Anda di halaman 1dari 74

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

(PBL) BERBANTUAN MEDIA QUIZIZZ TERHADAP


KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL
BELAJAR KOGNITIF SISWA PADA
PEMBELAJARAN IPA SD

PROPOSAL TESIS

Oleh:
Nafisa Risma Zuhara
0103518086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal tesis dengan judul “PENGARUH MODEL PROBLEM BASED
LEARNING (PBL) BERBANTUAN MEDIA QUIZIZZ TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF
SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA SD” karya.
Nama : Nafisa Risma Zuhara

NIM : 0103518086

Program Studi : Pendidikan Dasar (PGSD)

Telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Seminar Proposal Tesis.

Semarang, 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Kasmadi Imam Supardi, M.S Dr. Endang Susilaningsih, M.S.
NIP. 195111151979031001 NIP. 195903181994122001

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
PERSETUJUAN BIMBINGAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................ 7
1.3 Cakupan Masalah............................................................................ 8
1.4 Rumusan Masalah........................................................................... 9
1.5 Tujuan Penelitian............................................................................ 9
1.6 Manfaat Penelitian.......................................................................... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kajian Pustaka................................................................................ 12
2.1.1Teori Belajar yang Mendukung .............................................. 12
2.1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) .......... 14
2.1.3 Media Pembelajaran Quizizz .................................................. 23
2.1.4 Kemampuan Berpikir Kritis.................................................... 26
2.1.5 Hasil Belajar Kognitif............................................................. 36
2.2 Kerangka Teoritis............................................................................ 37
2.3 Kerangka Berpikir........................................................................... 48
2.4 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 50

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian............................................................................ 51
3.2 Populasi dan Sampel....................................................................... 52
3.3 Variabel Penelitian.......................................................................... 53
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data...................................... 54
3.5 Teknik Analisis Data....................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Langkah-langkah PBL Menurut Hosnan ......................................... 20
Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis............................................ 31
Tabel 3.1 Matriks Pengumpulan Data.............................................................. 55
Tabel 3.2 Cronbach Alpha Uji Reliabilitas ...................................................... 57
Tabel 3.3 Kriteria Indeks Tingkat Kesukaran................................................... 58
Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda .............................................................. 59

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Media Pembelajaran Quizizz ........................................................ 25
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian........................................................ 49
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ...................................................................... 52

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi dalam suatu

kegiatan pembelajaran yang memadai. Seorang pendidik mempunyai tugas dalam

proses belajar mengajar yaitu dapat menerima keadaan siswa dengan segala

kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswanya. Tugas dari pendidik

harus menerima dan menghormati potensi yang dimiliki dari masing-masing

siswanya. Potensi yang dimiliki siswa ini dapat digali maupun dikembangkan

secara efektif dengan strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan

terpadu.

Penerapan Kurikulum 2013 merupakan salah satu cara pemerintah dalam

meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia untuk membentuk SDM (Sumber

Daya Manusia) yang unggul. Kurikulum 2013 mengharuskan memberikan

penilaian yang profesional dari semua aspek diantaranya yaitu, pengetahuan, sikap

dan keterampilan. Selain penilaian yang seimbang dari semua aspek yang ada,

guru dituntut dapat menjadi peran utama untuk menciptakan interaksi yang

edukatif, merupakan interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

Guru juga diharuskan dapat memposisikan diri secara tepat dalam proses

pembelajaran kurikulum 2013. Mata pelajaran IPA merupakan salah satu

pembelajaran yang harus dikuasai siswa baik dari tingkat SD, SMP maupun SMA.

1
2

IPA merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

percobaan (induktif) dan teori (deduktif). Terdapat dua hal berkaitan yang tidak

terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. IPA

sebagai produk berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan

metakognitif, dan IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah. Saat ini objek kajian IPA

menjadi semakin luas meliputi konsep, proses, nilai, dan sikap ilmiah, aplikasi

IPA dalam kehidupan sehari-hari dan kreativitas (Wisudawati & Sulistyowati,

2015: 22).

IPA sebagai salah satu ilmu dasar dewasa ini telah berkembang pesat baik

isi, materi maupun kegunaannya. Hal ini dapat ditinjau dari banyaknya konsep-

konsep IPA yang dapat diaplikasikan baik dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK) maupun dalam kehidupan masyarakat sehari-

hari. IPA memang merupakan salah satu bidang ilmu yang perlu dipacu, sebab

merupakan dasar dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembelajaran IPA memiliki potensi yang besar untuk memainkan peran strategis

dalam menyiapkan sumber daya manusia dalam rangka menyongsong abad 21

yang dikenal dengan istilah era globalisasi dan industrialisasi. Oleh karena itu

pengembangan kemampuan siswa dalam bidang IPA merupakan salah satu kunci

keberhasilan peningkatan kemampuan dalam memasuki dunia teknologi dan

informasi.

Pembelajaran IPA di SD bertujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu

dan suatu sikap positif terhadap sains, teknologi, dan masyarakat,

mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,


3

memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan pengetahuan

dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat sehingga dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan kesadaran tentang

peran dan pentingnya sains dalam kehidupan sehari-hari, mengalihkan

pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman ke bidang pengajaran lain, ikut serta

dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam (Sulistyorini,

2007: 40).

Tujuan yang paling penting dari pembelajaran IPA adalah untuk

mengajarkan siswa bagaimana terlibat langsung dalam penyelidikan dan

memungkinkan individu untuk berpikir kritis. Dengan kata lain, untuk dapat

menentukan masalah di sekitar mereka, mengamati, menganalisis, berhipotesis,

bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi

yang mereka miliki dengan keterampilan yang diperlukan (Zeidan & Jayosi,

2015). Melalui belajar IPA siswa diharapkan mempunyai pengetahuan, sikap,

keterampilan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar secara

lebih mendalam, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian

kemampuan berpikir yang kritis dalam memahami masalah yang dihadapi.

Kemampuan berpikir kritis mengandung makna sebagai proses penilaian

atau pengambilan keputusan yang penuh pertimbangan dan dilakukan secara

mandiri. Browne & Keeley (2007) mengatakan bahwa seorang pemikir kritis akan

mencari kesimpulan yang lebih baik, keyakinan yang lebih baik, dan keputusan

yang lebih baik dengan memiliki nilai-nilai untuk kekuatan mentalnya, antara lain
4

nilai kemandirian, keingintahuan, kerendahan hati, dan penghargaan nalar yang

baik.

Kemampuan berpikir kritis juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa

terutama ranah kognitif. Sjukur (2012: 65) mengemukakan hasil belajar

merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar

berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan,

pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari

sebelumnya.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru dalam proses pembelajaran IPA

di kelas V SDI Al Madina pada bulan November 2019, diperoleh informasi bahwa

hasil belajar siswa ranah kognitif di kelas V SDI AL-Madina, dari 27 siswa di

kelas V A untuk muatan IPA terdapat 7 siswa atau 26% yang mencapai

ketuntasan minimum (KKM) sedangkan sisanya 20 siswa atau 74% belum

mencapai KKM. Selanjutnya, siswa kelas V B berjumlah 29 siswa terdapat 12

siswa atau 41% yang mencapai KKM sedangkan sisanya 17 siswa atau 69%

belum mencapai KKM. Siswa kelas V C berjumlah 27 siswa terdapat 7 siswa atau

26% yang mencapai KKM, sedangkan sisanya yaitu 20 siswa atau 74% belum

mencapai KKM. Terakhir, yaitu kelas V D yang berjumlah 28 siswa terdapat 10

siswa atau 36% yang mencapai KKM sisanya 64% atau 18 siswa belum mencapai

KKM.

Data observasi dokumen dan lapangan menjelaskan bahwa soal UTS

ataupun soal ulangan tema cenderung mengukur kemampuan pada kategori LOTs-

MODs. Pemaparan soal cenderung pada aspek kognitif siswa tentang mengingat,
5

menyebutkan, melengkapi, dan penjelasan sederhana. Pada hasil pengamatan,

siswa belum dapat menentukan informasi dan masalah yang disajikan melalui

indikator dalam menganalisis masalah karena siswa cenderung belum mampu

mengaitkan pembelajaran ke dunia nyata. Dari hasil wawancara yang dilakukan di

SDI Al Madina, hal ini disebabkan karena guru jarang menggunakan model yang

membuat siswa aktif, guru terkadang bingung untuk menentukan metode

pembelajaran apa yang menarik dan dapat diterapkan pada pembelajaran IPA agar

memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang ada, terdapat pokok permasalahan

yang menjadi perhatian utama, yaitu rendahnya kemampuan berpikir kritis dan

hasil belajar kognitif siswa. Hal ini mengingat betapa pentingnya kemampuan

berpikir kritis dan hasil belajar kognitif yang dapat membawa dampak bagi

pencapaian tujuan pembelajaran dan kehidupan sehari-hari siswa.

Penggunaan model dalam pembelajaran sangatlah berpengaruh terhadap

efektivitas dalam pembelajaran, karena penggunaan model pembelajaran akan

membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, pemilihan

model pembelajaran yang kurang tepat membuat efektivitas dari pembelajaran

menurun, sehingga perlu adanya perhatian terhadap model pembelajaran yang

digunakan guru dalam kegiatan pembelajarannya. Guna mendorong potensi

berpikir siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dan evaluasinya, guru harus

mengelola kegiatannya secara terencana untuk memberdayakan kemampuan

berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa. Berbekal hal tersebut, maka
6

peneliti memberikan solusi untuk menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL).

PBL menyajikan masalah autentik untuk dapat dirumuskan dan dipecahkan

bersama dalam kelompok. Menurut Arends (2007: 68), PBL merupakan

pembelajaran yang memiliki esensi berupa menyuguhkan berbagai situasi

permasalahan yang autentik dan bermakna kepada siswa. Matthew (2012: 35)

menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan metode yang

berpusat pada siswa dalam pengajaran yang melibatkan belajar melalui

pemecahan masalah yang asli.

PBL dapat memfokuskan siswa pada proses pembelajaran dan mengaktifkan

siswa untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

PBL juga dapat mendukung proses pembelajaran IPA yang menyenangkan dan

terpusat pada siswa. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan persoalan yang

ada di sekitarnya yang bisa dijadikan masalah dalam proses pembelajaran. Siswa

diberi kesempatan untuk memikirkan penyelesaian dari masalah itu melalui

diskusi dengan teman sekelasnya, dengan demikian akan melatih siswa untuk

berpikir kritis. Sebagaimana pendapat dari Abanikannda (2016: 56) bahwa dengan

PBL, siswa menjadi lebih berpengalaman dalam mengumpulkan, mengatur, dan

menyimpan informasi yang dapat digunakan untuk masa depannya, menghadapi

dan menyelesaikan masalah yang kompleks serta realistis.

Penerapan model PBL dalam penelitian ini juga didukung dengan penerapan

media pembelajaran yang menarik bagi siswa yang diharapkan dapat

meningkatkan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran, yaitu dengan


7

menerapkan media Quizizz. Quizizz adalah aplikasi pendidikan berbasis game,

yang membawa aktivitas multi pemain ke ruang kelas dan membuatnya di kelas

latihan interaktif dan menyenangkan. Dengan menggunakan Quizizz, peserta didik

dapat melakukan latihan di dalam kelas pada perangkat elektronik mereka. Tidak

seperti aplikasi pendidikan lainnya, Quizizz memiliki karakteristik permainan

seperti avatar, tema, meme, dan musik menghibur dalam proses pembelajaran

(Purba, 2019: 30). Quizizz dapat membantu guru dalam melakukan evaluasi tanpa

dibatasi oleh tempat dan aplikasi ini memiliki tampilan yang menarik serta

pengaturan waktu yang diatur akan menuntun konsentrasi siswa dalam belajar.

Permasalahan yang telah dikemukakan diatas mendasari peneliti untuk

melakukan pembelajaran dengan model PBL berbantuan media Quizizz sebagai

upaya perbaikan pembelajaran IPA di kelas, dan diharapkan berpengaruh terhadap

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa. Berdasarkan uraian

latar belakang, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model

Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Quizizz terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Kognitif Siswa pada

Pembelajaran IPA SD”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat

diindetifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

(1) Pembelajaran masih dominan berpusat pada guru.

