasi waktu Sembilan jam

pelajaran atau tiga kali pertemuan.

4. Hasil belajar yang diukur pada penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif

siwa dalam pembelajaran.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio terhadap

kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI

SMAN 2 Kota Jambi.

2. Mengetahui pengaruh kemandirian belajar terhadap kemampuan berpikir kreatif

siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi.

3. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki

kemandirian belajar tinggi yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

berbasis portofolio dengan siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi yang

dibelajarkan dengan model konvensional.

4. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki

kemandirian belajar rendah yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

berbasis portofolio dengan siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah yang

dibelajarkan dengan model konvensional.

5. Mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan kemandirian siswa

dalam mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran

lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi.


8

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian yng harus diuji

kebenarannya, sehingga peneliti dalam hal ini memberikan prediksi terhadap

kesimpulan yang akan diperoleh setelah penelitian tersebut selesai. Berdasarkan

rumusan masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI SMAN 2

Kota Jambi.

2. Terdapat pengaruh kemandirian belajar terhadap kemampuan berpikir kreatif

siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi.

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemandirian siswa dalam

mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran

lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu

sebagai berikut:

1. Bagi siswa, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk dapat aktif dalam belajar

serta meningkatkan hasil belajar siswa dan dengan diterapkan nya model

pembelajaran yang ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat belajar yang

terkadang kurang karna proses pembelajaran yang monoton.

2. Bagi guru, dapat memberikan masukan untuk menggunakan model pembelajaran

berbasis portofolio sebagai salah satu upaya meningkatkan hasil belajar siswa dan

juga dengan memberikan tugas berdasarkan kemampuan berpikir keatif siswa.


9

3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu

pendidikan, khususnya dapat meningkatkan kualitas belajar siswa.

4. Bagi peneliti, sebagai bahan kajian serta menambah wawasan dan dapat

mendorong penelitian pelaksanaan model pembelajaran melalui sistem lebih

lanjut guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

1.7 Definisi Operasional

1. Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan suatu bentuk inovasi

pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami teori secara

mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik.

2. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan kemampuan berpikir seseorang

dalam mengembangkan ide-ide atau gagasan yang bersifat lancar (fluency), luwes

(flexibility), orisinil (originality), dan elaborasi (elaboration).

3. Kemandirian belajar berkaitan dengan belajar mandiri namun bukanlah belajar

sendiri atau memisahkan siswa dari siswa lainnya (Etika, 2010).


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Rohani dan Abdul Hamid (2015) mengenai

pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio dan kemampuan awal terhadap

hasil belajar pendidikan kewarganegaraan. Hasil penelitiannya yaitu model

pembelajaran berbasis portofolio memberikan hasil belajar PKn siswa lebih tinggi

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional kemudian kelompok siswa

yang kemampuan awalnya tinggi memperoleh skor hasil belajar PKn yang lebih

tinggi dibanding dengan kelompok siswa yang kemampuan awalnya rendah. Serta

kemudian terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal

dalam mempengaruhi hasil belajar PKn siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Suriyani (2015) mengenai peningkatan

kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran

matematika dengan pendekatan open-ended. Hasil penelitiannya yaitu peningkatan

kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajar menggunakan pembelajaran

matematika dengan pendekatan open-ended lebih baik daripada yang diajar dengan

pembelajaran konvensional, kemudian peningkatan kemandirian belajar siswa yang

diajar menggunakan pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended lebih

baik daripada yang diajar dengan pembelajaran konvensional, tidak terdapat interaksi

antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa

terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa, dan tidak terdapat interaksi

antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa

10
11

terhadap peningkatan kemandirian belajar siswa, berdasarkan temuan penelitian

pendekatan open-ended dapat direkomendasikan menjadi salah satu pendekatan

pembelajaran yang digunakan disekolah utamanya untuk mencapai kompetensi

berpikir kreatif siswa dan kemandirian belajar siswa.

2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran

Baharuddin dan Wahyuni (2015) menyatakan belajar merupakan proses

manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap.

Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Sedangkan Trianto (2014)

menyatakan belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada

diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam

berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku,

kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain

yang ada pada individu yang belajar.

Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Winataputra, dkk

(2007) yang menyatakan belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk

mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan

(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara

bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian

proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk

keterlibatannya dalam pendidikan informal, keikutsertaannya dalam pendidikan

formal dan/atau pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang

membedakan manusia dari makhluk lainnya.

Sehingga kesimpulannya belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh

seseorang untuk mengalami perubahan secara bertahap dalam berbagai bentuk


12

seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, kecakapan,

keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada

individu yang belajar.

Menurut Fathurrohman (2015) pembelajaran adalah proses interaksi siswa

dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan guru agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan

pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan

kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk

membantu siswa agar dapat belajar dengan baik.

1. Teori kognitivisme

Menurut teori kognitivisme, pembelajaran terjadi dengan mengaktifkan indra

siswa agar memperoleh pemahaman. Pengaktifan indra dapat dilaksanakan dengan

menggunakan media/ alat bantu melalui berbagai metode. Teori belajar yang

berkembang berdasarkan teori ini ialah teori perkembangan kognitif Piaget, teori

kognitif Bruner, dan teori bermakna Ausubel.

a. teori perkembangan kognitif

Teori Piaget merupakan teori konflik sosiokognitif atau perkembangan kognitif

yang berkembang menjadi aliran konstrukstivistik. Teori ini termasuk psikogenesis,

yakni pendapat bahwa pengetahuan berasal dari individu dan terpisah dengan

interaksi sosial, serta penciptaan makna/ pengetahuan merupakan akibat kematangan

biologis.

b. teori Bruner

Jerome Bruner mengembangkan teori perkembangan mental, yang

mendeskripsikan bahwa terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh cara


13

mengatur materi pelajaran. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap, yaitu: a)

manipulasi objek langsung (enactive); b) representasi gambar (iconic); c) manipulasi

simbol (symbolic).

Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan. Belajar penemuan dari Jerome

Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip

konstruktivis. Siswa terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-

prinsip melalaui pemecahan masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru

mendorong dan memotivasi siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan

melakukan kegiatian yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep

dan prinsip-prinsip matematika untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat

membangkitkan rasa keingintahuan siswa.

Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa

dam mengenal dengan baik adalanya perbedaan kemampuan (Slameto, 2010). Untuk

meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan eksplorasi,

penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan

yang sudah diketahui.

c. teori Ausubel

David Ausubel mengembangkan teori belajar bermakna dengan menjelaskan

bahwa bahan pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan ajar dirasakan

bermakna bagi siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap antara lain: a)

memperhatikan stimulus yang diberikan; b) memahami makna stimulus; c)

menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.


14

2. Teori konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan

sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru

dengan aturan-aturan lama dan merevisinya, apabila aturan-aturan itu tidak sesuai

lagi. Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan bahwa

guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus

membangun sendiri pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan model pembelajaran

berbasis portofolio yang menekankan pada pembentukan pengetahuan atau konsep

dari pengalaman belajar praktik empirik. Pada dasarnya aliran konstruktivisme

mengkehendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman

merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan

terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang

pengalaman orang lain (Trianto, 2014).

2.3 Model Pembelajaran Berbasis Portofolio

2.3.1 Pengertian model pembelajaran berbasis portofolio

Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan alternatif cara belajar

siswa aktif (CBSA) dan cara mengajar guru aktif (CMGA). Karna sebelum, selama

dan sesudah proses belajar mengajar guru dan siswa dihadapkan pada sejumlah

kegiatan (Fajar, 2002). Sedangkan menurut Boediono (2002) model pembelajaran

berbasis portofolio merupakan satu bentuk dari praktik belajar kewarganegaraan,

yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik

memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik.

Pengertian lain model pembelajaran berbasis portofolio, merupakan suatu

inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami


15

materi perkuliahan CE secara mendalam dan luas melalui pengembangan materi

yang telah dikaji dikelas dengan menggunakan berbagai sumber bacaan atau

referensi. Pengembangan materi dapat ditempuh dengan meninjau materi yang

disajikan oleh dosen dari berbagai perspektif (Zuriah, 2003).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis portofolio

adalah model pembelajaran yang menekankan pada kualitas proses dan hasil belajar

siswa, yang mengacu pada prinsip dasar pembelajaran yaitu cara belajar siswa aktif

(CBSA) dan cara mengajar guru aktif (CMGA).

2.3.2 Landasan pemikiran model pembelajaran berbasis portofolio

Menurut Taniredja (2011) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis

portofolio, merupakan salah satu hasil inovasi didalam model pembelajaran yang

antara lain dilandasi pemikiran sebagai berikut :

1. empat pilar pendidikan

Menurut Unesco (1999: 63-65) jika ingin berhasil melaksanakan tugas-

tugasnya, maka Pendidikan hendaknya diatur disekitar empat jenis belajar yang

fundamental sifatnya yang sepanjang kehidupan seseorang dapat dikatakan sendi

atau soko guru pengetahuan yang meliputi :

a. belajar mengetahui (learning to know) yaki mendapatkan instrument atau

pemahaman. Jenis belajar ini bukanlah persoalan memperoleh informasi yang

sudah dirinci, dikodifikasi (disusun sesuai dengan suatu sistem) melainkan

instrument-instrumen itu sendiri, dan itu dapat dipandang sebagai alat maupun

tujuan hidup. Sebagai alat ia memampukan setiap orang untuk memahami

sedikitnya tentang lingkungannya untuk dapat hidup sesuai dengan harkat, untuk

mengembangkan keterampilan kerja dan untuk berkomunkasi. Sebagai tujuan


16

hidup dasarnya adalah kegemaran untuk memahami, mengetahui, dan

menemukan. Memperoleh pengetahuan adalah suatu proses yang tidak pernah

berakhir dan dapat diperkaya oleh semua bentuk pengalaman. Belajar

mengetahui dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan

kesempatan untuk bekerja secara mendalam pada sejumlah kecil mata pelajaran.

