Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Dosen : Lia Puspitasari,S.Farm,M.Si,Apt


Herdini Dra.M.Si

Di susun Oleh
Resina Hajar Chaerani Harahap
14334084
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena
hanya dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
tanpa kendala dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Lia Puspitasari,S.Farm,Msi.,Apt selaku dosen
mata kuliah Kimia Medisinal yang telah memberikan arahan dan bimbingan
kepada saya selama pembuatan makalah ini.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I
HUBUNGAN STRUKTUR, ASPEK STEREOKIMIA DAN AKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT
1.1 Modifikasi Isosterisme………………………………………………….
1.2 Isomer dan Aktivitas Biologis Obat………………………….
1,3 Jarak Antar Atom dan Aktivitas Biologis…………………
BAB II
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DAN AKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT
2.1 Ionisasi dan aktivitas biologis………………………………….
2.2. Pembentukan Kelat dan Aktivitas biologis……………..
2.3 Potensial Redoks dan Aktivitas Biologis…………………..
2.4 Aktivitas permukaan dan Aktivitas Biologis………………
BAB III
HUBUNGAN STRUKTUR, IKATAN KIMIA DAN AKTIVITAS BIOLOGIS
OBAT
3.1 Ikatan kovalen………………….
3.2 Ikatan Ion………………………..
3.3 Interaksi dipol-dipol………………………..
3.4 Ikatan Hidrogen ,van der waals, hidrofob………….
3.5 Transfer muatan………………………….
BAB IV PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB I
HUBUNGAN STRUKTUR ASPEK STEREOKIMIA DAN
AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT
Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas biologis obat,
oleh karen itu pengetahuan tentang hubungan aspek sterokimia dengan aktivitas
farmakologis obat sangat menarik untuk dipelajari.
Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus mencapai sisi reseptor
dan sesuai dengan permukaan reseptor. Faktor sterik yang ditentukan oleh
stereokimia molekul obat dan permukaan sisi reseptor, memegang peran penting
dalam menentukan efisiensi interaksi obat-reseptor. Oleh karena itu agar
berinteraksi  dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis, molekul obat
harus mempunyai struktur dengan drajat kespesifikan tinggi.
Pada interaksi obat-reseptor ada dua nilai yang sangat penting yaitu distribusi
muatan elektronik dalam obat dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan
reseptor. Oleh karena itu aktivitas obat tergantung pada tiga faktor struktur yang
penting, yaitu :
a.       Stereokimia  molekul obat.
b.      Jarak antar atom atau gugus.
c.       Distribusi elektronik dan konfigurasi  molekul.
Perbedaan aktivitas farmakologis dari beberapa stereoisomer disebabkan oleh
tiga faktor yaitu :
a.       Perbedaan dalam distribusi isomer dala tubuh.
b.      Perbedaan dalam sifat-sifat iteraksi obat-reseptor.
c.       Perbedaan dalam adsorpsi isomer-isomer pada permukaan resptor yang
sesuai.
Dua hal penting yang perlu diketahui adalah modifikasi isosterisme dan
pengaruh isomer terhadap aktivitas biologis obat.   
A.    MODIFIKASI ISOSTERISME
Untuk memperoleh obat dengan aktivitas yang lebih tinggi, dengan efek
samping atau toksisitas yang lebih rendah dan bekerja lebih selektif, perlu
dilakukan modifikasi struktur molekul obat. Istilah isosterisme telah digunakan
secara luas untuk menggambarkan seleksi dari bagian struktur  yang karena
karekterisasi steri, elektronik dan sifat kelarutannya, memungkinkan untuk
saling di pergantikan pada modifikasi struktur molekul obat.
Languir ( 1919 ), mencoba mencari hubungan yang dapat menjelaskan adanya
persamaan sifat fisik dari mulekul yang bukan isomer, dan memberikan batasan
bahwa isoteris adalah senyawa senyawa, kelompok atom atom, radikal atau
mulekul yang mempunyai jumlah dan pengaturan elektron sama, bersifat
isoelektrik dan mempunyai kemiripan sifat sifat fisik, contoh : moleku l N₂  dan
CO, masing masing mempunyai total elektron = 14, sama sama tidak bermuatan
dan menunjukan sifat fisik yang relatif sama, seperti kekentalan, kerapatan,
indexrefraksi, tetapan di elektrik dn kelarutan. Hal ini berlaku pula molekul
molekul N₂O dan CO₂, N₃ dan NCO, serta CH₂ N₂ dan CH₂ = CO.
Gremm (1925), memperkenalkan hukum pergantian hidrida yang menyatakn
bahwa penambahan atom H, suatu elektron sunyi, pada atom atom mulekul
yang kekurangan elektron pada orbital terluarnya (peseudo atom), dpat
menghasilkan pasangan isosterik contoh konsep gremm tentang pergantian
hidrida dapat di lihat pad tbel 1. Contoh : gugus-CH = dan atom – N=, masing
masing mempunyai total lektron = 7 dan bersifat sebagai peseudo atom.
Penambahan atom H akan menghasulkan pasangan isosterik- CH₂- dan –NH-.
Erlenmeyer (1948), memperluas definisi isosteris yaitu atom, ion atau molekul
yang jumlah, bentuk, ukuran dan polaritas elektron pada lapisan terluar sama
(Tabel 2).
Tabel 1.     Konsep Grimm untuk pergantian hidrida

Kofigurasi 2(4) 2(5) 2(6) 2(7) 2(8) 2(9)


elektron

Gugus atau atom =C= -N= -O- -F Ne Na⁺


-CH= -NH- -OH FH -
-CH₂- -NH₂ OH₂ FH₂⁺
-CH₃ NH₃ OH₃⁺
CH₄ NH₄⁺

Tabel 2.     Tabel isosterik dari erlenmeyer


Elektron terluar 4 5 6 7 8
Ion atau atom N⁺ P S Cl CIH
P⁺ As Se Br BrH
S⁺ Sb Te I IH
As⁺ - PH SH SH₂
Sb⁺ - - PH₂ PH₃

Arti isosteris secara umum adalah kelompok atom-atom dalam molekul, yang


mempuyai sifat kimia atau fisika mirip, karena mempunyai persamaan ukuran,
keelektronegatifan atau stereokimia.
Friedman (1951) memperkenalkan istilah bioisosterisme, yang kemudian
berkembang menjadi salah satu konsep dasar sebagai hipotesis untuk
perkembangan kimia medisinal. Idealnya, bioisosterisme melibatkan pergantian
gugus fungsi dalam struktur molekul yang spesifik aktif dengan gugus lain dan
pergantian tersebut akan menghasilkan senyawa baru dengan aktivitas biologis
yang lebih baik.

