Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5
1.3. Batasan Masalah...... .......................................................................... 6
1.4. Rumusan Masalah . ........................................................................... 7
1.5. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.6. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................88
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Materi................................................45
2. Tabel 2. Kisi-kisi Penilaian Ahli Media........................................................46
3. Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Desain...............................................46
4. Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Pengguna (Pendidik).........................46
5. Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Keterbacaan Peserta didik.................................47
6. Tabel 6. Penilaian Skala Likert Validasi Ahli................................................47
7. Tabel 7. Konversi Nilai Tanggapan................................................................48
8. Tabel 8. Penilaian Uji Kemenarikan...............................................................48
9. Tabel 9. Kriteria Presentase Respon Peserta Didik........................................49
10. Tabel 10. Hasil Observasi Pembelajaran di SMAN 2 Bandar Lampung . 51
11. Tabel 11. Hasil Observasi Rata-Rata Penilaian Harian Peserta Didik Kelas XI
Semester Genap Tahun 2019-2020.................................................................52
12. Tabel 12. Hasil Penilaian Materi Aspek Kesusaian Gambar..........................56
13. Tabel 13. Hasil Penilaian Materi Aspek Kesesuaian Materi dengan Tujuan
Pembelajaran dan Ketepatan KI/KD...............................................................57
14. Tabel 14. Data Hasil Penilaian Aspek Analisis Kebutuhan Peserta Didik
oleh Ahli Materi.............................................................................................58
15. Tabel 15. Data Hasil Penilaian Aspek Proses Model Pembelajaran
Discovery Learning oleh Ahli Materi.............................................................59
16. Tabel 16. Data Hasil Penilaian Aspek Isi oleh Ahli Media...........................60
17. Tabel 17. Data Hasil Penilaian Aspek Kebahasaan oleh Ahli Media.............61
18. Tabel 18. Data Hasil Penilaian Aspek Sajian oleh Ahli Media......................62
19. Tabel 19. Data Hasil Penilaian Aspek Kegrafikan oleh Ahli Media..............63
20. Tabel 20. Data Hasil Penilaian Aspek Desain Bahan Ajar Model
Discovery Learning oleh Ahli Desain............................................................64
21. Tabel 21. Data Hasil Penilaian Aspek Konten Bahan Ajar Model
Discovery Learning oleh Ahli Desain............................................................65
22. Tabel 22. Data Hasil Penilaian Aspek Analisis Kebutuhan Peserta
Didik oleh Ahli Desain...................................................................................65
23. Tabel 23. Data Hasil Penilaian Aspek Bagian Model Pembelajaran
Discovery Learning oleh Ahli Desain............................................................66
24. Tabel 24. Data Hasil Penilaian Aspek Materi.................................................68
25. Tabel 25. Data Hasil Penilaian Aspek Kebahasaan........................................69
26. Tabel 26. Data Hasil Penilaian Aspek Penyajian...........................................70
27. Tabel 27. Data Hasil Penilaian Efek Media Terhadap Strategi
Pembelajaran...................................................................................................71
28. Tabel 28. Data Hasil Penilaian Aspek Tampilan Menyeluruh.......................72
29. Tabel 29. Respon Peserta Didik Terhadap Produk Uji Keterbacaan..............73
30. Tabel 30 Rekapitulasi Hasil Uji Validasi Ahli Materi, Media, Desain,
Pengguna, Dan Uji Keterbacaan.....................................................................74
31. Tabel 31. Revisi Ahli Materi..........................................................................78
32. Tabel 32 Revisi Ahli Media............................................................................79
33. Tabel 33 Revisi Produk Ahli Desain..............................................................80
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar 1. Dimensi Proses Kognitif Taksonomi Bloom.................................16
2. Gambar 2. Tahap Pengembangan 4D..............................................................30
3. Gambar 3. Kerangka Pikir Penggunaan LKPD Berbasis Discovery Learning
Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik.......................39
4. Gambar 4. Tahapan Penelitian Pengembangan Produk...................................44
5. Gambar 5. Kemampuan C4 dan C5 pada LKPD.............................................77
I. PENDAHULUAN
Saat ini, kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking
Skills (HOTS) dirasakan sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena
segala informasi global masuk dengan mudah dan menyebabkan segala
informasi yang baik ataupun buruk akan terus mengalir tanpa henti dan dapat
memengaruhi sifat mental anak (Wahyuni, 2013). Maka dari itu, diperlukan
pembelajaran yang mampu mengasah kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang tidak
sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang tanpa
mengolah perkataan yang disampaikan sebelumnya. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam
usaha mengeksplorasi pengalaman yang kompleks, reflektif, dan kreatif.
Usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh
pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif
(Wardana, 2010).