Ini juga berarti belajar untuk belajar, sehingga memperoleh keuntungan dari

kesempatan Pendidikan yang disediakan sepanjang hayat.

b. Belajar berbuat (learning to do) sehingga mampu bertindak kreatif di

lingkungannya. Belajar mengetahui dan belajar berbuat sampai batas luas

bukanlah dua hal yang tidak berhubungan, namun belajar berbuat terkait lebih

dekat dengan pertanyaan pelatihan kejuruan : bagaimana kita mengajar anak-

anak untuk mempraktikkan apa yang sudah dipelajarinya dan bagaimana

pendidikan dapat diadaptasikan dengan pekerjaan dimasa depan jika tidak

mungkin untuk meramal dengan tepat bagaimana pekerjaan berkembang ?

belajar berbuat untuk dapat memperoleh bukan hanya suatu keterampilan kerja,

tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk berurusan dengan banyak situasi

dan bekerja dalam regu-regu. Ini juga berarti belajar berbuat dalam konteks

pengalaman kaum muda dalam berbagai kegiatan social dan pekerjaan yang

mungkin bersifat informal, sebagai akibat konteks local atau nasional, atau

bersifat formal melibatkan kursus-kursus, program pergantian belajar dan

bekerja.

c. Belajar hidup bersama (learning to live together), sehingga mampu berperan

serta dan bekerja sama dengan orang-orang lain dalam semua kegiatan manusia.

Belajar inilah yang merupakan satu dari persoalan besar dalam dunia pendidikan
17

sekarang. Dunia sekarang sering merupakan dunia perselisihan atau pertengkaran

yang memungkiri harapan yang ditempatkan sebagian penduduk pada kemajuan

manusia. Gagasan untuk pengajaran anti kekerasan di sekolah-sekolah patut

dipuji biarpun hal itu barulah satu dari banyak alat untuk memerangi prasangka-

prasangka yang menimbulkan perselisihan. Belajar hidup bersama dengan jalan

mengembangkan pengertian akan orang-orang lain dan asosiasi atas

interdependensi melakukan proyek-proyek bersama dan belajar mengelola

perselisihan dendam, semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling

memahami dan perdamaian.

d. Belajar menjadi seseorang (learning to be) suatu kemajuan penting yang

merupakan kelanjutan dari ketiga sendi diatas. Pendidikan hendaknya

menyumbang perkembangan seutuhnya dari setiap orang jiwa dan raga,

inteligensia, kepekaan, rasa estetika, tanggung jawab pribadi, dan nilai-nilai

spiritual. Semua manusia hendaknya diberdayakan untuk berpikir mandiri dan

kritis, dan membuat keputusan sendiri dalam rangka bagi menentukan bagi

mereka apa yang diyakini harus dilaksanakan di dalam berbagai keadaan

kehidupan. Belajar menjadi seseorang, sehingga dapat mengembangkan

kepribadiannya lebih baik dan mampu bertindak otonom, membuat pertimbangan

dan rasa tanggung jawab pribadi semakin besar. Dalam hubungan ini pendidikan

tidak boleh memandang remeh satu aspek pun dari potensi seorang perbuatan,

penalaran, estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi. Sistem-

sistem pendidikan sekolah (formal) cenderung menekankan perolehan

pengetahuan yang merugikan jenis-jenis belajar yang lain, tetapi sekarang

sangatlah penting untuk memikirkan pendidikan dalam bentuk yang lebih


18

meliputi banyak hal. Visi ini hendaklah menjelaskan dan membimbing

pembaharuan dan kebijakan pendidikan di masa depan, dalam hubungannya, baik

dengan nisi maupun metode pendidikan.

2. pandangan konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstuksi/ bentukan kita

sendiri. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan mutakhir

menganggap semua peserta didik mulai dari usia taman kanak-kanak sampai dengan

perguruan tinggi memiliki gagasan/pengetahuan tentang lingkungan dan

peristiwa/gejala lingkungan disekitarnya, meskipun gagasan/pengetahuan ini sering

kali naif dan miskonsepsi. Mereka senantiasa mempertahankan gagasan/

pengetahuan naif ini secara kokoh. Ini dipertahankan karna gagasan/pengetahuan ini

terkait dengan gagasan/pengetahuan awal lainnya yang sudah dibangun dalam wujud

schemata (struktur kognitif).

4. democratic teaching

Democratic teaching adalah suatu bentuk upaya untuk menjadikan sekolah atau

kampus sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang

demokratis. Dengan kata lain democratic teaching adalah proses pembelajaran yang

dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan,

menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan

keragaman peserta didik sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan

diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Proses pembelajaran

dilakukan dengan suasana yang terbuka, akrab, dan saling menghargai. Sebaliknya

perlu dihindarkan suasana belajar yang kaku, penuh ketegangan dan sarat dengan
19

perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah,

cepat bosan dan mengalami kelelahan (Zuriah, 2003:2).

2.3.3 Prinsip-prinsip dasar model pembelajaran berbasis portofolio

Menurut Budimansyah,2002 (dalam Taniredja,2011) terdapat empat prinsip-

prinsip dasar model pembelajaran berbasis portofolio, yaitu:

1. prinsip belajar siswa aktif

Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

portofolio (MPBP) berpusat pada siswa. Dengan demikian model ini menganut

prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran,

dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan di lapangan, dan pelaporan. Dalam

fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan

menggunakan teknik bursa ide (brain storming). Setiap siswa boleh menyampaikan

masalah yang menarik baginya di samping tentu saja yang berkaitan dengan materi

pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih salah

satu masalah dalam kajian kelas.

Fase kegiatan lapangan, aktivitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai teknik

(misalnya wawancara, pengamatan, kuesioner, dan lain-lain) mereka mengumpulkan

data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi

kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan informasi tersebut, mereka

mengambil foto, membuat sketsa, membuat kliping, bahkan ada kalanya

mengabadikan peristiwa panting dalam video.

Fase pelaporan aktivitas mereka terfokus pada pembuatan portofolio kelas.

Segala bentuk data dan informasi disusun secara sistematis dan disimpan dalam

sebuah bundel (portofolio seksi dokumentasi). Adapun data dan informasi yang
20

paling penting dan menarik (eyes catching) ditempel pada portofolio seksi

penayangan, yaitu papan panel yang terbuat dari kardus bekas atau bahan lain yang

tersedia. Setelah portofolio selesai dibuat, dilakukan public hearing dalam kegiatan

show-case di hadapan dewan juri. Kegiatan ini mempakan puncak penampilan siswa,

sebab segala jerih payah siswa diuji dan diperdebatkan di hadapan dewan juri.

2. kelompok belajar kooperatif

Prinsip ini merupakan pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerjasama antar

siswa dan antar komponen-komponen lain disekolah, termasuk kerjasama sekolah

dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerjasama antarsiswa terlihat pada saat

kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama. Semua pekerjaan

disusun, orang-orangnya ditentukan, siapa mengerjakan apa, merupakan satu bentuk

kerjasama itu.

Komponen-komponen sekolah lainnya juga harus sering kali melakukan kerja

sama. Misalnya pada saat para siswa hendak mengumpulkan data dan informasi

lapangan sepulang dari sekolah misalnya. dalam hal ini perlu dicari jalan keluarnya,

yakni membicarakannya dengan guru olahraga sekolah. Apakah jadwal latihan

olahraga yang diundur atau kunjungan lapangan yang diubah. kasus seperti ini

memerlukan kerjasama, walaupun dalam lingkup kecil dan sederhana. Hal serupa

juga sering kali terjadi dengan pihak keluarga. Orang tua perlu juga diberi

pemahaman, manakala anaknya pulang agak terlambat dari sekolah karna melakukan

kunjungan dahulu. dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antar sekolah

dengan orang tua dalam upaya membangun kesepahaman.

Kerja sama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa

merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan yang


21

menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas perparkiran

untuk mengetahui kebijakan mengenai perpakiran. Mengunjungi kantor bupati atau

walikota untuk mengetahui kebijakan mengenai penertiban pedagang kaki iima.

Mengamati dampak pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan

sebagainya.

3. pembelajaran partisipatorik

Model pembelajaran portofolio melatih siswa belajar sambil melakoni

(learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup

berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah dalam model ini memiliki makna yang ada

hubungannya dengan praktik hidup demokrasi. Sebagai contoh pada saat memilih

masalah untuk kajian kelas memiliki makna bahwa siswa dapat menghargai dan

menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya

perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang

lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap

berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa

”democracy is not heredity but learning”, Sebab dalam kenyataannya tidak ada

jaminan anak dari seorang yang demokrat akan menjadi seorang demokrat pula.

Yang mungkin akan terjadi adalah seorang ayah yang demokrat, mendidik dan

membina anaknya tentang hidup berdemokrasi dalam suasana pergaulan demokratis,

sehingga pada suatu ketika ia menjadi seorang demokrat pula. Dengan demikian,

menjadikan seorang demokrat harus melalui proses pendidikan demokratis pula.

Mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang demokratis dan

mendukung kehidupan yang demokratis (teaching in and for democracy). Tujuan ini
22

hanya dapat dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus

menggunakan prinsip belajar partisipatorik.

4. reactive teaching

Dalam menerapkan model pembelajaran berbasis portofolio, guru perlu

menciptakan strategi yang tepat agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi.

Motivasi yang seperti itu akan tercipta jika guru dapat meyakinkan siswa akan

kegunaan materi bagi kehidupan nyata. Demikian juga guru harus dapat menciptakan

situasi sehingga materi pelajaran selalu menarik, tidak membosankan. Guru harus

punya sensativitas tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran

sudah membosankan siswa. Jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara untuk

menanggulanginya. Inilah ciri guru yang reaktif. Ciri guru yang reaktif antara lain :

a) menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar, b) pembelajaran dimulai dengan

hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami siswa, c) selalu berupaya membangkitkan

motivasi belajar siswa degan membuat materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang

menarik dan berguna bagi kehidupan siswa, dan d) segera mengenali materi atau

metode pembelajaran yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera

menanggulanginya.