Burger (1970) mengklasiifikasi bioisosterisme sebagai berikut :


1.      Bioisosterisme klasik
a.       Atom atau gugus monovalen, contoh : R-X-Hn , dimana X adalah atom C,
N, O atau atom S, dan R-X, dimana X adalah atom F, Cl, Br, dan I.
b.      Atom atau gugus divalen, contoh : R-X-R’, dimana X adalah O, S,
CH₂ atau NH.
c.       Atom atau gugus trivalen, contoh : R-N=R, R-CH=R’,R-P=R’,R-As=R’,
dan R-Sb=R’.
d.      Atom atau gugus tetravalen, contoh : R=N⁺= R’, R=C=R’, R=P⁺=R,
R=As⁺=R’, dan R=Sb⁺=R’.
e.       Kesamaan cincin, contoh : pergantian gugus dalam satu cincin, seperti
gugus –S-, -O-, -NH-, -CH₂- atau –CH=CH-.
2.      Bioisoterisme nonklasik
a.       Substitusi gugus akan memberikan pengaturan elektronik dan sterik yang
serupa dengan senyawa induk.
Contoh : penggantian H dengan F
b.      Penggantian gugus dengan gugus lain yang tidak mempunyai persamaan
sifat elektronik atau sterik tetapi masih menimbulkan aktivitas biologis yang
sama.
Contoh : pergantian gugus alkilsulfonamida (-SO₂NH-R) dengan gugus
hidroksi (-OH) pada turunan katekolaminan.
c.       Penggantian cincin dengan struktur nonsiklik.
Contoh : penggantian cincin benzen dengan heksatriena (H₂C=CH-CH=CH-
CH=CH₂).
B.     ISOMER DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT
Sebagian besar obat yang termasuk golongan farmakologis sama, pada
umumnya mempunyai gambaran struktur tertentu. Gambaran struktur ini
disebabkan oleh orientasi gugus-gugus fungsional dalam ruang dan pola yang
sama. Dari gambaran sterik dikenal beberapa macam struktur isomeri, antara
lain adalah isomer geometrik, isomer konformasi, diastereoisomer dan isomer
optik. Bentuk-bentuk isomer tersebut dapat mempengaruhi aktivitas biologis
obat.
1.      Isomer Geometrik dan Aktivitas Biologis
Isomer geometrik atau isomer cis-trans adalah isomer yang disebabkan adanya
atom-atom atau gugus-gugus yang terkait secara langsung pada suatu ikatan
rangkap atau dalam suatu sistem alisklik. Ikatan rangkap dan sistem alisklik
tersebut membatasi gerakan atom dalam mencapai kedudukan yang stabil
sehingga terbentuk isomer cis-trans.
2.      Isomer Konformasi dan Aktivitas Biologis
Isomer konformasi adalah isomer yang terjadi karena ada perbedaan pengaturan
ruang dari atom-atom atau gugus-gugus dalam struktur molekul obat. Isomer
konformasi lebih stabil pada struktur senyawa non aromatik.
3.      Diastereoisomer dan aktivitas biologis
Diastereoisomer adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang mempunyai
dua atau lebih pusat atom asimetrik, mempunyai gugus fungsional sama dan
memberikan tipe reaksi yang sama pula. Kedudukan gugus-gugus substitusi
terletak pada ruang yang relatif berbeda sehingga diastereoisomer mempunyai
sifat fisik, kecepatan reaksi dan sifat biologis yang berbeda pula. Perbedaan
sifat-sifat diatas berpengaruh terhadap distribusi, metabolisme dan interaksi
isomer reseptor.
4.      Isomer Optik dan Aktivitas Biologis
Isomer optik adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang mempunyai
atom C asimetrik. Isomer optik mempunyai sifat kimia fisika yang sama dan
hanya berbeda pada kemampuan dalam memutar bidang cahaya terpolarisasi
atau berbeda rotasi optknya. Masing-masing isomer hanya dapat memutar
bidang cahaya terpolarisasi kekiri atau kekanan saja dengan sudut pemutaran
yang sama.
C.     JARAK ANTAR ATOM DAN AKTIVITAS BIOLOGIS
     Hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas biologis sering ditunjang
oleh konsep kelenturan reseptor. Pada beberapa tipe kerja biologis, jarak antar
gugus-gugus fungsional molekul dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis
obat
BAB II
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DAN AKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT
Sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat oleh karena dapat
mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses interaksi obat-reseptor.
Beberapa sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan aktivitas biologis
antara lain adalah ionisasi, pembentukan kelat, potensial redoks dan tegangan
permukaan.
A.     Ionisasi Dan Aktivitas Biologis
       Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses penembusan
obat kedalam membran biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat
menimbulkan aktivitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak
terionisasi, tetapi ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya.
1.      Obat yang Aktif Dalam Bentuk Tidak terionisasi
         Sebagian obat yang bersifat asam atau basa lemah, bentuk tidak
terionisasinya dapat memberikan efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila kerja
obat terjadi di membran sel atau di dalam sel. Contoh: fenobarbital, turunan
asam barbiturat yang bersifat asam lemah, bentuk tidak terionisasinya dapat
menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek penekan fungsi sistem saraf
pusat dan pernafasan.
2.      Obat yang Aktif dalam Bentuk Ion
         Beberapa senyawa obat menunjukkan aktivitas biologis yang makin
meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Seperti diketahui dalam bentuk
ion senyawa obat umumnya sulit menembus membran biologis, sehingga
diduga senyawa obat dengan tipe ini memberikan efek biologisnya diluar sel.
Contoh: aktivitas sulfonamida mencapai maksimum bila mempunyai nilai pKa
6-8. Pada pKa tersebut sulfonamida terionisasi ±50%. Pada pKa 3-5,
sulfonamida terionisasi sempurna dan bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus
membran sehingga aktivitas antibakterinya rendah.  Bila kadar bentuk ion
kurang lebih sama dengan kadar bentuk molekul pKa 6-8, aktivitas
antibakterinya akan maksimal. Menurut Cowles (1942), sulfonamida menembus
membran sel bakteri dalam bentuk tidak terionisasinya, dan sesudah mencapai
reseptor yang bekerja adalah bentuk ion.
B.     Pembentukan Kelat Dan Aktivitas Biologis
        Kelat adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang
mengandung gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu
struktur cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat membentuk kelat antara lain
adalah gugus amin primer, sekunder dan tersier, oksim, imin, imin tersebstitusi,
tioter, keto, tioketo, hidroksil, tioalkohol, karboksilat, fosfonat, dan sulfonat.
Sebagai contohh adalah pembentukan kelat antara etilendiamin tetraasetat
(EDTA) dengan ion Ca.
        Ligan adalah senyawa yang dapat membentuk struktur cincin dengan ion
logam karena mengandung atom yang bersifat elektron donor, sperti N, S, dan
O. Struktur cincin yang umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur cincin
dengan jumlah atom 5 dan 6. Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion
logam, sehingga dapat menurunkan kadar ion logam yang toksis dalam jaringan
dengan membentuk kelat yang mudah larut dan kemudian diekresikan melalui
ginjal. Penggunaan ligan dalam bidang farmakologi antara lain adalah :