(2) Kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa masih rendah.
8

(3) Guru kurang mendorong rasa ingin tahu siswa, karena guru cenderung

menggunakan metode ceramah selama proses pembelajaran berlangsung.

(4) Penerapan model PBL dalam pembelajaran untuk menyampaikan materi

belum sepenuhnya diterapkan.

(5) Evaluasi pembelajaran berbasis e-learning dan jaringan belum diterapkan

dalam proses penilaian.

1.3 Cakupan Masalah

Cakupan masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi masalah

agar permasalahan tidak meluas, masalah layak dan khas, dan penelitian efektif

dan efisien. Cakupan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SDI Al-Madina.

(2) Masalah yang di kaji adalah keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar

kognitif siswa pada pembelajaran IPA SD.

(3) Penelitian ini difokuskan pada muatan pembelajaran IPA tematik tema 8

“Lingkungan Sahabat Kita”, subtema 1 “Manusia dan Lingkungan”

(pembelajaran 1, 2 dan 5).

(4) Penelitian dilakukan untuk menganalisis pengaruh PBL berbantuan media

Quizizz terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA

SD.

(5) Penelitian dilakukan untuk menganalisis pengaruh PBL berbantuan media

Quizizz terhadap hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA SD.
9

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka permasalahan yang akan diteliti

dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Apakah terdapat pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan

media Quizizz terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran

IPA SD?

(2) Apakah terdapat pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan

media Quizizz terhadap hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA

SD?

(3) Seberapa besar pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan

media Quizizz terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran

IPA SD?

(4) Seberapa besar pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan

media Quizizz terhadap hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA

SD?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

(1) Menganalisis pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan

media Quizizz terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran

IPA SD.
10

(2) Menganalisis pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan

media Quizizz terhadap hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA

SD.

(3) Menentukan seberapa besar pengaruh model Problem Based Learning (PBL)

berbantuan media Quizizz terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada

pembelajaran IPA SD.

(4) Menentukan seberapa besar pengaruh model Problem Based Learning (PBL)

berbantuan media Quizizz terhadap hasil belajar kognitif siswa pada

pembelajaran IPA SD.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1.6.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

perbendaharan ilmu pengetahuan yang sudah ada selama ini, khususnya tentang

implementasi model PBL berbantuan media Quizizz dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa sekolah dasar.

1.6.2 Manfaat praktis

(1) Bagi Siswa

Membantu siswa memahami materi pembelajaran IPA melalui cara belajar

memecahkan masalah.
11

(2) Bagi Guru

Memberikan referensi mengenai pemilihan model dan metode pembelajaran

yang efektif dan efisien serta memudahkan dalam mencapai tujuan

pembelajaran.

(3) Bagi Peneliti Lain

Memberikan acuan dalam mengembangkan penelitian PBL berbantuan media

Quizizz pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR,

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa kajian teori yang

relevan dengan penelitian yang dilakukan sebagai landasan teoritis. Pada

penelitian yang digunakan sebagai landasan teori adalah (1) Teori Belajar yang

Mendukung, (2) Model Problem Based Learning, (3) Media Quizizz, (4) Model

Problem Based Learning Berbantuan Media Quizizz, (5) Kemampuan Berpikir

Kritis dan (6) Hasil Belajar Kognitif.

2.1.1 Teori Belajar yang Mendukung

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantuan media

Quizizz didukung oleh beberapa teori belajar, yaitu:

2.1.1.1 Teori Belajar Piaget

Teori belajar Jean Piaget yaitu teori perkembangan kognitif anak. Dasar

dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan

lingkungan fisiknya. Seperti halnya yang dikemukakan Sunaryo (2014: 43) bahwa

teori belajar Jean Piaget mendukung pembelajaran berbasis masalah, hal ini

dikarenakan pengetahuan baru tidak diberikan kepada siswa dalam bentuk jadi

tetapi siswa membangun dan mengembangkan pengetahuannya sendiri dari hasil

interaksi dengan lingkungannya.

12
13

2.1.1.2 Teori Vygotsky

Teori belajar Vygotsky yang dikutip dalam Ghufron (2013: 65)

menyatakan bahwa budaya dan lingkungan sosial seorang anak adalah hal

terpenting yang mempengaruhi pembentukan pengetahuan mereka. Ia juga

menyatakan bahwa budaya mempengaruhi proses belajar, anak-anak belajar

melalui interaksi dan kerjasama dengan orang lain dan lingkungannya.

Keterlibatan dengan orang lain akan membuka kesempatan bagi murid

untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat mereka bertemu

dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam pencarian

pemahaman bersama. Seperti halnya Sunaryo (2014: 43), teori konstruktivisme

sosial Vygotsky percaya bahwa pengetahuan tidak bisa ditransfer dari pikiran

orang lain ke pikiran seseorang melainkan orang tersebut yang harus membangun

sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan orang lain. Model pembelajaran

PBL memberikan kegiatan dimana siswa diberi stimulus berupa masalah,

kemudian mencari solusi pemecahan masalah tersebut melalui pengalamannya

maupun melalui lingkungan sekitarnya.

2.1.1.3 Teori Belajar Bruner

Teori belajar yang mendukung PBL lainnya adalah teori belajar penemuan

dan pengaitan Bruner. Fadillah (2016: 523) menyatakan bahwa teori belajar

Bruner menekankan pada proses belajar dengan penemuan. Bruner

mengemukakan bahwa dengan siswa menemukan sendiri materi yang harus

dipahaminya akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama. Teori belajar
14

kontruktivisme menjelaskan bahwa belajar merupakan proses mendapatkan

pengetahuan dan kemampuan yang didapatkan oleh siswa secara langsung

Kaitannya dengan pembelajaran PBL adalah karena dalam pembelajaran

PBL siswa diberikan masalah untuk ditemukan cara penyelesaiannya oleh siswa

dan penemuannya tersebut merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan

pengetahuan dari materi yang akan diajarkan. Dalil pengaitan juga mendasari

pembelajaran berbasis masalah karena dalam pembelajaran ini setiap konsep

berkaitan dengan konsep lainnya.

2.1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, dan lain-lain

(Amri, 2011: 8).

Aunurrahman (2010: 146) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat

diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan

para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Setiap guru didalam kelas pasti menghadapi masalah dalam proses

pembelajarannya. Guru yang efektif dan inovatif pasti akan menerapkan model

pembelajaran sekreatif mungkin untuk membelajarkan siswanya. Model


15

pembelajaran akan memberikan kesempatan kepada guru untuk

mengadaptasikannya dengan lingkungan ruang kelas yang mereka huni. Hanya

guru yang kreatif, fleksibel dan cerdas yang dapat memperoleh keuntungan

maksimal dari penerapan model pembelajaran.

Berdasarkan uraian mengenai model pembelajaran, dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan

prosedur yang terorganisir secara sistemik dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, yang berfungsi sebagai pedoman

bagi para perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan

melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Berubahnya cara pandang terhadap siswa sebagai obyek menjadi subyek

dalam proses pembelajaran menjadi alasan banyak ditemukannya berbagai model

pembelajaran yang inovatif. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran

yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif terlibat dalam

belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang membiasakan belajar

bermakna bagi siswa karena mengorientasikan siswa pada masalah adalah model

pembelajaran problem based learning.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran

dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk

menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan

berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri

(Trianto, 2007:68). Huda (2013:21) menyatakan bahwa Problem Based Learning

(PBL) merupakan pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju


16

pemahaman akan resolusi suatu masalah. Pada umumnya masalah dalam

pembelajaran didasarkan pada masalah kehidupan nyata yang dipilih dan

disunting untuk memenuhi tujuan dan kriteria pengajaran. Penting bahwa masalah

berfungsi sebagai dasar proses pembelajaran, karena masalah menentukan arah

proses pembelajaran dan menekankan pada perumusan pertanyaan daripada

jawaban.

Apriyani (2017:42) mengemukakan model pembelajaran PBL merupakan

suatu model pembelajaran yang berlandaskan permasalahan yang ada, yang

menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sehingga pembelajaran lebih berpusat

pada siswa (student centered learning). Fakhriyah (2014:96) menyatakan bahwa

model PBL atau dikenal dengan model pembelajaran berbasis masalah merupakan

model pembelajaran yang menggunakan permasalahan nyata yang ditemui di

lingkungan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan dan konsep melalui

kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Sementara itu, menurut

Argaw, Haile, Ayalew & Shiferaw (2017: 858) PBL adalah metode instruksional

dimana masalah yang relevan diperkenalkan di awal siklus instruksi dan

digunakan untuk memberikan konteks dan motivasi dalam belajar. PBL

merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal

dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Muhson, 2009:

173).

Berdasarkan pengertian mengenai PBL, maka peneliti menyimpulkan

pengertian dari model PBL yaitu pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada

permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan


17

kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan nyata kemudian dapat

secara mandiri menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ditemuinya.

Seperti yang dikemukakan oleh Bungel (2014:47) bahwa PBL dapat menjadikan

siswa mandiri dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Bilgin, Erdal & Mustafa

(2009:154) menyatakan bahwa PBL bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

siswa dalam bekerja tim, serta mengkoordinasikan kemampuan mereka untuk

mengakses informasi dan mengubahnya menjadi pengetahuan yang layak.

2.1.2.2 Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

(1) Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

Wulandari (2013: 181) menjelaskan karakteristik model PBL adalah: (1)

pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang mengambang yang

berhubungan dengan kehidupan nyata; (2) masalah dipilih sesuai dengan tujuan

pembelajaran; (3) siswa menyelesaikan masalah dengan penyelidikan auntetik; (4)

secara bersama-sama dalam kelompok kecil, siswa mencari solusi untuk

memecahkan masalah yang diberikan; (5) guru bertindak sebagai tutor dan

fasilitator; (6) siswa bertanggung jawab dalam memperoleh pengetahuan dan

informasi yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja; (7) siswa

mempresentasikan hasil penyelesaian masalah dalam bentuk produk tertentu.

Produk dalam hal ini adalah berupa suatu pemrograman. Menurut Amir (2010:22)

karakteristik model PBL (1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2)

biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata, (3) masalah

membuat peserta didik tertentang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah

pembelajaran yang baru, (5) sangat mengutamakan belajar mandiri,


18

(memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, (6) pembelajaran

kolaboratif.

Berpijak dari pendapat karakteristik model PBL, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa karakteristik model PBL meliputi; (1) mengajukan

permasalahan nyata; (2) interdisiplin; (3) penyelidikan otentik; (4) menghasilkan

suatu solusi permasalahan dalam pembelajaran; dan (5) kolaborasi. Sebagaimana

pendapat dari Etiubon & Anthonia (2016: 37) bahwa PBL adalah cara belajar

alami yang menggunakan masalah untuk memotivasi dan merangsang fokus

dalam pembelajaran, hal ini memungkinkan siswa untuk menjadi peserta aktif

dalam memecahkan masalah dan menjawab pertanyaan. Fitriono, Rochmad &

Wardono (2015:57) juga mengungkapkan bahwa PBL berprinsip pada

pembelajaran yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Lutfa,

Sugianto & Sulhadi (2014: 79) mengungkapkan bahwa dengan PBL akan melatih

siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir.

(2) Langkah-langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk

belajar tentang cara berpikir kritis dan pemecahan masalah. Selain itu, siswa dapat

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Menurut Arends (2007: 68) langkah-langkah dalam melaksanakan PBL ada 5 fase

yaitu (1) mengorientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasi siswa untuk

meneliti; (3) membantu investigasi mandiri dan berkelompok; (4)

mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) menganalisis dan mengevaluasi


19

proses pemecahan masalah, permasalahan yang digunakan dalam PBL adalah

permasalahan yang dihadapi di dunia nyata.