Menurut Budimansyah, 2002 (dalam Taniredja, 2011), “Model pembelajaran

berbasis portofolio mensyaratkan guru yang reaktif, sebab tidak jarang pada awal

pelaksanaan model ini siswa ragu dan bahkan malu untuk mengemukakan pendapat.

Hal tersebut terjadi oleh karena secara empirik potensi dan kemampuan siswa

bervariasi. Ada siswa yang sudah terbiasa mengemukakan pendapat, berdiskusi,

bahkan berdebat, akan tetapi siswa yang lain banyak yang tidak demikian. Dalam

keadaan seperti itu guru hendaknya dapat memberikan dorongan dan motivasi.
23

Caranya adalah dengan memberikan penghargaan kepada setiap pendapat siswa

bagaimana pun kualitasnya. Jika setiap pendapat siswa dihargai, lama kelamaan pada

diri mereka akan muncul kepercayaan dirinya untuk tidak malu malu lagi

mengemukakan pendapat”.

2.3.4 Langkah-langkah model pembelajaran berbasis portofolio

Menurut Fajar, 2002 (dalam Taniredja, 2011) menyatakan bahwa strategi

instruksional yang digunakan dalam model pembelajaran portofolio, pada dasarnya

bertolak dari strategi “inquiry learning, discovery learning, problem solving

learning, research-oriented learning” yang dikemas dalam model “project” oleh

John Dewey. Budimansyah, 2002 (dalam Taniredja, 2011) menetapkan lima langkah

pembelajaran portofolio sebagai berikut :

1. mengidentifikasi masalah

Pada tahap ini guru bersama siswa mendiskusikan tujuan dan mencari masalah

yang terjadi pada lingkungan terdekat, misalnya masalah yang ada dalam keluarga,

sampai dengan masalah lingkungan terjauh, misalnya masalah-masalah yang

menyangkut hubungan antar bangsa. Dalam mencari masalah ini, tentunya tidak

boleh lepas dari tema atau pokok bahasan yang akan dikaji.

Pada tahap ini guru membagi kelompok atas kedalam kelompok-kelompok

kecil (3-4 orang siswa), dan setiap kelompok mengambil undian untuk menentukan

pokok bahasan apa yang harus dikaji. Berikutnya supaya mereka (kelompok kecil)

mencari dan mendiskusikan masalah-masalah yang sesuai dengan pokok bahasan

yang diperoleh dalam undian.

Proses diskusi kelompok kecil dikelas ini tentunya belum cukup. Oleh karna

itu kelompok kecil ini harus melanjutkan sebagai pekerjaan rumah, berupa tugas
24

wawancara dengan orang yang dipandang memahami masalah yang sedang dikaji.

Disamping itu kelompok kecil ini juga harus mencari informasi-informasi dari media

cetak dan elektronik.

2. memilih masalah untuk kajian kelas

Berdasarkan perolehan hasil wawancara dan temuan informasi tersebut,

kelompok kecil supaya membuat daftar masalah, yang selanjutnya secara demokratis

kelompok ini supaya menentukan masalah yang akan dikaji.

3. mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji oleh kelas

Pada langkah ini, masing-masing kelompok kecil bermusyawarah dan

berdiskusi serta mengidentifikasi sumber-sumber informasi yang akan banyak

memberikan banyak informasi sesuai dengan masalah yang akan dikaji. Setelah

menentukan sumber-sumber informasi, kelompok membagi kedalam tim-tim

peneliti, yang tiap tim peneliti henaknya mengumpulkan informasi dari salah satu

sumber yang telah diidentifikasi.

4. mengembangkan portofolio kelas

Portofolio yang dikembangkan meliputi dua seksi yaitu: 1) seksi penayangan,

yaitu portofolio yang akan ditayangkan sebagai bahan persentasi kelas pada saat

show-case, dan 2) seksi dokumentasi, yaitu portofolio yang disimpan pada sebuah

map jepit, yang berisi data dan informasi lengkap setiap kelompok portofolio.

Disamping itu, masing-masing kelompok juga harus dibagi menjadi empat

kelompok yang lebih kecil lagi. Jika dalam kelompok itu hanya terdiri dari empat

atau kurang dari empat siswa, maka bisa dibagi menjadi : 1) kelompok/orang

pertama, yang bertanggung jawab untuk menjelaskan atau mengidentifikasi masalah,

2) kelompok/orang kedua, bertanggung jawab mengkaji kebijakan alternative untuk


25

mengatasi masalah, 3) kelompok/orang ketiga yang bertanggung jawab mengusulkan

dan menjastifikasi kebijakan publik yang telah disepakati untuk memecahkan

masalah, 4) kelompok/orang keempat bertanggung jawab dalam hal untuk membuat

rencana tindakan, bagaimana warga negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk

menerima dan melaksanakan rencana tindakan yang telah diusulkan oleh yang telah

didukung oleh kelas.

5. penyajian portofolio (show-case)

Setelah portofolio kelas selesai, kelas dapat menyajikannya dalam kegiatan

show-case (gelar kasus). Kegiatan ini akan memberikan pengalaman yang sangat

berharga kepada siswa dalam hal menyajikan gagasan-gagasan kepada orang lain,

dan belajar meyakinkan mereka agar dapat memahami dan menerima gagasan

tersebut. Langkah ini diadakan hanya dihadapan para siswa dan beberapa guru yang

dapat hadir, mengingat terbatasnya waktu.

Secara lebih sederhana Khilmiyah, 2005 (dalam Taniredja, 2011) menyebutkan

ada tiga langkah dalam model pembelajaran berbasis portofolio, yaitu :

a. Guru menjelaskan kepada siswa tentang metode pembelajaran yang akan

digunakan dan memberikan penjelasan tentang topik pembelajaran.

b. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok. Setelah kelompok terbentuk,

guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk melakukan

hunting dokumen untuk memperluas materi yang dikaji dikelas. Hasil pencarian

materi dari berbagai perspektif didokumentasikan (portofolio) sebagai bahan

kajian pembelajaran.

c. Setelah semua kelompok mengerjakan tugasnya, guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk melakukan presentasi pada pertemuan berikutnya.


26

2.3.5 Fungsi penilaian portofolio

Menurut Santyasa, 2004 Portofolio tidak hanya digunakan sebagai tempat

penyimpanan hasil pekerjaan peserta didik. Portofolio berfungsi untuk mengetahui

perkembangan pengetahuan dan kemampuan dalam mata pelajaran tertentu, serta

pertumbuhan kemampuan peserta didik. Portofolio dapat memberikan bahan tindak

lanjut dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan peserta didik sehingga guru dan

peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Portofolio

dapat juga berfungsi sebagai alat untuk melihat perkembangan tanggung jawab

peserta didik dalam belajar, perluasan dimensi belajar, pembaharuan kembalai proses

belajar mengajar, penekanan pada pada pengembaagan pandangan peserta didik

dalam belajar. Portofolio digunakan sebagai alat pengajaran dan juga sebagai alat

penilaian. Penilaian portofolio mengharuskan peserta didik untuk mengoleksi dan

menunjukan hasil kerja mereka. Dalam hal ini penilaian portofolio dapat dianggap

sebagai salah alat pengajaran yang merupakan komponen kurikulum.

2.4 Materi Hidrokarbon Pencemaran Lingkungan

2.4.1 Pengertian hidrokarbon

Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan

hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom hidrogen

yang berikatan dengan rantai tersebut. Istilah tersebut digunakan juga sebagai

pengertian dari hidrokarbon alifatik. Sebagai contoh, metana (gas rawa) adalah

hidrokarbon dengan satu atom karbon dan empat atom hidrogen: CH4. Etana adalah

hidrokarbon (lebih terperinci, sebuah alkana) yang terdiri dari dua atom karbon

bersatu dengan sebuah ikatan tunggal, masing-masing mengikat tiga atom karbon:

C2H6. Propana memiliki tiga atom C (C3H8) dan seterusnya (CnH2n+2).


27

Hidrokarbon adalah pencemar udara yang dapat berupa gas, cairan, maupun

padatan. Dinamakan hidrokarbon karena penyusun utamanya adalah atom karbon

dan atom hidrogen yang dapat terikat (tersusun).

Hidrokarbon merupakan segolongan senyawa yang banyak terdapat di alam

sebagai minyak bumi. Indonesia banyak menghasilkan minyak bumi yang

mempunyai nilai ekonomi tinggi, diolah menjadi bahan bakar motor, minyak

pelumas dan aspal.

2.4.2 Karakteristik hidrokarbon

Struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan korbon dan sifat

fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC

adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan.

Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan.

Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas

pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan

padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya.

Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila

berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal

menjadi debu. Berdasarkan struktur molekulnya, hidrokarbon dapat dibedakan dalam

3 kelompok yaitu hidrokarban alifalik, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon

alisiklis. Molekul hidrokarbon alifalik tidak mengandung cincin atom karbon dan

semua atom karbon tersusun dalam bentuk rantai lurus atau bercabang.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, struktur Hidrokarbon (HC) terdiri

dari elemen hidrogen dan karbon dan sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom

karbon yang menyusun molekul HC. HC adalah bahan pencemar udara yang dapat
28

berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur

ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C

antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan

karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan. HC yang berupa gas akan

tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya, sedangkan bila berupa cair maka

HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan

membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu. Pada dasarnya

terdapat tiga jenis hidrokarbon, antara lain :

1. Hidrokarbon aromatik, mempunyai setidaknya satu cincin aromatik.

2. Hidrokarbon alisiklik.

3. Hidrokarbon alifalik yang tidak mengandunh cincin atom karbon dan semua

atom karbon tersusun dalam bentuk rantai lurus.