1.      Membunuh mikroorganisme parasit, dengan cara membentuk kelat dengan
logam esensial yang diperlikan untuk pertumbuhan sel (aksi bakterisida,
fungisida, dan virisida).
2.      Untuk menghilangkan logam yang tidak diinginkan atau yang
membahayakan organisme hidup (antidotum keracunan logam).
3.      Untuk studi fungsi logam dan metaloenzim pada media biologis.
Contoh Ligan :
1.      Dimerkaprol ( British Anti-Lewisite=BAL)
2.      (+) Penisilamin
3.      Oksin (8-hidroksikuinolin)
4.      Isoniazid, tiasetazon, dan etambutol.
5.      Tetrasiklin
C.     Potensial Redoks dan Aktivitas Biologis
          Potensial redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk
memberi dan menerima elektron. Reaksi redoks adalah perpindahan elektron
dari satu atom ke atom molekul yang lain. Tiap reaksi pada organisme hidup
terjadi pada potensial redoks optimum, dengan kisaran yang bervariasi,
sehingga diperkirakan bahwa potensial redoks senyawa tertentu berhubungan
dengan aktivitas biologisnya.pengaruh potensial redoks tidak dapat diamati
secara langsung karena hanya berlaku untuk sistem keseimbangan ion tunggal
yang bersifat reversibel, sedang reaksi pada sel hidup merupakan reaksi yang
serentak, termasuk oksidasi ion tunggal yang bersifat reversibel adapula yang
ireversibel. Hubungan potensial redoks dengan aktivitas biologis secara umum
hanya terjadi pada senyawa dengan struktur dan sifat fisik yang hampir sama.
Pada sistem interaksi obat secara redoks, pengaruh sistem distribusi dan faktor
sterik sangat kecil. Contoh:
1.      Turunan kuinon
2.      Sb dan As
3.      Riboflavin
D.     Aktivitas Permukaan dan Aktivitas Biologis
           Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasi dan pengaturan
molekul pada permukaan larutan, dapat menurunkan tegangan permukaan.
Strukur surfaktan terdiri dari dua bagian yang berbeda, yitu bagian yang bersifat
hidrofilik atau polar dan bagian lipofilik atau non polar, sehingga dikatakan
surfaktan bersifat ampifilik.bila surfaktan dimasukkan kedalam air maka pada
permukaan akan teratur sedemikian rupa sehingga bagian non polar, ,isal rantai
hidrokarbon,, berorientasi ke fasa uap, sedang bagian polar, misal gugus-gugus
COOH, OH, NH2, dan NO2 berorientasi ke fasa air. Bila surfaktan dimasukkan
kedalam campuran pelarut polar dan non polar, maka pada batas cairan polar
dan non polar, bagian non polar berorientasi ke pelarut non polar, sedang gugus
polar berorientasi ke pelarut polar. Pada orientasi ini terlibat ikatan van der
waal’s, ikatan hidrogen dan ikatan ion-dipol.berdasarkan sifat gugus yang
dikandungnya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1.      Surfaktan anionik
2.      Surfaktan kationik
3.      Surfaktan non ionik
4.      Surfaktan amfoterik.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Ariens EJ,ED. Drug Design, vol.1, New York, London : Academic Press,
1971.
2.      Burger A. A Guide to the Chemical Basis of Drug Design. New York,
Chichester, Brisbane< Toronto, Singapore: John Wiley & Sons, 1983
BAB III
HUBUNGAN STRUKTUR, IKATAN KIMIA DAN AKTIVITAS BIOLOGIS
OBAT
Seperti diketahui, respons biolog merupakan akibat interaksi molekul obat
dengan gugus fungsional molekul reseptor. Interaksi ini dapat berlangsung
karena kekuatan ikatan kimia tertentu.
Tipe ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi obat reseptor antara lain adalah
ikatan-ikatan kovalen, ion-ion yang saling memperkuat (reinforce ions), ion
(elektrostatik), hidrogen, ion-dipol, van der Waal’s, ikatan hidrofob dan
transfer muatan.
A.           IKATAN KOVALEN
Ikatan kovalen terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan sepasang
elektron secara bersama-sama. Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang
paling kuat dengan rata-rata kekuatan ikatan 100 kkal/mol. Dengan kekuatan
ikatan yang tinggi ini, pada suhu normal ikatan bersifat ireversibel dan hanya
dapat pecah bila ada pengaruh katalisator enzim tertentu. Interaksi obat-reseptor
melalui ikatan kovalen menghasilkan kompleks yang cukup stabil, dan sifat ini
dapat digunakan untuk tujuan pengobatan tertentu.
Contoh obat yang mekanisme kerjanya melibatkan ikatan kovalen :
1.        Turunan nitrogen mustar
Turunan nitrogen mustar adalah senyawa pengalkilasi yang pada umumnya
digunakan sebagai obat antikanker.
Cotoh : mekloretamin, siklofosfamid, klorambusil dan tiotepa.
Mekanisme kerja turunan nitrogen mustar dijelaskan sebagai berikut :
Senyawa dapat melepas ion CI membentuk kation antara yang tidak stabil, yaitu
ion etilen imonium, diikuti pemecahan cincin membentuk ion karbonium yang
bersifat reaktif. Ion ini dapat bereaksi, melalui reaksi alkilasi, dengan gugus-
gugus karboksilat, fosfat dan sulfhidril pada stuktur asam amino, asam nukleat
dan protein yang sangat dibutuhkan untuk proses biosintesis sel. Akibatnya
proses pembentukan sel menjadi terganggu dan pertumbuhan sel kanker
terhambat.
2.        Turunan antibiotika β-laktam
Turunan penisilin dan sefalosporin mengandung cincin β-laktam, merupakan
senyawa pengasilasi kuat dan mempunyai kespesifikan tinggi terhadap gugus
amino serin dari enzim transpeptidase. Suatu enzim yang mengkatalisis tahap
akhir sintesis dinding sel bakteri. Reaksi aksilasi ini menyebabkan kekuatan
dinding sel bakteri menjadi lemah dan mudah terjadi lisis sehingga bakteri
mengalami kematian.
3.        Senyawa organofosfat
Senyawa organofosfat,suatu insektisidasi dapat berinteraksidengan gugus serin
yang merupakan bagian fungsional dari sisi aktif enzim asetilkolinesterase.
Atom P akan berikatan dengan atom O gugus serin, melalui fosforilasi,
Hambatan tersebut mempengaruhi proses katalitik asam amino,sehingga terjadi
penumpukan asetilkolin yang bersifat toksik terhadap serangga.
Diisopropilfluorofosfat (DFP) bersifat toksik dan dapat berinteraksi dengan
enzim asetilkolinesterase, baik dengan manusia maupun serangga, sehingga
jarang digunakan sebagai insektisida.
Malation bersifat sangat spesifik terhadap enzim asetilkolinesterase serangga,
sehingga banyak digunakan dalam bidang pertanian sebagai insektisida.
4.        Senyawa As-organik dan Hg-organik
Turunan As-organik yang digunakan sebagai antibakteri, seperti salvarsan dan
karbarson, dan turunan Hg-organik, sepertio merkaptomerin dan klormerodrin.
Obat diuretik, dapat meningkatkan gugus sulfhidril dari enzim atau sisi reseptor,
membentuk ikatan kovalen, dan dapat menghasilkan hambatyan yang bersifat
ireversibel hingga enzim tidak dapat bekerja normal.
5.        Asam etakrinat
Asam etakrinat, senyawa diuretgik, strukturnya mengandung gugus β-keto tidak
jenuh, dapat membentuk ikatan kovalen dengan gugus SH dari enzim yang
bertanggung jawab terhadap produksi enzim yang diperlukan untuk penyerapan
kembali ion Na+ di tubulus renasis. Ion Na+ yang tidak diserap kembali,
kemudian dikeluarkan dengan diikuti sejumlah air sehingga terjadi efek
diuresis.
B.     IKATAN ION

