Anda di halaman 1dari 36

MATERI :

OBESITAS DAN HIPERLIPIDEMIA


Definisi Obesitas dan Hiperlipidemia
1. Obesitas : Akumulasi lemak dalam jaringan adiposa yang abnormal atau berlebihan hingga
mencapai suatu taraf yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau Keadaan abnormal
dimana terjadi akumulasi lemak yang berlebihan dalam tubuh sehingga merusak kesehatan
2. Hiperlipidemia : suatu keadaan patologis dimana kadar lemak dan kolesterol didalam darah
meningkat karena adanya kelainan sistem metabolisme lipoprotein.
Patofisiologi
1. Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari tubuh
serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan penumpukan lemak di
sejumlah bagian tubuh.
Pengaturan Keseimbangan Energi : Jaringan adiposa menghasilkan sinyal aferen yang
mengaktifkan hipotalamus untuk mengatur nafsu makan dan kekenyangan. Sinyal ini
menurunkan intake makanan dan menghambat siklus anabolik, serta mengaktifkan pemakaian
energi dan mengaktifkan siklus katabolik.
2. Patofisiologi Hiperlipidemia
Disebabkan karena adanya peningktan kolesterol total dan LDL (Low Density Lipoprotein)
serta penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein ). Pada penderita hiperlipidemia
keadaan kadar HDL turun sehingga pengangkutan kolesterol berlebih dalam darah ke hati
untuk diuraikan menjadi menurun, sedangkan kadar LDL pada penderita semakin meningkat
sehingga kolesterol yang dibawah dari hati ke darah semakin meningkat.
Manifestasi Klinik
1. Manifestasi Klinik Obesitas
a. wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap
b. leher relatif pendek
c. dada membusung dengan payudara membesar
d. perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen (garis2 putih di perut)
e. pada anak laki-laki : Burried penis/ penis yang tidak terlihat krn tertutup lemak perut,
gynaecomastia (tumor kelenjar payudara)
f. pubertas dini
g. genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam
saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi/lecet pada kulit
2. Manifestasi Klinik Hiperlipidemia
Manifestasi klinik umumnya berhubungan dengan penyakit jantung dan pembuluh
darah, seperti penyakit jantung coroner (PJK), stroke, atau atherosclerosis.
Diagnosis
1. Diagnosis Obesitas
- pemeriksaan fisik :
a. metode perhitungan IMT
b. pengukuran antropometri untuk mengetahui status gizi pasien
- Pengukuran antropometri yang umum digunakan adalah :
a. Pengukuran Berat Badan (BB) dan Hasilnya Dibandingkan dengan Standar
- Disebut obesitas apabila BB > 120% BB standar
- Disebut overweight apabila BB antara 110% - 120% BB standar
Klasifikasi
Kurus (underweight)
Normal
Kegemukan
(Overweight)

2
IMT (Kg/M )
< 18,5
18,5 24,9
25

Pra Obesitas
Obes I
Obes II
ObesIII

25 29,9
30 34,9
35 39,9
40

B. IMT

C.
Pengukuran kadar lemak subkutan
Pengukuran skinfold-thickness dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun
biasanya pengukuran dilakukan pada sisi kanan badan dengan prosedur yang telah
ditetapkan
D. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Untuk mengetahui komposisi lemak tubuh:
LDL : 160 mg/dL (Normal : < 200 mg/dL)
HDL : 35 mg/dL (Normal : 35 65 mg/dL)
Asam Urat (Normal : : 3 7 mg/dL ; : 2,4 6 mg/dL)
Trigliserida (Normal : < 150 mg/dL)
Gula Darah puasa (Normal : 110 120 mg/dL)
USG : untuk mengetahui penampakan hepar
2. Diagnosis Hiperlidemia
- Pemeriksaan Fisik
- Ada atau tidaknya faktor resiko jantung
- Sejarah penyakit jantung atau gangguan lipid
- Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia termasuk pengobatan secara bersamaan
- Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pancreatitis, penyakit ginjal
atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneorisme aortic abdominal, atau penyakit
pembuluh darah otak ( bruits carotid, stroke, serangan iskemik transient )
- Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan Laboratorium
Kisaran yang Ideal (mg/dl
darah)Laboratorium
Kolesterol total
Kilomikron
VLDL
LDL
HDL
Rasio LDLdengan HDL
Trigliserida

Kisaran yang Ideal (mg/dl darah)

120-200
Negatif (setelah puasa 12jam)
1-30
60-160
35-65
<3,5
10-160

Jenis kolesterol
Kolesterol Total
Diinginkan
Cukup Tinggi
Tinggi
Kolesterol LDL
Optimal
Jauh atau diatas optimal
Cukup tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
Kolesterol HDL
Rendah
Tinggi
Trigliserida
Normal
Cukup Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi

Nilai
<200mg/dL
200-239 mg/dL
240mg/dL
<100mg/dL
100-129
130-159
160-189
190
<40mg/dL
60mg/dL
<150mg/dL
150-199mg/dL
200-499mg/dL
500mg/dL

Hasil yang
diinginkan:
- Hasil
yang diinginkan dari
terapi
obesitas secara umum
adalah
untuk menghindari
terjadinya penyakit-penyakit komplikasi.
- Yang ingin dicapai penurunan kolesterol total dan LDL.
- mengurangi resiko : infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke, iskemia, atau
kejadian lain pada penyakit arterial perifer seperti carotid stenosis atau aneurisma aortic
abdominal.
Treatment atau Penanganan :
1. Terapi Non Farmakologis Obesitas : Terapi obesitas yang berhasil adalah dengan
penyertaan rencana diet, olarhaga, modifikasi gaya hidup dengan atau tanpa terap
farmakologi dan/ atau pembedahan.
2. Terapi farmakologis Obesitas

3.
-

Orlistat
Orlista merupakan obat penurun berat badan yang dapat digunakan pada individu obesitas
yang juga memiliki tekanan darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi, atau penyakit jantung
dan juga untuk mencegah kembalinya berat badan semula
Sibutramin
Sibutramin lebih dikenal sebagai antiobesitas karena dapat menekan nafsu makan,
memiliki efek termogenik, dan meningkatkan penurunan berat badan juka dibarengi
dengan konsumsi makanan yang sesuai.
Sibutramin
Sibutramin lebih dikenal sebagai antiobesitas karena dapat menekan nafsu makan,
memiliki efek termogenik, dan meningkatkan penurunan berat badan juka dibarengi
dengan konsumsi makanan yang sesuai
Efedrin
Efedrin memiliki aktifitas supresif dan termogenik yang lebih baik daripada placebo
dalam percobaan hingga 6 bulan
Terapi non farmakologis Hiperlipidemia :
Mengurangi jumlah lemak dan kolesterol dalam tubuhnya
Menurunkan berat badan jika mereka mengalami kelebihan berat badan
Mengkonsumsi obat penurun kadar lemak (jika diperlukan).

Menambah porsi olahraga,karena dengan berolahraga dapat menurunkan kadar kolesterol,


trigliserida, LDL-Kolesterol dan peningkatan HDL-Kolesterol.
4. Terapi Farmakologi Hiperlipidemia

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Definisi : Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner dalam suatu keadaan akibat
terjadinya penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit jantung
koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner.
Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang
sering ditandai dengan rasa nyeri. Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat
adanya kelainan pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darahke
aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung.

Patofisiologi : Terjadinya penyempitan arteri koroner dimulai dengan terjadinya aterosklerosis


(kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak (plague) pada dinding arteri
koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun. Penyakit jantung koroner
terjadi akibat penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner pada organ jantung.

Manifestasi Klinik :
-

Angina pectoris ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan sakit dada yang timbul
pada waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard.
Infark Miokard Akut (IMA) :Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit
seperti angina, tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan
yang luar biasa pada dada.

Diagnosis :
-

Anamnesis : Nyeri seperti ditekan pada bagian tengah dada yang menjalar ke lengan atau
bahu kiri , leher, atau rahang . Gejala yang menyertai : mual, muntah, keringat dingin,
lemas
Pemeriksaan Fisik : Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer
Pemeriksaan Penunjang : EKG, evaluasi kimia dari enzim jantung/petanda biokimia
Treadmill test, Foto dada, MRI

Hasil Terapi Yang Diinginkan


Hasil terapi yang diinginkan yaitu:
o memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian
o mengurangi progresif plak
o menstabilkan plak dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fugsi endotel,
dan akhirnya
o mencegah trombosit bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak.
o memperbaiki simptom dan iskemi (Braunwald et al, 2002).
Hasil terapi ini dapat dicapai dengan adanya kombinasi terapi farmakologis yaitu
pengobatan dan non-farmakologis seperti perubahan gaya hidup.
Terapi Non-Farmakologi:
Tindakan Revaskularisasi
- Rehabilitasi Medik
- Modifikasi Faktor Risiko : kurangi merokok, kurangi berat badan
- Terapi Diet
- Latihan Jasmani
Terapi Farmakologi :
1. Obat Anti Angina :
- Nitrat : Vasodilator yang merelaksasikan pembuluh darah Memperbaiki aliran darah ke
otot jantung Contoh : gnitrogliserin, isosorbid dinitrat, isosorbid mononitrat
- Beta Blocker : Mekanisme kerja : menghambat aksi adrenalin pada ujung syaraf yang
mempengaruhi denyut jantung dan kekuatan kontraksi Menurunkan kerja jantung dan
keperluan oksigen otot jantung
- Calcium Channel Blocker : Mekanismenya mengendurkan dinding arteri koroner
sehingga mencegah kekejangan koroner. Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan
kontraksi dan kebutuhan otot jantung terhadap oksigen. Calsium channel blockers efektif
pada perawatan dan pencegahan angina, dapat juga melebarkan arteri sekeliling sehingga
mengurangi tekanan darah. Contoh obat : amlodipin dan verapa
- Diuretik : menambah ekskresi garam dan air ke dalam urine, jadi mengurangi jumlah
cairan dalam sirkulasi dan dengan demikian menurunkan tekanan darah. Diuretik efektif
dalam perawatan kegagalan jantung. Contoh obat : tiazid, furosemid,spironolakton
- Digitalis bekerja di tubuh dengan cara menghalangi fungsi enzim natrium-kalium ATPase
sehingga meningkatkan kadarkalsium di dalam sel-sel otot jantung. Meningkatnya kadar
kalsium di dalam otot sel-sel jantung inilah yang menjadi sebab meningkatnya kekuatan
-

kontraksi jantung. Sering digunakan kombinasi dengan diuretik dalam perawatan


kegagalan jantung. Contoh : digoxin, lanoxin
HIPERTENSI
1. Definisi : hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan
diastolik di atas 90 mmHg.
2. Patogenesis : Menurunnya tonus vaskuler - Meransang saraf simpatis yang diteruskan
ke sel jugularis - Sehingga meningkatkan tekanan darah - Diteruskan pada ginjal Mempengaruhi eksresi pada renin yang berkaitan dengan Angiotensinogen angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah Sehingga terjadi kenaikan tekanan darah - Meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium - Berakibat pada peningkatan tekanan darah
3. Manifestasi Klinik : Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg, Sakit kepala,
Epistaksis, Pusing, Rasa berat ditengkuk, Sukar tidur, Mata berkunang kunang, Lemah
dan lelah, Muka pucat, Suhu tubuh rendah
4. Diagnosis