2
Kemampuan berpikir tingkat tinggi perlu dimiliki oleh setiap peserta didik
agar dapat berfungsi optimal sebagai individu dan anggota masyarakat yang
kritis, mandiri, dan produktif. Peserta didik yang memiliki keterampilan
tingkat tinggi lebih terbuka pada adanya berbagai perbedaan atau keragaman,
tidak mudah menerima suatu informasi tanpa bukti atau alasan yang berdasar,
tidak mudah terpengaruh atau terbawa arus, mereka mandiri dalam berpikir
dan bertindak, dapat membedakan hal yang penting dan prioritas sehingga
dapat menghasilkan karya nyata yang bermanfaat. Pada akhirnya
keterampilan berpikir tingkat tinggi diperlukan untuk melatih kualitas hidup
manusia.
nomor soal masih salah dan kurang tepat. Hal ini tercermin pada soal nomor 5
yang meyajikan sebuah artikel tentang kelainan pada sistem ekskresi. Peserta
didik diminta untuk menentukan penyebab gangguan dan memberikan solusi
yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut. Skor yang
diperoleh dari 36 peserta didik adalah 110 dari 360. Terdapat 24 % jawaban
peserta didik yang mampu menjawab penyebab gangguan atau kelainan pada
sistem ekskresi manusia namun masih kurang tepat.
Hal ini sesuai dengan hasil pengisian angket studi pendahuluan pada dua
puluh orang pendidik SMA di Lampung melalui google form. Diperoleh
informasi bahwa 75% pendidik sudah menggunakan LKPD dalam
pembelajaran di kelas namun 60% pendidik tidak menggunakan LKPD
buatan sendiri dan belum berbasis discovery learning. Dari dua puluh orang
pendidik ini yang menjadi responden studi pendahuluan ini, 100%
membutuhkan LKPD berbasis discovery learning.
mengarahkan peserta didik sampai dapat menemukan konsep. Hal ini sejalan
dengan Hoesnan (2014) yang menyatakan bahwa model discovery learning
dapat mengembangkan cara berpikir tingkat tinggi dan cara belajar peserta
didik yang aktif dengan menemukan, menyelidiki sendiri baik konsep
maupun prinsip yang mengakibatkan hasil yang diperoleh akan tahan lama.
Model pembelajaran yang baik harus memberikan peluang bagi peserta didik
untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran salah satunya adalah model
discovery learning. Hasil senada juga dilakukan oleh beberapa penelitian
terdahulu yang menggunakan LKPD berbasis discovery learning adalah
penelitian yang dilakukan oleh Fetro Dola Samsul pada tahun 2020 yang
menyimpulkan bahwa LKPD berbasis discovery learning mampu melatihkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik di SMAN 1 Meureubo Aceh Barat.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Roihatul Janah pada tahun 2019 dengan
judul pengembangan lembar kerja peserta didik berbasis discovery learning
terhadap peserta didik kelas X IPA materi pencemaran lingkungan di SMA
Negeri 10 Palembang. Serta penelitian Wulandari Fitriani pada tahun 2017
dengan judul pengembangan lembar kerja peserta didik (LKS) fisika untuk
melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill) peserta
didik SMA. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik
melakukan pengembangan LKPD berbasis discovery learning pada materi
pokok sistem ekskresi manusia untuk melatihkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi peserta didik SMA.
2.2 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi atau High Order Thinking Skills
Menurut Dewey (1859) berpikir merupakan aktivitas psikologis ketika terjadi
situasi keraguan secara umum para tokoh pemikir bersepakat bahwa berpikir
merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang ketika orang
tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan yang harus
dipecahkan. Berpikir selalu berkaitan dengan proses mengeksplorasi gagasan,
membentuk berbagai kemungkinan atau alternatif-alternatif yang bervariasi,
dan dapat menemukan solusi. Salah satu keterampilan dalam mengukur
proses berpikir peserta didik yaitu high order thinking skills (HOTS) atau
yang biasa dikenal dengan kemampuan atau keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Schraw dan Robinson (2011) mendefinisikan higher order thinking
skills dalam konteks terkini sebagai kemampuan yang melatih bentuk
pemahaman yang lebih dalam dan konseptual. King, Godson, & Rohani
(2006) menyatakan bahwa high order thinking skills melibatkan berbagai
proses berpikir yang diterapkan pada situasi yang kompleks dan memiliki
banyak variabel.
Salah satu taksonomi proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi
Bloom dan telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2010). Taksonomi
Bloom pada ranah kognitif merupakan dasar bagi keterampilan berpikir
tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah high order thingking skills (HOTS).