Ikatan ion adalah ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik elektrostatik
antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik menarik akan makin
berkurang bila jarak antara ion makin jauh dan pengurangan tersebut
berbanding terbalik dengan jaraknya.
Albert dan kawan-kawan (1945), telah melakukan penelitian mengenai aktivitas
antibakteri TURUNAN AKLRIDIN, dan mendapatkan bahwa ph 7,3 dan suhu
370 C, akridin terdapat dalam bentuk terionisasi lebih kurang 60%, dan aktif
sebagai antibakteri.
Bila posisi gugus amin pada atom C3 C6 atau C9 (aminakrin). Terjadi stabilitas
resonasi. Dekolisasi muatan fosif kation meningkat sehingga sifat kekebasan
senyawa meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar kation obat,
sehingga meningkatkan aktifitas antibakterinya.
Protein sel bakteri pada umum nya mempunyai titik isoelektrik lebih kurang
4,sehingga pada pH fisiologis (7,4) akan bersifat sebagai anion. Oleh karena itu
hanya bentuuk kation obat yang efektif sebagai antibakteri.
Beberapa zat warna basa turunan trifenilmetan, seperti malachite green dan
gentian violet, serta turunan akridin, seperti akriflafin, aminakrin dan pforlavin.
Mempunyai aktifitas antibakteri karena bentuk kationnya dapat berinteraksi
dengan gugus anion esensial sel bakteri, misal gugus karboksilat, membentuk
garam sukar terdisosiasi dan mempunyai tetapan stabilitas yang relatif tinggi.
C.    INTERAKSI ION-DIPOL DAN DIPOL-DIPOL
Adanya perbadaan keelektronegatifan atom C dengan atom yang lain. Seperti O
dan N. Akan membentuk distribuksi elektron tidak semetrik atau dipol lain, baik
yang mempunyai daerah kerapatan elektron tinggi maupun yang rendah.
Gugus yang mempunyai fungsi dipolar antara lain adalah gugus karbonil, ester,
amida, eter dan nitril. Gugus-gugus tersebut sering didapatkan pada senyawa
berstruktur spesifik.
D.    IKATAN HIDROGEN
Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan antara atom H yang mempunyai muatan
positif persial dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan mempunyai
sepasang elektron bebas dengan oktet lengkap, seperti O, N, dan F. Atom yang
bermuatan positif parsial dapat berinteraksi dengan atom negatif parsial dari
molekul atau atom lain yang berbeda ikatan kovalennya dalam satu molekul.
Ikatan hidrogen ada dua yaitu :
a.         Ikatan hidrogen intramolekul, ikatan hidrogen yang terjadi dalam satu
molekul.
b.        Ikatan hidrogen intermolekul, ikatan hidrogen yang terjadi antar
molekul-molekul.
Kekuatan ikatan hidrogen intermolekul lebih lemah dibanding ikatan ikatan
hidrogen intramolekul. Ikatan hidrogen dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia
fissika senyawa, seperti titik didih, titik lebur, kelarutan dalam air, kemampuan
pembentukan kelat dan keasaman. Perubahan sifat-sifat tersebut dapat
berpengaruh terhadap aktivitas biologis senyawa.
Sifat kimia fisika suatu senyawa dapat mengalami perubahan dengan adanya
ikatan hidrogen, dan pada kasus tertentu ikatan hidrogen mempunyai peran
penting terhadap aktivitas biologis obat.
Contoh :
1.      Turunan pirazolon
2.      Turunan asam hidroksibenzoat
3.      Turunan ester asam hidroksibenzoat
4.      Turunan benzotiadiazin dan sulfamilbenzoat
Ikatan hidrogen memegang peranan penting pada proses reproduksi sel dan
memelihara keutuhan adn dan arn. Ikatan hidrogen juga membantu kestabilan
konformasi α-heliks peptide-peptida dan interaksi pasangan basa khas seperti
purin dan pirimidin pada adn. Obat antikanker tertentu seperti golongan
senyawa pengalkilasi, dapat mengalkilasi pasangan basa adn dan mencegah
pembentukan ikatan hidrogen sehingga replikasi normal dari adn tidak terjadi.
Senyawa pengalkilasi dapat mengikat asam nukleat dan protein secara
ireversibel sehingga dapat menghambat proses biosintesis protein sel dan
berfungsi sebagai obat antikanker.
Contoh: mekloretamin, klorambusil, melfalam, siklofosfamid, busulfan, tiotepa,
antibiotika bleomisin dan mitomisin C.
E.     IKATAN VAN DER WAAL’S
Ikatan van der waal’s merupakan kekuatan tarik menarik antar molekul atau
atom yang tidak bermuatan, dan letaknya berdekatan atau jaraknya ± 4-6 Å.
Ikatan ini terjadi karena sifat kepolarisasian molekul atau atom.
Meskipun secara individu lemah tapi hasil penjumlahan ikatan van der waal’s
merupakan faktor pengikat yang cukup bermakna, terutama untuk senyawa-
senyawa yang mempuyai berat molekul tinggi. Ikatan van der waal’s terlibat
pada interaksi cincin benzen dengan daerah bidang datar reseptor dan pada
interaksi rantai hidrokarbon dengan makromolekul protein atau reseptor.
Contoh :
1.      Cincin benzen, yang mengandung 6 atom C, mempunyai kekuatan ikatan
yang hampir sama dengan kekuatan ikatan hidrogen.
2.      Turunan isatin-β-tiosemikarbazon, obat antivirus, aktivitasnya ternyata
berhubungan dengan jari-jari (radius) van der waal’s dari substituen pada posisi
5 dan 6.
F.     IKATAN HIDROFOB
Ikatan hidrofob merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah non polar molekul obat dengan daerah non polar reseptor
biologis. Daerah non polar molekul obat yang tidak larut dalam air dan
molekul-molekul air disekelilingnya. Akan bergabung melalui ikatan hidrogen
membentuk struktur quasi-crystalline (icebergs).
Bila dua daerah non polar seperti gugus hidrokarbon molekul obat dan daerah
non polar reseptor, bersama-sama berada dalam lingkungan air maka akan
mengalami suatu penekanan sehingga jumlah molekul air yang kontak dengan
daerah-daerah non polar tersebut menjadi berkurang. Akibatnya, struktur
quaisi-crystalline akan pecah menghasilkan peningkatan entropiyang digunakan
untuk isolasi struktur non polar. Peningkatan energy bebas ini dapat
menstabilkan molekul air sehingga tidak kontak dengan daerah non polar.
Penggabungan tersebut disebut dengan ikatan hidrofob.
G.    TRANSFER MUATAN
Kompleks yang terbentuk antara dua molekul melalui ikatan hidrogen
merupakan kasus khusus dari fenomena umum kompleks donor-aseptor, yang
distabilkan melalui daya tarik menarik elektrostatik antara molekul donor
elektron dan molekul aseptor elektron.
Menurut baker, kompleks transfer dikelompokan menjadi dua yaitu senyawa
yang berfungsi sebagai donor elektron dan sebagai aseptor elektron.
a.    Transfer muatan sebagai donor electron yaitu:
-       Senyawa yang kaya π-elektron seperti alkena, alkuna dan senyawa
aromatic yang tersubtitusi dengan gugus elektron donor.
-       Senyawa yang mempunyai pasangan electron sunyi seperti r-o:-h, r-o:-r, r-
s:-r, r-i:, r3n: dan r-s:-s-r, yang juga dapat berfungsi sebagai aseptor proton
dalam ikatan hidrogen.
b.    Transfer muatan sebagai aseptor electron yaitu:
-       Senyawa yang kekurangan π-elektron seperti 1,3,5-trinitrobensen,
tetrasianoetilen dan tetraklorobenzokuinon yang mempunyai gugus pendorong
electron sangat kuat.
-       Molekul mengandung hidrogen yang bersifat asam lemah seperti br3c-h, r-
o-h, ar-o-h, r-s-h dan imidazole-h yang juga dapat berfungsi sebagai donor
proton dalam ikatan hidrogen.