5. Hal Yang Diharapkan : Mengurangi tekanan darah hingga 140/85 mmHg. Sumber lain
menyebutkan bahwa target penurunan tekanan darah yaitu di bawah 140/90 mmHg
untuk penderita tanpa komplikasi dan di bawah 130/80 mmHg untuk penderita yang
menderita kencing manis atau kelainan ginjal.
6. Terapi Non-Farmakologi :
- Pembatasan garam dalam makanan Penderita penderita yang peka terhadap garam
cenderung menahan natrium, barat badan bertambah dan menimbulkan hipertensi pada
diet yang tinggi garam.
- Pengawasan berat badan : Kejadian hipertensi meningkat 54 142% pada enderita
berbadan gemuk.
- Pembatasan Alkohol : Orang-orang yang minum 3 atau lebih minuman alkohol per hari
mempunyai tingkat tekanan darah yang tinggi.
7. Terapi Farmakologi :
o Diuretik
- Mekanisme yang potensial untuk mengurangi tahanan vaskular oleh reduksi ion Na yang
persisten walaupun sedikit saja mencakup pengurangan volum cairan interstisial,
pengurangan konsentrasi Na di otot polos yang sekunder dapat mengurangi konsentrasi
ion Ca intraseluler, sehingga sel menjadi lebih resisten terhadap stimulus yang
mengakibatkan kontraksi, dan perubahan afinitas dan respon dari reseptor permukaan sel
terhadap hormon vasokonstriktor.
- Efek Samping : Impotensi seksual merupakan efek samping yang paling mengganggu
pada obat golongan tiazid. Gout merupakan akibat hiperurisemia yang dicetuskan oleh
diuretik. Kram otot dapat pula terjadi, dan merupakan efek samping yang terkait dosis.
- Golongan obat : Tiazid dan agen yang sejenis ( hidroklorotiazid, klortalidon) , Diuretik
loop (furosemid, bemetanid, asam etakrinik), Diuretik penyimpan ion K, amilorid,
triamteren, spironolakton.

Beta adrenergik blocking agents (betabloker)


Obat ini menurunkan irama jantung dan curah jantung. Beta bloker juga menurnkan
pelepasan renin dan lebih efektif pada pasien dengan aktivitas renin plasma yang
meningkat.
- Efek Samping : Semua betabloker memicu spasme bronkial, misalnya pada pasien
dengan asma bronkial.
- Golongan Obat : Obat yang bekerja sentral (metildopa, klonidin, kuanabenz, guanfasin),
Obat penghambat ganglion (trimetafan), Agen penghambat neuron adrenergik
(guanetidin, guanadrel, reserpin) , Antagonis beta adrenergik (propanolol, metoprolol) ,
Antagonis alfa-adrenergik (prazosin, terazosin, doksazosin, fenoksibenzamin,
fentolamin), Antagonis adrenergik campuran (labetalol).
o ACE-inhibitor (Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors)
- Cara kerja utamanya ialah menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron, namun juga
menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis prostaglandin vasodilating, dan
kadang-kadang mereduksi aktivitas saraf simpatis.
- Efek Samping : Batuk kering ditemukan pada 10 persen atau lebih penderita yang
mendapat obat ini. Hipotensi yang berat dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri
renal bilateral, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal.
- Golongan obat : Benazepril, captopril, enalapril, fosinoplir, lisinopril, moexipril, ramipril,
quinapril, trandolapril
o Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)
- Efek samping : Batuk tidak ditemukan pada pengobatan dengan ARB. Namun efek
samping hipotensi dan gagal ginjal masih dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri
renal bilateral dan hiperkalemia.
- Golongan obat : Candesartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, valsartan
o Obat penyekat terowongan kalsium (calcium channel antagonists, calcium channel blocking
agents, CCT).
- Calcium antagonist mengakibatkan relaksasi otot jantung dan otot polos, dengan
demikian mengurangi masuknya kalsium kedalam sel. Obat ini mengakibatkan
vasodilatasi perifer, dan refleks takikardia dan retensi cairan kurang bila dibanding
dengan vasodilator lainnya (Benowitz, 1998)
- Efek samping : Efek samping yang paling sering pada calcium antagonis ialah nyeri
kepala, edema perifer, bradikardia dan konstipasi.
o

DIABETES MELLITUS
1. Definisi : Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah.
2. Patofisiologi :
- DM 1 : Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemi akibat ketiadaan absolut
insulin, biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30 tahun
. Pada diabetes tipe 1, terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Individu yang peka secara genetik
tampaknya memberikan respon dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta, yang
akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.
- DM 2 : DM tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM) terjadi pada 90%
dari semua kasus diabetes dan biasanya ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi
insulin relatif. Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam
lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa
pada otot skelet. Disfungsi sel mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa
darah. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup penderita diabetes (kelebihan
kalori, kurangnya olahraga, dan obesitas) dibandingkan pengaruh genetik. Komplikasi

3.

4.

5.

6.

7.

mikrovaskular dari penyakit ini berupa retinopati, neuropati, dan nefropati sedangkan
komplikasi makrovaskular berupa penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit vaskular
peripheral.
Manifestasi klinis :
- Poliuria : Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran
darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi
diuresis osmotic.
- Polidipsia : Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat
dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
- Poliphagia : Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
- Penurunan berat badan : Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel
akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan
secara otomatis.
- Malaise atau kelemahan : Penyandang diabetes melitus keluhannya sangat bervariasi, dari
tanpa keluhan sama sekali, sampai keluhan khas diabetes melitus seperti tersebut diatas.
Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan keluhan akibat komplikasi seperti
kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf, serta adapula yang datang akibat luka yang
lama sembuh tidak sembuh.
Diagnosa Diabetes Mellitus
- Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM.
- Pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh
pasien, serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
- Dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
tetapi memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktik sangat jarang dilakukan.
Kriteria Diagnosis DM:
- Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
- Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa
diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
- Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO dilakukan
dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Hasil Terapi yang Diinginkan : Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk
mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benarbenar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka
kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang semakin berkurang.
Terapi diabetes mellitus :
- Terapi Non Farmakologi : Diet, Olahraga, Berhenti merokok
- Terapi Farmakologi :
A. Insulin : Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian
metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke
dalam sel. Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.

B. Obat antidiabetik oral : Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu


penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat
dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.

Kasus Hipertensi Kelas A Kelompok 1


Terapi
Farmakologi :

Irbesartan 150 mg 1x sehari

Hydrochlorothiazide 25 mg 1x sehari

Fluoxetine 20 mg 1x sehari

2. Hydrochlorothiazide Kelompok obat Diuretik Tiazid

Mekanisme : Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam parsassendens ansa henle
tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan Cl- menyebabkan peningkatan
pengeluaran urin. Hilangnya natrium menyebabkan turunnya GFR.
Indikasi : Diuretika, edema, terapi tambahan pada hipertensi
3. Fluoxetine Kelompok obat Anti depresan
Mekanisme : Menyebabkan peningkatan serotonin ekstraseluler yang pada awalnya
mengaktivasi autoreseptor, suatu aktivitas yang menghambat pelepasan serotonin dan
menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya.
Indikasi : Antidepresi
Terapi Non Farmakologi
1. Mengatur pola makan yang sehat dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah sebagai
sumber serat, sehingga dapat mengurangi absorpsi kalori dan lemak di usus halus.
2. Membatasi konsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana, menghindari makanan
cepat saji.
3. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup, sesuai dengan umur dan kemampuan (olahraga).
4. Mengurangi konsumsi alkohol dan terutama berhenti merokok karena merokok dapat
meningkatkan kekentalan darah dan kelenturan
Contoh Kasus Hipertensi dan Pengobatannya Kelas A Kel.2
Bapak BT (65 th, 165 cm, 70 kg)
mengalami nyeri di daerah abdominal.
Gejala lain yang dia rasakan adalah anoreksia, nausea, perut kembung, sering bersendawa,
sesak napas, dan adanya pembengkakan (oedem) di daerah kaki.

RPD : Anemia dan hipertensi

RPO : Becotide inhaler, Voltaren

Diagnosa sementara : Asma dan hipertensi


Hasil Pemeriksaan
Data Pasien

Tekanan darah = 160/90 mmHg

Nadi = 80 kali/menit

RR (Respiration Rate) = 20 kali/menit

Suhu = 38 C

Data laboratorium :

Hb (Haemoglobin) = 9,5 g/dL

Na = 170 mEq/L

K = 7,2 mEq/L

SCr (Serum Creatinine) = 1,9 mg/dL

AST (Aspartate Aminotransferase) = 36 IU/L

ALT (Alanine Aminotransferase) = 43 U/L

Glukosa = 110 mg/dL

CK (Creatine Kinase) = 120 U/L

CK-MB (Creatine Kinase Myocardial Band) = 9 g/L

Eritrosit = 3 x 106/mm3

Leukosit = 13000/mm3

Hematokrit = 35%

Diagnosis

Pasien mengalami hipertensi dan anemia yang disebabkan perdarahan lambung oleh GERD
(Gastrointestinal Esofagus Refluks Deseases).