Gambar 2.1 Struktur 3 Jenis Senyawa Organik

Tabel 2.1 range konsentrasi yang dapat menimbulkan dampak


29

2.4.3 Sumber dan distribusi hidrokarbon

Sebagai bahan pencemar udara, hidrokarbon dapat berasal dari proses industri

yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC

merupakan polutan primer karena dilepas ke udara ambien secara langsung,

sedangkan oksidan fotokima merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di

atmosfir dari hasil reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer. Kegiatan industri

yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik,

resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi industri

sebesar 10 % berupa HC.

Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang

kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di

udara tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat

dan kemudian menurun lagi pada malam hari.


30

Gambar 2.2 Proses Pembentukan Senyawa Hidrokarbon

Hasil pengolahan industri senyawa-senyawa hidrokarbon untuk kepentingan

manusia akan menjadi bersifat polutan karena pengolahan/pemakaiannya yang tidak

sempurna. Misalnya asap hasil pembakaran motor yang tidak sempurna merupakan

hasil pengolahan senyawa hidrokarbon yang tidak sempurna. Adanya hidrokarbon di

udara terutama metana, dapat berasal dari sumber-sumber alami terutama proses

biologi aktivitas geothermal seperti explorasi dan pemanfaatan gas alam dan minyak

bumi dan sebagainya Jumlah yang cukup besar juga berasal dari proses dekomposisi

bahan organik pada permukaan tanah, Demikian juga pembuangan sampah,

kebakaran hutan dan kegiatan manusia lainnya mempunyai peranan yang cukup

besar dalam memproduksi gas hidrakarbon di atmosfer.

2.4.4 Sumber pencemaran lingkungan

Industri pengolahan minyak dan petrokimia mengemisikan hidrokarbon dalam

jumlah yang besar. Aktivitas alam sendiri juga mengemisikan hidrokarbon yang

membentuk konsentrasi alami hidrokarbon di atmosfer. Sumber-sumber yang

tergolong alami adalah lautan, rawa dan hutan, dimana sebagian terbesar merupakan

produk metabolisme biologis.


31

Hidrokarbon juga merupakan pencemar utama yang diemisikan oleh kendaraan

bermotor dari lalu lintas di dalam perkotaan. Di beberapa kota besar, sumber ini

merupakan sumber hidrokarbon yang paling dominan, sebagai pencemar primer dan

yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencemaran oksidan fotokimia.

Table 2.2 Sumber pencemaran hidrokarbon

Sumber Pencemaran % Bagian % Total


Transportasi 51.9
 Mobil bensin 47.5
 Mobil diesel 1.3
 Pesawat terbang 0.9
 Kapal laut 0.9
 Kereta api 0.3
 Sepeda motor, dll 1.0
Pembakaran Stasioner 2.2
0.6
 Minyak
0.3
 Batu bara
0.0
 Gas alam 1.3
 Kayu 14.4
Proses Industri 5.0
Pembuangan Limbah Padat 26.5
Lain-lain Sumber 6.9
 Kebakaran hutan 0.6
 Pembakaran batubara sisa 5.3
 Pembakaran limbah pertanian 9.7
 Penguapan solver organic 3.7
 Pemasaran bahan bakar 0.3
 Lain-lain
100.0 100.0

2.4.5 Dampak hidrokarbon

Hidrokarbon ke lingkungan dapat menjadi polutan primer maupun sekunder.

Jumlahnya yang berlebih pada manusia, hewan, tumbuhan, ekosistem, maupun

material tertentu akan memberi dampak negatif.

1. Kesehatan Manusia
32

Beberapa dari bahan bahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang

bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil

nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Hidrokarbon diudara akan bereaksi

dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut plycyclic

aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat

lalulintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan

merangsang terbentuknya sel-sel kanker.

Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik

diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Akan tetapi

untuk membuktikan apakah pembentukan tumor tersebut hanya diakibatkan karena

asap solar atau gas lain yang bersifat sebagai iritan. Hidrokarbon di udara akan

bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang

disebut plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah

industri dan padat lalulintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan

menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker. Pengaruh

hidrokarbon aromatic pada kesehatan manusia dapat terlihat pada tabel dibawah ini,

yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan:


33

Tabel 2.3 Pengaruh Konsentrasi Hidrokarbon Terhadap Kesehatan Manusia

2. Ekosistem dan Lingkungan

Hidrokarbon adalah campuran senyawa yang mengandung karbon dan

hidrogen dalam berbagai komposisi. Pada umumnya, senyawa hidrokarbon dianggap

pencemar jika terdapat dalam konsentrasi cukup tinggi. Terdapat dua golongan besar

berkaitan dengan pencemaran udara, yaitu deret olefin dan deret aromatik. Sumber

utama polutan hidrokarbon adalah proses pembakaran yang kurang sempurna dari

bahan bakar minyak bumi serta dari proses penguapan minyak bumi. Beberapa uap

hidrokarbon berbau tidak sedap dan hidrokarbon lain berperan pada proses

fotokimia. Beberapa senyawa aromatik benzena dan turunannya diduga dapat

menyebabkan kanker, sedangkan olefin pada konsentrasi rendah tidak

membahayakan bagi hewan, tetapi pada beberapa jenis tanaman dapat menghambat

pertumbuhan. Hidrokarbon di udara dapat membentuk reaksi yang sangat kompleks,

mengakibatkan bertambahnya konsentrasi ozon di udara dan terbentuknya senyawa

organik seperti peroksiasetil nitrat (PAN), peroksibenzoil nitrat (PBzN), dan asam

nitrat. Senyawa-senyawa tersebut berkerumun membentuk kabut. Oleh karena zat


34

yang dihasilkan berasal dari reaksi fotokimia maka kabut yang terbentuk

disebut kabut fotokimia.

Reaksi pembakaran hidroakarbon yang melibatkan O2 akan menghasilkan

panas yang tinggi. Panas yang tinggi ini menimbulkan peristiwa pemecahan

(Cracking) menghasilkan rantai hidrokarbon pendek atau partikel karbon.

Gas hidrokarbon dapat bercampur dengan gas buangan lainnya. Cairan hidrokarbon

membentuk kabut minyak (droplet). Padatan hidrokarbon akan membentuk asap

pekat dan menggumpal menjadi debu/partikel. Hidrokarbon bereaksi dengan

NO2 dan O2mengahsilkan PAN (Peroxy Acetyl Nitrates).

3. Hewan

Hidrokarbon yang bersifat mutagenik akan sangat rentan pada hewan.

Beberapa percobaan pada hewan telah membuktikan adanya indikasi perubahan gen

pada hewan tersebut. Dengan kekalan massa yang berlaku, konsumsi hewan yang

tercemar oleh manusia akan memindahkan kandungan senyawa hidrokarbon ke

manusia.

4. Tumbuhan

Campuran PAN dengan gas CO dan O3 disebut kabut foto kimia (Photo

Chemistry Smog) yang dapat merusak tanaman. Daun menjadi pucat karena selnya

mati. Jika hidrokarbon bercampur bahan lain toksitasnya akan meningkat.

5. Material

Dampak hidrokarbon pada material biasanya disebabkan oleh sifat kimiawi

hidrokarbon. Sebagai contoh, karet gelang yang direndam dalam bensin makan akan

bertambah volumenya tetapi berkurang sifat elastisnya. Dengan demikian,


35

hidrokarbon mampu melarutkan beberapa senyawa penting lain dalam material

sehinga akan mengubah tidak hanya sifat fisik, tetapi juga kimia.

2.5 Berpikir Kreatif

2.5.1 Pengertian berpikir kreatif

Suatu usaha manusia untuk mencari makna atau penyelesaian dari sesuatu lebih

dekat dikatakan dengan berpikir. Setiap manusia pada hakikatnya pasti selalu

berpikir, namun tingkat keluasan berpikir akan selalu berbeda. Berpikir lebih kreatif

dan inovatif dalam menghadapi permasalahan dan situasi tidak akan dimiliki tanpa

adanya pengetahuan yang luas (Uno, 2014:163)

De Bono dalam Firdaus dkk (2016:227) mengatakan bahwa berpikir adalah

sejenis permainan yang terpampang pada layar pikiran dari pengalaman masa lalu

atau yang akan datang. Lebih lanjut De Bono mengatakan bahwa berpikir tidak lain

adalah peristiwa nonmateri dalam pikiran.

Berpikir juga berarti berjerih payah secara mental untuk memahami sesuatu

yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam

berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung,

mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau

membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan

yang ada, membuat analisis dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dari

premis-premis yang ada (Mursidik, 2015:25).

Sedangkan Luthfiyah (2015:5) mengatakan berpikir sebagai suatu kemampuan

mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Menurut Abidin (2016:171) keterampilan

berpikir kreatif termasuk keterampilan berpikir kedua yang menjadi standar


36

pendidikan abad ke-21. Secara umum berpikir kreatif senantiasa dihubungkan

dengan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Mursidik (2015:23) menjelaskan

bahwa berpikir kreatif tergolong kompetensi tingkat tinggi (high order

competencies) dan dapat dipandang sebagai kelanjutan dari kompetensi dasar (basic

skills).

Penelitian Brookfield dalam Luthfiyah (2015:9) menunjukkan bahwa orang

yang kreatif biasanya: 1) sering menolak teknik yang standar dalam menyelesaikan

masalah, 2) mempunyai ketertarikan yang luas dalam masalah yang berkaitan

maupun tidak berkaitan dengan dirinya, 3) mampu memandang suatu masalah dari

berbagai perspektif, 4) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual,

bukannya secara universal atau absolut, 5) biasanya melakukan pendekatan trial and

error dalam permasalahan yang memberikan alternatif berorientasi ke depan dan

bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan.

Sedangkan menurut Rusyna (2014:3) kreatif merupakan sifat seseorang

sebagai hasil berpikir dan menghasilkan suatu produk yang berbeda dari yang lain

(kreasi). Verlinden dalam Redhana (2015: 28) menambahkan bahwa keterampilan

berpikir kreatif adalah keterampilan berpikir yang berkaitan dengan produksi ide-ide

baru, cara-cara baru, solusi-solusi baru, metode-metode baru, dan prosedur-prosedur

baru. Keterampilan berpikir kreatif ini berkaitan dengan pengembangan otak kanan,

sedangkan keterampilan berpikir kritis berkaitan dengan pengembangan otak kiri.