Dalam taksonomi Bloom yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses
berpikir, yaitu:
C 1 = mengingat (remembering)
C 2 = memahami (understanding)
C 3 = menerapkan (applying)
C 4 = menganalisis (analyzing)
C 5 = mengevaluasi (evaluating)
C 6 = mengkreasi (creating)
16
peserta didik dalam menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam situasi
baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang lain.
b. HOTS adalah berpikir kritis
HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah
membentuk peserta didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal),
reflektif, dan mengambil keputusan secara mandiri.
c. HOTS adalah penyelesaian masalah
HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta
didik mampu menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata,
yang umumnya bersifat unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga
bersifat khas dan tidak rutin.
b. Syarat Konstruksi
Syarat konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan
penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran,
dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat guna dalam arti
dapat dimengerti oleh peserta didik. Menggunakan bahasa yang
sesuai dengan tingkat kedewasaan peserta didik, menggunakan
struktur kalimat yang jelas, memiliki taat urutan pelajaran yang
sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik, menghindari
pertanyaan yang terlalu terbuka, tidak mengacu pada buku sumber
yang di luar kemampuan keterbacaan peserta didik, menyediakan
ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada peserta didik
untuk menulis maupun menggambarkan pada LKPD, menggunakan
kalimat yang sederhana dan pendek, lebih banyak menggunakan
ilustrasi daripada kata-kata, sehingga akan mempermudah peserta
didik dalam menangkap apa yang diisyaratkan LKPD, memiliki
tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari pelajaran itu sebagai
sumber motivasi, mempunyai identitas untuk memudahkan
administrasinya.
c. Syarat Teknis
Dari segi teknis memiliki beberapa pembahasan yaitu:
1) Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin
atau romawi, menggunakan huruf tebal yang agar besar, bukan
huruf biasa yang diberi garis bawah, menggunakan tidak lebih
dari 10 kata dalam satu baris, menggunakan bingkai untuk
membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik,
mengusahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan
besarnya gambar serasi.
2) Gambar yang baik untuk LKPD adalah yang dapat
menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif
kepada pengguna LKPD. Lebih penting lagi adalah kejelasan
isi atau pesan dari gambar itu secara keseluruhan.
23
Berbagai uraian diatas dapat dijadikan pedoman satu bahan ajar berupa
LKPD untuk disusun sesuai dengan standar LKPD yang baik sehingga
LKPD tersebut sebagai bahan ajar akan mampu mengarahkan peserta
didik dapat melatih kemampuan berpikir kritis yang diharapkan.
Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dalam model
pembelajaran discovery menurut Sanjaya (2007), yaitu sebagai berikut:
a. Model discovery menekankan kepada aktivitas peserta didik secara
maksimal untuk mencari dan menemukan.
b. Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik dirahkan untuk
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang
dipertanyakan, sehingga dapat menumbuhkan sikap percaya diri.
c. Tujuan dari penggunaan model discovery adalah untuk melatih
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis. Atau
mengembangkan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
2. Pelaksanaan
Adapun langkah-langkah discovery learning yang diungkapkan oleh
Kurniasih dan Sani (2014) yaitu:
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pada tahap ini, peserta didik dihadapkan pada sesuatu
permasalahan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberikan
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
permasalahan tersebut. Selain dengan menghadapkan pada suatu
masalah, pendidik juga dapat memulai pembelajaran dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas
lainnya yang mengarahkan peserta didik pada persiapan dalam
menyelesaikan masalah.
b. Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Pada tahap ini, pendidik memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran. Kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara) atas pertanyaan dari masalah.
c. Data Collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini, peserta didik mengumpulkan berbagai informasi
yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, atau
melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya untuk membuktikan
hipotesis yang telah dibuat. Secara tidak langsung, peserta didik
menghubungkan masalah dengan pengetahuan sebelumnya.
d. Data Processing (pengolahan data)
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, diklasifikasikan,
atau dihitung untuk memperoleh jawaban apakah sesuai dengan
29
2.6.1 Berdasarkan hasil penelitian Rini Sintia pada tahun 2015 dengan judul
penelitian Pengembangan LKS Model Discovery Learning Melalui
Pendekatan Saintifik Materi Suhu Dan Kalor menyimpulkan bahwa
LKS model discovery learning melalui pendekatan saintifik dinyatakan
menarik, mudah, dan bermanfaat serta efektif untuk digunakan sebagai
media pembelajaran.
2.6.2 Berdasarkan hasil penelitian Titis Abimanyu Pramudi pada tahun 2016
dengan judul penelitian Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis
Discovery Learning Pada Pembelajaran Struktur Dan Fungsi Jaringan
Tumbuhan menyimpulkan bahwa LKS berbasis discovery learning
dinyatakan layak digunakan sebagai alternatif bahan ajar biologi.
2.6.3 Berdasarkan hasil penelitian Akbar Perdana pada tahun 2017 di SMAN
15 Bekasi dengan judul penelitian Pengembangan Lembar Kerja Siswa
Berbasis Discovery Learning Berbantuan Phet Interactive Simulations
Pada Materi Hukum Newton menyimpulkan bahwa LKS berbasis
discovery learning berbantuan phet interactive simulations dinyatakan
sangat baik dan layak digunakan sebagai salah satu sumber belajar
dalam pembelajaran.
2.6.4 Berdasarkan hasil penelitian Sherlyane Hendri pada tahun 2018 dengan
judul penelitian Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika
Berbasis Discovery Learning Untuk Melatih Kemampuan Pemecahan
36
Diakui oleh 20 orang pendidik mata pelajaran Biologi dalam forum MGMP
SMA Provinsi Lampung bahwa bahan ajar berupa LKPD yang dipakai
selama ini belum mampu memberikan kontribusi yang besar dalam melatih
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik SMA.
Melatih
b. Validasi Media
Mengetahui kelayakan media yang ada dalam produk yang
dikembangkan.
c. Validasi Desain
Validasi desain bertujuan untuk mengetahui desain yang tepat dan
menarik sehingga layak untuk dipakai di lapangan.
Tahap
Define
Penelitian
Observasi yang relevan, Studi Pustaka
Validasi Ahli
Produk Akhir
(Widoyoko, 2016)
Keterangan:
X = nilai rata-rata (hasil angket)
Mi = Nilai rata-rata ideal
Sdi = Simpangan baku ideal
No Angka Kategori
1 0 – 10 % Sangat Kurang
2 11 – 40 % Kurang
3 41 – 60 % Cukup
4 61 – 90 % Baik
5 91 – 100 % Sangat Baik
(Arikunto, 2006)
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Potensi dan kondisi Sekolah sangat mendukung dan memungkinkan
untuk dilakukan penelitian mengenai pengembangan bahan ajar
terutamra bahan ajar berupa LKPD berbasis discovery learning untuk
melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik di kelas XI
SMA.
2. Prosedur pengembangan LKPD berbasis discovery learning untuk
melatihkan kemampuan berpikir tingkat tinggi menggunakan desain
penelitian pengembangan model 4-D (Four D Models). Tahap
pengembangan model 4-D (Four D Models) yaitu tahap pendefinisian
(define), perancangan (design), pengembangan (develop) dan diseminasi
(disseminate). Namun tahap pengembangan hanya sampai tahap ke-3
yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), dan pengembangan
(develop). Faktor yang mendasari penyederhanaan tersebut adalah
keterbatasan waktu yang peneliti miliki dikarenakan adanya pandemi
wabah virus covid-19 yang dialami seluruh negara. Oleh karena itu,
melalui penyederhanaan tahapan ini, diharapkan pengembangan ini bisa
selesai dengan efisiensi waktu yang baik.
3. Bahan ajar berupa LKPD berbasis discovery learning yang telah
dikembangkan memiliki skor rata-rata keseluruhan sebesar 93,75%
dengan kriteria sangat baik digunakan sebagai bahan ajar tambahan
dalam pembelajaran biologi. Hal ini berdasarkan penilaian ahli materi,
ahli media, ahli desain dinyatakan sangat layak. Selain itu, respon
87
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi Pendidik
LKPD berbasis discovery learning pada materi sistem ekskresi dapat
digunakan dan dikembangkan lebih lanjut dalam proses pembelajaran.
2. Bagi Peserta Didik
LKPD berbasis discovery learning ini diharapkan dapat membantu peserta
didik lebih aktif dalam belajar untuk memperoleh pengalaman belajar yang
lebih bermakna.
3. Bagi Peneliti lain
Selanjutnya dapat mengembangkan LKPD berbasis discovery learning
pada mata pelajaran biologi dengan materi (KD) yang berbeda
4. Bagi Sekolah
sekolah dapat merekomendasikan LKPD berbasis discovery learning pada
materi sistem ekskresi kepada pendidik sebagai bahan ajar untuk
melatihkan kemampuan berpikir tingkat tinggi kepada peserta didik
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri, 2005 Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Asri Maha Satya.
Dunkin, M.J. dan Biddle, B.J. 1975. The Study of Teaching. New York. Holt
Rinehart dan Winston.
Lukman L dan Ishartiwi I. 2014. Pengembangan bahan ajar dengan model mind
map untuk pembelajaran ilmu pengetahuan sosial SMP. Jurnal Inovasi
Teknologi Pendidikan 1 (2). 109-122.
Permendikbud Nomor 22. 2016. Tentang standar proses pendidikan dasar dan
menengah. Jakarta. KEMENDIKBUD RI.