Asma pada pasien merupakan sesak napas sebagai ciri tidak khas GERD bukan asma karena
RR pasien dalam range normal.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tergambar profil jantung yang mulai mengalami
penurunan (ditandai peningkatan nilai CK dan CK-MB), peningkatan terjadi karena faktor
dari penyakit hipertensi yang diderita pasien dan fungsi ginjal yang mulai menurun (ditandai
peningkatan nilai SCr).

Penanganan

Farmakologi

Obat Becoride Inhaler (Betametason) dihentikan penggunaannya karena merupakan golongan


kortikosteroid yang merupakan faktor resiko hipertensi dan GERD, sebenarnya pasien tidak
mengalami asma melainkan sesak napas hanya gejala dari GERD jadi obat tidak diperlukan.
Obat voltaren (Natrium diklofenak) juga dihentikan penggunaanya karena dapat
meningkatkan kandungan natrium yang memperparah hipertensi pada pasien.
Diberikan obat :

Obat hipertensi

Obat yang dipilih diuretik dari golongan diuretik kuat : Furosemide


Mekanisme kerjanya adalah dari tepi lumen memblok pembawa ion Na +, K+, dan Cl-. Dengan ini
menghambat absorpsi ion natrium, kalium dan klorida dalam cabang henle. Obat ini diberikan per oral
2 x 40 mg setelah makan.

Obat GERD

Obat yang dipilih golongan pelindung mukosa lambung yaitu sukralfat.


Mekanisme kerjanya membentuk suatu kompleks protein pada permukaan tukak, yang melindunginya
terhadap HCl, pepsin, dan empedu. Disamping itu, zat ini juga menetralkan asam, menahan kerja
pepsin, dan mengadiposan asam empedu. Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer
mirip lem dalam suasana asam dan terikat jaringan nekrotik lunak secara selektif.

Obat diberikan per oral 4 x 1 g setelah makan dan sebelum tidur.

Obat anemia

Obat yang dipilih multivitamin yang mengandung Fe (Zat besi)


Mekanisem kerjanya zat besi membentuk inti dan cincin heme Fe-porfirin yang bersama-sama dengan
rantai globin membentuk hemoglobin. Diberikan per oral 2 x 200 mg (=65 mg Fe) antara jam makan.
Untuk obat nyeri tidak diberikan karena kurang diperlukan, dimana nyeri disebabkan adanya
luka pada lambung akibat GERD jadi jika GERD terobati maka nyeri tidak muncul.
Non farmakologi

Hipertensi

Mengurangi makanan berlemak, berbumbu asam, cokelat, kopi, alkohol.

Mengurangi asupan natrium dengan diet garam.

Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik.

GERD

Posisi kepala/tempat tidur ditinggikan 6-8 inch.

Diet dengan menghindari makanan tertentu (berlemak, berbumbu asam, cokelat, kopi,
alkohol).

Menurunkan BB bagi yang gemuk.

Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.

Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering.

Hindari hal seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang berat.

Menghindari obat-obatan yang dapat menurunkan tonus LES : antikolinergik, teofilin,


diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta adrenergik, progesteron.

Anemia

Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya sayuran
hijau, ikan laut, dan unggas.

Monitoring dan Evaluasi

Subjektif

1. Apakah keluhan GERD (sesak nafas, nyeri abdominal, anoreksia, nausea, perut kembung,
sering sendawa) berkurang atau tidak?
2. Apakah oedem di kaki pasienhilang atau tidak?
3. Apakah anemia pasien sembuh atau tidak?
4. Apakah hipertensi pada pasien terkontrol atau tidak?
5. Jika nyeri bertambah sebaiknya diperhatikan perlunya penambahan obat anti nyeri yang
sesuai.

6. Penyesuaian dosis diperlukan jika terapi kurangg efektif sesuai ketentuan yang cocok.

Objektif

1. Pemeriksaan tekanan darah


2. Pemeriksaan Hb, eritrosit, dan hematokrit untuk mengetahui tingkat kesembuhan anemia
3. Pemeriksaan serum kreatinin untuk mengetahui keadaan fungsi ginjal
4. Pemeriksaan CK dan CK-MB untuk mengetahui keadaan fungsi jantung
5. Pemeriksaan elektrolit Na dan K

Diperhatikan efek samping obatnya

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

1. Diberi penjelasan ada tidaknya gejala efek samping yang timbul


2. Minum obat secara teratur, berikut instruksi untuk masing-masing obat.
3. Diminum secara per oral.
4. Cukup minum
5. Kurangi makanan berlemak, berbumbu asam, cokelat, kopi, alkohol, dan diet garam.
6. Olahraga teratur, posisi kepala/tempat tidur ditinggikan 6-8 inch.
7. Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
8. Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering.
9. Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12.
10. Jika tinja mengalami perubahan warna merupakan efek samping dari penggunaan suplemen
hemobion yang mengandung Fero Fumarat
11. Pasien akan sering buang air kecil karena penggunaan diuretik.
Contoh Kasus Hipertensi dan Pengobatannya Kelas A Kel.3
Resep

Ny X berusia 70 tahun ditemani anaknya datang ke apotek untuk menebus resep dokter dan
membeli antasida karena Ny X mudah terkena maag.
Ny X terlihat kurang bisa mendengar.
Dari anaknya diperoleh informasi bahwa Ny X sering pusing dan terjatuh pada pagi hari,
dan dia sering susah tidur.
Ny X tinggal sendirian di rumah, anaknya sudah menikah dan sibuk bekerja. Dari anaknya
diketahui TD Ny X sebesar 130/90 mmHg.

Langkah I Skrining Resep (Kelengkapan Resep)

Langkah II Analisa Kasus dengan Metode SOAP


Subyektif :
1.

Ny.X mudah terkena maag

2.

Umur nyonya X 70 tahun

3.

Kurang bisa mendengar

4.

Sering pusing dan terjatuh pada pagi hari

5.

Sering susah tidur

Obyektif :
1.

TD = 130/90 (prehipertensi)

Resepnya adalah
R/ Furosemid 40 XX
s1dd 1 tab
R/ Brainact 500 XXX
S 3dd1kap
R/ Diazepam 10 mg X
s prn 1 tab
R/ Parasetamol 500mg X
s 3dd1tab
Assesment :
Dari data subyektif dan obyektif diperoleh informasi bahwa Ny. X berumur 70 tahun yang sering
megeluh menderita maag, dengan tekanan darah 130/90 mmHg, tekanan darah diperoleh dari anaknya
dan pada Tekanan darah normal lansia wanita sebesar 130/74 mmHg, namun perlu pemeriksaan lagi
untuk memastikan tekanan darah Ny. X. Kemudian beliau mengeluhkan sering pusing dan terjatuh
pada pagi hari dan sering susah tidur. Maka oleh dokter, Ny. X diberikan obat:
1. Furosemid
Diberikan karena Ny. X mempunyai tekanan darah tinggi yakni 130/90 mmHg. indikasi yakni
untuk menurunkan darah/ hipertensi dengan mengurangi volume darah seluruhnya sehingga
tekanan darah menurun. Diberikan dengan dosis 40mg dengan :
Indikasi : Edema pada jantung, paru, ginjal, pada eklamsia, dan kehamilan. Asitesis, hipertensi,
hiperkalsemia, komplikasi pada kehamilan.
Kontra Indikasi : Defisiensi elektrolit, anuria, koma hepatik, kehamilan muda, hipokalemia, terapi
bersama litium.
Efek Samping : Rasa tidak enak di perut, hipotensi ortostatik,gangguan Gi, penglihatan kabur, pusing
dan sakit kepala
2.

Brainact 500 XXX

mengandung citicoline merupakan asam nukleat yang merupakan prekursor fosfatidilkolin, yaitu
suatu zat gizi penting untuk integritas dan fluiditas membran sel otak. obat yang diberikan untuk
mengatasi gangguankesadaran yaitu seringnya terjatuh pada pagi hari dimana usia yang semakin
bertambah mengakibatkan fungsi otak yang berkurang dan berhubungan dengan hipotensi
ortotonsik sehingga pemberian brainact diberikan dengan :

Indikasi : Gangguan kesadaran disebabkan oleh kerusakan sel saraf,trauma kepala,bedah otak dan
infark serebral.Untuk meningkatkan rehabilitasi gangguan motorik setelah apopleksi
serebral.Gangguan fungsi kognitif pada lanjut usia.
Efek Samping : Sakit pada perut (epigastric distress), mual, kemerahan pada kulit, sakit kepala dan
pusing.
3. Diazepam
- 10 mg 1 kali sehari jika perlu yang digunakan sebagai sedatif.
- Obat sedatif -> jenis obat-obatan yang memberikan efek tidur dengan cara memberikan rasa
tenang kepada orang yang mengkonsumsinya.
- Dokter memberikan obat ini agar Ny. X dapat beristirahat dengan baik, namun dalam
pemberian dosis yang diberikan terlalu besar yakni 10mg, dimana pada status epillepticus
dewasa dan anak-anak di atas usia 5 tahun 10mg . Serta pemberian dosis yang terlalu besar
akan menghasilkan efek anestesi.
Indikasi : untuk memperpendek atau mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang
berlebihan,.Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. untuk kejang otot merupakan penyakit
neurologi. obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, pasien koma, depresi SSP yang sudah ada sebelumnya, nyeri
berat tak terkendali, glaukoma sudut sempit, kehamilan atau laktasi.
Efek Samping : pusing, mengantuk. Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired
Cognition
4. Paracetamol
- Parasetamol adalah derivat p-aminofenol, sifat antipiretik/analgesik.
- Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan
efek sentral.
- Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Pemberian
parasetamol 500mg untuk 3x sehari tablet bermaksud untuk mengurangi rasa pusing,
dengan :
Indikasi : Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal. Sebagai
analgesik. Serta menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
Kontra indikasi : Hipersensitifitas, kerusakan hati (pada dosis tinggi)
Efek Samping : Mual, muntah, diare, kerusakan hati, penggunaan pada dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan hati
5. Antasida
- Ny. X juga mengeluhkan menderita penyakit maag, sakit maag adalah suatu kondisi medis di
mana terjadi pembengkakan, peradangan atau iritasi pada lapisan lambung.
Penyakit ini pada umumnya menyerang secara tiba-tiba dan berlangsung singkat, namun ada
kalanya juga merupakan bagian dari sebuah penyakit medis yang serius dan berlangsung
cukup lama.
Penyebabnya bisa karena penderita makannya tidak teratur, terdapat mikroorganisme yang
merugikan, mengonsumsi obat-obatan tertentu,atau sebab-sebab lainnya seperti mengonsumsi
alkohol, pola tidur yang tidak teratur dan stress.
- Maag juga bisa terjadi apabila si penderita telat makan, kemudian sewaktu makan si penderita
maag makan dengan porsi yang terlalu banyak. Bagi penderita maag yang sudah parah,
penyakit maag tersebut sangat berbahaya.
- Pemberian obat yang tepat untuk penderita maag adalah antasida, antasida adalah golongan
obat yang digunakan dalam terapi terhadap akibat yang ditimbulkan oleh asam yang
diproduksi oleh lambung.