Puccio dan Mudock mengemukakan bahwa berpikir kreatif memuat aspek

keterampilan kognitif dan metakognitif antara lain mengidentifikasi masalah,

menyusun pertanyaan, mengidentifikasi data yang relevan dan tidak relevan,

produktif, menghasilkan banyak ide yang berbeda dan produk atau ide yang baru dan
37

memuat disposisi yaitu bersikap terbuka, berani mengambil posisi, bertindak cepat,

bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan yang

kompleks, memanfaatkan cara berpikir orang lain yang kritis dan sikap sensitif

terhadap perasaan orang lain (La Moma, 2015:28).

Johnson (2014:214-215) menyatakan berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan

dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi,

mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang

menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Berpikir kreatif yang

membutuhkan aktivitas mental seperti:

1. Mengajukan pertanyaan.

2. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran

terbuka.

3. Membangun keterkaitan, khususnya diantara hal-hal yang berbeda.

4. Menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas.

5. Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan

berbeda.

6. Mendengarkan intuisi.

Idris (2015:50) menjelaskan, biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu,

memiliki minat yang luas dan menyukai kegemaran dengan aktivitas yang kreatif.

Mereka biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri, lebih berani

mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya.

Kemampuan berpikir kreatif yang disarikan dari Thomas, Thorne and Small

dalam Rofiah (2013:18) bahwa berpikir kreatif yaitu: mengkreasikan, menemukan,

berimajinasi, menduga, mendesain, mengajukan alternatif, menciptakan dan


38

menghasilkan sesuatu. Membentuk ide yang kreatif berarti muncul dengan sesuatu

yang tidak biasa, baru, atau memunculkan solusi atas suatu masalah. Kemampuan

seseorang untuk berpikir kreatif dapat ditunjukkan melalui beberapa indikator,

misalnya mampu mengusulkan ide baru, mengajukan pertanyaan, berani

bereksperimen dan merencanakan strategi.

Menurut Munandar (2012:167), berpikir divergen (berpikir kreatif) yaitu

memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang

diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian. Definisi

kemampuan berpikir secara kreatif dilakukan dengan menggunakan pemikiran dalam

mendapatkan ide-ide yang baru, kemungkinan yang baru, ciptaan yang baru

berdasarkan kepada keaslian dalam penghasilannya.

Rusyna (2014:115) menyebutkan bahwa berpikir lateral (berpikir divergen)

yaitu: (1) tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi bukan hanya

untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan dapat menggunakan informasi

yang tidak relevan atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai

pemecahan yang tepat, (2) jenis berpikir yang keluar dari berbagai ide dan persepsi

yang sudah ada untuk menemukan ide-ide baru, (3) jenis berpikir yang bertujuan

untuk mengeksplorasi dan mengembangkan persepsi baru.

Pengembangan kemampuan berpikir kreatif memang perlu dilakukan karena

kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang dikehendaki dunia kerja

(Career Center Maine Department of Labor USA dalam La Moma, 2015:27).

2.5.2 Proses berpikir kreatif

Siswono & Kurniawati dalam Iswanti (2016:633) menyatakan bahwa berpikir

merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau
39

jalannya. Rusyna (2014:118) menjelaskan bahwa teori proses kreatif terdiri dari

empat tahap yaitu: (1) kejenuhan (saturation), (2) inkubasi (incubation), (3) inspirasi

(inspiration), dan (4) verifikasi (verification).

saturation incubation inspiration verification

Gambar 2.3 Tahapan dalam proses kreatif

Menurut De Porter dan Mike Hernacki dalam Uno (2014:164) ada lima proses

kreatif yang diungkapkannya, yaitu:

1. Persiapan, mendefinisikan masalah, tujuan atau tantangan.

2. Inkubasi, mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.

3. Iluminasi, mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.

4. Verifikasi, memastikan bahwa solusi itu benar-benar memecahkan masalah.

5. Aplikasi, mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut.

Pendapat yang lain mengenai proses kreatif dikemukakan oleh Petty dalam

Sani (2016:101), fase proses kreatif menurut Petty adalah inspirasi, klarifikasi,

evaluasi, distilasi, inkubasi, dan perspirasi. Inspirasi terkait pengembangan ide-ide,

klarifikasi terkait fokus pada tujuan, distilasi adalah memutuskan ide mana yang akan

dikerjakan, inkubasi adalah meninggalkan pekerjaan untuk sementara, perspirasi

terkait dengan mengerjakan ide yang terbaik, dan evaluasi adalah memeriksa

pekerjaan dan belajar dari hal tersebut.

Santrock dalam Abidin (2016:175) menyatakan bahwa tahapan proses kreatif

meliputi:
40

1. Persiapan, pada tahap ini seseorang mulai tertarik terhadap sebuah masalah.

2. Inkubasi, pada tahap ini seseorang memikirkan sejumlah ide yang tidak biasa

untuk memecahkan masalah.

3. Pengetahuan, pada tahap ini seseorang menghasilkan sebuah solusi unik dalam

memecahkan masalah.

4. Evaluasi, pada tahap ini menguji apakah solusi yang dihasilkan dapat digunakan

untuk memecahkan masalah atau tidak.

5. Elaborasi, pada tahap ini solusi yang dihasilkan diperinci dan diperluas sehingga

menjadi lebih baik lagi.

Sedangkan Susanto (2016:115) mengemukakan terdapat lima tahap proses

kreatif yaitu: stimulus, eksplorasi, perencanaan, aktivitas, dan review. Masing-

masing tahapan ini dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut:

1. Stimulus, untuk dapat berpikir secara kreatif perlu adanya stimulus dari pikiran

yang lain.

2. Eksplorasi, peserta didik dibantu untuk memerhatikan alternatif-alternatif pilihan

sebelum membuat suatu keputusan.

3. Perencanaan, setelah diadakan stimulus berupa masalah, kemudian melakukan

eksplorasi untuk memecahkan masalah tersebut, selanjutnya membuka berbagai

rencana atau strategi untuk pemecahan masalah.

4. Aktivitas, proses kreatif dimulai dengan suatu ide atau kumpulan ide.

5. Review, peserta didik perlu mengadakan evaluasi.

2.5.3 Indikator berpikir kreatif

E. Paul Torrance dalam Davis (2012:359) mendeskripsikan kemampuan

kreatif :
41

1. Fluency adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak ide verbal non verbal

dalam merespon masalah yang tidak memiliki satu jawaban benar.

2. Fleksibelity adalah kemampuan untuk mengambil pendekatan berbeda untuk

suatu masalah, memikirkan ide dalam kategori berbeda, atau melihat masalah

dalam perspektif berbeda.

3. Originality itu berarti keunikan, ketidaksamaan dalam pemikiran dan tindakan

atau cara berpikir yang unik.

4. Elaborasi adalah kemampuan untuk mengembangkan, memperhalus,

menyempurnakan, dan bahkan menerapkan ide.

5. Transformasi berarti kreativitas, merubah satu ide atau objek lain dengan

melakukan modifikasi, mengkombinasi, atau dengan melihat makna baru,

dampak, penerapan, atau adaptasi ke pengguna baru.

Filsaime dalam Luthfiyah (2015:3) menyatakan berpikir kreatif sebagai proses

berpikir yang memiliki ciri-ciri kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian

atau originalitas (originality) dan kerincian (elaboration). Kelancaran adalah

kemampuan mengeluarkan ide atau gagasan yang benar sebanyak mungkin secara

jelas. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengeluarkan banyak ide atau gagasan

yang beragam dan tidak monoton dengan melihat dari berbagai sudut pandang.

Originalitas adalah kemampuan untuk mengeluarkan ide atau gagasan yang unik dan

tidak biasanya. Elaborasi adalah kemampuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi dan menambah detail dari ide atau gagasannya sehingga lebih benilai.

Evans dalam Luthfiyah (2015:4) menambahkan komponen berpikir kreatif

yang lain yaitu problem sensitivity yang merupakan kemampuan mengenal adanya

suatu masalah atau mengabaikan fakta yang kurang sesuai (misleading fact).
42

Berdasarkan hasil penelitian Siswono (2011:549) tingkatan paling tinggi pada

berpikir kreatif terletak pada aspek kebaruan, kemudian fleksibilitas dan aspek paling

sedikit adalah kefasihan. Novelty atau kebaruan ditempatkan pada posisi tertinggi

karena merupakan ciri utama untuk menilai produk pemikiran kreatif. Fleksibilitas

ditempatkan sebagai posisi penting berikutnya karena mengacu pada produksi

beberapa gagasan yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah tugas. Kefasihan

diindikasikan saat peserta didik dengan lancar menghasilkan ide berbeda yang sesuai

dengan pertanyaan tugas. Rahmi (2016:68) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

aspek fluency memiliki tingkat persentase tertinggi dari aspek flexibility dan novelty.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut kita bisa membuat piramida berdasarkan

tingkat kemampuan berpikir kreatif seperti pada gambar di bawah ini (Siswono

(2011:549) dan Rahmi (2016:68):

keaslian (originality)

keluwesan (flexibility)

kelancaran (fluency)

Gambar 2.4 Ciri-ciri berpikir kreatif

Tabel 2.4 Unsur-unsur berpikir kreatif


Pengertian Perilaku Peserta Didik
Berpikir Lancar  Mengajukan banyak pertanyaan
 Mencetuskan banyak gagasan,  Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada
jawaban, penyelesaian atau pertanyaan
jawaban  Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah
 Selalu memikirkan lebih dari satu  Lancar dalam menggunakan gagasan-gagasannya
jawaban  Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari
pada peserta didik lain
 Dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari
suatu objek atau situasi
Berpikir Luwes  Memberikan aneka ragam penggunaan yang tak lazim
terhadap suatu objek
43

 Menghasilkan gagasan, jawaban  Memberikan macam-macam penafsiran terhadap suatu


atau pertanyaan yang bervariasi gambar, cerita atau masalah
 Dapat melihat suatu masalah dari  Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang
sudut pandang yang berbeda-beda berbeda-beda
 Mancari banyak alternatif atau  Memberikan pertimbangan atau mendiskusikan sesuatu
arah yang berbeda-beda selalu memiliki posisi yang berbeda atau bertentangan
 Mampu mengubah cara dengan mayoritas kelompok
pendekatan atau pemikiran  Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan macam-
macam cara yang berbeda-beda untuk
menyelesaikannya
 Menggolongkan hal-hal yang menurut pembagian atau
kategori yang berbeda-beda
 Mampu mengubah arah berpikir secara spontan
Berpikir Orisinal  Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tak pernah
 Mampu melahirkan ungkapan terpikirkan orang lain
yang baru dan unik  Mempertanyakan cara-cara lama dan berusaha
 Memikirkan cara-cara yang tak memikirkan cara-cara baru
lazim untuk mengungkapkan diri  Memilih a-simetri dalam membuat gambar atau desain
 Mampu membuat kombinasi-  Mencari pendekatan baru dari stereotype
kombinasi yang tak lazim dari  Setelah mendengar atau membaca gagasan, bekerja
bagian-bagian atau unsur-unsur untuk mendapatkaan penyelesaian yang baru
Mursidik (2015:27)

Munandar (2012:192) berpendapat untuk mengetahui tingkat kekreatifan

seseorang, perlu adanya penilaian terhadap kemampuan berpikir kreatif. Di bawah

ini merupakan penilaian dan perilaku peserta didik yang diharapkan.

Tabel 2.5 Indikator berpikir kreatif


Indikator Perilaku
1. Berpikir lancar a. Menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan
(Fluency) b. Arus pemikiran lancer
2. Berpikir luwes a. Menghasilkan gagasan-gagasan yang beragam
(flexibility) b. Mampu mengubah cara atau pendekatan
c. Arah pemikiran yang berbeda
3. Berpikir orisinil a. Meberikan jawaban yang tidak lazim
(Originality) b. Memberkan jawaban yang lain dari pada yang lain
c. Memberikan jawaban yang jarang diberikan kebanyakan orang
4. Berpikir terperinci a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan
(elaboration) b. Memperinci detail-detail
c. Memperluas suatu gagasan

Aspek-aspek yang ada dalam keterampilan berpikir kreatif menurut Rofiah

(2013:21) terdiri dari 12 indikator yaitu peserta didik mampu memformulasikan

persamaan, membangun keterkaitan antar konsep, mengusulkan ide baru, menyusun

hubungan konsep-konsep dalam bentuk skema, menggambarkan ide, berani

bereksperimen, mengorganisasi konsep, menghasilkan sesuatu yang baru, mendesain


44

percobaan, memodifiasi konsep dengan hal-hal yang baru, mampu menggabungkan

konsep yang koheren, dan mampu mengubah persamaan.

2.5.4 Karakteristik tingkat kemampuan berpikir kreatif

Menurut Siswono (2011:551) kemampuan berpikir kreatif seseorang

memiliki tingkatan. Tingkatan yang dimaksud sesuai karya yang dihasilkan. Oleh

sebab itu digunakan Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK) peserta didik.

Tabel 2.6 Karakteristik tingkat kemampuan berpikir kreatif


Tingkatan
Karakteristik
Kemampuan
Tingkat 4 Peserta didik dapat menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu solusi
(sangat kreatif) dan dapat mengembangkan cara lain untuk menyelesikannya. Salah satu
solusi memenuhi aspek originality (kebaruan). Beberapa masalah yang
dibangun memenuhi aspek originality, flexibility, dan fluency.
Tingkat 3 Peserta didik dapat menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu solusi,
(kreatif) tetapi tidak bisa mengembangkan cara lain untuk menyelesaikannya. Satu
solusi memenuhi aspek originality. Pada tingkat ini juga peserta didik
dapat mengembangkan cara lain untuk memecahkan permasalahan
(flexibility), namun tidak memiliki cara yang berbeda dari yang lain
(originality).
Tingkat 2 Peserta didik dapat memecahkan permasalahan dengan satu solusi yang
(cukup kreatif) sifatnya berbeda dari yang lain (originality) namun tidak memenuhi aspek
fluency dan flexibility atau peserta didik dapat menyelesaikan
permasalahan dengan mengembangkan solusinya (flexibility) namun
bukan hal yang baru dan bukan pula jawaban lancar.
Tingkat 1 Peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan dengan lebih dari satu
(kurang kreatif) solusi (fluency) tetapi tidak dapat mengembangkan solusinya dan tidak
memenuhi aspek kebaruan.
Tingkat 0 Peserta didik tidak dapat menyelesaikan permasalahan dengan lebih dari
(tidak kreatif) satu solusi dan tidak dapat mengembangkan cara lain untuk
menyelesaikannya. Serta peserta didik juga tidak bisa menimbulkan solusi
baru.

2.6 Kemandirian Belajar

Kemandirian yaitu sikap penting yang harus dimiliki seseorang supaya mereka

tidak selalu bergantungan dengan orang lain. Sikap tersebut bisa tertanam pada

individu sejak kecil. Kemandirian belajar adalah suatu keterampilan belajar yang

dalam proses belajar individu didorong, dikendalikan, dan dinilai oleh diri individu

itu sendiri (Makbul dkk, 2016).


45

Menurut Rusman, 2010 (dalam Makbul dkk,2016) mengemukakan bahwa

kemandirian belajar merupakan kemampuan peserta didik untuk melakukan

kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas, tanggung jawab, dan motivasi yang

ada dalam diri peserta didik sendiri. Sementara Sugandi, 2010 (dalam Makbul

dkk,2016) mengemukakan bahwa kemandirian belajar adalah suatu sikap siswa

yang memiliki karakteristik berinisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar,

menetapkan tujuan belajar, menetapkan tujuan belajar, memonitor, mengatur dan

mengontrol kinerja atau belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, mencari

dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan, memilih dan menerapkan strategi

belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, serta self-consept (konsep diri).

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian

belajar merupakan suatu proses belajar yang mandiri, tidak bergantung pada orang

lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan

masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila peserta didik aktif

mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya

merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran serta peserta didik juga

terlibat aktif dalam proses pembelajaran (Makbul dkk,2016).

Tabel 2.7 Indikator kemandirian belajar


Varian Aspek Indikator Deskripsi
Kemandirian Percaya Mengukur Siswa belajar tidak bergantung
belajar diri kepercayaan diri kepada orang lain
siswa dalam belajar Siswa yakin terhadap diri sendiri
Disiplin Mengukur Siswa memperhatikan penjelasan
kedispilinan siswa guru ketika pembelajaran
dalam belajar Siswa tidak menunda tugas yang
diberikan guru
Inisiatif Melihat tingkat Siswa belajar dengan keinginan
inisiatif siswa dalam sendiri
belajar Siswa berusaha mencari referensi
lain dalam belajar tanpa disuruh
guru
46

Tanggung Mengukur tanggung Siswa memiliki kesadaran diri


jawab jawab siswa dalam dalam belajar
belajar Siswa ikut aktif dan bersungguh-
sungguh dalam belajar

2.7 Kerangka Berpikir

Pembelajaran kimia merupakan mata pelajaran IPA bagi kalangan siswa SMA

dimana konsep mata pelajaran kimia ini bersifat abstrak dan kompleks, sehingga

siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep tersebut dengan benar dan

mendalam. Pemahaman siswa tidak hanya diperoleh sekedar dari teori saja tetapi bisa

diberikan melalui pengalaman langsung dalam kehidupan sehari-harinya. Contohnya

materi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh hidrokarbon. Hidrokarbon

merupakan pencemar utama yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dari lalu

lintas di dalam perkotaan. Di beberapa kota besar, sumber ini merupakan sumber

hidrokarbon yang paling dominan, sebagai pencemar primer dan yang memberikan

kontribusi terbesar dalam pencemaran oksidan fotokimia.

Sehingga untuk lebih mudah memahami materi dan juga karna materi tersebut

banyak teori yang menyebabkan suasana membosankan jika dibelajarkan dengan

ceramah, maka dari itu dalam proses pembelajaran guru dituntut harus memberikan

inovasi pada pembelajaran kimia agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan

memecahkan masalah dengan pembelajaran yang lebih bermakna serta mengaitkan

materi kimia dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang

dapat diterapkan adalah model pembelajaran berbasis portofolio yang menuntut

siswa harus memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik-

empirik.
47

Portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru

agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan

dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa

melalui pengalaman belajar dengan masyarakat dan atau lingkungan sehingga

memiliki kemampuan mengorganisir informasi yang ditemukan, membuat laporan

dan menuliskan apa yang ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara

penuh dalam pekerjaannya/tugas-tugasnya. Tampilan Portofolio berupa tampilan

visual dan audio yang disusun secara sistematis, melukiskan proses berpikir yang

didukung oleh seluruh data yang relevan.

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Rohani dan Abdul Hamid (2015)

mengenai pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio dan kemampuan awal

terhadap hasil belajar pendidikan kewarganegaraan. Yang menyimpulkan bahwa

model pembelajaran berbasis portofolio memberikan hasil belajar PKn siswa lebih

tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional kemudian kelompok

siswa yang kemampuan awalnya tinggi memperoleh skor hasil belajar PKn yang

lebih tinggi dibanding dengan kelompok siswa yang kemampuan awalnya rendah.

Serta kemudian terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan

awal dalam mempengaruhi hasil belajar PKn siswa.

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI SMAN 2

Kota Jambi.
48

2. Terdapat pengaruh kemandirian belajar terhadap kemampuan berpikir kreatif

siswa pada materi pencemaran lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi.

3. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki

kemandirian belajar tinggi yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

berbasis portofolio dengan siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi yang

dibelajarkan dengan model konvensional.

4. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki

kemandirian belajar rendah yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

berbasis portofolio dengan siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah yang

dibelajarkan dengan model konvensional.

5. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemandirian siswa dalam

mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran

lingkungan kelas XI SMAN 2 Kota Jambi.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Berdasarkan masalah yang dikemukakan desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah factorial design. Factorial design adalah desain yang
memperhatikan kemungkinan adanya variabel lain yang mempengaruhi variabel
independent (model pembelajaran berbasis portofolio) terhadap variabel dependen
(kemampuan berpikir kreatif siswa) dengan jenis penelitian nya adalah penelitian
Quasi Eksperimen. Berikut adalah tabel factorial design 2x2 yang digunakan dalam
penelitian ini.
Tabel 3.1 factorial design 2x2

Model Pembelajaran (X) Model Berbasis Model


Portofolio Konvensional
Kemandirian Belajar (Y) (X1) (X2)
Kemandirian belajar tinggi
X1Y1 X2Y1
(Y1)
Kemandirian belajar rendah
X1Y2 X2Y2
(Y2)

Kelompok siswa dipilih berdasarkan kemandirian belajar siswa dalam


kelompok siswa dengan kemandirian belajar tinggi dan kelompok siswa dengan
kemandirian belajar rendah, sehingga ada empat kelompok dalam penelitian ini
yaitu:
1. Kelompok siswa dengan kemandirian belajar tinggi yang mengikuti model
pembelajaran Berbasis Portofolio (X1Y1)
2. Kelompok siswa dengan kemandirian belajar rendah yang mengikuti model
pembelajaran Berbasis Portofolio (X1Y2)
3. Kelompok siswa dengan kemandirian belajar tinggi yang mengikuti model
pembelajaran Konvensional (X2Y1)
4. Kelompok siswa dengan kemandirian belajar rendah yang mengikuti model
pembelajaran Konvensional (X2Y2)

49
50

Dalam penelitian ini akan digunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen yang
diberi perlakuan dengan model pembelajaran berbasis portofolio dan kelas kontrol
yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian
dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan.
Berdasarkan tabel factorial design diatas akan diperoleh informasi
perbandingan kemampuan berpikir kreatif pada siswa yang memiliki kemandirian
belajar tinggi dan siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran berbasis portofolio.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada 3 yaitu :
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, dalam kategori
ini adalah model pembelajaran berbasis portofolio.
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif siswa.
Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan
memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-
kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan dan
membangkitkan ide-ide yang tidak terduga, kemampuan yang mencerminkan
kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), kerincian (elaboration) dan
orisinalitas (originality) dalam berpikir.
3. Variabel moderator/kovariat dalam penelitian ini adalah kemandirian belajar
siswa. Kemandirian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah skor
dari pertanyaan yang mencerminkan kreatif, kebebasan, keyakinan dan tanggung
jawab ditandai dengan adanya berbagai inisiatif belajar, ingin mendapatkan
pengalaman baru dan berusaha mengatasi masalah.
3.3 Partisipan Penelitian
Partisipan penelitian terdiri dari dua jenis, subjek penelitian kualitatif merupakan
informan kunci dari pelaksanaan pembelajaran. Informasi kunci yang dimaksud
adalah guru/peneliti sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran. Sedangkan subjek
penelitian kuantitatif adalah siswa dikelas, dalam hal ini adalah siswa dan siswi kelas
XI MIA SMAN 2 Kota Jambi. Materi pada penelitian ini materi hidrokarbon dengan
sub materi pencemaran lingkungan pada semester ganjil. Pemilihan subyek
51

penelitian ini di pilih dengan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel
berdasarkan pertimbangan tertentu.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam penelitian. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan instrumen pembelajaran dan instrumen
pengumpulan data.
3.4.1 Instrumen pembelajaran
Instrumen pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan dikelas selama
proses pembelajaran ataupun teknis pembelajaran. Yang termasuk instrumen
pembelajaran dalam penelitian ini adalah silabus materi pembelajaran dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sintakmatik dengan model pembelajaran
berbasis portofolio yang digunakan pada proses pembelajaran.
3.4.2 Instrumen pengumpulan data
Instrumen pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian. Yang termasuk instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah tugas portofolio siswa, pedoman penilaian tugas portofolio,
angket kemandirian belajar dan tes essay berpikir kreatif.
Tabel 3.2 Instrumen pengumpulan data berdasarkan rumusan masalah
Rumusan masalah Data instrumen Sumber data Jenis data Teknik
pengolahan
data
Apakah terdapat Tes soal essay Siswa Kuantitatif Uji hipotesis
pengaruh model menggunakan
pembelajaran SPSS
berbasis portofolio
terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa
pada materi
pencemaran
lingkungan kelas XI
SMAN 2 Kota Jambi
Apakah terdapat Angket Siswa Kuantitatif Penskoran
pengaruh deskriptif
kemandirian belajar
terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa
pada materi
pencemaran
lingkungan kelas XI
SMAN 2 Kota Jambi
Apakah terdapat Tes soal essay Siswa Kuantitatif Uji hipotesis
interaksi antara menggunakan
model pembelajaran SPSS
52

dengan kemandirian Angket Siswa Kuantitatif Penskoran


siswa dalam deskriptif
mempengaruhi
kemampuan berpikir
kreatif siswa pada
materi pencemaran
lingkungan kelas XI
SMAN 2 Kota Jambi

3.4.2.1 Lembar angket kemandirian belajar


Angket digunakan untuk memperoleh data kemandirian belajar siswa terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran lingkungan. Kemandirian
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah skor dari pertanyaan yang
mencerminkan kreatif, kebebasan, keyakinan dan tanggung jawab ditandai dengan
adanya berbagai inisiatif belajar, ingin mendapatkan pengalaman baru dan berusaha
mengatasi masalah. Untuk mengungkap kemandirian belajar siswa digunakan
instrumen berupa angket dengan skala likert dan empat pilihan.
Tabel 3.3 Gradasi nilai jawaban angket
Alternatif Jawaban Skor Pernyataan
Sangat setuju 4
Setuju 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1

Adapun kisi-kisi angket kemandirian belajar sebagai variabel moderator/kovariat


dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 3.4 Kisi-kisi kemandirian belajar siswa
Varian Aspek Indikator Deskripsi
Kemandirian Percaya Mengukur Siswa belajar tidak bergantung
belajar diri kepercayaan diri kepada orang lain
siswa dalam belajar Siswa yakin terhadap diri sendiri
Disiplin Mengukur Siswa memperhatikan penjelasan
kedispilinan siswa guru ketika pembelajaran
dalam belajar Siswa tidak menunda tugas yang
diberikan guru
Inisiatif Melihat tingkat Siswa belajar dengan keinginan
inisiatif siswa dalam sendiri
belajar Siswa berusaha mencari referensi
lain dalam belajar tanpa disuruh
guru
Tanggung Mengukur tanggung Siswa memiliki kesadaran diri
jawab jawab siswa dalam dalam belajar
belajar Siswa ikut aktif dan bersungguh-
sungguh dalam belajar
53

3.4.2.2 Tes berpikir kreatif


Tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan jumlah pertanyaan-
pertanyaan atau perintah-perintah kepada subjek penelitian. Metode tes ini digunakan
untuk memperoleh data dan mengukur penguasaan materi pembelajaran pencemaran
lingkungan.
Tabel 3.5 Kisi-kisi tes kemampuan berpikir kreatif siswa

Aspek yang diukur Indikator


Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah
Fluency atau pertanyaan dengan lancar.
(berpikir lancar) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai
hal.
Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang
bervariasi.
Flexibility Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-
(berpikir luwes) beda.
Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda.
Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau
Elaboration produk.
(berpikir terperinci) Menambah atau memperinci detail-detail dari suatu obyek,
gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Originality Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
(berpikir orisinil) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Metode dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan
harian, video penelitian dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006:158). Dalam
penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nilai ulangan
umum Semester genap kelas XI tahun pelajaran 2019/2020 yang digunakan untuk uji
keseimbangan dan rekaman video pembelajaran selama pelaksanaan penelitian.
Adapun keadaan sekolah disini diperlukan untuk keperluan menentukan kelas
sampel sekaligus anggota sampelnya.
3.5.2 Metode angket
Metode angket digunakan untuk memperoleh data kemandirian belajar siswa.
Kemandirian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah skor dari
54

pertanyaan yang mencerminkan kreatif, kebebasan, keyakinan dan tanggung jawab


ditandai dengan adanya berbagai inisiatif belajar, ingin mendapatkan pengalaman
baru dan berusaha mengatasi masalah. Untuk mengungkap kemandirian belajar siswa
digunakan instrumen berupa angket dengan skala likert dan empat pilihan
3.5.3. Metode tes
Metode tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa
dalam materi yaitu berupa tes yang mengukur kemampuan kognitif siswa dalam
menguasai konsep dan prinsip serta kemampuan berpikir kreatif siswa dalam
pembelajaran. Tes hasil belajar yang digunakan adalah berupa tes Essay.
Tahap-tahap penelitian selama proses pengumpulan data yaitu sebagai berikut:

Pembuatan RPP Pembuatan Pemilihan kelas eksperimen


instrumen dan kontrol

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Angket kemandirian
Penskoran
belajar

Proses pembelajaran

Tugas portofolio

Pedoman penilaian
tugas portofolio

Tes kemampuan
berpikir kreatif

Analisis data kuantitatif


dengan bantuan SPSS

Kesimpulan

Gambar 3.1 Skema penelitian


55

3.6 Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis kemudian digunakan
untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam materi pencemaran
lingkungan sesuai dengan tujuan penelitian yang ditentukan. Analisis dari tiap
datanya adalah sebagai berikut:
3.6.1 Analisis angket kemandirian belajar siswa
Sebelum data kuantitatif dari lembar angket oleh siswa dianalisis, terlebih
dahulu ditentukan interpretasi skor pada lembar angket yang digunakan.
Kemandirian siswa dikelompokkan menjadi dua tingkatan yaitu tinggi dan rendah.
Penentuan interval tingkat kemandirian ditentukan menggunakan rumus skor
maksimal dikurangi skor minimal dibagi jumlah kategori, sehingga dapat dituliskan
dalam perhitungan sebagai berikut (Supranto, 2008).
range skor maksimal − skor minimal
𝐶= =
jumlah k kategori jumlah kategori
3.6.2 Analisis tugas portofolio dan tes kemampuan berpikir kreatif siswa
Hasil tugas portofolio dan tes kemampuan berpikir kreatif siswa di analisis
dengan pendekatan kuantitatif.
3.6.3 Uji hipotesis penelitian
Berdasarkan hipotesis penelitian, maka untuk menguji hipotesis tersebut
digunakan analisis varians (anava) dua arah. Anava dua arah ini digunakan bila
sumber keragaman yang terjadi tidak hanya karna satu faktor (perlakuan). Faktor lain
yang mungkin menjadi sumber keragaman respon juga harus diperhatikan. Faktor
lain ini bisa berupa perlakuan lain yang sudah terkondisikan. Pertimbangan
memasukkan faktor kedua sebagai sumber keragaman ini perlu bila faktor itu
dikelompokkan, sehingga keragaman antar kelompok sangat besar, tetapi kecil dalam
kelompoknya sendiri. Dengan menggunakan anava dua arah, dapat dibandingkan
beberapa rata-rata yang berasal dari beberapa kategori atau kelompok untuk satu
variabel perlakuan (Hasan, 2003). Hipotesis statistik uji lanjut desain faktor 2x2
maksimum ada 4 hipotesis yang perlu diuji. Hipotesis tersebut yaitu :
1. H0 : µX1 = µX2
H1 : µX1 ≠ µX2
2. H0 : µY1 = µY2
H1 : µY1 ≠ µY2
56

3. H0 : µX2 = µY1
H1 : µX2 > µY1
4. H0 : µX2 = µY2
H1 : µX2 > µY2
5. H0 : XXY = 0
H1 : XxY ≠ 0
Langkah-langkah dalam analisis anava dua jalur yaitu sebagai berikut:
1. Hipotesis (Ho dan Ha) dalam bentuk statistik.
Ho : µ1 = µ2 = µ3
Ha: µ1 ≠ µ2 ≠ µ3
2. Faktor Koreksi dengan rumus :
(𝛴𝑋𝑡𝑜𝑡)²
FK = 𝑁

3. Jumlah Kuadrat Total (JKT) dengan rumus:


ΣXij2 − 𝐹𝐾
4. Jumlah Kuadrat Antar (JKA) dengan rumus:
(𝛴𝑋1) 2 (𝛴𝑋2)2 (𝛴𝑋3)2
[ + + + ⋯ ] − 𝐹𝐾
𝑛1 𝑛2 𝑛3

5. Jumlah Kuandrat Antar (JKB) dengan rumus:


(𝛴𝑋1)2 (𝛴𝑋2)2 (𝛴𝑋3)2
[ + + + ⋯ ] − 𝐹𝐾
𝑛1 𝑛2 𝑛3

6. Jumlah Kuadrat Antar Group A dan B (JKAB) dengan rumus:


(𝛴𝑋𝐴𝐵)2
JKAB = [∑ ] − 𝐹𝐾
𝑛𝐴𝐵

7. Jumlah Kuadrat Dalam (Residu) antar group (JKD) dengan rumus:


JKD = JKT-JKA-JKB-JKAB

8. Derajat Bebas (dbA, dbB, dbAB, dbD, dbT) dengan rumus:


dbA (Baris) =b–1
dbB (Kolom) =k–1
dbAB (Interaksi) = (dbA). (dbB)
dbD (Residu) = N – (b.k)
dbT (Total) =N–1

9. Mean Kuadrat Antar (MKA) dengan rumus:


57

JKA
𝑑𝑏𝐴

10. Mean Kuanrat Antar (MKB) dengan rumus:


JKB
𝑑𝑏𝐵

11. Mean Kuadrat Sisa (MKD) dengan rumus:


JKD
𝑑𝑏𝐷

12. MeaN Kuadrat Interaksi (MKAB) dengan rumus:


JKAB
𝑑𝑏𝐴𝐵

13. Carilah Fhitung (FA; FB; FAB) masing-masing group dengan rumus:
MKA
FA = 𝑀𝐾𝐷
MKB
FB = 𝑀𝐾𝐷
MKAB
FAB = 𝑀𝐾𝐷

Sebelum menganalisis data yang diperoleh, maka dilakukan dua uji prasyarat
untuk memastikan data layak untuk dijadikan sebagai data penelitian. Adapun uji
prasyarat tersebut akan diuraikan dibawah ini.
3.6.3.1 uji normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas yang digunakan
adalah uji kolmogorov-smirnov dan uji shapiro-wilk dengan menggunakan software
SPPS.
3.6.3.2 uji homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah data kedua kelompok sampel
mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Teknik yang digunakan dalam uji
homogenitas adalah teknik levene test dengan bantuan SPSS.
Apabila data berdistribusi normal dan homogen, maka uji yang dilakukan
menggunakan analisis varians dua jalur dan uji t. Jika datanya tidak berdistribusi
normal dan homogen maka dilakukan uji statistik non parametric (distribusi tidak
terpenuhi).
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. 2016. Revitalisasi Penilaian Pembelajaran. Bandung: PT. Refika


Aditama

Akbar Hawadi, Reni, dkk., 2001. Kreativitas. Jakarta : Gramedia

Baharuddin dan Wahyuni, E.N., 2015. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Ar-ruzz Media.

Boediono., 2002. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Bdan


Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.

Budimansyah, D. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio.


Bandung : PT. Genesindo.

Davis, G.A. 2012. Anak Berbakat dan Pendidikan Keterbakatan. Jakarta: PT Indeks.

Fajar, A. 2002. Portofolio dalam Pelajaran IPS. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Fathurrohman, M., 2015. Model – Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Ar-Ruzz


Media.

Firdaus, Abd R dan Qohar, Abd. 2016. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematika Siswa SMA Melalui Pembelajaran OPEN-ENDED pada Materi
SPLDV. Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(2): 227-236.

Idris, M. 2015. Peran Guru dalam Mengelola Keberbakatan Anak. Jakarta: Luxima.

Intan Sari, Etika., 2010. Meningkatkan Kemandirian Siswa dalam Belajar


Matematika melalui Pendekatan Open Ended. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah.

Iswanti, P. 2016. Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik dalam
Memecahkan Masalah Geometri Ditinjau dari Gaya Belajar. Kelas X
Matematika Ilmu Alam (MIA) 4 SMA Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran
2014/2015. Elektronik Pembelajaran Matematika, 4(6): 632-640.

Johnson, B. E. 2014. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.

Khilmiyah, Akit. 2005. Metode Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan.


Yogyakarta : Diktilitbang PP Muhammadiyah.

La Moma. 2015. Pengembangan Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis


untuk Siswa SMP. Matematika dan Pendidikan Matematika, 4(1): 27-41.

Luthfiyah, N dan Ismayati, E. 2015. Strategi Belajar Berpikir Kreatif. Yogyakarta:


Ombax.

58
59

Makbul, N. Bernard dan Rusli. 2016. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Kemandirian Belajar Siswa Berdasarkan Gaya Kognitif. Jurnal Universitas
Negeri Makassar.

Mukhtar dan M Yamin., 2003. Metode Pembelajaran yang Berhasil. Jakarta :


Sasama Mitra Sukses.

Munandar, U. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka


Cipta.

Mursidik, E M. 2015. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Memecahkan Masalah


Matematika Open-Ended ditinjau dari Tingkat Kemampuan Matematika pada
Siswa Sekolah Dasar. Pedagogia, 4(1): 23-33.

Rahmi, D. Rusman dan Erlidawati. 2016. Identifikasi Kemampuan Berpikirr Kreatif


Siswa Kelas XI Menggunakan Soal Tes Open Ended Problem pada Materi
Koloid di SMA/MA Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Kimia, 1(4):60-69.

Redhana, I W. 2015. Pengembangan Tes Keterampilan Berpikir Kreatif. Pendidikan


dan Pengajaran, 48(1-3): 27-37.

Rohani dan Abdul Hamid., 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Portofolio
dan Kemampuan Awal Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
Jurnal Teknologi Pendidikan, 8 (1) : 28-42.

Rofiah, E., Aminah, N S dan Ekawati, E Y. 2013. Penyususn Intrumen Tes


Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP. Pendidikan
Fisika, 1 (2): 17-22.

Rusyna, Adun., 2014. Ketrampilan Berpikir. Yogyakarta: Ombak

Sani, R.A., 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013.


Jakarta : Bumi Aksara.

Siswono, T Y E. 2011. Level of Student’s Creative Thinking in Classroom


Mathematics. Education Research and Review, 6(7): 548-553.

Slameto., 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :


Rhineka Cipta.

Suriyani., 2015. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemandirian Belajar


Siswa Melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended.
Jurnal Edu Science, 2 (2) : 28-34.

Susanto, A. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:


Prenadamedia Group.
60

Taniredja, T. Faridli dan Harmianto., 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif.


Bandung : Alfabeta.

Trianto., 2014. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Unesco, 1999. Learning : The Treasure Within. (Terjemahan Napitupulu). Jakarta :


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Uno, H dan Nurdin M. 2014. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: Bumi
Aksara.

Winataputra, Udin, S dan Refni,D., 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.

Zuriah, N. 2003. Portofolio dan Penerapannya dalam Pembelajaran CE, Makalah


disampaikan dalam Pelatihan Pengembangan Civic Education di Perguruan
Tinggi Muhammadiyah, 4-8 Agustus 2003.

Anda mungkin juga menyukai