Gunantara, Suarjana & Nanci (2014: 2) menyatakan terdapat 7 langkah

pelaksanaan PBL, yaitu sebagai berikut; (1) mengklarifikasi istilah dan konsep

yang belum jelas. Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan

konsep yang ada dalam masalah, (2) merumuskan masalah. Fenomena yang ada

dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi antara

fenomena itu, (3) menganalisis masalah. Siswa mengeluarkan pengetahuan terkait

apa yang sudah dimiliki tentang masalah, (4) menata gagasan siswa dan secara

sistematis menganalisisnya dengan dalam. Bagian yang sudah dianalisis dilihat

keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan mana yang saling menunjang,

mana yang bertentangan dan sebagainnya, (5) memfokuskan tujuan pembelajaran.

Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu

pengetahuan mana yang masih kurang dan mana yang masih belum jelas, (6)

mencari Informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok), (7)

mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan

untuk kelas. Laporan individu/sub kelompok yang dipresentasikan dihadapan

anggota kelompok lain, kelompok mendapatkan informasi-informasi yang baru.

Anggota yang mendengarkan laporan harus kritis tentang laporan yang disajikan.

Menurut Hosnan (2014:325) menyatakan bahwa langkah-langkah metode

PBL adalah 1) mengorientasi peserta didik, 2) mengorganisasikan peserta didik

untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individu/ kelompok, 4)


20

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai langkah-langkah model PBL,

maka dalam penelitian ini menarik kesimpulan dan merujuk pada langkah

pembelajaran yang disampaikan Hosnan. Lebih jelasnya mengenai langkah

pembelajaran PBL dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Langkah-langkah PBL Menurut Hosnan


N Langkah-langkah Deskripsi Kegiatan Keterampilan Berpikir
o PBL Kritis yang
Dikembangkan
1 Mengorientasikan a. Menjelaskan tujuan Memberikan penjelasan
siswa pada pembelajaran sederhana (siswa diberi
masalah b. Memperlihatkan stimulus terkait dengan
gambar tentang materi masalah yang hendak
c. Memotivasi siswa agar dipecahkan)
terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah
pembelajaran
2 Mengorgani- a. Membimbing Membangun
sasikan siswa pembentukan keterampilan dasar
untuk belajar kelompok secara (siswa dibimbing untuk
heterogen dan berkelompok serta
mengarahkan siswa mengkaji teori dasar
untuk berkumpul terkait dengan
dengan kelompoknya hubungan gaya dan
masing-masing gerak)
b. Membimbing siswa
untuk
mengorganisasikan
tugas belajar terkait
dengan materi yang
akan dipelajari
c. Mengarahkan siswa
untuk mengkaji teori
yang relevan dengan
masalah serta mencari
contoh lain dari suatu
masalah yang dikaji
3 Membimbing a. Mendorong dan Strategi dan taktik
penyelidikan memfasilitasi siswa (siswa melakukan
21

N Langkah-langkah Deskripsi Kegiatan Keterampilan Berpikir


o PBL Kritis yang
Dikembangkan
secara individu untuk mengumpulkan penyelidikan dengan
maupun kelompok informasi melalui berdasarkan pada
sebuah penyelidikan pengalaman dan teori
menggunakan benda- yang relevan, sehingga
benda yang telah mampu mengambil
disediakan keputusan dalam
tindakan pemecahan
masalah
4 Menyajikan dan a. Membimbing siswa Membuat kesimpulan
mengembangkan untuk membuat
hasil karya rangkuman materi
b. Membimbing siswa
untuk menyampaikan
hasil rangkuman materi

5 Menganalisis dan a. Membimbing siswa Membuat penjelasan


mengevaluasi untuk melakukan lebih lanjut (siswa
proses pemecahan refleksi serta evaluasi dibimbing untuk
masalah terhadap kegiatan menjelaskan kembali
penyelidikan yang telah proses pemecahan
dilakukan masalah kemudian
b. Membimbing siswa dianalisis)
untuk melakukan
refleksi serta evaluasi

2.1.2.3 Kelebihan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

PBL merupakan suatu pembelajaran yang menyajikan suatu masalah yang

dapat menarik minat siswa. PBL memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan

untuk digunakan.

Wulandari (2013: 182) memaparkan kelebihan PBL adalah sebagai berikut:

(a) pemecahan masalah dalam PBL cukup bagus untuk memahami isi pelajaran;

(b) pemecahan masalah berlangsung selama proses pembelajaran menantang

kemampuan siswa serta memberikan kepuasan kepada siswa; (c) PBL dapat

meningkatkan aktivitas pembelajaran; (d) membantu proses transfer siswa untuk


22

memahami masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari; (e) membantu siswa

mengembangkan pengetahuannya dan membantu siswa untuk bertanggungjawab

atas pembelajarannya sendiri; (f) membantu siswa untuk memahami hakekat

belajar sebagai cara berpikir bukan hanya sekedar mengerti pembelajaran oleh

guru berdasarkan buku teks; (g) PBL menciptakan lingkungan belajar yang

menyenangkan dan disukai siswa; (h) memungkinkan aplikasi dalam dunia nyata;

dan (i) merangsang siswa untuk belajar secara kontinu. Selain itu Zwaal & Hans

(2012: 106) mengemukakan bahwa PBL juga dapat digunakan dalam pendidikan

kedokteran karena siswa mengalami kesulitan dalam menerapkan pengetahuan

ilmiah untuk praktek klinis.

Selain kelebihan, PBL juga memiliki beberapa kelemahan untuk

digunakan yaitu: (a) apabila siswa mengalami kegagalan atau kurang percaya diri

dengan minat yang rendah malah siswa enggan untuk mencoba lagi; (b) PBL

membutuhkan waktu yang cukup untuk persiapan; dan (c) pemahaman yang

kurang tentang mengapa masalah-masalah yang dipecahkan maka siswa kurang

termotivasi untuk belajar.

Kelebihan yang ada dalam model PBL digunakan sebagai acuan untuk

menerapkan model PBL dalam pembelajaran siswa khususnya materi gaya dan

gerak di sekolah dasar, sedangkan kelemahan dalam model PBL digunakan

sebagai acuan agar peneliti mengetahui celah atau bagian mana yang harus diberi

suatu tindakan sebagai tameng untuk meminimalisir kelemahan-kelemahan

tersebut agar tidak terjadi pada subyek penelitian.


23

2.1.3 Media Pembelajaran Quizizz

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau

kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan atau sikap (Arsyad, 2003:3). Sebuah media adalah

segala alat fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran.

Dalam pengertian ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera

video, televisi, radio, film, slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan

media pembelajaran.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran merupakan segalaalat fisik untuk membantu proses belajar

mengajar. Penyampaian isi dan pesan pembelajaran dapat diterima dengan baik

oleh siswa, sehingga terdapat pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan

hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran.

Manfaat media pembelajaran menurut Nunu (2012:27) meliputi; (a)

Meningkatkan mutu pendidikan dengan cara meningkatkan kecepatan belajar (rate

of learning), (b) Memberi kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih

individual, (c) Memberi dasar pengajaran yang lebih ilmiah, (d) Pengajaran dapat

dilakukan secara mantap, (e) Meningkatkan terwujudnya kedekatan belajar

(immediacy learning), dan (f) Memberikan penyajian pendidikan lebih luas.

Sedangkan menurut Fahri (2015: 32), media pembelajaran memiliki beberapa

manfaat, yaitu sebagai berikut.


24

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistik

2. Mengatasi sikap pasif siswa

3. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera

4. Mempersamakan pengalaman.

Berdasarkan pendapat ahli, maka penelitian ini merujuk pada pendapat

dari Fahri yang memaparkan manfaat pembelajaran meliputi memperjelas

penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistik, mengatasi sikap pasif siswa,

mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, dan mempersamakan

pengalaman.

2.1.3.2 Media Quizizz

Yana, Antasari & Kurniawan (2019:146) mengemukakan bahwa Quizizz

merupakan sebuah web tool yang berupa permainan kuis online yang dapat

digunakan sebagai penilaian formatif dalam pembelajaran. Selaras dengan Purba

(2019:31) yang menyatakan bahwa media Quizizz merupakan media evaluasi

pembelajaran yang memberikan data dan statistik tentang kinerja siswa.

Amornchewin (2018:87) memaparkan bahwa Quizizz adalah alat atau

media pembelajaran yang dipercaya dapat memberikan motivasi siswa dalam

pembelajaran dengan fitur-fitur menarik.

Penggunaan Quizizz cukup mudah, kuis yang telah disusun dapat langsung

ditambahkan ke dalam Quizizz dan dapat diatur baik gambar, latar belakang

maupun opsi pilihannya. Kuis dapat dibagikan dengan kode kepada siswa. Quizizz

menyediakan data statistik dari hasil pengerjaan kuis oleh siswa yang dapat
25

diunduh dalam bentuk spreadsheet Excel. Penggunaan Quizizz cukup fleksibel

karena terdapat pengaturan waktu dalam penyelenggaraan kuis.

Berdasarkan pendapat tentang media Quizizz, dapat disimpulkan bahwa

media Quizizz adalah aplikasi yang dapat digunakan untuk membuat kuis

interaktif multiplayer dengan yang dapat diakses melalui perangkat apapun seperti

komputer, smartphone, atau tablet untuk menyelesaikan kuis tersebut.

Contoh media Quizizz yang hendak digunakan dalam penelitian tersaji pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Media Pembelajaran Quizizz

Salah satu satu fitur yang dimiliki oleh Quizizz yaitu memberi data statistik

tentang kinerja siswa serta dapat melacak berapa banyak siswa yang menjawab
26

pertanyaan yang dibuat. Data Statistik ini dapat didownload dalam bentuk

Spreadssheet Excel. Fitur “Pekerjaan Rumah” memungkinkan guru dapat

memberikan tugas evaluasi dengan batasan waktu yang ditentukan.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Media Quizizz

Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh media pembelajaran Quizizz yaitu

memberikan suasana baru bagi siswa, fitur dan sistem ranking dalam media

Quizizz memberikan pengalaman berbeda dibandingkan penggunaan media power

point. Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh media Quizizz adalah adanya

waktu hitung mundur yang memberikan tekanan serta menurunkan konsentrasi

siswa dalam mengerjakan kuis (Purba, 2019: 32).

Berdasarkan paparan tersebut maka guru hendaknya dapat

mengaplikasikan media pembelajaran Quizizz dengan maksimal sehingga siswa

lebih mampu meningkatkan kemampuannya dalam mengerjakan kuis.

2.1.4 Kemampuan Berpikir Kritis

2.1.4.1 Definisi Kemampuan Berpikir Kritis

Cara berpikir manusia pastinya berbeda setiap individu dalam memecahkan

suatu permasalahan, ada yang kurang tanggap dalam membuat keputusan, ada

yang dengan tanggap dalam membuat keputusan, dan ada pula yang lambat

tanggap karena memikirkan apa yang harus dilakukan. Bagi para pemikir kritis,

pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan begitu saja, tetapi harus melalui

beberapa tahapan. Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemampuan berpikir kritis setiap

individu berbeda antara satu dengan lainnya sehingga perlu dipupuk sejak dini.
27

Berpikir terjadi dalam setiap aktivitas mental manusia berfungsi untuk

memformulasikan atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan serta mencari

alasan.

Menurut Falahudin (2016:93), berpikir kritis adalah kemampuan berpikir

reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus

diyakini dan harus dilakukan. Berpikir kritis mencakup sejumlah keterampilan

kognitif dan disposisi intelektual yang diperlukan untuk mengidentifikasi,

menganalisis, dan mengevaluasi argumen secara efektif agar dapat menemukan

solusi, dapat merumuskan dan menyajikan alasan yang meyakinkan dalam

mendukung kesimpulan serta dapat membuat keputusan yang rasional dan

tepat tentang apa yang dilakukan dan diyakini. Sari, Budijanto & Amiruddin

(2017:441) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan

menyelesaikan masalah secara rasional menurut tahapan yang logis dan

memberikan hasil pemecahan yang lebih efisien.

Ulwiyah (2014: 182) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan

berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat seperti menilai

kelayakan suatu gagasan atau produk. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Dwijananti & Yulianti (2010: 112) bahwa orang yang berpikir kritis akan

mengevaluasi dan kemudian menyimpulkan suatu hal berdasarkan fakta untuk

membuat keputusan. Lebih lanjut Malahayati, Aloysius & Zubaidah (2015: 182)

menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis juga dapat memberikan arahan

yang tepat dalam berpikir dan bekerja, serta membantu dalam menentukan

keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Berpikir kritis dapat
28

mengubah pola berpikir, melihat masalah secara utuh, mampu memecahkan

masalah secara utuh, mampu mengkonkretkan pengetahuan yang abstrak

(Fayakun & Joko, 2015: 57).

Hartati, Sarwi & Khanafiyah (2010: 131) menuliskan karakteristik berpikir

kritis, yang meliputi; kegiatan merumuskan pertanyaan, membatasi masalah,

menguji data-data, menganalisis berbagai pendapat dan bias, menghindari

pertimbangan yang sangat emosional, menghindari penyederhanaan berlebihan,

mempertimbangkan berbagai interpretasi dan mentolerir ambiguitas.

Pendapat lain dari Moore & Parker (2012: 3) yang menyatakan bahwa:
Critical Thinking is a guide to making wise decisions about what to think
and do. it will help them spot bad reasons for having an opinion one way or
the other, and recognize good reasons if they should run into them. It will
also help them detect subtle, non-argumentative attempts at persuasion.

Pernyataan menurut parker di atas lebih menekankan kepada pengambilan

keputusan tentang apa yang dipikirkan dan apa yang harus dilakukan dengan

melihat berbagai alasan-alasan sesuai dengan informasi, pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki serta mempertimbangkan dampak baik atau buruk

yang akan terjadi setelah pengambilan keputusan.

Selanjutnya Kuswana (2013:19) menyatakan bahwa berpikir kritis

merupakan analisis masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah, dan

sintesis suatu informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan dilakukan

secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi yang selanjutnya

dievaluasi, disintesis, dan pemecahan masalah, yang akhirnya menjadi sebuah

keputusan. Pendapat lainnya dari McPeck (Kuswana, 2013:21) yang

mendefinisikan berpikir kritis sebagai ketepatan penggunaan skeptis reflektif dari


29

suatu masalah, yang dipertimbangkan sebagai wilayah permasalahan sesuai

dengan disiplin materi.

Pendapat lain tentang berpikir kritis dikemukakan Cottrell (2005: 1) yang

menyatakan bahwa :

Critical thinking is a cognitive activity, associated with using the mind.


Learning to think in critically analytical and evaluative ways means using
mental processes such as attention, categorization, selection, and
judgement.

Pendapat di atas dapat dimaknai bahwa berpikir kritis merupakan sebuah

aktivitas kognitif yang menggunakan pikiran, mencakup tentang bagaimana

menganalisis dan mengevaluasi dengan menggunakan proses mental seperti

memperhatikan, mengelompokan, menyeleksi dan mengambil keputusan.

Leicester & Taylor (2010: 2) menyampaikan “critical thinking can be

thought of as a toolbox of skills which enable children to think more deeply and

clearly about what they believe (and what they read or are told in the media etc.),

and about what they should do”. Berpikir kritis bisa dianggap sebagai

keterampilan untuk berpikir lebih dalam dan jelas tentang apa yang dipercayai.

Hal yang dipercayai itu dapat diperoleh dari membaca, media, dan sumber

lainnya. Berpikir kritis merupakan keterampilan untuk mengolah apa yang didapat

dari buku, media, seorang ahli dan lain-lain sehingga menjadi yakin. Keyakinan

yang diperoleh, akan menghasilkan suatu hasil. Hasil tersebut kemudian menjadi

sesuatu yang harus dilakukan. Berpikir kritis dapat dikatakan sebagai

keterampilan mengolah sesuatu yang didapat secara dalam dan jelas, sehingga

dapat diyakini kebenarannya dan diterapkan untuk menyelesaikan suatu

permasalahan.
30

Selanjutnya Chadwick (2014: 9) menyatakan bahwa berpikir kritis “Critical

thinking is purposeful, reasoned, and normally goal directed. It is thinking that is

directed toward solving problems, deducing inferences, calculating probabilities,

and making decisions.” Dari pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa berpikir

kritis merupakan mencapai tujuan dengan berbagai alasan, dan secara terarah.

Berpikir kritis mencakup fase memecahkan masalah, menyimpulkan kesimpulan,

menghitung probabilitas, dan membuat keputusan.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang definisi berpikir kritis di

atas sangat jelas bahwa berpikir kritis berbeda dengan berpikir tidak reflektif.

Jenis berpikir yang langsung mengarah kekesimpulan, atau menerima beberapa

bukti, tuntutan atau keputusan begitu saja tanpa sungguh-sungguh

memikirkannya. Berpikir kritis dengan jelas menuntut interpretasi dan evaluasi

terhadap observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya, Selain itu

juga mencakup keterampilan dalam memikirkan asumsi-asumsi, dalam

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk menarik kesimpulan.

2.1.4.2 Aspek-Aspek Berpikir Kritis

Terdapat beberapa kompetensi keterampilan berpikir kritis siswa yang dikutip

dalam Hidayati (2016: 32); yaitu (1) fokus (langkah awal dari berpikir kritis

adalah mengidentifikasi masalah dengan baik, permasalahan yang menjadi fokus

bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen); (2) alasan (apakah alasan-

alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum

dalam fokus); (3) kesimpulan (jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk

sampai kepada kesimpulan yang diberikan?); (4) situasi (mencocokkan dengan


31

situasi yang sebenarnya); (5) kejelasan (harus ada kejelasan mengenai istilah-

istilah yang dipakai dalam argumen tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan

dalam membuat kesimpulan); dan (6) tinjauan ulang (siswa perlu mecek apa yang

sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan). Menurut

Falahudin (2016: 94) terdapat 5 indikator berpikir kritis yang disajikan dalam

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis


Indikator Sub-Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan Berpikir
Kritis
Memberikan 1. Memfokuskan pertanyaan
penjelasan sederhana 2. Menganalisis argumen
(elementery 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang
clarification) sesuatu penjelasan atau tantangan
Membangun 1. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber
keterampilan dasar 2. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil
(basic support) observasi
Menyimpulkan 1. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil
(inference) deduksi

2. Membuat induksi dan mempertimbangkan


induksi
3. Membuat keputusan dan mempertimbangkan
hasilnya

Membuat penjelasan 1. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan


lebih lanjut (advanced definisi
clarification) 2. Mengidentifikasi asumsi

Strategi dan taktik 1. Memutuskan suatu tindakan


(strategies and tactics) 2. Berinteraksi dengan orang lain

Norris & Ennis (Nitko & Brookhart, 2011: 234-236) mengemukakan lima

unsur utama yang membentuk kemampuan berpikir kritis. Operasionalisasi kelima


32

unsur ini selanjutnya akan menjadi indikator untuk menilai kemampuan berpikir

kritis dalam penelitian ini. Kelima unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1) Melakukan klarifikasi dasar

a) Fokus pada Pertanyaan

Peserta didik yang memiliki untuk fokus pada pertanyaan dapat secara

kritis meninjau tindakan, pernyataan verbal, sepotong wacana, argumen ilmiah

atau politik, atau bahkan kartun untuk menentukan pokok utama dari argumen.

Sub skills indikator ini adalah 1) merumuskan atau mengidentifikasi pertanyaan

atau isu yang dikuasai, 2) merumuskan atau memilih kriteria yang tepat untuk

digunakan dalam mengevaluasi materi yang disampaikan, 3) tetap fokus pada

permasalahan dan konteksnya.

b) Menganalisis Argumen

Peserta didik yang memiliki kemampuan menganalisis argumen

mampu menganalisis secara detail dari argumen yang disajikan dalam

pernyataan verbal, diskusi, laporan ilmiah, kartun, dan sebagainya. Subskills

indikator ini adalah 1) mengidentifikasi alasan tertulis dan tidak tertulis di

balik argumen, 2) melihat persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih

argumen, 3) menemukan, menunjukkan, mengabaikan (waktu yang tepat)

yang tidak relevan yang muncul pada sebuah argumen, 4) mewakili logika

atau struktur dari sebuah argumen, 5) merangkum argumen.

c) Meminta dan Menjawab Pertanyaan Klarifikasi dan Tantangan

Peserta didik yang memiliki kemampuan untuk meminta klarifikasi

pertanyaan, dapat melakukan dua hal, yaitu 1) mengajukan pertanyaan yang


33

tepat dari sesorang yang menyajikan 33 rgument, dan 2) menjawab

pertanyaan kritis dengan tepat ketika membuat sebuah 33rgument kritis.

2) Menilai Dukungan Dasar Informasi

a) Menilai kredibilitas informasi

Peserta didik yang mempuanyai kemampuan ini, dapat mengevaluasi

kualitas bukti seseorang digunakan untuk mendukung sebuah kedudukan.

Kriteria yang harus digunakan peserta didik ketika menilai kredibilitas

informasi meliputi; 1) keahlian dari orang yang memberikan bukti, 2) apakah

orang memberikan bukti memiliki reputasi yang akurat dan benar, 3) apakah

bukti yang diperoleh dengan prosedur yang telah ditetapkan dapat

memberikan kevalidan, 4) apakah ada alasan yang baik untuk menggunakan

bukti tersebut dalam situasi yang diberikan.

b) Membuat dan Menilai Observasi

Indikator ini adalah kemampuan peserta didik untuk mengevaluasi

kualitas informasi yang diperoleh dari saksi mata atau pengamatan langsung

dari kejadian, fenomena, atau orangnya. Kriteria yang dapat digunakan

peserta didik saat melakukan penilaian adalah; 1) pengamat laporan dengan

rujukan minimal pengamatan orang lain, 2) waktu antara kejadian dan

laporan oleh pengamat adalah singkat, 3) pengamat tidak melaporkan kabar

angin, 4) pengamat menulis catatan pengamatan, 5) pengamatan yang

dilaporkaan diperkuat oleh orang lain, 6) pengamat memiliki akses yang baik

tentang peristiwa atau orang sehingga pengamatan langsung lebih akurat, 7)


34

pengamat mencatat pengamatan dengan benar, 8) seorang pengamat sumber

yang kredibel.

3) Menarik Kesimpulan

a) Melihat dan menilai deduksi

Peserta didik yang dapat mempetimbangkan deduksi akan dapat

menerapkan pemikiran logis ketika menganalisis laporan dan kesimpulan.

b) Membuat dan menilai induksi

Peserta didik yang memiliki kemampuan untuk menginduksi akan

dapat menggambarkan kevalidan suatu kondisi melalui generalisasi dari

informasi yang diberikan. Subskills untuk mengeneralisasikan data yaitu; 1)

mengidentikasi dan mengunakan ciri khas atau pola pada data untuk

membuat kesimpulan, 2) menggunakan teknik yang tepat untuk membuat

kesimpulan dari data sampel, 3) menggunakan pola dan tren yang

ditunjukkan pada tabel dan grafik untuk membuat kesimpulan.

c) Membuat dan Menilai Keputusan

Tidak semua kesimpulan pemikiran kritis dibuat menggunakan data

dan silogisme. Beberapa di antaranya didasarkan pada penilaian terhadap

definisi nilai. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis ini

dapat mengidentifikasi sesuatu bilamana kesimpulan telah dibuat atas dasar

nilai, apa saja nilai-nilai tersebut, dan kapan harus menggunakan nilai-nilai

tesebut untuk membuat kesimpulan.

4) Melakukan Klarifikasi Tingkat Lanjut

a) Mengidentifikasi istilah dan menilai istilah


35

Peserta didik yang memiliki kemampuan ini dapat menganalisis

makna dan mendefinisikan istilah yang digunakan dalam sebuah argumen,

pernyataan, dan peristwa untuk mengevaluasinya secara kritis. Subskills dari

indikator ini adalah 1) mengetahui berbagai bentuk istilah yang mungkin

diperlukan dan bagaimana bentuk-bentuk ini berfungsi dalam konteks

argumen, 2) mengetahui bagaimana perbedaan strategi yang digunakan untuk

mendefinisikan istilah kunci dalam argumen, dan 3) mengetahui validitas isi

dari definisi tersebut.

b) Mengidentifikasi asumsi

Peserta didik yang memiliki kemampuan ini dapat mengidentifikasi

asumsi yang merupakan bagian dari penalaran seseorang tentang apa yang

harus dipercaya atau dilakukan. Pada kasus ini, istilah asusmsi digunakan

untuk mengartikan sebuah dasar yang tidak dinyatakaan atas penalaran

seseorang.

5) Menerapkan Strategi dan Taktik dalam Memecahkan Masalah

a) Memutuskan suatu tindakan

Peserta didik yang memutuskan suatu tindakan pada dasarnya adalah

pemecah masaalaah yang baik. Subskills keterampilan ini adalah

mendefinisikan masalah, merumuskan dan mengevaluasi alternatif solusi

melihat masalah secara keseluruhan dan mengambil tindakan, mengevaluasi

tindakan yang digunakan.

b) Berinteraksi dengan orang lain


36

Peserta didik yang pandai berinteraksi dengan orang lain, dapat

mengidentifikasi dan menggunkan perangkat retoris untuk membujuk,

menjelaskan, atau berdebat.

Penelitian ini menggunakan indikator berpikir kritis yang dikemukan oleh

Norris dan Ennis untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Indikator

berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan klasifikasi

dasar, menilai dukungan dasar informasi, menarik kesimpulan, melakukan

klasifikasi tingkat lanjut, dan menerapkan strategi dan taktik dalam memecahkan

masalah.

2.1.5 Hasil Belajar Kognitif

Menurut Hamdani (2011: 21) belajar yaitu perubahan tinggkah laku atau

penampilan, dengan serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca,

mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Sedangkan menurut Murtono

(2017:9) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan

oleh seseorang untuk mendaptkan suatu perubahan dalam dirinya, sehingga

terdapat perbedaan dalam diri seseorang antara sebelum dan sesudah melakukan

proses belajar.

Sjukur (2012:65) mengemukakan hasil belajar merupakan kemampuan

yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat

memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan

keterampilan siswa sehingga menjadilebih baik dari sebelumnya. Sedangkan hasil

belajar menurut Sudjana (2014:3) merupakan suatu perubahan tingkah seperti


37

dijelaskan dimuka. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas

dan mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar merupakan suatu hasil yang didapatkan setelah melalui suatu usaha

yang mengakibatkan perubahan perilaku siswa menjadi lebih baik.

Hasil belajar terdiri dari 3 ranah, yaitu hasil belajar kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Menurut Anas (2011: 49) ranah kognitif adalah ranah yang

mencakup kegiatan mental (otak). Sedangkan menurut Noer (2012: 198-199)

ranah kognitif yaitu kemampuan yang selalu dituntut pada anak didik untuk

dikuasai karena menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan. Berdasarkan

pengertian dari ahli, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ranah kogntiif

merupakan dasar penguasaan ilmu pengetahuan yang harus dikuasai oleh peserta

didik. Penelitian ini merujuk pada pengertian dari Noer (2012) tentang ranah

belajar hasil kognitif yang menyatakan bahwa kemampuan yang selalu dituntut

pada anak didik untuk dikuasai karena menjadi dasar bagi penguasaan ilmu

pengetahuan.

Ranah kognitif siswa meliputi hafal/remember (C1),

memahami/understand (C2), menerapkan/apply (C3), menganalisis/analyse (C4),

mengevaluasi/evaluate (C5), dan membuat/create (C6). Ranah kognitif dapat

diukur menggunakan tes.

2.2 Kerangka Teoritis

Secara sederhana IPA dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari

tentang alam beserta segala peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Hal ini
38

sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nash (Samatowa, 2006:2) yang

menyatakan bahwa ‘IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam.

Lebih lanjut Nash (Samatowa, 2006:2) menyatakan bahwa cara IPA mengamati

alam adalah bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu

fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhnnya membentuk suatu

perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya. Sedangkan menurut Bundu

(2006:2). secara harfiah dapat disebutkan bahwa IPA adalah ilmu yang

mempelajari segala yang ada di alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa

yang terjadi di alam.

Selain mengkaji tentang alam beserta segala peristiwa yang terjadi di

dalamnya, IPA juga mengkaji tentang makhluk yang ada di alam ini. Seperti

Kardi & Nur dalam Trianto (2012:136) yang menyebutkan bahwa ‘IPA atau ilmu

kealaman adalah ilmu tentang zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang

diamati’. Sedangkan Abruscato menyebutkan bahwa ‘IPA ialah proses belajar

yang dilakukan secara sistematik untuk mengetahui informasi tentang alam,

pengetahuan yang dilaksanakan melalui beberapa proses, serta merupakan nilai

dan sikap para ilmuan dalam proses mendapatkan pengetahuan.’ Hal ini sesuai

dengan pernyataannya yang berbunyi.

Science is the name we give to group of processes through which we


can systematically gather information about the natural world. Science is
also the knowledge gathered through the use of such processes. Finally,
science is characterized by those values and attitudes possessed by people
who use scientific processes to gather knowledge (Bundu, 2006:9).

Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan

perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-


39

pengalaman (Baharuddin & Wahyuni, 2015:14), belajar dihasilkan dari

pengalaman dengan lingkungan, yang di dalamnya terjadi hubungan-hubungan

antara stimulus-stimulus dan respons-respons (Dahar, 2011: 3) sedangkan proses

belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat saraf individu yang

belajar (Baharuddin & Wahyuni, 2015: 20).

Berdasarkan perspektif konstruktivisme, belajar merupakan proses

perubahan konsepsi. Pada perubahan konsepsi, siswa dipandang sebagai pemroses

pengalaman dan informasi, bukan hanya sebagai tempat penampung pengalaman

dan informasi (Rustaman et al, 2010: 2.8). Pakar konstruktivisme sosial

memandang belajar sebagai proses aktif dimana siswa belajar menemukan prinsip,

konsep, dan fakta untuk dirinya sendiri, dan karena itu penting untuk mendorong

berpikir intuitif pada siswa (Rifa’i & Anni, 2012: 193).

Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan

siswa, atau antar siswa dengan cara verbal (lisan) maupun nonverbal untuk

membantu proses belajar siswa (Rifa’i & Anni, 2012: 159). Pembelajaran menurut

pandangan konstruktivisme, bahwa pembelajaran membantu siswa

menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi

dengan menghasilkan pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk

struktur kognitif baru (Budiningsih, 2005: 62).

IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui

pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan

dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan (Susanto, 2016: 167).

IPA merupakan rumpun ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu


40

mempelajari fenomena alam yang faktual, baik berupa kenyataan atau kejadian

dan hubungan sebab akibatnya (Wisudawati & Sulistiyowati, 2015: 22), dengan

belajar IPA siswa diharapkan mampu memahami alam dan mampu memecahkan

masalah yang mereka jumpai di alam sekitar (Wisudawati & Sulistiyowati, 2015:

40). Hakikat sains IPA adalah produk, proses dan penerapannya (teknologi),

termasuk sikap dan nilai yang terdapat di dalamnya (Rustaman et al, 2010:1.5).

Pembelajaran IPA di SD adalah pembelajaran tentang pengetahuan yang

berkaitan dengan alam dan kegiatan sehari-hari disekitar siswa yang melibatkan

kegiatan yang bersifat saintifik yaitu mengamati, mengeksplorasi, menanya,

mengasosiasi, dan menyimpulkan (Hanifah, 2016: 27) yang berinteraksi antara

komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk

mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah diterapkan (Wisudawati

& Sulistiyowati, 2015: 26) sehingga siswa dapat berpikir lebih rasional serta

memiliki sikap ilmiah yang kontinu (Hanifah, 2016: 27). Pembelajaran IPA

hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Sehingga, pembelajaran

IPA di SD hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa SD

(Haryono, 2013: 39).

Pembelajaran IPA di SD menurut (Sulistyorini, 2007: 40) mempunyai

beberapa tujuan yang diantaranya adalah:

1. Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains,

teknologi dan masyarakat.

2. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.


41

3. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains

yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam

kehidupan sehari-hari.

5. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman ke bidang

pengajaran lain.

6. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan

alam. Menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam

semesta ini untuk dipelajari.

Proses pembelajaran sains harus menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar mampu menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran sains diarahkan untuk

inkuiri sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pengalaman dan

pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Aspek yang penting

dalam pembelajaran sains yaitu menumbuhkan kemampuan berpikir, berkerja dan

bersikap ilmiah serta berkomunikasi (Zarkasi, 2015: 16).

Hasil penelitian yang diperoleh Widiawati (2015: 3) menunjukkan bahwa

nilai rata-rata IPA siswa rendah karena siswa memperoleh konsep IPA tanpa

melalui proses yang bermakna. Maksudnya adalah siswa mempelajari IPA tanpa

melakukan sesuatu yang menarik terkait fenomena yang tengah mereka pelajari,

seperti melakukan percobaan, demonstrasi ataupun belajar dengan menggunakan

media yang relevan. Selain itu, dalam proses pembelajaran masih menggunakan
42

model konvensional dengan ceramah, tanya jawab, mencatat, mendengarkan, dan

memberikan tugas.

Susilo (2012: 13) dalam pengamatannya menemukan proses pembelajaran

yang dilakukan guru khususnya guru IPA diperoleh fakta bahwa siswa tidak

terbiasa dilatih untuk aktif berfikir kritis yaitu berpikir penuh dengan keterampilan

dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis,

membuat sintesis, dan mengevaluasi dimana semua kegiatan tersebut berdasarkan

hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi yang akan

membimbing pada sikap dan tindakan. Sujiono & Arif (2014: 686) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran IPA yang dilaksanakan kurang

mengaktifkan siswa sehingga menyebabkan siswa pasif dalam pembelajaran, hal

itu menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam memahami materi IPA

belum dimaksimalkan.

Sejalan dengan hasil penelitian dari Sujarwo, Purwadi & Ali (2016: 22)

bahwa kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar masih sangat rendah.

Sementara itu Setyowati, Subali & Mosik (2011: 89) menyatakan bahwa saat ini

proses belajar yang dialami peserta didik baru sampai pada tahap pemberian

pengetahuan, belum sampai pada tahap pengembangan kemampuan berpikir yang

mengarah pada pembentukan peserta didik yang mandiri.

Guru lebih banyak berceramah dan memberikan latihan atau tugas tertulis

serta kegiatan laboratorium yang hanya sebatas melakukan langkah-langkah

kegiatan sesuai lembar kerja yang digunakan, akan tetapi tidak memberikan

kesempatan bagi siswa untuk bereksperimen sesuai dengan gagasan dan


43

pengetahuannya sehingga proses pembelajarannya menjadi kurang menarik dan

bermakna.

Belajar IPA yang sebenarnya bukan merupakan penghafalan kata-kata,

melainkan merupakan hasil asosiasi dari sebuah pengalaman yang didapatkan dari

pembelajaran. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang

dipelajarinya, bukan hanya mengetahuinya. Ketika anak mendapatkan

pengalaman dari proses pembelajaran, maka anak akan dapat memahami materi

IPA secara lebih mendalam dan dapat diingat dalam jangka waktu yang relatif

lama. Oleh karena itu, perlu adanya peran guru dalam menentukan model dan

metode pembelajaran yang tepat serta efektif dalam mencapai pemahaman konsep

dan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Ekoningtyas (2013: 333) bahwa keterampilan berpikir

kritis siswa akan berkembang dengan baik apabila dilakukan secara sengaja.

Serupa dengan pendapat Rahayuni (2016: 134) bahwa keterampilan berpikir kritis

dapat dilatih melalui pelajaran IPA atau disiplin ilmu lain dengan pembelajaran

yang berpusat pada peserta didik.

Oleh karena itu untuk mendorong potensi berpikir siswa, pelaksanaan

pembelajaran dan evaluasinya harus dikelola secara terencana untuk

memberdayakan kemampuan berpikir kritis siswa. Berbekal hal tersebut, maka

peneliti memberikan solusi untuk menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) berbantuan media Quizzi.

PBL dapat memfokuskan siswa pada proses pembelajaran dan mengaktifkan

siswa untuk memecahkan masalah melalui aplikasi. PBL juga dapat mendukung
44

proses pembelajaran IPA yang menyenangkan dan terpusat pada siswa. Siswa

diberi kesempatan untuk menemukan persoalan yang ada di sekitarnya yang bisa

dijadikan masalah dalam proses pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk

memikirkan penyelesaian dari masalah itu melalui diskusi dengan teman

sekelasnya, dengan demikian akan melatih siswa untuk berpikir kritis.

Sebagaimana pendapat dari Abanikannda (2016: 56) bahwa dengan PBL, siswa

menjadi lebih berpengalaman dalam mengumpulkan, mengatur, dan menyimpan

informasi yang dapat digunakan untuk masa depannya, menghadapi dan

menyelesaikan masalah yang kompleks serta realistis.

Selain menggunakan model yang lebih variatif dan berkesan bagi siswa,

guru juga perlu mengembangkan media pembelajaran yang menarik yaitu Quizzi.

Amornchewin (2018:87) memaparkan bahwa Quizizz adalah alat atau media

pembelajaran yang dipercaya dapat memberikan motivasi siswa dalam

pembelajaran dengan fitur-fitur menarik.

Penggunaan Quizizz cukup mudah, kuis yang telah disusun dapat langsung

ditambahkan ke dalam Quizizz dan dapat diatur baik gambar, latar belakang

maupun opsi pilihannya. Kuis dapat dibagikan dengan kode kepada siswa. Quizizz

menyediakan data statistik dari hasil pengerjaan kuis oleh siswa yang dapat

diunduh dalam bentuk spreadsheet Excel. Penggunaan Quizizz cukup fleksibel

karena terdapat pengaturan waktu dalam penyelenggaraan kuis.

Wardatun & Azmi (2015: 310) dengan judul “Pengaruh Model

Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar Fisika dan Keamampuan

Berpikir Kritis Siswa SMPN 1 Kuripan”. Hasil penelitian menunjukan bahwa


45

Kemampuan berpikir kritis yang ditunjukkan kelas eksperimen tergolong kritis

(79,44) sementara kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol tergolong

kurang kritis (59,04).

Penelitian yang dilakukan Apriyani (2017: 45) dengan judul “Penerapan

Model PBL untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau dari

Kemampuan Akademik Siswa pada Materi Biologi”. Hasil penelitian menunjukan

bahwa terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran

biologi menggunakan model PBL.

Penelitian yang dilakukan oleh Karo-Karo, Martina & Ramlan (2017: 187)

dengan judul “The Effects of Problem-Based Learning with Mind Mapping to

Enhance Students’ Creative Thinking Skills and Learning Outcomes”

mendapatkan hasil bahwa pengaruh model PBL dengan Mind Mapping terhadap

keterampilan berpikir kritis siswa menunjukkan bukti bahwa siswa dapat

membuat solusi atau pemecahan masalah terhadap permasalahan yang mereka

hadapi dalam pembelajaran dengan menggunakan pengembangan pemahaman

dari materi yang mereka pelajari.

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2016: 56) yang berjudul

“Keefektifan Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP” mendapatkan hasil bahwa proses

pembelajaran dengan menerapkan model PBLberbantuan pohon masalah efektif

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian dari Ejin (2016: 71) dengan judul “Pengaruh Model Problem

Based Learning (PBL) terhadap Pemahaman Konsep dan Keterampian Berpikir


46

Kritis Siswa Kelas IV SDN Jambu Hilir Baluti 2 pada Mata Pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam” mendapatkan hasil model Problem Based Learning dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan pemahaman konsep

siswa secara signifikan pada materi pencemaran dan etika lingkungan.

Penelitian yang dilakukan Sujana (2016: 650) dengan judul “Pengaruh

Problem Based Learning (PBL) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Sekolah Dasar pada Materi Daur Air”. Hasil penelitian menunjukan bahwa

pembelajaran IPA dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan

keterampilan berpikir kritis siswa.

Penelitian yang dilakukan Nasution, Sahyar & Sirait (2016: 116) Pengaruh

Model Problem Based Learning dan Kemampuan Berpikir Kritis terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah)”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Terdapat

interkasi antara model PBL dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

meningkatkan keterampilan pemecahan masalah.

Penelitian yang dilakukan Nafiah (2014: 125) dengan judul “Penerapan

Model Problem Based Learning untuk meningkatkan Keterampilan Berpikir

Kritis dan Hasil Belajar Siswa”. hasil penelitian menunjukan bahwa keterampilan

berpikir kritis siswa setelah penerapan problem based learning meningkat sebesar

24,2%.

Penelitian yang dilakukan Hidayah, Sri & Wisnu, S (2018: 15) dengan

judul “Penggunaan Lembar Kerja Siswa Berorientasi Problem Based Learning

Untuk Mengembangkan Kecerdasan Intrapersonal”. Hasil penelitian menunjukan


47

bahwa lembar kerja siswa berorientasi problem based learning efektif untuk

mengembangkan kecerdasan intrapersonal siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2019: 29) dengan judul

“Peningkatan Konsentrasi Belajar Mahasiswa Melalui Pemanfaatan Evaluasi

Pembelajaran Quizizz pada Mata Kuliah Kimia Fisika I”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari pre-test dan post-test menunjukkan terjadi peningkatan

pada konsentrasi belajar mahasiswa melalui pemanfaatan evaluasi pembelajaran

Quizizz pada mata kuliah Kimia Fisika I sebesar 0,45, dengan interpretasi

peningkatan sedang. Dari lima indikator konsentrasi belajar, indikator ketelitian

mengalami peningkatan tertinggi yaitu sebesar 0,53 dan indikator pemahaman

mengalami peningkatan paling rendah yaitu 0,36. Berdasarkan wawancara

mendalam terhadap mahasiswa yang digunakan sebagai sampling, ketelitian

meningkat akibat adanya batasan waktu dan ketakutan mahasiswa terhadap respon

jawaban yang diinput mahasiswa pada Quizizz. Evaluasi pembelajaran dengan

menggunakan Quizizz membantu meningkatkan konsentrasi belajar peserta didik.

Penelitian yang dilakukan oleh Yana, Antasari & Kurniawan (2019: 143)

dengan judul “Analisis Pemahaman Konsep Gelombang Mekanik Melalui

Aplikasi Online Quizizz”. Hasil yang didapatkan adalah secara keseluruhan

pemahaman konsep mahasiswa fisika terhadap gelombang mekanik adalah 51%.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman konsep yang dimiliki mahasiswa

fisika berada pada kategori sedang.

Penelitian yang dilakukan oleh Liana, Ramadhan, & Rohana (2019:362)

dengan judul “Penggunaan Aplikasi Quizizz Berbasis Smartphone dalam


48

Membangun Kemampuan Berpikir Kritis”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas yang menggunakan aplikasi

Quizizz berbasis smartphone dibandingkan kelas yang menggunakan model

konvensional dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran dengan menggunakan

aplikasi Quizizz mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis

Berdasarkan kajian penelitian-penelitian di atas memberi gambaran kajian

mengenai teori yang digunakan serta pendekatan penelitian yang digunakan

maupun hasil yang ditemukan. Telaah beberapa hasil temuan penelitian tidak

ditemukan inkonsistensi hasil penelitian. Semua hasil penelitian dari artikel jurnal

yang dikaji selalu mendapatkan dampak yang positif, model PBL (Problem Based

Learning) berbantuan media Quizizz memberikan peningkatan terhadap

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa.

Research gap (kesenjangan penelitian) terdahulu adalah tidak adanya

penelitian yang ditemukan secara khusus menerapkan model PBL berbantuan

media Quizizz untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar

kognitif siswa sekaligus pada pembelajaran IPA SD.Oleh karena itu, peneliti ingin

menggunakan model PBL berbantuan media Quizizz untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu, bahwa kemampuan

siswa untuk dapat berhasil dalam pembelajaran adalah ditentukan oleh

kemampuan berpikir dan hasil belajar kognitif yang dimiliknya. Hal utama

kemampuan dalam upaya memecahkan masalah selama mengikuti proses


49

pembelajaran. Melalui kemampuan berpikir, siswa dapat melatih dan

mengembangkan kecerdasan kognitif yang dimilikinya, serta mampu

menghubungkan berbagai fakta atau informasi dengan pengetahuan yang telah

dimiliki untuk membuat suatu prediksi hasil akhir yang dirumuskan.

Melalui kemampuan berpikir, siswa dapat melatih dan mengembangkan

kecerdasan kognitif yang dimilikinya, serta mampu menghubungkan berbagai

fakta atau informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat

suatu prediksi hasil akhir yang dirumuskan. Keterampilan berpikir kritis siswa dan

hasil belajar
Kenyataan kognitif dapat dimaksimalkan melalui pembelajaran yang
lapangan:
1. Metode pembelajaran yang diterapkan kurang bervariasi karena guru selalu
memberikan kebebasan
menggunakan bagi mereka
ceramah dalam dalam memecahkan
pembelajaran masalah
sehingga kurang pembelajaran,
mendorong siswa
untuk berpikir kritis
2.ini bisa
Hasil diperoleh
belajar melalui
kognitif model PBL IPA
siswa pembelajaran berbantuan
rendah media Quizizz. Kerangka
3. Guru belum pernah menerapkan model PBL berbantuan media Quizizz dalam
berpikir disajikan
membelajarkan IPAdalam Gambar 2.2.

Pre Test

Pembelajaran dengan Model


PBL berbantuan media Quizizz

Manfaat PBL: meningkatkan aktivitas pembelajaran, membantu proses transfer siswa


untuk memahami masalah-masalah, meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir
kritis, pemecahan masalah dalam PBL bagus untuk memahami isi pelajaran
Manfaat media Quizizz: Meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran

Kemampuan berpikir kritis dan hasil


belajar kognitif

Post Test

Kondisi Akhir
Keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif
meningkat lebih baik setelah diterapkan model Problem Based Learnng
berbantuan media Quizizz
50

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas, dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

(1) Terdapat pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan media

Quizizz terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA

SD.

(2) Terdapat pengaruh model Problem Based Learning (PBL) berbantuan media

Quizizz terhadap hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA SD.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif dalam bentuk Quasy Experimental Design dengan tipe Pre-test post-

test control grup design. Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah

kelompok yang diberikan perlakuan menggunakan PBL berbantuan media Quizizz

sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang hanya diberikan perlakuan

menggunakan model PBL tanpa berbantuan media Quizizz.

Desain penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Creswell

(2017:232) adalah sebagai berikut.

Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan:

O1 = Pretest

X1 = Model PBL berbantuan media Quizizz

X2 = Model PBL

O2 = Postest

Sebelum diberikan perlakuan kedua kelompok tersebut diberikan pretest,

hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan awal siswa pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya pembelajaran pada kelompok

eksperimen menggunakan model PBL berbantuan media Quizizz dan kelompok

51
52

kontrol hanya menggunakan pembelajaran PBL. Setelah kedua kelompok tersebut

melakukan pembelajaran, selanjutnya diberikan posttest. Posttet bertujuan untuk

mengetahui peningkatan kemampuan akhir kedua kelompok. Prosedur penelitian

disajikan pada gambar 3.1.

Permasalahan Penelitian Merumuskan Teori

Menyusun Perangkat dan Instrumen Menyusun Hipotesis Penelitian


Pembelajaran

Uji Coba Instrumen Analisis Instrumen

Pembelajaran model Problem Based


Pretest
Learning Berbantuan Media Quizizz

Postest Analisis Kuantitatif Keterampilan


Berpikir Kritis
dan Hasil Belajar Kognitif

Kesimpulan

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas V di SDI Al

Madina Kota Semarang. Kelas V memiliki kelas paralel yang berjumlah 4 kelas
53

yaitu kelas A, B, C dan D. Kelas VA berjumlah 27 siswa, kelas VB berjumlah 29

siswa, kelas VC berjumlah 27 siswa dan kelas VD berjumlah 28 siswa. Sehingga

jumlah keseluruhan populasi dalam penelitian ini adalah 110 siswa kelas V di SDI

Al Madina Kota Semarang.

3.2.2 Sampel

Sampel yang dipilih dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan

teknik cluster random sampling. Cluster random sampling adalah teknik

pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan cara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Berdasarkan hasil pengundian

maka diperoleh siswa kelas VB yang berjumlah 29 anak menjadi kelas

eksperimen dan kelas VD yang juga berjumlah 28 anak menjadi kelas kontrol.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini variabel bebas yaitu model PBL.

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kritis dan hasil

belajar kognitif siswa.


54

3.3.3 Variabel Moderating

Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel moderating dalam

penelitian ini adalah media Quizizz.

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik tes dan wawancara.

3.4.1.1 Tes

Tes diberikan pada awal dan akhir pembelajaran. Tes diberikan dalam

bentuk pilihan ganda yakni tes kemampuan berpikir kristis (TKBK) dan hasil

belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA baik di kelas eksperimen maupun

kelas kontrol.

3.4.1.2 Wawancara

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

semistruktur yakni wawancara yang bertujuan untuk menemukan permasalahan

secara lebih terbuka dan pihak yang diwawancara diminta pendapat dan ide-

idenya. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam tentang

proses pembelajaran IPA di kelas V SDI Al Madina.

3.4.2 Instrumen Pengumpul Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.
55

3.4.2.1 Soal Tes

Tes dalam penelitian ini berfungsi untuk mengukur kemampuan subjek

penelitian. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan hasil

belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah siswa melakukan pembelajaran baik di

kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Tes diberikan dalam bentuk pilihan

ganda.

3.4.2.2 Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara

semistruktur, bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan

pihak yang diwawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Pedoman wawancara

ini berisi pertanyaan tentang kegiatan pembelajaran dan permasalahan dalam

pembelajaran di kelas yang dialami guru dan siswa.

Untuk mempermudah proses pengumpulan data dalam penelitian, maka

disusun matrik pengumpulan data. Matrik pengumpulan datanya tersaji pada tabel

3.1.

Tabel 3.1 Matriks Pengumpulan Data


Teknik
Sumber Instrumen
Jenis Data Pengumpulan Analisis Data
Data Pengumpulan Data
Data
Kemampuan Siswa Soal tes Teknik tes Analisis statistika
berpikir kritis kelas V dengan cara:
siswa 1. Uji Regresi
2. Koefisien
Determinasi
(Analisis Regresi)

Hasil belajar Siswa Soal tes Teknik tes Analisis statistika


kognitif kelas V dengan cara:
1. Uji Regresi
2. Koefisien
Determinasi
(Analisis Regresi)
56

Teknik
Sumber Instrumen
Jenis Data Pengumpulan Analisis Data
Data Pengumpulan Data
Data
Kemampuan Guru Pedoman Wawancara Analisis deskriptif
berpikir kritis kelas V Wawancara tentang
siswa dan kemampuan
Hasil belajar berpikir kritis dan
kognitif siswa hasil belajar
kognitif siswa

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Analisis Data Uji Coba Instrumen

Instrumen penelitian tes yang digunakan pada penelitian ini berupa tes

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa yang berbentuk soal

pilihan ganda. Guna mengetahui kelayakan soal tes kemampuan berpikir kritis dan

hasil belajar kognitif diadakan uji coba tes terlebih dahulu. Data dari hasil uji coba

perangkat tes dipilih butir yang memenuhi validitas, reliabilitas, daya beda, dan

tingkat kesukaran. Butir yang memenuhi kriteria akan digunakan sebagai tes

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa.

3.5.1.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Validitas diuji dengan menggunakan uji Pearson

Correlation dengan alat bantu SPSS, dimana soal dikatakan valid jika 𝑟𝑥𝑦 ≥

𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 .

Setelah diperoleh harga 𝑟𝑋𝑌 kemudian dibandingkan dengan 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

dengan taraf signifikan 𝛼 = 5%. Jika 𝑟𝑋𝑌 > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka soal dikatakan valid dan

sebaliknya. Dalam penelitian ini, jika indikator belum terwakili dalam soal maka

peneliti mengganti butir yang tidak valid dengan butir lainnya yang memiliki
57

indikator yang sama. Sedangkan jika indikator sudah terwakili oleh butir lain yang

telah valid dalam soal maka peneliti tidak menggunakan atau membuang butir

yang tidak valid tersebut.

3.5.1.2 Reliabilitas

Menurut Arikunto (2013) reliabilitas menunjuk pada satu pengertian

bahwa suatu instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg

memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Reliabilitas menunjuk pada suatu

pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen

yang baik tidak akan bersifat tendesius mengarahkan responden untuk memilih

jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang dapat dipercaya, yang reliabel akan

menghasilkan data yang dapat dipercaya juga (Arikunto, 2013). Pada penelitian

ini, tes kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa berbentuk

pilihan ganda. Reliabilitas tes menggunakan bantuan SPSS untuk melihat hasil

uji Cronbach's Alpha dengan taraf signifikansi (α=0,05), dan kriteria reliabilitas

menurut (Riadi, 2016).

Tabel 3.2 Cronbach Alpha Uji Reliabilitas


Indeks Cronbach’s Alpha Kriteria
α ≥ 0,9 Reliabilitas sangat tinggi
0,7 ≤ α < 0,9 Reliabilitas tinggi
0,6 ≤ α < 0,7 Reliabilitas cukup
0,5 ≤ α < 0,6 Reliabilitas rendah
α < 0,5 Tidak diterima

3.5.1.3 Taraf Kesukaran


58

Menurut Arikunto (2013) “soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu

mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa

untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar

akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk

mencoba lagi karena diluar jangkaunnya”. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00

sampai 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan tingkat kesukaran soal.

Rumus yang digunakan untuk mencari taraf kesukaran soal bentuk pilihan

ganda adalah sebagai berikut :

Rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaran soal adalah:

Jumlah skor siswa peserta tes pada suatu soal


Mean =
Jumlah siswa yang mengikuti tes

Mean
TK (Tingkat kesukaran) =
Skor maksimum

dengan kriteria yang disajikan pada Tabel 3.3 (Arikunto, 2013).

Tabel 3.3 Kriteria Indeks Tingkat Kesukaran


Indeks Kesukaran Kriteria
0,00 <TK ≤ 0,30 Soal sulit
0,30 <TK≤ 0,70 Soal sedang
0,70 <TK≤ 1,00 Soal mudah

3.5.1.4 Daya Pembeda Soal

Menurut Rusilowati (2014) daya pembeda soal adalah kemampuan suatu

butir soal mampu membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang

ditanyakan dan siswa yang tidak/kurang/belum menguasaik materi yang

ditanyakan.

Daya pembeda ditentukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:


59

1. Siswa didaftarkan dalam peringkat pada sebuah tabel.

2. Dibuat pengelompokan siswa dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas yang

terdiri atas 50% dari seluruh siswa yang mendapat skor tinggi dan kelompok

bawah terdiri atas 50% dari seluruh siswa yang mendapat skor rendah.

Rumusnya adalah :

Ḿ A −M B
DP=
maks

Keterangan :

DP : Daya Pembeda

MA : rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah

MA : rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah

Maks : skor maksimal

Interpretasi nilai Daya Pembeda mengacu pada pendapat Rusilowati

(2014) pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda


Daya Pembeda Kriteria
0,00 ≤ 𝐷𝑃 < 0,20 Soal tidak dipakai/dibuang
0,20 ≤ 𝐷𝑃 < 0,30 Soal diperbaiki
0,30 ≤ 𝐷𝑃 < 0,40 Soal diterima, tetapi perlu diperbaiki
0,40 ≤ DP ≤ 1,00 Soal diterima

3.5.2 Uji Prasyarat

3.5.2.1 Uji Normalitas


60

Uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data yang didapatkan

memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik

(statistik inferensial). Dengan kata lain, uji normalitas adalah uji untuk

mengetahui apakah data empirik yang didapatkan dari lapangan itu sesuai dengan

distribusi teoritik tertentu. Dalam kasus ini, distribusi normal, apakah data yang

diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Penelitian ini akan

menggunakan metode Kolmogorov Smirnov pada tahap uji normalitas. Uji

normalitas akan dihitung menggunakan software IBM SPSS 20. Hipotesis yang

diajukan adalah sebagai berikut.

H0 = data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 = data sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Kriteria pengujiannya yaitu:

H0 diterima jika Sig > 0,05

Uji normalitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kolmogorov-

Smirnov (Sugiyono, 2010:156) sebagai berikut:

D = maksimum [ Sn1 (X) – Sn2 (X) ]

Keterangan:

n : jumlah kumulatif

Sn1 (X) – Sn2 (X) : selisih yang terbesar

3.5.2.2 Uji Homogenitas


61

Uji homogenitas digunakan untuk melihat apakah data yang akan

digunakan memiliki varian yang sama atau tidak. Untuk mengetahuinya

digunakan software SPSS 20 dengan pilihan uji Levene’s Statistic Test. Menurut

Sukestiyarno (2013), homogenitas data dapat dilihat pada nilai kurtosisnya.

Adapun hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : µ1 = µ2 (sampel semua kelompok berasal dari populasi yang homogen)

H1: µ1 ≠ µ2 (sampel semua kelompok tidak berasal dari populasi yang homogen)

Adapun kriteria penerimaan/penolakan H0 yaitu Jika sig < α (0,05) maka H0

ditolak, dan jika sig > α (0,05) maka H0 diterima (Riadi, 2016).

3.5.3 Analisis Pengaruh Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar

Kognitif

3.5.3.1 Uji Regresi

Uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh kemampuan berpikir kritis

dan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA. Uji regresi dilakukan

dengan analisis regresi linear sederhana. Analisis regresi sederhana digunakan

untuk mengetahui pengaruh secara linear antara dua variabel, yaitu pengaruh

model PBL terhadap kemampuan berpikir kritis dan pengaruh model PBL

terhadap hasil belajar kognitif siswa. Persamaan umum regresi linear sederhana

adalah sebagai berikut.

Y = a + bX

Keterangan:

Y : variabel dependen (model PBL)

X : variabel independen (kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif)


62

a : konstanta

b : koefisien regresi

Uji regresi dikerjakan dengan SPSS versi 20, yakni uji linear dengan taraf

signifikansi 5%. Kelinearan pengaruh antara kemampuan berpikir kritis dan hasil

belajar kognitif siswa diuji dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : tidak ada pengaruh antara kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar

kognitif siswa.

Ha : ada pengaruh antara kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif

siswa.

Hipotesis diterima jika nilai Sig. > 0,05. Besar pengaruh antara

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat dari nilai

koefisien determinasi pada R square yakni output model summary.

3.5.3.2 Koefisien Determinasi

Koefesien determinasi dengan simbol r2 merupakan proporsi variabilitas

dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model statistik. Definisi

berikutnya menyebutkan bahwa r2 merupakan rasio variabilitas nilai-nilai yang

dibuat model dengan variabilitas nilai data asli. Secara umum r2 digunakan sebagai

informasi mengenai kecocokan  suatu model.  Dalam regresi r2 ini dijadikan

sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang

dibuat model. Jika r2 sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis

regresi cocok dengan data secara sempurna. Rumus untuk menghitung koefesien

determinasi (KD) adalah sebagai berikut: KD = r2x 100%.

DAFTAR PUSTAKA
63

Abanikannda, M.O. (2016). Influence of Problem Based Learning in Chemistry


on Academic Achievement of High School Students in Osun State, Nigeria.
International Journal of Education, Learning and Development. 4 (3): 55-
63.

Amir, T. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:


Kencana.

Amri, S. (2011). PAIKEM GEMBROT. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Anas, S. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Apriyani, L. (2017). Penerapan Model PBL untuk Meningkatkan Keterampilan


Berpikir Kritis Ditinjau dari Kemampuan Akademik Siswa pada Materi
Biologi. Jurnal Quagga. 9 (1): 41-54.

Arends, R. (2007). Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Argaw, A., Haile, B., Ayalew, B., & Shiferaw, G. (2017). The Effect of Problem
Based Learning (PBL) Instruction on Students’ Motivation and Problem
Solving Skills of Physics. Eurasia Journal of Mathematics Science and
Technology Education. 13 (3): 857-861.

Arikunto, S. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:


PT. Bumi Aksara

Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Baharuddin, & Wahyuni, E.N. (2015). Teori Belajar & Pembelajaran.


Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Browne, N.M., & Keeley, S.M. (2007). Asking The Right Questions: A Guide To
Critical Thinking. New Jersey: Pearson Education, Upper Saddle River.

Bilgin, I., Erdal, S., & Mustafa, S. (2009). The Effect of Problem Based Learning
Instruction on University Students’ Performance of Conceptual and
Quantiattive Problems in Gas Concepts. Eurasia Journal of Mathematics,
Sciences & Technology Education. 5 (2): 153-164.

Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam


Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas

Bungel, M.F. (2014). Penerapan Model Pembelajaran PBL untuk Meningkatkan


Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeru 4 Palu pada Materi Prisma.
Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. 2 (1): 45-54.
64

Chadwick, C. (2014). Teaching Kids to Think Critically: Effective Problem


Solving and Better Decisions. London: Rowman & Littlefield

Cottrell, S. (2005). Critical Thinking Skills: Develpoing Effective Analysis and


Argument. New York: Palgrave MacMillan.

Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Dwijananti & Yulianti. (2010). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis


Mahasiswa melalui Pembelajaran Problem Based Instruction pada Mata
Kuliah Fisika Lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 6 (5): 108-
114.

Ejin, S. (2016). Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) terhadap


Pemahaman Konsep dan Keterampian Berpikir Kritis Siswa Kelas IV
SDN Jambu Hilir Baluti 2 pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Jurnal Pendidikan. 1 (1): 65-71.

Ekoningtyas, M. (2013). Pengaruh Pembelajaran Think Pair Share dipadu Pola


Pemberdayaan Berpikir melalui Pertanyaan terhadap Keterampilan
Metakognitif, Berpikir Kreatif, Pemahaman Konsep IPA dan retensinya
serta Sikap Sosial Siswa. Jurnal Pendidikan Sains. 1 (4): 332-342.

Etiubon, R & Anthonia, N. (2016). Problem Based Learning and Stidents


Academic Achievement on Thermodynamics (A Case Study of University
of Uyo, Akwa Ibom State, Nigeria). IQSR Journal of Research & Method
in Education. 6 (5): 36-41.

Fadillah, F.N. (2016). Pengaruh Model Learning Cycle dalam Meningkatkan


Hasil Belajar Siswa pada Materi Gaya Magnet. Jurnal Pena Ilmiah. 1 (1):
521-530.

Fahri, S. (2015). Media Pembelajaran Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal


Kependidikan. 2 (3): 30-39.

Fakhriyah, F. (2014). Penerapan Problem Based Learning dalam Upaya


Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia. 3 (1): 95-101.

Falahudin, I. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Materi
Pengelolaan Lingkungan di SMP Negeri 2 Tanjung Lago Kabupaten
Banyuasin. Jurnal Bioilmi. 2 (2): 92-101.

Fayakun, M. & Joko, P. (2015). Efektivitas Pembelajaran Fisika Menggunakana


Model Kontekstual dengan Metodepredict, Observe, Explain terhadap
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia.
11 (1): 47-58.
65

Fitriono, Y., Rochmad., & Wardono. (2015). Model PBL dengan Pendekatan
PMRI Berpenilaian Serupa PISA untuk Meningkatkan Kemampuan
Literasi Matematika Siswa. Unnes Journal of Mathematics Education
Research. 4 (1): 56-65.

Ghufron. (2013). Teori-Teori Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Madia.

Gunantara, Gd., Suarjana., & Nanci, R. 2014. “Penerapan Model Pembelajaran


Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas V”. Jurnal Mimbar PGSD Universitas
Pendidikan Ganesha. 2 (1): 1-10.

Hanifah, D.P. (2016). Analisis Pengaruh Kemampuan Kognitif, Kreativitas,


dan Memecahkan Masalah Terhadap Sikap Ilmiah Siswa SD di
Kecamatan Temanggung. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang.

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.

Haryono. (2013). Pembelajaran IPA yang Menarik dan Mengasyikkan.


Yogyakarta: Kepel Press

Hartati, B., Sarwi, & Khanafiyah. (2010). Pengembangan Alat Peraga Gaya
Gesek untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia. 6: 128-132.

Hidayah, N., Sri, W., & Wisnu, S. (2018). Penggunaan Lembar Kerja Siswa
Berorientasi Problem Based Learning Untuk Mengembangkan
Kecerdasan Intrapersonal. Chemistry in Education. 7 (1): 9-16.

Hidayati, R. (2016). Layanan Penguasaan Konten dengan Media Ular Tangga


untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar.
Jurnal Konseling GUSJIGANG. 2 (1): 29-36.

Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran


Abad 21 (Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013). Bogor: Ghalia
Indonesia

Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Jogjakarta:


Pustaka Belajar.

Karo-Karo, S. Martina, R., & Ramlan, S. (2017). The Effects of Problem-Based


Learning with Mind Mapping to Enhance Students’ Creative Thinking
Skills and Learning Outcomes. Journal of Education and Practice. 8 (27):
180-185.

Kuswana, W. S. (2013). Taksonomi Berpikir. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


66

Leicester, M. & Taylor, D. (2010). Critical Thinking Across the Curriculum:


Developing critical thinking skills, literacy and philosophy in the primary
classroom. New York: McGraw-Hill.

Lestari. (2016). Keefektifan Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah


dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Unnes
Physics Education Journal. 5 (1): 56-62.

Liana, Ramadhan, & Rohana. (2019). Penggunaan Aplikasi Quizizz Berbasis


Smartphone dalam Membangun Kemampuan Berpikir Kritis. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan dan Pembelajaran.

Lutfa, A., Sugianto., & Sulhadi. (2014). Penerapan Model Pembelajaran PBL
untuk Menumbuhkan Keterampilan Proses Sains pada Siswa SMA. Unnes
Physics Education Journal. 3 (2): 78-80.

Malahayati, E.V., Aloysius, D.C., & Zubaidah, S. (2015). Hubungan


Keterampilan Metakognitif dan Kemampuan Berpikir Kritis dengan Hasil
Belajar Biologi Siswa SMA dalam Pembelajaran Problem Based
Learning. Jurnal Pendidikan Sains. 3 (4): 178-185.

Matthew. (2012). Investigative Primary Science: a Problem Based Learning


Approach. Australian Journal of Teacher Education, 36 (9): 35-43.

Moore, N. B & Parker, R. (2012) Critical Thinking 10th Edition. New


York: McGraw-Hill.

Muhson, A. (2009). Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa


melalui Penerapan Problem Based Learning. Jurnal Kependidikan. 39 (2):
171-182.

Murtono. (2017). Merencanakan dan Mengelola Model- Model Pembelajaran


Inovatif. ( Student Center Learning). Jawa Timur: Wade Group.

Nafiah, Y. (2014). Penerapan Model problem Based Learning untuk


meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa.
Jurnal Pendidikan Vokasi. 4 (1): 125-143.

Nasution, U.S.Z., Sahyar & Sirait, M. 2016. Pengaruh Model Problem Based
Learning dan Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Kemampuan
Pemacahan Masalah. Jurnal Pendidikan Fisika. 5 (2): 112-117.

Nitko & Brookhart. (2011). Educational assessment of students. (6th ed.). Boston:
Pearson Education, Inc.

Noer, R. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.

Nunu, M. (2012). Media Pembelajaran. Jurnal pemikiran Islam. 37 (1): 26-33.


67

Purba, L. (2019). Peningkatan Konsentrasi Belajar Mahasiswa Melalui


Pemanfaatan Evaluasi Pembelajaran Quizizz pada Mata Kuliah Kimia
Fisika I. JDP. 12 (1): 29-39.

Rahayuni, G. (2016). Hubungan Keterampilan Berpikir Kritis dan Literasi Sains


pada Pembelajaran IPA Terpadu dengan Model PBM dan STM. Jurnal
Penelitian dan Pembelajaran IPA. 2 (2): 131-146. ri

Riadi, E. (2016). Statistika Penelitian (Analisis Manual dan IBM SPSS).


Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Rifa’i, A., & Anni, C. T. (2012). Psikologi pendidikan. Semarang: UNNES Press.

Rusilowati, A. (2014). Pengembangan Instrumen Penilaian. Semarang: Unnes


Press.

Rustaman, N., Sekarwinahyu, M., Sutarno., Widiasih., Rahayu, U., Budiastra, A.


A. K., Ratnaningsih, A., Sholihin H. H., Wahyuningsih, T., Mujadi., Adji,
S. S., & Suryatna, A. (2010). Materi dan Pembelajaran IPA SD.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Samatowa, U. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta:


Dirjen Dikti Depdiknas

Sari, N.P., Budijanto., & Amiruddin. (2017). Pengaruh Penerapan Model


Pembelajaran Problem Based learning dipadu Numbered Head Together
terhadap Keterampilan Metakognitif dan Kemampuan Berpikir Kritis
Geografi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan. 2 (3): 440-447.

Setyowati, A.B, Subali., & Mosik. (2011). Implementasi Pendekatan Konflik


Kognitif dalam Pembelajaran Fisika untuk Menumbuhkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia.
7 (1): 89-96.

Sjukur, B. (2012). Pengaruh Blended Learning terhadap Motivasi Belajar dan


Hasil Belajar Tingkat SMA. Jurnal Pendidikan Vokasi. 2 (3): 60-73.

Sudjana, N. (2014). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Sujana, A. (2016). Pengaruh Problem Based Learning (PBL) terhadap


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar pada Maeri Daur Air.
Jurnal Pena ilmiah. 1 (1): 642-650.

Sujarwo, B., Purwadi, S., & Ali, S. 2016. Pengaruh Implementasi Pendekatan
Saintifik, keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Disiplin terhadap
Penyelesaian Masalah Matematika SD. Journal of Primary Education. 5
(1): 21-26.
68

Sujiono & Arif, W. (2014). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis


Problem Based Learning Tema Gerak untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa. Unnes Science Education Journal. 3 (3): 685-693.

Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan


Penerapannya Dalam KTSP. Semarang: Tiara Wacana.

Sunaryo, Y. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Matematik Siswa SMA Di Kota
Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan dan Keguruan. 1 (2): 41-51.

Susanto, A. (2016). Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:


Prenada Media Grup.

Susilo. A.B. (2012). Model Pembelajaran IPA Berbasis Masalah Untuk


Meningkakan Motivasi Belajar dan Berpikir Kritis Siswa SMP. Unnes
Science Education Journal. 1 (1): 13-20.

Ulwiyah, N. (2014). Optimalisasi Metode Pembelajaran IPS MI untuk


Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Studi Islam. 5
(2): 169-200.

Wardatun, T & Azmi, S. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis


Masalah terhadap Hasil Belajar Fisika dan Keamampuan Berpikir Kritis
Siswa SMPN 1 Kuripan. Jurnal Kependidikan. 14 (3): 305-311.

Widiawati, N.P. (2015). Analisis Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran IPA


pada Siswa Kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Banjar. E-Journal PGSD
Pendidikan Ganesha. 3 (1): 1-11.

Wisudawati, A.W., & Sulistiyowati, E. (2015). Metodologi Pembelajaran IPA.


Jakarta: Bumi Aksara.

Wulandari, B. (2013). Pengaruh Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar


Ditinjau dari Motivasi Belajar PLC di SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi. 3
(2): 178-191.

Yana., Antasari., & Kurniawan. (2019). Analisis Pemahaman Konsep Gelombang


Mekanik Melalui Aplikasi Online Quizizz. Jurnal Pendidikan Sains
Indonesia. 7 (2): 143-152.

Zarkasi, T. (2015). Pengembangan Bahan Ajar Fisika yang Memfasilitasi


Keterampilan Proses. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang.
69

Zeidan, A. H., & Jayosi, M. R. (2015). Science Process Skills and Attitudes
toward Science among Palestinian Secondary School Students. World
Journal Education. 5 (1): 13-24.

Zwaal, W. & Hans, O. (2012). The Impact of Concept Mapping on the Process of
Problem Based Learning. Interdisciplinary Journal of Problem Based
Learning (Spring). 6 (1): 104-128.

Anda mungkin juga menyukai