Secara alami lambung memproduksi suatu asam yang disebut asam klorida yang berfungsi
untuk membantu proses pencernaan protein.
Asam ini secara alami mengakibatkan kondisi isi perut menjadi asam, yakni antara kisaran
PH 2-3. Lambung, usus dan esophagus sendiri (yang juga terdiri dari protein) dilindungi dari
kerja asam melalui beberapa mekanisme.

Target
Perlu dikonsultasikan dengan dokter :
1. Furosemid termasuk dalam diuretik kuat sedangkan pasien masih mengalami prehipertensi
jadi lebih baik bila menggunakan terapi nonfarmakologi terlebih dahulu dengan mengatur
pola makan dan pola hidup yang sehat.
Digunakan terapi farmakologi terlebih dahulu untuk mengatasi hipertensi karena pada
pasien lanjut usia diminimalisir penggunaan obat karena fungsi fisiologis dari pasien lanjut
usia sudah menurun. Penggunaan obat yang terlalu banyak juga dapat menurunkan tingkat
kepatuhan pasien.
Dengan pola makan yang tepat seperti tidak mengkonsumsi garam berlebih ataupun
minum-minuman yang dapat menstimulasi seperti kopi serta mengendalikan emosi dari
pasien, diharapkan prehipertensi dari pasien dapet terkontrol. Apabila prehipertensi yang
diderita belum sembuh dapat diberikan furosimid namun dosisnya diturunkan dari 40 mg
menjadi 20 mg.
2. Brainact tetap digunakan untuk mengatasi gangguan kesadaran yang sering terjatuh dan
diminum 3 x sehari 1 kapsul setelah makan.
Pada pasien lanjut usia fungsi motoriknya telah menurun penggunaan brainact di sini
digunakan untuk membantu fungsi motoriknya. Gangguan kesadaran di pagi hari juga bisa
disebabkan karena perubahan posisi tubuh secara tiba-tiba dari posisi tidur hingga posisi
bangun. Maka perlu disarankan pada pasien kita bangun tidur untuk tidak langsung berdiri
tetapi duduk terlebih dahulu.
3. Diazepam tetap digunakan pada pasien agar pasien mudah tidur tetapi dosis diazepam
diturunkan dari 10 mg menjadi 2 mg yang diminum 1 tablet sebelum tidur dan diminum
apabila dibutuhkan saja.
Perlunya dosis diturunkan karen dosis Diazepam 10 mg merupakan dosis untuk
antiepilepsi maka dosis perlu diturunkan menjadi 2 mg. Obat ini digunakan jika perlu saja,
jika tidak dapat menggunakan terapi non farmakologi, seperti mandi air hangat 30-60 menit
sebelum tidur.
4. Antasida diberikan untuk mengatasi maag yang diderita, diminum 3 x sehari 1-2 sendok takar
suspensi. Dipilih yang dalam bentuk suspensi karena dengan bentuk suspensi kerja obat lebih
cepat jika dibandingkan dengan bentuk tablet kunyah. (Mylanta suspensi 360 ml)
Komposisi : Per 5 ml : Mg(OH)2 200 mg, Al(OH)3 200 mg, Simetikon 20 mg.
Indikasi : Meredakan gejala sakit maag karena asam lambung berlebih seperti perut perih, mual.
nyeri ulu hati,perut terasa asma dan keluhan lambung lainnya. Gastritis, tukak lambung, tukak usus 12
jari, dengan gejala seperti mual, nyeri lambung.
Kontra indikasi

: Gangguan fungsi ginjal berat.

Efek Samping

: Konstipasi, diare, mual muntah

5. Perlu dipantau dengan monitoring dan ditunjang dengan terapi non farmakologi
Perlu juga dilakukan monitoring seperti :

monitoring kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat

monitoring tekanan darah

monitoring fungsi ginjal

monitoring fungsi hati

monitoring frekuensi tidur atau lama tidur

monitoring penyakit maag

monitoring pusing, apakah masih mengalami pusing atau tidak

monitoring masih sering terjatuh atau tidak

Terapi non farmakologi :


Mengurangi konsumsi garam
Istirahat yang cukup
Rajin mengecek tekanan darah secara berkala
Kurangi makan makanan yang mengandung lemak atau kolesterol tinggi
Olahraga teratur
Menjaga pikiran agar tidak mudah stress
HIPERLIPIDEMIA DAN OBESITAS KELAS A
Studi Kasus
Seorang pasien pria dengan tinggi badan 165 cm dan berat badan 87 kg,mempunyai kebiasaan
merokok 1 pak sehari, tidak pernah berolahraga dan mempunyai riwayat keluarga, yakni kakak
pertama menderita hipertensi, kakak kedua menderita diabetes dan ayah meninggal karena myocardial
infarction.
Data yang lain yaitu pasien tersebut mempunyai tekanan darah 140/80 mmHg, random blood glucose
level 5 mmol/L, dan hasil pemeriksaan lipid puasa : total kolesterol : 6,7 mmol/L ; LDL-cholesterol :
3,6 mmol/L ; HDL-cholesterol : 1,2 mmol/L ; Trigliserida: 1,8 mmol/L.
Assessment/diagnosa: Hiperlipidemia tipe 2b
Farmakologi
Lipoprotein type

Drug of choice

Combination therapy

IIb

Statins

BAR or fibrates or niacin

Fibrates

Niacin

Non-farmakologi

Statin or niacin or BAR

Statin or fibrates ezetimibe

diet, pengurangan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik.

STUDI KASUS
Seorang pria bernama Bapak Hengki (BB: 70 kg, TB: 170 cm) . Ia mempunyai kebiasaan merokok 1
bungkus sehari, tidak pernah berolahraga. Ia rutin melakukan pemeriksaan kesehatan. Setelah
dilakukan pemeriksaan hasilnya sebagai berikut :

Data PemeriksaanFisik
- Tekanan Darah
-Nadi

: 75 kali /menit

- Suhu

: 370C

Data Laboratorium
- Kolesterol

: 400 mg/dl

- LDL Kolesterol
- Trigliserida

- Guladarah

: 200 mg/dl

:140 mg/dl

- HDL Kolesterol

: 130/85 mmHg

: 50 mg/dl

: 100 mg/dl

Analisis Kasus
1. Subyektif

Seorang pasien pria mempunyai kebiasaan merokok 1 pak sehari dan tidak pernah
berolahraga
2. Obyektif
a. Tanda fisik
Tinggi badan 170 cm dan berat badan 70 kg, sehingga dapat ditentukan indeks massa
tubuhnya ( BMI = body mass inde ). Persamaan yang sering digunakan untuk menghitung BMI
adalah :
BMI

= berat badan dalam kg / ( tinggi badan dalam meter ) 2

BMI pasien

= 70 kg / (1.7 m)2 = 24.22

Berdasarkan klasifikasi nilai indeks BMI. Maka, pasien tersebut termasuk kedalam kategori normal

Tanda vital

Tekanan darah = 130/85 mmHg

Pasien termasuk dalam kategori prehipetensi

Nadi dan Suhu

Data laboratorium

Berdasarkan perbandingan data pemeriksaan laboratorium dengan data diatas maka Bapak
Komang mengalami ketidak normalan pada kadar kolesterol total dan LDL kolesterol, maka dapat
disimpulkan bahwa bapak Komang menderita penyakit Hiperkolesterolemia (tipe II a).
Etiologi
-

Kurang aktivitas fisik (Kurang olah raga)


Kurangnya aktivitas fisik merupakan suatu faktor risiko untuk penyakit jantung

Aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan kolesterol LDL dan


kolesterol HDL di samping mengurangi berat badan.
-

menaikkan

Rokok

Merokok berpengaruh pada metabolisme lemak dimana dapat meningkatkan kadar LDL,
terbukti dengan hasil lab Bapak RN bahwa hasil LDL tinggi yaitu 200 mg/dL. Selain itu kandungan
TAR dalam rokok akan menghambat oksigen dalam mengikat hemoglobin dimana hemoglobin ini
yang akan membantu HDL untuk membawa kelebihan LDL ke hati untuk dimetabolisme.
Rencana

TujuanTerapi:

1. Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau
berulang dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain ada penyakit
arterial perifer.
2. Meningkatkan kualitas hidup pasien
Terapi Non Farmakologis

Olahraga ringan secara teratur (Senam atau jalan-jalan 30menit/hari)

Aktivitas fisik dapat membantu menaikkan HDL, mengurangi LDL dan trigliserida,
menurunkan tekanan darah, dan memperbaiki sensitivitas insulin.