Respon biologis merupakan akibat interaksi molekul


obat dengan gugusfungsional molekul reseptor.
Interaksi ini dapat berlangsung karena kekuatan ikatankimia tertentu. Tipe
ikatan kimia yang terlibat dalam  interaksi obat reseptor antara lain
adalah ikatan- ikatan kovalen, ion-ion yang saling memperkuat (reinforce ions),
ion (elektrostatik), hidrogen, ion- dipol,dipol- dipol, van der waal’s, ikatan
hidrofob, dan transfer  muatan.
Pada umumnya ikatan obat reseptor bersifat reversible
sehingga obat segerameninggalkan reseptor bila kadar obat dalam cairan  luar se
l menurun. Untuk ini ikatan yang terlibat dalam  interaksi obat-reseptor harus
relatif  lemah  tetapi masih cukupkuat untuk berkompetisi dengan lain-lain
ikatan dengan tempat kehilangan . Padainteraksi obat dengan  reseptor,
senyawa dapat menggabungkan beberapa ikatan yang lemah, seperti ikatan
hidrogen, ion, ion-dipol, dipol-dipol, transfer  muatan, hidrofob, dan ikatan van
der Wall’s, sehingga secara total menghasilkan ikatan yang
cukup kuatdan stabil. Untuk suatu tujuan tertentu, misal
diinginkan efek berlangsung lama dan ireversibel,
seperti pada obat antibakteri dan antikanker, diperlukan ikatan yang
lebihkuat yaitu ikatan kovalen.
Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat berubah akibat adanya obat lain,
makanan atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang
dikehendaki atau efek yang tidak dikehendaki yang lazimnya menyebabkan
efek samping obat atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat didalam
plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang
menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal (Gitawati, 2008)
Interaksi obat- reseptor
Tipe ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi obat reseptor antara lain adalah
ikatan kovalen, ikatan ion-ion (reinforce ions), ikatan ion
(elektrostatik), ikatanhidrogen, ikatan ion-dipol, ikatan dipol-dipol, ikatan van
der waal’s, ikatan  hidrofob dan transfer muatan.
      Ikatan Kovalen
Ikatan  kovalen terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan sepasang
elektron secara bersama-  sama. Ikatan ini merupakan ikatan yang paling kuat
dengan rata rata kekuatan ikatan 100 kkal/mol. Pada suhu normal ikatan bersifat
ireversibel dan hanya dapat pecah bila ada pengaruh katalisator enzim tertentu.
Umumnya ikatan ini digunakan untuk tujuan terapi tertentu.
Contoh Obat yang mekanisme kerjanya melibatkan ikatan kovalen diantaranya :
1.Turunan Nitrogen Mustar
 Turunan ini merupakan senyawa pengalkilasi yang pada umumnya digunakan
sebagai obat antikanker. Contoh obat: mekloretamin, siklofosfamid,klorambusil
dan tiotepa. Adapun mekanisme kerja obat turunan nitrogen mustar  yaitu
senyawa melepaskan ion Cl- membentuk kation antara yang tidak stabil yaitu
ion etilen imonium, diikuti pemecahan cincin membentuk ion karbonium yang
bersifat reaktif.
Ion ini dapat bereaksi melalui reaksi alkilasi dengan gugus-gugus donor
elektron, seperti gugus-gugus karboksilat, fosfat dan sulfhidril pada struktur
asam amino, asam nukleat dan protein yang sangat dibutuhkan untuk proses
biosintesis sel. Akibatnya pembentukan sel menjadi terganggu dan pertumbuhan
sel kanker dihambat.
1.      Turunan antibiotika beta laktam
Turunan ini seperti obat golongan penisilin dan sefalosporin yang mengandung
cincin beta lactam  yang merupakan senyawa pengasilasi kuat dan mempunyai
kespesifikan tinggi terhadap gugus amino serin dari enzim transpeptidase yaitu
enzim yang mengkatalisis tahap akhir sintesis dinding sel. Reaksi asilasi ini
menyebabkan kekuatan dinding sel bakteri menjadi lemah dan mudah terjasi
lisis sehingga bakteri mengalami kematian.
3. Senyawa organofosfat
Senyawa organofosfat suatu insektisida dapat berinteraksi dengan gugus serin
yang merupakan bagian fungsional dari sisi aktif enzim
asetilkolinesterase.Sehingga dapat menyebabkan penumpukann asetilkolin yang
bersifat toksik pada serangga
Diisopropilfluorofosfat (DFP) bersifat toksik dan dapat berinteraksi dengan
enzim asetilkolinesterase, baik pada manusia maupun serangga, sehingga jarang
digunakan sebagai insektisida. Namun DFP masih banyak digunakan sebagai
miotik dengan masa kerja yang panjang untuk pengobatan glaucoma.
Sedangkan malation bersifat sangat khas terhadap enzim asetilkolinesterease
serangga, sehingga banyak digunakan dalam bidang pertanian sebagai
insektisida.
4. Senyawa asam organik dan Hg organik
Turunan As-organik yang digunakan sebagai antibakteri, seperti salvarsan dan
karbarsan, dan turunan Hg-organik, seperti merkaptomerin dan klormerodrin.
Obat diuretik, dapat mengikat gugus sulfhidril dari enzim atau sisi reseptor,
membentuk ikatan kovalen, dan menghasilkan hambatan yang bersifat
ireversibel sehingga enzim tidak dapat bekerja normal.
5. Senyawa etakrinat
Asam etakrinat merupakan senyawa diuretik, strukturnya mengandung gugus α,
β-keton tidak jenuh, dapat membentuk ikatan  kovalen dengan gugus SH dari
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi energi yang diperlukan untuk
penyerapan kembali ion Na+ ditubulus renalis. Ion Na+ yang tidak diserap
kembali, kemudian dikeluarkan dengan diikuti sejumlah air sehingga terjadi
efek diuresus
Ikatan Ion- Dipol Dan Dipol- Dipol
   Adanya perbedaan keelektronegatifan atom c dengan atom yang lain seperti o
dan n, akan membentuk distribusi elektron tidak simetrik atau dipol, yang
mampu membentuk ikatan dengan ion atau dipol lain, baik yang mempunyai
daerah kerapatan elektron tinggi maupun yang rendah. Gugus-gugus yang
bmempunyai fungsi dipolar antara lain gugus karbonil, ester, amida, eter, dan
nitril.gugus tersebut sering didapatkan pada senyawa yang berstruktur
khas.Contoh pada interaksi ini, yaitu turunan metadon senyawa narkotik
analgesik, strukturnya mengandung gugus n-basa dan karbonil yang dalam
larutan dapat membentuk siklik akibat adanya daya tarik menarik dipol-
dipol.Bila gugus C=O dihilangkan atau diganti dengan gugus lain, misalnya
CH2, aktivitas analgesiknya akan hilag. Hal ini disebabkan oleh hilangnya daya
tarik menarik dipole- dipole dan kemampuan membentuk siklik, sehingga
senyawa tidak dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor analgesik.