Diet makanan

Secara umum, asupan yang dianjurkan untuk mempertahankan kadar kolesterol dan lemak
adalah:

lemak yang berasal dari lemak jenuh <10%, asam lemak tak jenuh
ganda <10%, asam
lemak tak jenuh tunggal 10-15%, asupan
kolesterol <300 mg/hari. Asupan karbohidrat sekitar
50-60% total kalori, dan protein sekitar 10-20% total kalori.

Meningkatkan konsumsi lemak tak jenuh dan serat larut dalam bentuk oat, pectin,
gum, dan psyllium

Makan makanan yang mengandung antioksidan (strawberry, pepaya,dll).

Mengurangi konsumsi rokok, alkohol

Terapi Farmakologis

Bila terapi Non Farmakologi tidak berhasil maka kita dapat memberikan bermacam-macam obat
antilipemika.
1. HMG Co ARI atau Penghambat HMG CoA Reduktase (Statin)
Statin merupakan pilihan pengobatan pertama karena mereka adalah agen
penurun
LDL paling ampuh. Statin mengganggu konversi HMG-CoA untuk mevalonate, langkah ratelimiting
dalam biosintesis kolesterol de novo, oleh reduktase HMGCoA menghambat.
Contoh senyawa golongan ini adalah lovastatin, simvastatin, pravastatin, atorvastatin dan
rosuvastatin. Lovastatin dimulai dari dosis 20 mg sampai 80
mg per hari,pravastatin 10-80
mg/hari, simvastatin 5-80 mg/hari, fluvastatin 20-80 mg/hari, atorvastatin 10-80 mg/hari dan
rosuvastatin 10-40 mg/hari.
2. Resin (damar pengikat asam empedu)
Contohnya adalah kolestiramin dan kolestipol. Dosis kolestiramin dan kolestipol yang
dianjurkan adalah 12-16 g sehari dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai maksimum 3 kali 8
g.
3. Asam Nikotinat
Contohnya adalah niasin. Asam nikotinat biasanya diberikan per oral 2-6 g sehari terbagi
dalam 3 dosis bersama makanan, mula-mula dalam dosis rendah (3 kali 100-200 mg sehari) lalu
dinaikkan setelah 1-3 minggu.

STUDI KASUS KEL. 5 HIPERLIPID DAN OBES


Seorang pasien pria dengan tinggi badan 165 cm dan berat badan 87 kg, mempunyai
kebiasaan merokok 1 pak sehari, tidak pernah berolahraga dan mempunyai riwayat keluarga, yakni
kakak pertama menderita hipertensi, kakak kedua menderita diabetes dan ayah meninggal karena
myocardial infarction.

Data yang lain yaitu pasien tersebut mempunyai tekanan darah 140/80 mmHg, random blood
glucose level 5 mmol/L, dan hasil pemeriksaan lipid puasa : total kolesterol : 6,7 mmol/L ; LDLcholesterol : 3,6 mmol/L ; HDL-cholesterol : 1,2 mmol/L ; Trigliserida: 1,8 mmol/L.
Pengujian
Tanda fisik
Tinggi badan 165 cm dan BB 87 kg . BMI = 31,96. Jadi pasien ini dpt dikatakan memiliki kelebihan
berat badan (obesitas).
Pengujian Tekanan darah
Tekanan darah = 140/80 mmHg
Klasifikasi tekanaan darah orang dewasa

Pasien termasuk dalam kategori prehipetensi.


Solusi
Tujuan Terapi
Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau berulang dari
infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain ada penyakit arterial
perifer. Meningkatkan kualitas hidup pasien .
Terapi Nonfarmakologi
Terapi Nonfarmakologi : diet, pengurangan berat dan peningkatan aktivitas fisik.
Terapi diet yang benar yaitu dengan menurunkan langsung konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan
kolesterol untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai standar BMI. Selain itu, meningkatkan
konsumsi lemak tak jenuh dan serat larut dalam bentuk oat, pectin, gum, dan psyllium. Juga,
mengurangi atau menghentikan konsumsi rokok.
Terapi Farmakologi
Golongan statin
Nama obat Lovastatin
Indikasi menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, pada pasien hiperkolesterolimia
primer.Hiperkolesterolimia disertai hiper-trigliserida.
Kontraindikasi penyakit hati aktif atau peningkatan transaminase dalam serum secara persisten yang
tidak dapatdijelaskan. Hamil dan menyusui.

Efek samping nyeri abdomen, sakit kepala, reaksi hiperssensitif, nyeri dada non-cardiak, mual,
muntah.
Dosis awal 20 mg 1x/hari. Kisaran dosis anjuran : 10-80 mg /hari dalam dosis tunggal atau dosis
terbagi. Maksimal 80 mg/hr.
Interaksi obat obat imunosupresan, gemfibrozil, eritromisin, niasin.
Aturan pakai sesudah makan
Cara pemberian Per oral
CONTOH KASUS HIPERLIPID DAN OBES KELAS A

Ny. RT (55th) seorang anggota parlemen menjalani general check up rutin. Ny. RT rajin
berjalan setiap pagi sejauh 1 km. Ayah Ny. RT meninggal pada usia 35th karena penyakit
myocardial infarction, ibunya masih hidup dan sehat-sehat saja sampai saat ini. Ny. RT
mempunyai 3 saudara kandung, saudara pertama menderita hipertensi, saudara keduanya
menderita diabetes, dan saudara ketiga (perempuan) meninggal pada usia 45th karena
penyakit myocardial infarction. Satu tahun yang lalu Ny. RT mendapatkan warfarin 5mg
untuk mengatasi kondisi VTE yang dideritanya. Pada pemeriksaan diketahui tekanan
darahnya 150/90mmHg. Tinggi badannya 150cm, berat badannya 67kg, random blood
glukose level 6mmol/L.

Hasil pemeriksaan lipid puasa:

Total kolesterol 7.5mmol/L

LDL-cholesterol 3.9mmol/L

HDL-cholesterol 1.0mmol/L

Trigliserida 2.0mmol/L

Ny. RT dari data laboratorium dapat dikategorikan mengalami hyperlipidemia type 2a, karena
nilai LDL-nya menunjukkan kenaikan sedang untuk nilai HDLnya normal.
Terapi yang tepat untuk Ny. RT adalah obat-obatan yang mampu menurunkan kadar LDL, maka
dari itu dipilih obat golongan statin(yang merupakan drugs of choise). Obat golongan statin ini
bekerja dengan cara meningkatkan katabolisme dari LDL dan menghambat sintesis dari LDL yang
mana obat golongan statin ini menyela konversi HMG-CoA menjadi mevalonat, sehingga tahap
biosintesis kolesterol sedikit terhambat oleh penghambatan HMG-CoA reduktase. Maka dari itu
diharapkan pada akhir terapi diperoleh kadar LDL dalam darah berkurang dengan parameter goal
terapi kadar LDL < 130mg/DL atau 3.36 mmol/L.
Alasan menggunakan parameter kadar LDL tersebut karena Ny. RT mengalami Hyperlipidemia
dengan lebih dari 2 faktor penyebab yaitu: penyakit turunan dari ayah kandungnya, umur 55th yang
kemungkinan awal terjadinya menopause dan hipertensi tingkat satu(stage 1) tekanan darahnya
yaitu150/90mmHg.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat digunakan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor
seperti farmotenR 12.5mg(captopril). Alasan pemilihan golongan obat antihipertensi ini karena pasien
mengalami hyperlipidemia dengan kadar LDL yang meningkat.
Selain obat golongan ACE inhibior, seperti diuretik thiazid tidak dianjurkan karena akan
meningkatkan/ memacu sintesis trigliserida dan LDL serta akan menurunkan kadar HDL dalam darah.
Sedangkan untuk golongan beta bloker akan memacu sintesus trigliserida dan menurunkan kadar

HDL dalam darah. Maka dari itu apabila digunakan obat seperti thiazid atau beta bloker penurunkan
kadar LDL menjadi terhambat atau tidak tercapai hasil yang dikehendaki.
Terapi non farmakologi:

Di lihat dari ketidaksesuaian pada berat badan dan tinggi badan pasien yaitu BB 67kg
sedangkan tingginya hanya 157 cm, Ny. RT ini mungkin bisa dikatakan obesitas, maka dari
itu disarankan kepada Ny. RT agar melakukan modifikasi gaya hidup yaitu:

Olahraga ringan seperti tetap menekuni berjalan santai di pagi hari, untuk pasien yang
mengalami hyperlipidemia tidak dianjurkan untuk olahraga keras karena ditakutkan akan
terjadi shock atau mungkin terjadi hypnoe karena adanya timbunan lemak dalam pembuluh
darah yang mengakibatkan sempitnya pembuluh darah mak dari itu pasokan oksigen ke dalam
organ tubuh juga berkurang sehingga sulit untuk bernapas dan akhirnya bisa meninggal
mendadak.

mengurangi konsumsi lemak jenuh

perbanyak konsumsi fiber atau serat

Untuk terapi farmakologi

Digunakan obat lipitor dengan kandungan zat aktif atorvastatin yang merupakan obat
golongan statin yang dapat digunakan untuk terapi hyperlipidemia yang dialami oleh Ny. RT
di mana kadar LDLnya menunjukkan kenaikan atau lebih dari batas normal. Lipitor ini
bekerja dengan cara meningkatkan katabolisme dari LDL, sehingga LDL dalam darah cepat
termetabolisme atau terurai, disamping itu zat aktif atorvastatin ini dapat menghambat sintesis
LDL dengan jalan menghambat HMG-CoA reduktase yang mengubah HMG-CoA menjadi
mevalonate, sehingga jalan biosintesis cholesterol de-novo menjadi terhambat, yang
mengakibatkan LDL sukar terbentuk sehingga kadar LDL dalam darah menjadi kecil. Hal ini
(menurunnya kadar LDL dalam darah) adalah keadaan yang diinginkan dalam terapi
hyperlipidemia.

Untuk mengatasi masalah VTE yang timbul karena penumpukan kolesterol(LDL) dalam
pembuluh darah, dapat digunakan obat warfarin (tetap menggunakan dosis semula).
Sedangkan untuk terapi hipertensinya dapat diberikan obat anti hypertensi golongan ACEinhibitor yaitu captensin 12.5mg.

PJK
Kasus 1

Riwayat Pasien :

Ny. S (50 th) mengeluh dada nyeri sebelah kiri tembus punggung, mual, pusing keringat
dingin sejak 3 hari yang lalu. Nyeri bertambah bila dibuat aktivitas dan berkurang bila dibuat
istirahat. Skala nyeri 5. Pasien dibawa ke RS.. Setelah periksa oleh dokter pasien di diagnosa dengan
PJK. Pasien pernah menderita / mempunyai riwayat HT dan DM 1 tahun yang lalu.Keluarga pasien
tidak mempunyai penyakit PJK.

Suhu tubuh

37 C

Denyut nadi

92 x/menit

Tensi / TD

160 / 100 mmHg

Respirasi

22 x/menit

B.U.N 11

Glucose sesaat

92 mg/dl

Creatinine

0.72 mg/dl

Na+

138 mEq/L

: 136-145 mg/dl

K+

3.74 mEq/L

: 3.6-5.0 mEq/L

Uric Acid

3.4 mg/dl

: 3.4-7.0 mg/dl

: 10-23 mg/dl

: 0.5-1.1 mg/dl

SUBJEK
Nyeri dada sebelah kiri, lemah, pusing, mual, sesak nafas, sulit melakukan aktivitas yang
berlebih, sering terbangun pada malam hari karena sesak dan nyeri dada, sesak bila bangun dari
posisi tidur.
OBJEK
Pasien kelihatan menyeringai kesakitan
Pasien tampak pucat

Suhu tubuh

37 C

Denyut nadi

92 x/menit

Tensi / TD

160 / 100 mmHg

Respirasi

22 x/menit

B.U.N

11 mg/dl

Normal: 10-23 mg/dl

Glucose sesaat

92 mg/dl

Normal: < 150 mg/dL

Creatinine

0.72 mg/dl

Normal: 0.5-1.1 mg/dl

Na+

138 mEq/L

Normal: 136-145 mg/dl

K+

3.74 mEq/L

Normal: 3.6-5.0 mEq/L

Uric Acid

3.4 mg/dl

Normal: 3.4-7.0 mg/dl

ASSESMENT

Pasien menderita penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh iskemia jaringan jantung
atau penyumbatan arteri koroner.

PLANNING
Terapi farmakologi

1. Vaclo 1 tab 1-0-0


2. Adalat 30 mg 1-0-0
3. Simuastatin 0-0-1

Digunakan obat Vaclo yang berisi zat aktif clipidogrel. Clopidogrel adalah obat golongan
antiagregasi trombosit atau antiplatelet yang bekerja secara selektif menghambat ikatan

Adenosine Di-Phosphate (ADP) pada reseptor ADP di platelet, yang sekaligus dapat
menghambat aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasi oleh ADP, yang dapat
menimbulkan penghambatan terhadap agregasi platelet. Pasien diberikan obat ini karena
mengalami penyumbatan arteri koroner dilihat dari gejalanya seperti nyeri dada sebelah kiri,
pasien kelihatan menyeringai kesakitan, pasien tampak pucat, TD : 160/100 mmHg, P :
96x/mnt, skala nyeri 5.

Adalat

Adalat adalah obat koroner kardioprotektif dengan zat aktif nifedipin. Adalat dipergunakan
untuk pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner akut dan kronik (penyakit jantung koroner
akut dan kronik) terutama angina pektoris dan kondisi pasca infark/serangan jantung dan sebagai obat
pelengkap untuk terapi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Adapun mekanisme kerja dari nifedipin
yaitu menghambat pergerakan ion kalsium (Ca) melewati membrane sel pada pembuluh darah koroner
dan sistemik otot halus dan miokard, meningkatkan CO (Cardiac Output) dan menurunkan resistensi
pembuluh darah perifer.

Efek yang minimal pada konduksi nodus sinotrial dan AV. Mengurangi kebutuhan miokard
terhadap oksigen. Merelaksasi dan menjegah kejang arteri koroner. Pasien diberikan adalat
karena mengalami intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan pasien mengeluh sesak bila angun dari posisi
tidur, dimana adalat (nifedipin) ini dapat memperbaiki suplai oksigen yang nyata ke
miokardium, disertai berkurangnya kebutuhan oksigen. Selain itu adalat disini juga diberikan
untuk meningkatkan CO karena pasien mengalami penurunan CO yang ditandai dengan
pasien mengeluh lemah, sesak nafas, sulit melakukan aktivitas yang berlebih, sering
terbangun pada malam hari karena sesak dan nyeri dada.

Disini tidak diberikan anthipertensi beta blocker karena beta blocker menyebabkan penurunan
curah jantung yang bisa memperparah kondisi pasien yang memang mengalami penurunan
cardiac output. Antihipertensi antagonis kalsium ini memang lebih baih digunakan pada
pasien yang dikontraindikasikan dan intoleransi terhadap beta blocker.

Simvastatin

Simvastatin adalah senyawa antilipermic derivat asam mevinat yang mempunyai mekanisme
kerja menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase yang mempunyai
fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol. HMG-CoA reduktase bertanggung jawab
terhadap perubahan HMG-CoA menjadi asam mevalonat.Penghambatan terhadap HMG-CoA
reduktase menyebabkan penurunan sintesa kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor Low Density
Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik, sehingga
menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam plasma. Simvastatin cenderung mengurangi jumlah
trigliserida dan meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol.

PJK erat kaitannya dengan dislipidemia, oleh sebab itu obat-obat penurun kolesterol seperti
golongan statin dalam hal ini simvastatin dijadikan terapi tambahan untuk mengurangi
kolesterol. Obat golongan statin memiliki sifat Pleotrophic Effect, yakni efek lain selain
menekan kolesterol darah. Statin dapat memperbaiki fungsi endotel, menstabilkan plak,
mengurangi pembentukkan thrombus, antiinflamasi, dan mengurangi oksidasi lipid sehingga
statin selain dapat mengontrol kolesterol juga dapat melindungi jantung. Oleh sebab itu pada
penderita PJK diberikan statin walaupun kadar kolestreol penderita PJK tersebut normal.
Terapi non farmakologi

Buat program diet untuk menurunkan kolesterol dalam pembuluh arteri.

Mengurangi konsumsi gula karena akan memperburuk keadaan pasien yang punya riwayat
pernah menderita diabetes.

Hindari kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, minum minuman berkafein tinggi.

Minum banyak air putih untuk meminimalisir terjadinya gangguan fungsi ginjal.

Olahraga secara teratur.

PJK KASUS 2

Ny. Fiona

Ibu rumah tangga

55 tahun

TB 158 cm

BB 65 kg

Dibawa ke rumah sakit karena lelah dan sesak nafas jika berjalan sejak 4 hari lalu, nyeri dada.
Ia sudah pernah mengalami hal yang sama tahun yang lalu dan dirawat selama 3 hari
dengan diagnosa angina pektoris. Ia merasa serangan kali ini lebih lama dan lebih hebat.
Tekanan darah 165/100 mmHg.

Diagnosa dokter : Miokard infark akut.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. Fiona

Usia

: 55 th

Berat Badan

: 65 kg

Tinggi Badan : 158 cm


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Keluhan

: Lelah & Sesak nafas

Diagnosa : Miokard infark akut


Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hb

: 10g% (rendah)

Kolesterol total : 250 mg/dL (tinggi)


HDL

: 35 mg/dL (normal)

LDL

: 130 mg/dL (tinggi)

TD

: 165 / 100 mmHg (tinggi)

Hasil Anamnesa Gizi


Pagi

: Nasi lunak piring, omelet telur potong, tumis kacang panjang mangkok.

Selingan pagi

bubur kacang hijau gelas.

Siang :
nasi lunak piring, ayam bumbu semur potong, sayur kare mangkok,
semangka potong.
Selingan sore

puding maizena 1 potong sedang.

Malam :
nasi lunak piring, rolade daging 50 gram, sop jagung muda mangkok,
melon potong.
Audit Gizi
Energi : 62,53 % (kurang)
Protein : 52,08 % (buruk)
Lemak : 92,37 % (baik)
Karbohidrat : 55,70 (buruk)
Faktor Resiko
BBI : 90 % x (158-100) = 52,2 kg
IMT : 65 / 1,582 = 26,04 (gemuk tingkat ringan)
Menderita penyakit jantung kongesif
Pernah mengalami angina pektoris
Kesimpulan
Dari hasil diagnosa gizi dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami penyakit jantung
dengan diagnosa miokard infark akut dengan komplikasi dislipidemia dan hipertensi
karena terjadi peningkatan dan penurunan fraksi lemak dalam darah, serta tekanan darah yang
sudah berada pada grade 2. Oleh karena itu klien sangat disarankan untuk merubah
perilaku dengan memperhatikan jenis diet yang diberikan oleh ahli gizi dengan
memperhatikan asupan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Bahan makanan sebelum
dikonsumsi dianjurkan pula untuk menjalani terapi farmakologis.
Pengobatan
Diet jantung II diberikan secara berangsur dalam bentuk makanan lunak setelah fase akut IMA
teratasi. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, makanan diberikan sebagai
diet jantung II rendah garam.
Diet Jantung II dan Diet rendah garam I
Tujuan Jangka Pendek
Memberikan makanan secukupnya tanpa memperberat kerja jantung
Menurunkan BB hingga ideal secara bertahap agar mencapai IMT normal
Membatasi asupan tinggi kolesterol LDL dan natrium
Menurunkan kadar kolesterol LDL dan natrium
Meningkatkan kadar HDL dan asupan tinggi serat

Tujuan Jangka Panjang


Mengenalkan jenis makanan, teknik olahan dan masakan yang beragam
Meningkatkan aktivitas fisik
Berperilaku hidup bersih dan sehat
KASUS KELAS B
3. Perempuan 47 thn dng riwayat penyakit hipertensi dan gastritis. Datang ke UGD dgn keluhan
badan lemas, mual, kepala pusing sulit tidur dan tidak bisa beraktivitas normal.
pemeriksaan gula darah pada pasien, GDS = 540 g/dl, dengan tekanan darah 120/80 mmHg. Obat
yang digunakan golongan sulfonilurea, golongan biguanid, insulin, atau kombinasi dari ketiganya.
terapi farmakologi diabetes mellitus tipe 2 pertama kali menggunakan antidiabetik per oral, apabila
kadar glukosa darah tidak turun maka dikombinasikan pemakaian antidiabetik oral misalnya golongan
biguanid dan sulfonilurea.

Golongan sulfonilurea mempunyai mekanisme kerja yaitu merangsang fungsi sel beta dan
meningkatkan sekresi insulin serta memperbaiki kerja perifer dari insulin sehingga dengan
demikian golongan sulfonilurea berguna dalam penatalaksanaan pasien diabetes melitus tipe 2
dimana pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Penggunaan golongan sulfonilurea
dapat menyebabkan hipoglikemi, sehingga pengobatan dengan golongan ini dianjurkan
dimulai dengan dosis rendah .

Mekanisme kerja golongan biguanid ialah dengan mengurangi proses glukoneogenesis di hati
stimulant glikolisis dan meningkatkan kerja insulin di jaringan otot dan lemak.

Terapi kombinasi golongan sulfonilurea dan golongan biguanid sangat dianjurkan bila sasaran
pengendalian kadar glukosa darah puasa dan sesudah makan belum tercapai dengan terapi
sulfonilurea saja.

Menurut ADA, antidiabetik golongan sulfonilurea dan biguanid merupakan pilihan yang tepat
untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan tingkat keparahan ringan dan menengah.

Golongan biguanid terbukti mengurangi kejadian diabetes mellitus tipe 2 sebesar 37,5%,
sedangkan golongan sulfonilurea sebanyak 12,5%. Penggunaan insulin sebagai antidiabetik
berbeda antar individu, sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Pasien
diabetes mellitus pada awalnya memerlukan insulin kerja sedang, kemudian ditambahkan
insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan

Obat penyerta yang diberikan yaitu

a. ACE inhibitor

= Captopril

b. Diuretik

= Hidroclortiazid

c. Nitrat

= Isosorbid dinitrat

d. Obat hipertensi kerja sentral = Klonidin

Golongan obat ACE (Angiotensin Converting Enzym ) memiliki mekanisme kerja


menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, sehingga terjadi vasodilatasi
dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya sekresi natrium dan air.
Golongan ACE inhibitor tidak mengubah metabolisme karbohidrat maupun kadar lipid dan
asam urat dalam plasma. Selain itu golongan ACE inhibitor dapat mengurangi resistensi

insulin, sehingga golongan ini sangat menguntungkan bagi penderita diabetes melitus tipe 2
dengan hipertensi

Dalam kasus riwayat hipertensi yang dimilki pasieb menjadi faktor resiko terhadap penyakit
diabetes miletus 2.

American Diabetes Association (ADA) bahwa usia di atas 45 tahun merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya diabetes melitus tipe 2. Pada orang yang berusia lebih dari 45 tahun dengan pengaturan diet

glukosa yang rendah akan mengalami penyusutan sel-sel beta pankreas. Sel beta pankreas yang tersisa
pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang ( Tjay dan Rahardja, 2003).
Faktor risiko lain diabetes mellitus tipe 2 selain umur adalah ras, obesitas, infeksi berulang, hipertensi,
dislipidemia, riwayat keluarga serta pola hidup yang tidak sehat.
4. Seorang wanita 63 tahun
gejala lemas, palpitasi, berkeringat yang berulang sejak 8 bulan lalu. Dia didiagnosis mengidap
diabetes mellitus tipe 2 sejak enam tahun yang lalu. Terapi farmakologi pertama yang dilakukan
adalah metformin 500 mg/TDS dan kemudian diberikan juga glibenclamide 5 mg sehari. Tingkat
HbA1c nya selalu berada 7-8%.
Kasus 2

hipoglikemia preprandial berulang. glukosa plasma ditemukan menjadi 45 mg /dl dan gejala
ditingkatkan dengan glukosa oral.
sulfonylurea ditarik, metformin dikurangi dan akhirnya berhenti.
Pasien tetap mengalami pusing, jantung berdebar, berkeringat dan kehilangan kesadaran.
terjadi saat puasa, hampir selalu di pagi hari atau sore hari. Hipoglikemia tetap terjadi berkalikali dan pasien membaik dengan dekstrosa intravena. Berat badan pasien naik sampai 6-7kg,

Tes setelah hipoglikemik

Kasus 3
gejala hipoglikemia dan dia memiliki gula darah 32 mg / dl (tes ini dua kali diulang). Selama episode
ini sampel darahnya dinilai untuk Insulin, C - peptida, IGF1, kortisol dan sulfonilurea, sampel urine
juga diperiksa untuk sulfonylurea

Penanganan: glukagon (1mg) disuntikkan


glukosa plasma di 10 - 20 dan 30 menit diperiksa dan hasil: 68 - 79- 85, dan tingkat c-peptida: 5NG /
ml dan insulin: 9.9 UIU / ml.
Diagnosis
pasien mengalami hiperinsulinemia. Dilakukan Endoskopi Ultrasonografi, dan ternyata ditemukan 14
12 mm lesi hypoechoic dalam kepala pankreas pasien. dilakukakan laparotomi, dan kepala pankreas
yang direseksi. Pada pemeriksaan patologis sel ternyata terdapat insulinoma.
Penanganan:

Operasi
pasca operasi segera gula darah acak tetap di kisaran 100 -150 mg /d.
Penanganan lanjutan:
Untuk tindak lanjutan tetap diberikan metformin dan kemudian glibenclamide untuk
mengontrol diabetesnya.

Hipertensi
1. Tn. Karel usia 45 tahun dengan tinggi badan 165 cm dan berat badan 60 kg. Beliau
mempunyai kebiasaan makan 3 kali sehari, mengonsumsi keripik kentang minimal 1
bungkus / hari sebagai cemilan, serta tidak suka makan sayur dan buah. Akhir-akhir ini beliau
sering mengalami sakit kepala dan lemas. Sejak tahun lalu beliau juga telah didiagnosis
menderita hipertensi, namun tidak terlalu menghiraukannya. Akhirnya, beliau memutuskan
untuk kembali berobat ke dokter dan saat berobat di cek tensi darahnya mencapai 160/100
mmHg.
Data objektif
Antropometri : berat badan 60 kg; tinggi badan 165 cm
Biokimia (tekanan darah)
: 160/100 mmHg
Gejala klinis dan fisik
: sering mengalami sakit kepala dan lemas
IMT = BB (kg) / TB (m2)
IMT = 60 / 1,652 = 22,03 kg/m2
Tekanan darah : tinggi (di atas 140/90 mmHg)
Pengobatan
Diuretik golongan thiazid (Furosemid 40 mg)
Mekanisme

:Bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium

Aturan pakai

: 1 kali sehari

-Inhibitor ACE (Captopril 12,5 mg)

Mekanisme

: menghambat enzim ACE

Aturan pakai

: 3 kali sehari

2. pria berusia 45 tahun, tinggi badan 172 cm dengan fluktuasi berat badan antara 85-90 kg,
memiliki riwayat penyakit diabetes tipe 2, obesitas, dan hipertensi. Pasien didiagnosis
diabetes tipe-2 sekitar 7 tahun yang lalu. hipertensi didiagnosis sekitar 5 tahun yang lalu
ketika tekanan darah diukur, tercatat secara konsisten meningkat di kisaran 160/90 mmhg
Hubungan Hipertensi dengan Diabetes : Insulin mempunyai efek meningkatkan
reabsorpsi natriurn dari tubulus proximalis ginjal. Keadaan ini meningkatkan volume
reabsorpsi yang diduga berperan dalam timbulnya hipertensi
Terapi
Untuk pengobatan hipertensi:
1. Ramipril, mulai dari 5 mg setiap hari dan meningkat menjadi 10 mg setiap hari,
kontrol tekanan darahnya menunjukan 150/90 mmHg.
2. Kemudian hidroklototiazid 12,5 mg/ hari ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan , tekanan darah menjadi turun yaitu 130/84 mmHg untuk periode 2
minggu.
Ramipril adalah salah satu obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE
inhibitor). Metabolit aktifnya, ramiprilat, berikatan secara kompetitif dengan
ACE yang pada awalnya membentuk suatu kompleks enzim-inhibitor yang
kemudian mengalami isomerisasi menghasilkan penghambatan yang menyeluruh.
hidroklorotiazid (HCT) merupakan obat golongan diuretik untuk menurunkan
tekanan darah. Obat ini bekerja di ginjal agar terjadi peningkatan pengeluaran
cairan melalui urin. Dengan berkurangnya cairan di dalam pembuluh darah, maka
jumlah darah yang masuk kembali ke dalam jantung akan berkurang.
Untuk pengobatan diabetes :
Tab glimepiride 1 mg / hari dengan metformin
Glimepiride obat antidiabetes mellitus tipe 2 golongan sulfonylurea. Glimipiride
bekerja terutama menurunkan kadar glukosa darah dengan perangsangan sekresi
insulin dari sel beta pankreas yang masih berfungsi. pemberian glimipiride dapat
meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin.
Metformin adalah zat antihiperglikemik oral golongan biguanid untuk penderita
diabetes militus tanpa ketergantungan terhadap insulin. Terapi awal untuk
diabetes onset dewasa yang mengalami kelebihan berat badan atau gagal diatasi
dengan diet. Terapi kombinasi untuk kegagalan terapi sulfonilurea. Terapi
tambahan pada diabetes mellitus untuk mengurangi dosis insulin.
Dalam pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea, kadar gula darah harus
diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipoglikimea.
3. pasien 58 tahun masuk ke ruang UGD Karena sakit kepala dan dada tanpa adanya gejala.
Riwayat medisnya, pasien hanya menderita hipertensi primer, dan obatnya habis 2 minggu
sebelum ia masuk UGD. Dalam pemeriksaan fisik, tekanan darah pasien adalah 230/134
mmHg dan denyuk jantung 22/menit. Tidak ada papilledema pada pemeriksaan funduskopik.
Pada pemeriksaan jantung menghasilkan ritme takikardi regular dengan s 1 dan s2 normal.
Sejumlah gallop terdengar. Tekanan vena pembuluh darah di leher normal. Apical impulse
hiperdinamik. Tidak terdeteksi pedal edema atau abdominal bruits
Data laboratorium menunjukkan Hematologi rutin (CBC), tingkat elektrolit dan fungsi ginjal
normal. Beberapa eritrosit terdapat di urin. Kejenuhan oksigen 89% dalam ruangan. ECG
menunjukkan terjadi takikardia sinus, deviasi aksis sebelah kiri, dan depresi ST-segment 46mm melewti prekordium. Rontgen dada menunjukkan terjadinya kardiomegali dan
penyumbatan vena paru-paru yang moderate. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien
mengalamami krisis hipertensi dan membutuhkan perhatian segera.
PENANGANAN

Pasien pertama-tama diberikan obat short-acting beta blocker yang dikombinasikan


dengan nitrogliserin atau fenoldopam secara intravena.
Pemberian secara intravena dikarenakan onset aksinya yang cepat dan waktu paruhnya
pendek sehingga tepat untuk mengkontrol penurunan tekanan darah.
Natrium nitropusid dapat dijadikan sebagai alternative lain yang dikombinasikan dengan
diuretic intravena untuk mengobati edema paru-paru. Pasien ini harus dirawat di unit
perawatan intensif untuk pemantauan ketat termasuk pemantauan BP intra-arteri.

HIPERLIPIDEMIA DAN OBESITAS


1. Analisis Kasus
Umur pasien : 52 tahun
Riwayat penyakit : Diabetes mellitus tipe 2 selama 9 tahun
Life style : Jarang berolahraga akibat lutut dan pergelangan kakinya sakit
Riwayat keluarga : Dilakukan Pemeriksaan Laboratorium
1. Glukosa darah (sebelum sarapan) : 170-200 mg/d1
2. Glukosa darah (sebelum makan malam) : 150 mg/ dl untuk> 300mg/ dl
3. Tinggi badan : 5 '1 1/2 "
4. Tekanan darah : 160/88 mmHg
5. Tes fungsi hati : normal
6. Tes fungsi tiroid dan microalburnin urin : normal
peningkatan dosis insulin yang berkontribusi terhadap kenaikan berat badan sehingga dia
harus menurunkan dosisinsulin bersama dengan asupan makanannya untuk mencegah
hipoglikemia. Penggunaan metformin mungkin telah membantu menurunkan insulin dengan
demikian membantu dalam penurunan berat badannya.
STUDI KASUS 2
kadar kolesterol total 260, sebuah low-density lipoprotein (LDL) tingkat 202, sebuah highdensity lipoprotein (HDL) tingkat 40, dan tingkat trigliserida dari 179. Diperkirakan apabila
tidak menjalankan pola hidup yang tidak baik 10 tahun kemudian akan mengalami jantung
koroner.
Analisis Kasus
Umur Pasien :64 tahun
Riwayat keluarga :Diabetes mellitus tipe 2 pada ibunya.
Life style :Dia makan diet seimbang, berolahraga secara teratur, dan secara aktif terlibat
komunitasnya. Dia tidak merokok dan hanya minum segelas merah anggur seminggu sekali.
Dilakukan Pemeriksaan Laboratorium
Kolestrol total : 260 mg/dl
LDL : 202 mg/dl
HDL : 40 mg/dl
Trigliserida : 179 mg/dl
Solusi
Pria tersebut direkomendasikan untuk melanjutkan latihan rutin dan membuat perubahan pola
makan lebih lanjut untuk mendorong lebih banyak omega-3 dan untuk mengurangi asupan
lemak total.
selain perubahan pola makan, ia juga mulai mengambil over-the-counter suplemen makanan
dari 600 mg beras ragi merah (nama merek: Schiff) dua kali 25 sehari. Sebuah tes panel lipid
diulang menunjukkan penurunan total kolesterolnya (198), tingkat LDL (155), dan trigliserida
tingkat (146). Sementara itu, tingkat HDL-nya tidak berubah. Pasien ini kembali ke klinik
sekali lagi tiga bulan kemudian untuk re-evaluasinya pada hiperlipidemia. Sekali lagi, tandatanda vital dan hasil fisiknya. Kemuadian setelah beberapa bulan di tes kembali menghasilkan
total kolesterol menjadi 190, tingkat LDL adalah 152, trigliserida adalah 142, dan tingkat
HDL tinggi adalah 45.
2. Pengobatan Perianestetik dari Pasien Obesitas Geriatric dengan Aortik Thrombosis Melalui
Major Hepatobiliary Surgery

Seorang wanita obesitas berusia 82 tahun (BMI:32 kg.m -2 ), dijadwalkan untuk


melakukan reseksi hati karena memiliki tumor empedu tipe-3b dengan total billirubin
sebanyak 16 mg/dL-1.
Dalam sejarah medisnya, pasien ini memiliki hipertensi dan infark miokard anterior. Dia
terbaring di tempat tidur dan memiliki hemiparesis kanan (4/5) dengan afasia motorik
ringan sebagai sekuel dari kecelakaan pembuluh darah otak.
Dia tidak memiliki gejala angina pectoris saat ini dan hipertensinya sesuai regulasi
(tekanan darah arteri: 140/80 mmHg; denyut jantung: 80 beats.min -1).
Dia sedang menjalani perawatan medis dengan menggunakan pentoxifyllin (400 mg / hari
/ PO), simvastatin (20mg / hari / PO) dan amlodipine (5mg / hari / PO).

SOLUSI

Faktor penuaan mempengaruhi proses farmakokinetik dan farmakodinamik dari semua obat
sehingga penyesuaian dosis obat harus dilakukan pada pasien usia lanjut

Pada pasien usia lanjut, meskipun pengaruh jenis anestesi pada kematian perioperatif dan
morbiditas tidak ditampilkan persis seperti pada literatur. Tapi dalam kasus ini, teknik
epidural tidak digunakan karena peringatan dari beberapa peneliti tentang masalah koagulasi
pasca operasi bedah hati.

Trombus aorta yang terdeteksi dalam evaluasi praanestesi pada kasus kali ini memiliki faktor
risiko tinggi untuk kematian pasca operasi.

Oleh sebab itu anastesi yang sekarang digunakan adalah anestesi jangka pendek seperti
propofol dan remifentanil untuk pemulihan yang cepat dan mencegah respon hipertensi.
Untuk mengurangi risiko tromboemboli serebral, diberikan gliserin trinitrat melalui infus
intravena untuk menjaga tekanan darah tetap sistolik <160 mmHg.

Pemberian meperidine 0,2 mg. kg -1 intraoperatif yang kurang dari dosis yang disarankan
dalam literatur dan dosis total lornoxicam 16 mg telah cukup untuk analgesia pascaoperasi
yang memberi keuntungan dalam mobilisasi pasca operasi dini.

Sesuai dengan literatur pemberian LMWH, dilakukan dengan cara kaki dan tangan
dibungkus dengan perban elastis dan mulai menerapkan terapi fisik pernapasan sebelum
operasi untuk profilaksis tromboemboli dan komplikasi paru.

3. Quetiapine associated dyslipidemia and hyperglycemia in a pediatric overweight patient


Seorang pasien berumur 15 tahun mengalami Autims
Penanganan : diberikan quetiapine 50 mg setiap hari selama lebih dari 2 tahun.
Obat antipsikotik, seperti quetiapine ditujukan kepada anak-anak dan remaja yang mengalami
gangguan neuropsikiatrik. Obat ini menekan secara spesifik terhadap reseptor serotonin dan
dopamine. Namun obat ini memiliki efek samping yaitu kenaikan berat badan. quetuiapin
menghambat metabolism dari lipid. Efek samping ini harus mendapatkan perhatian khusus
pada anak-anak dan remaja, karena juga meningkatkan resiko diabetes mellitus, dan
hyperlipidemia
Uji Laboratorium
Hasil tes menunjukkan terjadi peningkatan adipositas dan BMI (Body Mass Index)
pada rentang (85-95%), kadar kolesterol sebesar 388 mg/dL, triglyceride 1420 mg/dL
dan HDL kolesterol sebesar 46 mg/dL.
Kadar lipid dan glukosa menunjukkan hal yang sama terhadap peningkatan TGs dan
kolesterol setelah 2 hari kemudian. LFT (Liver Function Test) menunjukkan
peningkatan yaitu dengan AST (Aspartate Aminotransferase Test) yaitu sebesar 47
IU/dL dan ALT (Alanine Aminotransferase) sebesar 105 IU/dL.

Quetiapine dihentikan dengan segera dan diganti oleh Aripiprazole. Perubahan gaya
hidup termasuk makanan dan latihan fisik mulai dilakukan.
Test laboratorium dilakukan kembali setelah 4 bulan pemakaian obat
Hasil tes menunjukkan kadar kolesterol menjadi normal, yaitu sebesar 209 mg/dL,
triglycerides 261 mg/dL, HDL 44 mg/dL, LDL 113 mg/dL, AST 46 IU/dL dan ALT
68 IU/dL.
Aripiprazole
Mekanisme kerja aripiprazole berbeda dengan antipsikotik atipikal lain (clozapine,
olanzapine, quetiapine, ziprasidone, risperidone). Bukan sebagai antagonis reseptor
D2, aripiprazole berlaku sebagai agonis parsial D2. Aripiprazole juga merupakan
agonis parsial reseptor 5-HT1A, dan seperti antipsikotik lain menunjukkan profil
antagonis reseptor 5-HT2A. Aripiprazole juga merupakan antagonis reseptor 5-HT7
dan agonis parsial reseptor 5-HT2C, keduanya dengan afinitas tinggi. Mekanisme
lainnya juga mendasari kenaikan berat badan yang lebih minimal daripada
antipsikotik lain.

Anda mungkin juga menyukai