Ikatan Hidrogen
   Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan antara atom H yang mempunyai muatan
positif parsial dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan mempunyai
sepasang elektron bebas dengan oktet lengkap seperti O, N, F. Atom yang
bermuatan positif parsial dapat berinteraksi dengan atom negatif parsial dari
molekul atau atom lain yang berbeda ikatan kovalennya dalam satu molekul.
Ikatan hidrogen dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Ikatan hidrogen intramolekul yaitu ikatan yang terjadi dalam satu
molekul.
b.       Ikatan hidrogen intermolekul, yaitu ikatan hidrogen yang terjadi antar
molekul-molekul.
c.        Kekuatan  ikatan intermolekul lebih lemah dibanding ikatan
intramolekul. Ikatan hidrogen dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia, fisika
senyawa seperti titik didih, titik lebur, kelarutan dalam air, kemampuan
pembentukan kelat dan keasaman. Adapun contohnya, yaitu:
1.      Turunan pirazolon
1-fenil-3-metil-5-pirazolon mempunyai ikatan hidrogen intermolekul dan dapat
membentuk polimer linier dan menghasilkan tenaga ikat antar molekul yang
besar.
2.      Turunan asam hidroksibenzoat
   Asam orto-hidroksibenzoat mempunyai ikatan hidrogen intramolekul dan
secara efektif mengurangi aktivitas gugus OH dan COOH terhadap molekul air
sehingga kelarutan dalam air menurun. Bentuk orto mempunyai keasaman lebih
tinggi dan kemampuan membentuk kelat lebih besar dibandingkan bentuk meta
dan para. Bentuk meta dan para hidroksibenzoat dapat membentuk ikatan
hidrogen intermolekul sehingga mempunyai kelarutan dalam air lebih besar
dibandingkan bentuk orto. Perubahan sifat kimia fisika tersebut berpengaruh
terhadap aktivitas analgesik dan antibakteri turunan hidroksi benzoat.
3.      Turunan ester asam hidroksibanzoat
Metil ester orto-hidroksibenzoat (metil salisilat) dapat membentuk ikatan
hidrogen intramolekul, gugus hidroksi fenol terlindung sehingga efek
antibakterinya lemah. Metil ester para-hidroksibenzoat (nipagin) dapat
membentuk ikatan hidrogen intermolekul. Penggabungan melalui ikatan
hidrogen dapat membentuk senyawa dimer dengan gugus hidroksi fenol masih
bebas sehingga senyawa dapat berfungsi sebagai antibakteri.
4.      Turunan benzotiadiazin dan sulfamilbenzoat
Obat diuretik turunan benzotiadiazin seperti klorotiazid, hidroklorotiazid dan
hidroflumetiazid serta turunan sulfamilbenzoat seperti furosemide dan
klortalidon dapat memberikan efek diuretik karena mengandung gugus sulfamil
bebas yang mampu menduduki sisi aktif enzim sehingga dapat menghambat
enzim karbonik anhydrase melalui mekanisme penghambatan bersaing.
Ikatan  hidrogen memegang peranan penting pada proses reproduksi sel. Ikatan
hidrogen juga membantu kestabilan konformasi α-heliks peptida- peptida dan
interaksi pasangan basa khas seperti purin dan pirimidin pada ADN. Obat
antikanker tertentu seperti golongan senyawa pengalkilasi, dapat mengalkilasi
pasangan basa ADN dan mencegah pembentukan ikatan hidrogen sehingga
replikasi normal dari ADN tidak terjadi. Senyawa pengalkilasi dapat mengikat
asam nukleat dan protein secara ireversibel sehingga dapat menghambat proses
biosintesis protein sel dan berfungsi sebagai obat antikanker. Contoh:
mekloretamin, klorambusil, melfalam, siklofosfamid, busulfan, tiotepa,
antibiotika bleomisin dan mitomisin C.
Ikatan Van Der Waals
            Ikatan van der Waals terdapat diantara semua atom , bahkan atom gas
mulia, dan didasarkan atas keterpolaran- pengimbasan asimetri dalam awan
electron atom oleh inti atom tetangganya (yaitu muatan positif). Ini setara
dengan pembentukan terimbas oleh suatu dipole. Namun, meskipun antaraksi
sipol- dipole terimbas itu membentuk tarikan setempat sementara antara kedua
atom itu, antaraksi nonkovalen ini berkurang sangat cepat. Setiap ikatan van der
Waals memberikan energy yang sangat rendah bagi suatu sistem, tetapi
sebagian besar gaya van der Waals dapat menumpuk menjadi energy yang
sangat besar. Dalam membrane fosfolipid, pada ekor hidrokarbon bagian
lipidnya, gugus-gugus –CH2 saling tarik dengan kekuatan kira-kira 33 Kj/mol,
asalkan mereka bertindihan rapat.
Jika ekor fosfolipid ini dipisahkan seccara paksa dengan ikatan rangkap cis atau
dengan rantai alkil bercabang, gaya tarik menarik ini turun sampai 10-12
kJ/mol. Substituent lipofil polar sangat meningkatkan antaraksi van der Waals.
Jadi, hidrokarbon terhalogenasi seperti halotan atau metoksifluran merupakan
anestetika yang lebih mampu dibandingkan dengan xenon atau siklopropan
yang nonpolar, karena terikat lebih baik pada lipid jaringan saraf (Nogrady,
1992).
Intensitas iktan van der Waals (V) dapat dihitung melalui persamaan sebagai
berikut:

V= -A + B
      r6   r12
Dimana :
A dan B tetapan khas struktur elektronik atom
r adalah jarak yang memisahkan dua pusat atom
            Meskipun secara individu lemah tetapi hasil penjumlahan ikatan van der
Waals merupakan faktor pengikat yang cukup bermakna, terutama untuk
senyawa yang mempunyai BM tinggi. Ikatan van der Waals terlibat pada
interaksi cincin benzene dengan daerah bidang datar reseptor dan pada interaksi
rantai hidrokarbon dengan makromolekul protein atau reseptor.
Ikatan Ion
            Ikatan ion terbentuk diantara ion- ion bermuatan berlawanan. Antaraksi
elektrostatiknya sangat kuat (Nogrady, 1992). Kekuatan tarik menarik akan
makin berkurang bila jarak antar ion makin jau dan pengurangan tersebut
berbanding ter\balik dengan jaraknya.
Energi (E) dari ikatan ion dpat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
E = q’ x q’’
                                                        D x r
Dimana:
q’ dan q’’ adalah muatan ion 1 dan 2
D adalah tetapan dielektrik medium
r adalah jarak antar ion
            Protein dan asam nukleat mempunyai gugus kation dan anion potensial
tetapi hanya beberapa saja yang dapat terionisasi pada Ph fisiologis. Gugus
kation protein berupa gugus amino yang terdapat pada asam- asam amino
seperti lisin, glutamine, asparagin, arginin, glisin, dan histidin. Gugua anion
protein berupa gugus karboksilat pada asam aspartat dan glutamate, gugus
sulfhidril pada sistein dan metionin, gugus fosforil pada asam nukleat. Obat-
obat yang mengandung gugus kation potensial, yaitu R3NH+, R4N+ dan R2C =
NH2+. Gugus anion potensial, yaitu RCOO-, RSO3- dan RCOS- dapat
membentuk ikatan ion dengan gugus- gugus reseptor atau protein yang
muatannya berlawanan. Kemampuan interaksi gugus- gugus yang muatannya
berlawanan tersebut tergantung pada susunan makromolekul reseptor.
Ikatan Hidrofob
            Ikatan hidrofob mempunyai peranan penting, antara lainuntuk
memantapkan konformasi protein, dalam pengangkutan lipid oleh protein
plasma, dan untuk mengikat steroid pada reseptornya. Konsep mengenai gaya
tak langsung ini, yang untuk pertama kali diperkenalkan oleh Kauzman dalam
bidang kimia protein, menerangkan juga tentang kelarutan renah hidrokarbon
dalam air karena ketidakmampuannya membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air, sehingga molekul air menjadi lebih tersusun disekitar molekul
hidrokarbon, membentuk antar0muka pada tingkat molekul, yang dapat
dibandingkan dengan perbatasan gas-cairan. Peningkatan struktur pelarut yang
dihasilkan itu membuat tingkat penataan lebih sempurna dalam sistem tersebut
dibandingkan dengan yang terdapat dalam air ruah, dan dengan demikian
entropi hilang. Bila beberapa struktur hidrokarbon- apakah itu dua rantai
samping protein atau molekul heksana yang terdispersi dalam air berkumpul,
mereka akan ‘meremas keluar’ molekul air yang tersusun rapi diantara struktur
tersebut. Karena air yang didesak tadi tidaklagi merupakan bagian daerah
perbatasan, maka ia kembali ke struktur yang tidak tersusun, dan hasilnya
adalah penambahan entropi. Perubahan ini cukup untuk menurunkan energy
bebas pada sistem itu untuk seetiap gugus metilena, dan setara dengan ikatan
karena ia mempermudah penggabungan struktur hidrofob. Biasanya, begitu
rantai hidrokarbon itu cukup berdekatan, gaya van der Waals akan
mempengaruhinya. Kesahihan konsep ikatan hidrofob itu akhir- akhir ini mulai
dipertanyakan (Albert, 1985)
            Ikatan  hidrofobik merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah nonpolar molekul obat dengan daerah nonpolar reseptor
biologis. Daerah nonpolar mol O yang tidak larut dalam air dan mol- mol air
disekelilingnya, akan bergabung melalui nikatan hidroge membentuk
struktur quasi crystalline bila dua daerah nonpolar, seperti gugus hidrokarbon
mol O dan daerah nonpolar reseptor, bersama- sama berada dalam lingkungan
air, maka akn mengalami suatu penekanan sehingga jumlah mol air yang kontak
dengan daerah- daerahn nonpolar tersebut menjadi berkurang. Akibatnya,
struktur quasi crystalline akan pecah menghasilkan entropi yang tinggi yang
digunakan untuk isolasi struk nonpolar. Energy bebas yang tinggi ini dapat
menstabilkan mol air sehingga tidak kontak dengan daerah nonpolar.
Penggabungan demikian disebut sebagai ikatan hidrofob.           
Alih Muatan
            Istilah ‘alih muatan’ mengacu pada antaraksi berturut-turut antara dua
molekul, dapat berkisar mulai dari antaraksi dipolar donor- akseptoryang sangat
lemah sampai kepada antaraksi yang menghasilkan pembentukan pasangan ion,
tergantung pada tingkat pemindahan electron. Kompleks alih muatan (AM)
dibentuk oleh molekul donor yang kaya electron dan akseptor yang langka
electron. Yang khas adalah bahwa molekul donor merupakan senyawa
heterosiklik kaya electron π (furan, pirol, tiofen) senyawa aromatic
bersubstituen pemberi electron, dan senyawa yang mempunyai pasangan
electron bebas yang tak berikatan. Molekul akseptor adalah sistem langka
elektron π seperti purin dan pirimidin, senyawa aromatic bersubstituen penarik
electron dan tetrasianoetilena. Contoh klasik pembuatan kompleks AM terjadi
dalam larutan iodine (akseptor) dalam sikloheksena (donor), larutan menjadi
berwarna coklat yang disebabkan oleh pergeseran spectrum absorpsinya.
Warna coklat itu bukan warna dalam arti fisik, tetapi lebih merupakan hasil pita
absorpsi yang sangat lebar, meliputi kira- kira 200 nm dalam spectrum tampak,
dan timbul sebagai hasil hasil perubahan elektronik dalam kompleks AM.
Sebaliknya, perlu diingat kembali bahwa larutan iodine dalam CCl4 suatu
pelarut lembam berwarna ungu.
            Antaraksi obat reseptor sering  melibatkan pembentukan kompleks AM.
Contohnya, reaksi obat anti malaria dengan reseptornya dan reaksi beberapa
antibiotika yang terselip dalam AND, pembentukan neutrotransmitter seperti
norepinefrin dan serotonin dengan ATP yang tersimpan dalam sinapsis, dan
mungkin lebih banyak contoh lain. Energy AM berbanding lurus dengan
potensial pengionan donor dan afinitas electron reseptor, tetapi biasanya tidak
lebih tinggi dari kira- kira 30 Kj/mol (Nogrady, 1992).
Interaksi farmakokinetik obat dengan reseptor
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B)dengan
satu dari dua mekanisme berikut:
1.      Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya
di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik)
2.      Mempengaruhii konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik)
a.       Interaksi ini pening secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B
sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan memyebabkan kehilangan
efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas)
b.      Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis- respon
curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan
perubahan efek secara substansial).
c.       Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang
sedikit besar konsentrasi plasma obat- obat yang relative tidak toksik seperti
penisilin hamper tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas
keamanannya lebar.
d.      Sejumlah obat memiliki hubungan dosis- respon yang curam dan batas
terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai
contohnya obat antitrombotik, antidistrimik, antiepilepsi, litium, sejumlah
antineoplastik dan obat- obat imunosupresan.Interaksi farmakokinetik terjadi
ketika suatu obat mempengaruhi absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi
obat lainnya sehingga meingkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia
untuk menghasilkan efek farmakologinya. Interaksi farmakokinetik terdiri dari
beberapa tipe, yaitu:

a.       Interaksi pada absorbsi obat


         I.    Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah
obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi
ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan
sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah
absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah
daripada pada pH tinggi
    II.   Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek
Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk
pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya,
tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis
terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai
contoh, antibakteri tetrasiklin dapat membentuk khelat dengan sejumlah ion
logam divalen dan trivalen, seperti kalsium, bismut aluminium, dan besi,
membentuk kompleks yang kurang diserap dan mengurangi efek antibakteri.
 III.   Perubahan motilitas gastrointestinal
Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-
obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi
absorpsi. Propantelin misalnya, menghambat pengosongan lambung dan
mengurangi penyerapan parasetamol (asetaminofen), sedangkan metoklopramid
memiliki efek sebaliknya.
 IV.   Induksi atau inhibisi protein transporter obat
Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat.
Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein.
Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi
protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin
V.   Malabsorbsi dikarenakan obat
Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu
penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat.
b.      Interaksi Pada Distribusi Obat
I.       Interaksi ikatan protein
Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh
sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang
lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya
terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein
plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul- molekul
yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan
aktif secara farmakologi.
II.    Induksi dan inhibisi protein transport obat
Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi
protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa
obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk
inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam
otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS.
c.       Interaksi Pada Metabolisme Obat
I. Perubahan pada metabolisme fase pertama
Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah
dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid
kurang larut, yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian,
banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya
untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut metabolisme,
biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadang-kadang detoksifikasi.
Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi
proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum
endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang
pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-
obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II
melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang
dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif.
Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450.
II. Induksi enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan
peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama,
alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga
meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya.
III. Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat
terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin
memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang
sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga
terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling
sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450.
Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh
mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran
terapeutik interaksi tidak penting secara klinis.
IV. Faktor genetik dalam metabolisme obat
Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa isoenzim
sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti bahwa beberapa
dari populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitas. Contoh yang
paling terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian kecil populasi memiliki varian
aktivitas rendah dan dikenal sebagai metabolisme lambat. Sebagian lainnya
memiliki isoenzim cepat atau metabolisme ekstensif. Kemampuan yang berbeda
dalam metabolisme obat-obatan tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa
pasien berkembang mengalami toksisitas ketika diberikan obat sementara yang
lain bebas dari gejala.
V. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini,
sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa
rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol
meningkatkannya.
d.      Interaksi pada ekskresi obat
I. Perubahan pH Urin
Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian
besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat berdifusi
ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari
tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5. Dengan
demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk
terionisasi, meningkatkan hilangnya obat.
II. Perubahan ekskresi aktif tubular renal
Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal
dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid
mengurangi ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya
pemahaman terhadap protein transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui
bahwa probenesid menghambat sekresi ginjal banyak obat anionik lain dengan
transporter anion organik.
III. Perubahan aliran darah renal
Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator
prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa
obat dari ginjal dapat berkurang.
2.4. Reseptor dan aksi obat
2.4.1        Kerja Obat Yang Diperantarai Oleh Reseptor
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya, mencetuskan perubahan biokimia
dan fisiologi yang merupakan respons biologis yang khas untuk obat tersebut.
Interaksi antara obat dengan enzim biotransformasi juga merupakan interaksi
yang khas karena mengakibatkan perubahan struktur makromolekul reseptor
sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis yang dapat diamati
sebagai respons biologis.
Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional, yaitu tempat
terikatnya obat untuk menimbulkan respons. Sekelompok reseptor obat tertentu
juga berperan sebagai reseptor untuk ligand endogen (hormon dan
neurotransmitor. Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah
protein (misalnya : asetilkolinesterase, Na+ -, K+ -ATP ase dsb). Asam nukleat
juga dapat merupakan reseptor obat , contohnya untuk obat sitostatika
(pembunuh sel kanker).
Ikatan antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan
hidrofobik, ikatan van der Walls atau ikatan kovalen ( jarang ). Umumnya
merupakan campuran berbagai ikatan tersebut diatas. Ikatan antara obat
daengan reseptor, misalnya ikatan antara substrat dengan enzim, biasanya
merupakan ikatan lemah ( ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan
van der Walls ) dan jarang berupa ikatan kovalen. Hubungan Struktur dan
Aktifitas Biologik: Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan
aktifitasnya terhadap reseptor dan aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan
kecil dalam molekul obat (misal : perubahan stereoisomer ) dapat menimbulkan
perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan
struktur dan aktifitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru.

2.4.2        Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor


Beberapa obat tertentu dapat menimbulkan efek tanpa berikatan dengan
reseptor.  Mekanismenya ada berbagai cara, yaitu mengubah atau
mempengaruhi sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil,
masuk kedalam komponen sel.

Mekanisme Kerja Obat Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh yaitu, 
pengubahan sifat osmotik, contohnya obat-obat diuretik osmotik
( manitol )  yang meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga terjadi
efek diuretk, obat-obat katartik osmotik atau pencahar (MgSO4), gliserol untuk
mengurangi udema serebral.
Pengubahan sifat asam-basa, contohnya: obat-obat antasida untuk menetralkan
asam lambung,  NH4Cl  untuk mengasamkan urin,  natrium bikarbonat untuk
membasakan urin, asam- asam organik sebagai antiseptik saluran kemih atau
sebagai spermisida topical dalam saluran vagina.Perusakan nonspesifik
membran sel ( sebagai antiseptik dan desinfektan ), contohnya, yaitu detergen
merusak integritas membran lipoprotein, halogen, peroksida dan oksidator lain
(merusak zat organik ), denaturan merusak integritas dan kapasitas fungsional
membran sel, partikel subseluler dan protein. Gangguan fungsi membran,
contohnya anestesi umum dengan eter, halotan atau metoksifluran, bekerja
dengan melarut dalam lemak membran sel di SSP sehingga eksitabilitas
menurun.
Mekanisme kerja  interaksi dengan molekul kecil atau ion dengan molekul
pengkhelat (chelating agent).  Contohnya CaNa2 EDTA. yang mengikat logam
Pb menjadi khelat yang inaktif, misal pemberian larutan CaNa2 -EDTA pada
keracunan Pb, Penisilamin  mengikat Cu 2+ bebas, Dimerkasol untuk keracunan
logam- logam berat. Khelat yang terbentuk larut dalam air sehingga mudah
dikeluarkan lewat ginjal. Mekanisme kerja masuk ke dalam komponen sel obat-
obat analog purin ataupirimidin, dapat bergabung dengan asam nukleat,
sehingga mengganggu fungsinya ( obat-obat antimetabolit ), cotohnya:  6-
merkaptopurin, 5-fluorourasil, flusitosin yang merupakan obat-obat anti kanker.
Daftar Pustaka
A, Albert.1985.selectivity toxicity,ed. 7. Chapman and Hall: London
Nogrady, Thomas. 1992. Kimia Medisinal
P, Andrews. 1986. Functional groups, drug – receptor interactions and drug
design/trends pharmacol. Sci. 7: 148- 51.
Putra, Effendy. 2010. IkatanYang Terlibat Pada Interaksi Obat- Reseptor.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai