Anda di halaman 1dari 39

MODUL MATA KULIAH

FARMAKOLOGI

PENYUSUN:
1..............................
2.............................
3.............................. dst

PRODI D-IV KEPERAWATAN GADAR SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Modul Mata Kuliah Farmakologi bagi mahasiswa dapat
selesai dan diterbitkan.
Modul ini disusun untuk dijadikan pedoman bagi mahasiswa Program Studi D-IV
Keperawatan Gawat Darurat Surabaya agar mudah mempelajari mata kuliah farmakologi dan
pada akhirnya mampu :
1. Memahami konsep penggolongan obat pada susunan saraf pusat
2. Memahami konsep obat antasida
3. DST SESUAI KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI PADA MATA KULIAH
TERSEBUT
Ucapan terima kasih tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
sampaikan kepada seluruh staff pengajar Mata Kuliah Farmakologi Program Studi D-IV
Keperawatan Gawat Darurat Surabaya dan Unsur Pimpinan yang telah memberikan
kontribusi pada penyusunan dan penerbitan modul ini, yang tidak bias disebutkan satu
persatu.
Kami menyadari bahwa Modul ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga Modul ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Program Studi D-IV Keperawatan Gawat Darurat Surabaya dan pihak-pihak yang
membutuhkan.

Surabaya, ………… 2018


Penyusun

LEMBAR PENGESAHAN

Modul Mata Kuliah farmakologi ini telah diperiksa dan dinyatakan layak
dipergunakan sebagai Modul Pembelajaran pada Program Studi D-IV Keperawatan
Gadar Surabaya
Surabaya, ......................2018
Program Studi D-IV Keperawatan Gadar Surabaya
Ketua

Dwi Adji Norontoko, S. Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 196309171990031002

Mengetahui
Jurusan Keperawatan
Ketua

H. Mohammad Najib, SKp., MSc


NIP. 196502221990032001

STRUKTUR / OUTLINE MODUL FARMAKOLOGI

Mata Kuliah : Farmakologi


Kode Mata Kuliah : WAT .4.4242
Beban Studi : 2 SKS
Jumlah Modul : 16 Modul

MODUL I : Penggolongan Obat pada Susunan Saraf Pusat


Kegiatan Belajar 1 : Hipnotik-Sedatif
Kegiatan Belajar 2 : Anestesi (Umum & local)
Kegiatan Belajar 3 : Analgesik, Anti piretik, dan Anti Inflamasi Non Steroid
Kegiatan Belajar 4 : Obat Pirai
Kegiatan Belajar 5 : Analgesik Opioid

MODUL II : Antasida
Kegiatan Belajar 1 : Konsep Obat Antasida
MODUL I
MATA KULIAH FARMAKOLOGI

Obat-obat pada Susunan Saraf Pusat

Penulis
Nama Dosen Untuk Pengampu Pokok Bahasan ini
PRODI D-IV KEPERAWATAN GADAR SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2018

DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................................1
Daftar Isi.......................................................................................................................2
Daftar Gambar..............................................................................................................3
Pendahuluan..................................................................................................................4
Kegiatan Belajar1 : Obat pada Susunan Saraf Pusat....................................................5
Tujuan Pembelajaran Umum............................................................................6
Tujuan Pembelajaran Khusus............................................................................7
Pokok-Pokok Materi Pembelajaran..................................................................8
Uraian Materi Pembelajaran.............................................................................9
Rangkuman.....................................................................................................10
Tes Formatif....................................................................................................11
Tugas Mandiri.................................................................................................12

Kegiatan Belajar2 : Konsep Obat Antasida................................................................13


Tujuan Pembelajaran Umum..........................................................................14
Tujuan Pembelajaran Khusus..........................................................................15
Pokok-Pokok Materi Pembelajaran................................................................16
Uraian Materi Pembelajaran...........................................................................17
Rangkuman.....................................................................................................18
Tes Formatif....................................................................................................19
Tugas Mandiri.................................................................................................20
Penutup.......................................................................................................................21
Sumber Acuan.............................................................................................................22
Tes Akhir Modul.........................................................................................................23
Pedoman Penilaian Tes Akhir Modul.........................................................................25
DAFTAR GAMBAR

Gambar1 : Skema Biosintesis Prostaglandin..........................................................33


Gambar2 : Implikasi keperawatan dan peringatan...................................................34

Tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban yang benar X 100%

Jumlah skore maksimal

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :


90%-100% = baik sekali
80%-89% = baik
70%-79% = cukup
≥69% = kurang
KEGIATAN BELAJAR 1, Penggolongan Obat pada Susunan Saraf Pusat
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada Kegiatan
Belajar 1 ini, diharapkan mahasiswa dapat menguasai materi penggolongan obat -
obat pada Susunan Saraf Pusat
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada Kegiatan
Belajar 1 ini, secara khusus mahasiswa diharapkan dapat :
a. Menjelaskan tentang Obat Hipnotik - sedatif
b. Menjelaskan tentang Obat Anestesi (umum & lokal)
c. Menjelaskan tentang Obat Analgesik, Obat Antipiretik dan Obat Anti Inflamasi
Non Steroid (AINS)
d. Menjelaskan tentang Obat Pirai
e. Menjelaskan tentang Obat Analgesik Opioid
3. Pokok-pokok Materi Pembelajaran
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, Anda akan mempelajari pokok-pokok
materi sebagai berikut:
a. Konsep Obat Hipnotik - sedatif
b. Konsep Obat Anestesi (umum & lokal)
c. Konsep Obat Analgesik, Obat Antipiretik dan Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(AINS)
d. Konsep Obat Pirai
e. Konsep Obat Analgesik Opioid
4. Uraian Materi Pembelajaran
a. KONSEP OBAT HIPNOTIK SEDATIF

Hipnotik - Sedatif adalah golongan obat depresi SSP. Efeknya bergantung


pada dosis, mulai dari yang ringan (menenangkan, menyebabkan kantuk, menidurkan)
hingga yang berat (menghilangkan kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan
aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga
menenangkan.
Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan
keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.

SSP dirangsang SSP dihambat

Normal
STIMULANT DEPRESANT
Kematian Kejang Epilepsi Cerewet, Tenang, Ngantuk, Tidur Tidur Sukar bangun Koma Kematian

Gelisah Transquilizer NORMAL (Sedasi) (Hipnotik) (anestesi)

Keterangan :
Tranquilizer (anti anxiety) obat-obat yang menenangkan, tanpa rasa kantuk
Sedatif adalah Obat-obat yang menenangkan, membuat kantuk dan lesu tapi tidak
tidur (depresi ringan dari s.s.p)
Hipnotik adalah obat yang menyebabkan tidur.
Anestetik adalah obat yang menyebabkan tertidur tetapi sulit untuk dibangunkan.
Anti psikotik adalah obat yang menyebabkan damai / tenang (sedasi) tetapi masih
mudah dibangunkan (terutama untuk penderita psikosis)
1. Mekanisme kerja Obat – obat hipnotik – sedative
a) Obat – obat hipnotik-sedatif meningkatkan aktivitas inhibitory neuron
Yang mengeluarkan (GABA & Glycine), dimana inhibitory
neurotransmitter mempengaruhi permeabilitas membrane post synaps menjadi
meningkat terhadap Cl- masuk > muatan menjadi θ > hiperpolarisasi > stimulus
tidak diteruskan > rangsangan θ.
b) Exitatory Neuron Mempengaruhi Permeabilitas membrane terhadap Na
- Pengeluaran GABA > NE sehingga NE berkurang
- Cl- : Chlorida Ionophore Complex
- Barbiturat dosis rendah : inhibisi sinaps dipertahankan ∞ GABA dan
Glycine > Transmisi Exitatory Sinaps
- Barbiturat Dosis Anestesi : Kepekaan membrane post synaps menurun
terhadap neurotransmitter perangsang
- Benzodiazepine : potensiasi inhibisi presinapstik ∞ GABA sebagai inhibisi
transmitter.
2. Penggolongan Obat
Hipnotik-Sedatif digolongkan menjadi dua, yaitu :
a) Golongan Barbiturate
Berdasarkan duration of action dibedakan menjadi :
- Ultra short acting barbiturate
 Sangat mudah larut dalam lemak (pemakaian. I.V : < 2 jam)
 Thiopental (Pentothal)
 Thiamital (Surital)
 Hexobarbital (Evipal)
- Shart Acting Barbiturate
 Agak kurang larut dalam lemak (per oral : 2 – 4 jam)
 Secobarbital (Seconal)
 Pentobarbital (Nembutal)
- Intermediate Acting Barbiturate
 Agak kurang larut dalam lemak (per oral : 3 – 6 jam)
 Butobarbital (Bitisal)
 Amobarbital (Amital)
 Vinbarbital (Delvinal)
- Long Acting Barbiturate
 Kurang larut dalam lemak (per oral : 6 – 8 jam)
 Phenobarbital (Luminal)
 Mephobarbital (Mebaral)
 Barbital (Veronal)
b) Golongan Non-Barbiturate
 Benzodiazepine
 Paraldehyde
 Glutemimide dan metaqualone
 Chloral Hydrat
 Bromida
 Efek farmakologis (Golongan Barbiturate)
- Anti konvulsi (anti kejang)
- Muscle relaxan
- Obat tidur
- Anestesi
- Pada pernafasan > depresi pernafasan
- Pada SSP > Depresi SSP : Sedasi > Hipnosis > anestesia > koma >
kematian
- Analgesia dan hiperanalgesia
 Farmakokinetik
- Absorpsi :
 Dalam lambung tidak terionkan karena larut dalam lemak
 Dalam darah : absorpsi cepat
- Metabolisme : Liver
- Ekskresi : urine (ginjal) dipercepat dengan pemberian bicarbonas Natricus
 Indikasi klinis
- Sedasi premedikasi
- Hipnosis
- Penggunaan neuropsikiatrik
- Anti konvulsi
- Anestesia
- Anti anxiety / anti cemas (dosis kecil)
- Relaksasi otot
 Intoksikasi
- Akut
Gejala :
 Depresi nafas (hebat)
 Tekanan darag menurun / rendah sekali
 Oliguria / anuria
 Pneumonua hipostatik

Pengobatan :

 Bilas lambung / induksi muntah (< 4 jam)


 Pemberian katartik (> 4 jam)
 Pembebasan jalan nafas (lendir dalam trakea dan laring dihisap
secara periodik)
 Nafas buatan
 Tekanan darah diperbaiki
 Diuresis diperbaiki
 Pneumonia hipostatik dicegah dengan cara :
- Mobilisasi posisi tidur pasien
- Pemberian antibiotik profilaktik
- Kronis
Gejala
 Habituasi
 Toleransi
 Adiksi
 Gejala putus obat
Pengobatan
 Dirawat di rumah sakit
 Mengurangi penggunaan barbiturat secara bertahap
 Rehabilitasi medis dan psikiatris
c) Obat-obat Golongan Anti Anxiety (minor transquilizer)
- Golongan benzodiazepine
 Diazepam (valium)
 Bromazepam (Lexotan)
 Prazepam (Equipax)
 Nitrazepam (Mogadon)
 Flurazepam = Dalmadorm
 Lorazepam (Ativan)
 Medazepam (Nobrium)
 Chlordiazeoaxide = Cetrabium, Librium, Arsitran
 Clonazepam (Rivotril)
d) Obat-obat Golongan Anti Psikotik : (Major Tranquilizer)
Derivat PHENOTHIAZINE
- Golongan piperazine
 Prochlorperazine (Stemetil)
 Trifluoperazine (Stelazine)
 Fluphenazine (Anatensol)
- Golongan aliphatic
 Chlorpromazine / CPZ (largactil)
- Golongan piperidine
 Thioridazine (Melleri)

Derivat THIOXANTHENE

- Chloeprothixene (Taracton)

Derivat BUTYROPHENONE

- Haliperidol (Haldol)
e) Obat-obat Golongan Anti Depresan
- MAO Inhibitor : Phenelzine (Nardil), Tranylcypromine (Parnate)
- Tricyclic Anti Depressant : Imipramine (Tofranil), Amitryptile (Laroxyl),
Protryptiline, Desipramine, Nortryptiline (Motival)
f) Golongan Benzodiazepine
Pada umumnya digunakan sebagai anti anxiety, kecuali :
- Lorazepam dan Bromazepam > sedatif (efek<)
- Nitrazepam dan flurazepam > hipnotik
- Clonazepam > anti epilepsi

Dapat digunakan juga sebagai relaksasi otot anti konvulsi

 Farmakodinamik
 Pada pernafasan : dosid hipnotik tidak berpengaruh
Diazepam + golongan Opioid > Apnea selama anestesia
 Pada sistem Cardiovaskular : efek ringan kecuali pada intoksikasi
berat
Dosis anestesi : Tekanan darah menurun, frekuensi denyut jantung
meningkat.
 Pada sistem GIT (saluran cerna)
Anti anxiety > dimanfaatkan untuk obat maag > HCl menurun.
 Efek anti konvulsi > muscle relaxant
 Farmakokinetik
 Absorpsi : sempurna (larut dalam lemak)
 Metabolisme : hepar (oleh emzim mikrosom hati)
 Distribusi : benzodiazepin lewat sarwar uri dan disekresi ke dalam
ASI
 Ekskresi : lewat ginjal
 Efek samping et TOXISITAS :
 Ngantuk
 Drowsiness
 Skin rash
 Toleransi dan dependensi
 Adiksi
 Pemilihan benzodiazepin atas dasar
 Indeks terapi tinggi
 Resiko interaksi obat : rendah (inducer)
 Kecepatan pembuangan cepat
 Resiko
g) ANTI PSIKOTIK
= Neuroleptik = Psikotropik = Major Tranquilizer
- Cara kerja : menghambat re. DOPAMIN pada otak sehingga memulihkan
gejala – gejala psikotik
- Di bagi 4 kelas :
 Kelas Fenotiazin
 Kelas Tiosantin
 Kelas Butirofenon
 Kelas Dibenzodiazepin (jarang digunakan).
h) Obat – obat Antipsikotik harus mempunyai syarat :
- Dapat menenangkan penderita
- Efek sedasi minimal
- Efek extrapyramidal (tremor, rigiditas dll) minimal
- Tidak mudah menyebabkan dependensi / ketergantungan
i) KELAS FENOTIAZIN
Prototype : CPZ (Chlorpromazin)
- Merupakan golongan anthistamin yang kuat ( I kali pada tahun ’50 )
- Mempunyai gugus alifatik yang mempunyai efek sedative dan
menghilangkan nausea et vomiting
- Dapat mempotensir obat – obat anestetik
Kelas Fenotiazin
- Golongan Piperazine :
 Lebih bersifat stimulant ( sedikit sekali timbulkan ngantuk )
 Efek psikotiknya besar / kuat sehingga dapat timbulkanstimulasi /
kejang – kejang pada otot local misalnya : Parkinson
- Golongan Piperidin :
 Anti psikotiknya paling lemah
 Efek sedasinya lebih dalam ( lebih bersifat ngantuk )
- Golongan Aliphatic :
 Efek antara golongan piperazin dan piperidin
 Ngantuk : sedang – sedang
 Merupakan prototype dari Anti psikotik
- Efek Farmakologis golongan anti psikotik :
 Pada hipofisa anterior : amenorrhoe – menstruasi mundur atau tidak
sama sekali
 Pada kulit : hiperpigmentasi dan fotosensitif
 Menyebabkan gangguan extrapyramidal – parkinsonism
 Efek Atropine like ( anti cholinergic ) – khusus golongan piperazine
- FARMAKODINAMIK :
 SSP : antipsikosis, sedasi, toleransi
 Otot Rangka : pada otot skelet dalam keadaan spasme – relaksasi
 System Endokrin : terjadi hambatan ovulasi dan menstruasi, BB
meningkat
 System Kardiovaskuler : hipotensi
 Hati : terjadi cholestatic jaundice o.k. empedu menjadi kental
- INDIKASI :
 Antipsikosis dan depresi
 Anti emetic
- KONTRA INDIKASI :
 Pasien glaucoma ( o.k. efek antikolinergik )
 Pasien dengan antihypertension drug – hipotensi aditif
 Pasien dengan narcotic drug – depresi SSP aditif
 Pasien dengan antacid drug – mengurangi laju absorpsi

- EFEK SAMPING
 Rx. Extrapyramidal, kantuk, konvulsi
 Kelainan hematologic : leukopenia, agranulositosis
 Cholestatic jaundice ( jarang )
 Dermatitis
 Gangguan fungsi hepar
- FARMAKOKINETIK
 Absorpsi : baik dan cepat ( melalui GIT )
 Distribusi : otak
 Metabolism : hati
 Ekskresi :
 Ginjal ( sebagai bentuk metabolit dalam urine )
 Empedu ( 15% )

b. KONSEP OBAT ANESTESI (UMUM & LOKAL)


Obat anestesi lokal adalah obat-obat yang merintangi secara reversibel
penerusan impuls-impuls saraf sentral pada penggunaan lokal, sehingga
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin. pada
sejarahnya obat anestesi lokal yang pertama kali dikenal adalah kokain, suatu
alkaloida yang diperoleh dari daun Erytroxsylon coca dengan kadar 0,6-1,8%.
Alkaloida ini pertama-tama dipakai guna menghilangkan rasa nyeri setempat
dalam pengobatan mata atau kedokteran gigi sekitar 1884, dan berdasarkan
kemampuannya untuk merintangi transmisi dalam batang saraf. Kokain kemudian
dipakai sebagai anestesi blokade saraf pada pembedahan (1885) maupun dalam
anestesi spinal atau anestesi umum. Pada tahun 1892 pembuatan obat-obat
anestesi dikembangkan secara sintesis misalnya prokain disusul kemudian derivat-
derivat lain seperti lidokain dan bupivakain.
1. Administrasi Obat Anestesi Lokal dan Umum
American Society of Anesthesiologists (ASA) Patient Physical Status
Classification
a) ASA I : pasien yang sehat/normal
b) ASA II : pasien dengan penyakit sistemik ringan
c) ASA III : pasien dengan penyakit sistemik berat
d) ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat, yang
membahayakan/butuh perawatan seumur hidup (A patient with severe
systemic disease that is a constant threat to life)
e) ASA V : pasien yang diperkirakan tidak dapat bertahan tanpa operasi
(A moribund patient who is not expected to survive without the operation)
f) ASA VI : pasien yang mati otak (A declared brain-dead patient whose
organs are being removed for donor purposes)
g) E : operasi darurat dengan banyak variasi (used to modify one of the
above classifications, i.e., ASA III-E).

2. Syarat zat dapat digunakan sebagai obat Anestesi Lokal adalah sebagai
berikut
a) Tidak merangsang jaringan
b) Tidak mengakibatkan kerusakan permanen pada susunan saraf
c) Efektif secara penyuntikan atau penggunaan lokal pada selaput lendir
d) Waktu mulai reaksinya sesingkat mungkin
e) Dapat larut dalam air, menghasilkan larutan yang stabil terhadap
pemanasan pada waktu sterilisasi
3. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal
Pusat mekanisme kerja dari anestesi lokal terletak di membran sel,
Anestesi lokal memblok penyampaian impuls dengan cara mencegah kenaikan
permeabilitas membran sel terhadap ion-ion natrium. Pada waktu yang
bersamaan ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat laun
meningkat, yang pada akhirnya memblokir penerusan impuls.
4. Pemberian Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada
waktu pembedahan kecil dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan.
Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:
a) Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung
syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan
gigi.
b) Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak
saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas.
Misal pada lengan atau kaki
c) Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri
atau gatal. Misalnya dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.
Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam
kloridanya yang mudah larut dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya,
maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan pembuluh darah
(vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan
diperlambat dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat
dengan khasiat yang lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah
namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya jangan digunakan
pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.
5. Pemberian Obat Anestesi Umum
Biasanya melibatkan administrasi tiga obat-obatan yang berbeda:
a) Premedikasi (premedication)
Premedikasi dilakukan pada tahap persiapan prabedah. Ada dua tujuan
premedikasi,yaitu: mencegah efek parasimpatomimetik dari anestesi dan reduksi
kecemasan dannyeri. Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi adalah:
 Anxiolytics : untuk menghilangkan kecemasan
Contoh: benzodiazepine (diazepam, lorazepam, midazolam)
 Analgesics : jika ada rasa nyeri atau sebagai suplemen untuk agen anestesi
Contoh: paracetamol, NSAID, opium
 Parasympathetic blockers : antimuscaranic, untuk mengurangi sekresi
bronchialdan saliva
Contoh: atropine, hyoscine, glycopyrronium
b) Induksi Anestesi (induction of anaesthesia)
- Anestesi intravena
Merupakan metode yang umum digunakan. Efek anestesi hingga ke
sistem saraf pusat. Agen anestesi intravena yang ideal: onset cepat, pemulihan
cepat, analgesik pada konsentasi subanestesi, depresi minimal pada sistem
kardiovaskuler dan pernapasan, tidak ada efek emetic, tidak menyebabkan
fenomena exicitatory(batuk, cegukan,gerakan involunter) pada induksi, tidak
menyebabkan fenomena emergensi (mimpi buruk), tidak ada interaksi dengan
obat-obat neuromuscular blocking.
- Anestesi inhalasi
Anestesi ini sangat berguna untuk anak-anak atau orang dewasa yang
phobia. Juga digunakanuntuk pasien yang memiliki risiko aspirasi pulmonari.
Agen anestesi inhalasi yang ideal : Memiliki odor yang sewajarnya, tidak
mengiritasi saluran pernapasan, dapat menginduksi secara cepat dan cepat pula
pulih, stabil secara kimiawi pada kemasan penyimpanan dan tidak
berinteraksi dengan material, anaesthetic circuit atau dengan soda
c) Penjagaan anestesi (maintenance of anaesthesia)

6. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Anestesi Lokal


1. Farmakokinetik
Pada umumnya, zat anestesi lokal diberikan melalui injeksi ke jaringan lunak
pasien disertai aksi farmakologik pada pembuluh darah. Zat anestesi lokal mampu
menyebabkan vasokonstriksi dan juga dapat menghasilkan dilatasi pembuluh kapiler
dimana zat tersebut diinjeksikan. Efek klinis vasodilatasi adalah meningkatkan
kecepatan absorpsi ke dalam darah. Lalu dapat meningkatkan potensi overdosis atau
toksisitas. Kecepatan anestesi lokal diabsorpsi ke peredaran darah sistemik dan
mencapai level puncak bervariasi tergantung dari cara pemberian obatnya.
Kecepatan absorbsi anestesi lokal diperlambat oleh adanya mekanisme
vasokonstriktor. Menurut Amir Syarif (2011), sebagian anestesi lokal merupakan
ester. Jenis ini akan mengalami degradasi yang dilakukan oleh esterase hati dan
esterase plasma. Pada tubuh manusia, mekanisme degradasi dengan esterase plasma
merupakan poin penting dikarenakan degradasi prokain mayoritas terjadi di dalam
plasma. Sedangkan degradasi untuk jenis kokain, sebagian besar terjadi di dalam hati.
Kokain merupakan satu-satunya anestesi lokal yang mempunyai sifat vasokonstriksi.
Aksi inisiasi kokain dimulai dengan vasodilatasi yang kemudian diikuti dengan
vasokonstriksi yang memanjang. Anestesi lokal untuk golongan Amida akan diikat
oleh protein plasma yakni α1- glikoprotein. Kadar protein dapat mengalami
peningkatan pada beberapa kondisi seperti merokok, trauma dan uremia. Perubahan
kadar protein inilah yang dapat memengaruhi perubahan zat anestesi lokal yang
dibawa ke hati untuk dilakukan proses metabolisme. Sebagian dari anestesi lokal yang
didegradasi di dalam hati dan berlangsung secara lambat akan dikeluarkan bersama
urin.
Proses absorbsi anestesi lokal dapat terjadi dalam berbagai cara yakni,
a. Oral
Semua anestesi lokal tidak baik diabsorpsi di saluran cerna setelah pemakaian
secara oral, kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi lokal mengalami
first-pass effect di hati sehingga obat dimetabolisme menjadi metabolit inaktif.
b. Topikal
Pada membran mukosa yang berbeda, anestetik lokal dapat diabsorbsi dengan
kecepatan yang berbeda. Sedangkan pada mukosa trakea, absorpsi yang terjadi
hampir sama dengan pada pemberian anestetik lokal secara intravena. Pada
mukosa faring, absorpsi akan terjadi lebih lambat dan pada mukosa esofagus
serta kandung kemih, absorpsi lebih lambat daripada aplikasi topikal di faring.
c. Injeksi
Kecepatan absorpsi anestesi lokal pada pemberian secara parenteral (subkutan,
intramuskuler atau intravena) tergantung pada vaskularisasi tempat injeksi dan
vasoaktivitas obat. Pemberian anestesi lokal secara intravena merupakan cara
pemberian yang memungkinkan kadar obat dalam darah mempunyai level
yang paling tinggi dalam waktu yang cepat. Diberikan kewenangan utnuk
berhati- hati pada saat injeksi pasien. Akan tetapi, cara pemberian IV dapat
mengakibatkan reaksi toksisitas yang serius. Penyerapan sistemik obat
anestetik lokal yang diberikan melalui injeksi tergantung pada aliran darah,
yang ditentukan oleh beberapa faktor yakni, tempat suntikan/ area injeksi,
penambahan vasokonstriktor dan karakteristik obat anestetik lokal.
Begitu diinjeksikan, anestesi lokal masuk ke peredaran darah dan kemudian akan
distribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi kadar anestesi lokal dalam darah yakni kecepatan absorpsi, kecepatan
distribusi obat dimana akan terjadi lebih cepat pada orang sehat. Faktor berikutnya
adalah eliminasi obat melalui proses metabolisme dan ekskresi. Sedangkan distribusi
obat anestetik lokal dipengaruhi oleh organ uptake dan ditentukan oleh faktor- faktor
sebagai berikut,
a. Perfusi jaringan  Perfusi pada organ (otak, paru-paru, hati, ginjal dan jantung)
bertanggung jawab atas pengambilan cepat awal (fase), yang diikuti oleh
redistribusi lebih lambat (fase) untuk jaringan perfusi sedang (otot dan usus).
Secara khusus, paru ekstrak sejumlah besar anestesi lokal, akibatnya,
ambang batas untuk toksisitas sistemik melibatkan dosis yang lebih rendah berikut
suntikan arteri dari suntikan vena.
b. Koefisiensi partisi jaringan/ darah  Protein plasma mengikat kuat cenderung
untuk mempertahankan anestesi dalam darah, sedangkan kelarutan lipid tinggi
memfasilitasi pengambilan jaringan.
c. Masa jaringan  Otot menyediakan reservoir terbesar bagi agen anestesilokal
karena massa yang besar.

7. Farmakodinamik
Anestesi lokal bekerja di membran sel dan berperan mencegah pembentukkan dan
konduksi impuls saraf. Aksi saraf terjadi dikarenakan peningkatan permeabilitas
membran terhadap ion Na+ sebagai akibat dari depolarisasi ringan pada membran.
Peningkatan ini hanya bersifat sekilas. Anestesi lokal bekerja dengan menghambat
proses tersebut. Hal ini disebabkan oleh zat anestesi lokal yang berinteraksi secara
langsung dengan kanal Na+ yang mana cukup sensitif dengan adanya perubahan
voltase muatan listrik. Seiring bertambahnya efek zat anestesi lokal di dalam saraf
dapat berdampak pada peningkatan ambang rangsang membran secara bertahap.
Selain itu, akan terjadi penurunan kecepatan peningkatan potensial aksi, perlambatan
konduksi impuls dan berkurangnya faktor pengaman konduksi saraf. Kondisi ini dapat
mengakibatkan penurunan menjalarnya potensial aksi sehingga terjadilah kegagalan
konduksi saraf (Amir Syarif, 2011). Zat anestesi lokal bekerja dengan menghalangi
hantaran sistem saraf tepi dan juga dapat berefek pada susunan saraf pusat (SSP),
ganglia otonom, sambungan saraf otot serta semua jenis serabut otot.
1. Susunan Saraf Pusat
Semua zat anestesi lokal merangsang SSP sehingga dapat menyebabkan
kegelisahan dan tremor yang kemungkinan dapat berubah menjadi kejang klonik.
Umumnya, semakin kuat anestetik lokal maka semakin mudah menimbulkan
kejang.
2. Sambungan Saraf- Otot dan Ganglion
Anestetik lokal mampu memengaruhi transmisi di sambungan saraf- otot yakni
dapat menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf. Menurut
Amir Syarif (2011), prokain dapat berakibat pada berkurangnya produksi
asetilkolin pada ujung saraf motorik. Selain itu, prokain juga berefek pada akhir
serabut preganglion dan pada sel ganglion.
3. Sistem Kardiovaskular
Efek anestetik lokal pada sistem kardiovaskular akan nampak setelah timbul
efek pada SSP dan juga setelah mencapai kadar obat sistemik yang tinggi.
4. Otot Polos
Anestetik lokal akan berefek spasmolitik yang disebabkan oleh depresi
langsung pada otot polos, depresi pada reseptor sensorik. Kondisi ini
menyebabkan hilangnya tonus refleks setempat.
8. Toksisitas Anestesi Lokal
1. Absorpsi dan Efek Samping
Absorpsi dari kulit dan selaput lendir berlangsung dengan baik dan sangat cepat,
misalnya pada lidokain. Toksisitas obat anestesi lokal bergantung dadri keseimbangan
dari kecepatan absorpsi dan kecepatan destruksi. Efek samping biasanya terjadi
sebagai akibat khasiat dari kardio depresifnya. Beberapa obat anestesi lokal juga
memiliki efek samping hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
2. Komplikasi selama Anesthesia (David C. & Arthur, 1997)
a. Komplikasi pernapasan
- Batuk
- Pernafasan yang tidak teratur
- Airway Obstruction
- Laryngospasm
- Hypoventilation
- Bronchospasm
b. Komplikasi sirkular
- Hipotensi
- Hipertensi
- Aritmia
c. Aspiration of Gastric Contents
d. Reaksi analfilaktik dan anafilaktoid
3. Komplikasi Anestesi Lokal yang berbahaya dan terapinya (Mutschler,1991)
Pemakaian anestesi lokal dapat mengakibatkan komplikasi berat bahkan
membahayakan jiwa, seperti berikut:
a. Kadar dalam darah dari anestesi lokal atau simpatomimetika yang ditambahkan
sebagai vasokonstriktor yang terlalu tinggi, dan juga
b. Reaksi alergi
4. Kadar dalam darah dari anestesi lokal
Kadar dalam darah yang terlalu tinggi akibat penyuntikan intravasal yang tidak
disengaja, terlalu cepat absorbsinya atau konsentrasi anestetika lokal terlalu tinggi
menyebabkan gangguan saraf dan gangguan kardium.
Gejala-gejala keracunan saraf pusat, fase awal :
- Terjadi penghambatan neuron inhibisi (sebab itu terjadi gejala terangsang)
- selanjutnya pada keracunan yang lebih parah :
terjadi kelumpuhan bagian yang lebih besar dari sistem saraf pusat.
Contoh:
Pada kasus ringan berupa tidak tenang, tremor, keadaan takut dan delirium.
Pada kasus berat berupa kejang kronik dan kelumpuhan pernapasan.
a. Penghantaran rangsang pada jatung dihambat, karena itu dapat terjadi bradikardi yang
akhirnya terjadi blokade atrioventrikular dan sebagai akibatnya jantung berhenti dan
kejang anoksia.
Tindakan terapi yang penting adalah pernapasan oksigen untuk mencegah suatu
hipoksia dan anoksia, dan pada jantung brehenti dilakukan masage jantung dan
disertai pernapasan buatan. Jika massge jantung dalam waktu 2 menit tidak
memberikan hasil maka disuntikan adrenalin 0,5-1 mg pada intravena atau
intrakardium.
b. Pada kejang-kejang dianjurkan pemberian berulang suksinilkolin, sejauh kejang-
kejang tidak diakibatkan oleh berhentinya jantung dan hipoksia, dapat diberikan
penyuntikn intravena diazepam (Valium®) atau barbiturat yang bekerja singkat seperti
heksobarbotai (Evipan® – Natrium), dalam dosis 50 mg secara berulang.
Pada keracunan adrenalin terjadi pucat intensif, keringat dingin, takhikardiadan
kenaikan tekanan darah yang besar dalam kasus jarang terjadi aritmia dan flimer
ventrikel sedangkan pada kelebihan dosis noradrenalin terjadi bradikhardi.
Terapi disesuaikan menurut gejala yang timbul:
-pada takhikardi penyuntikan hati-hati β-simpatomolika secara intravena
-pada kenaikan tekanan darah yang besar diberikan zat yang melebarkan pembuluh
darah perifer, pada flimer bilik dilakukan defibrilasi.
5. Reaksi Alergi
Pada anestesi lokal dapat terjadi reaksi alergi yang tidak merugikan,(misalnya
eksantemaurtikaria) atau yang berat (bronkhospasmus, syok anafilaktik). Untuk
menanganinya diberikan antihistamin dan glikokortikoid, dan pada syok anafilatik
ditambahkan adrenalin (0,5-1 mg) secara intravena.
6. Komplikasi Anestesi Umum (obat Narkosis)
Hipertermia Ganas dalam kasus yang sangat jarang, selama pembiusan dapat terjadi
kenaikan suhu tubuh yang masif. Kejadian demikian disebabkan oleh meningkatnya
pembebasan ion kalsimdari retikulum sarkoplas pleh obat pembius inhalasi (seperti
halotan) pada pasien dengan gangguan genetik dari penggabungan elektro-mekanik.
Hipertemia yang dahulu hampir selalu menyebabkan kematian, sekarang dapat
ditangani dengan berhasil dengan pemberian dantrolen (Dantramacrin®) secara
parenteral.

c. KONSEP OBAT ANALGESIK, ANTIPIRETIK DAN OBAT ANTI


INFLAMASI NON STEROID (AINS)
1. Analgetik-antipiretik
Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara
meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem saraf pusat tanpa menekan kesadaran.
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas yang tidak mormal
(dalam keadaan demam).
Anti inflamasi adalah Obat yang menghambat terjadinya peradangan.
a) Mekanisme penurunan panas
Obat antipiretik bekerja pada hipotalamus yang merupakan pusat
panas, yaitu dengan menyesuaikan hipotalamus dengan panas diluar (semacam
thermostat) sehingga terjadi pengeluaran panas yang bertambah dan produksi
panas yang tetap.
b) Penggolongan
- Golongan salisilat : aspirin, sodium salisilat, salisilamid, diflunisasi,
benorilat, dlsb
- Derivat P. AMINIFENOL : Paracetamol
- Derivat QUINOLIN : Glafenin
- Derivat Pirazolon : Metampiron, phenylbutazon, Oxyphenbutazon.
- Golongan asam ORGANIK : Ibuprofen, Ketoprofen, Piroxicam.

SKEMA BIOSINTESIS PROSTAGLANDIN

RANGSANGAN

Gangguan pada membrane sel

FOSFOLIPID

Hambatan kotikosteroid Enzim Fosfolipase


ASAM ARAKODINAT

Enzim Lipoksiginase Enzim siklo - oksigenase


Dihambat obat-
obat “AINS”

HIDROPEROKSID HIDROPEROKSID
PGG2 / PGH

LEUKOTRIEN
PGE2, PGF2, PGD2 Tromboksan B2 Prostasiklin
Bekerjanya obat “NSAID”
Bagan 1
Skema Biosintesis Prostaglandin
c) Hipotalamus :
- Anterior : pengaturan pengeluaran panas.
 Vasodilatasi sehingga terjadi sweatinh (keringat berlebihan)
 Terjadi peningkatan frekuensi pernafasan
- Posterior : pengaturan produksi panas.
d) Mekanisme antipiretik
- Mengembalikan fungsi thermostat pada hipotalamus ke keadaan normal.
- Menghambat pembentukan prostaglandin E1 (PGE1)
 Golongan salisillat
 Prototyoe : aspirin
 Efek farmakologis golongan salisilat : analgesic, antipiretik, anti
inflamasi, antipirai

e) Mekanisme anti inflamasi


- Menghambat cyclo oxygenasi yang dibutuhkan untuk pembentukan
prostaglandin
- Menghambat migrasi dari leukosit dan macrophage sehingga terjadi
perlekatan dari granulosit – granulosit
- Terjadinya vasodilatasi.
f) Mekanisme anti pirai / antigout
- Gout : suatu penyakit dimana terjadi peningkatan kadar asam urat.
- Asam urat yang ada di ginjal (tubulus proksimalis) selain mengalami
sekresi juga mengalami reabsorpsi di tubulus distalis
- Pada dosis kecil : asam urat du tubulus proximalis dihambat sehingga
kadar asam salisilat pada dosis kecil justru meningkatkan kadar asam urat
didalam darah (oleh karena ekskresi dihambat)
- Pada dosis besar : asam urat yang di tubulus distalis reabsorpsinya
dihambat, sehingga asam urat banyak dikeluarkan melalui urine.
- Oleh karena itu sebagai antipirai / anti gout (uricosuric) maka golongan
salisilat harus diberikan dalam dosis besar.

Farmakodinamik
- Efek pada darah : terjadi perpanjangan waktu perdarahan karena
hambatan pembentukan tromboksan A2 (hipoprotombinemia).
- Efek Pada susunan saraf pusat : pada dosis besar mula-mula terjadi
rangsangan, lama-lama terjadi depresi.
- Efek pada saluran cerna / GIT : terjadi rangsangan iritasi lambung, mual,
muntah, ulkus peptikum.
- Efek pada pernafasan :
 Pada dosis besar : merangsang pernafasan (hyperventilasi), kemudian
terjadi alkalosis, selanjutnya terjadi depresi pernafasan. Asidosis
respiratorial oleh karena menumpuknya metabolik yang bersifat asam
dari salisilat sehingga terjadi asidosis metabolik.
 Pada dosis terapi : alkalosis respiratorik terkompensasi
- Efek pada kelenjar endokrin : terjadi rangsangan pada kelenjar-kelenjar
tersebut sehingga terjadi pelepasan banyak hormon andrenocorticotropic,
rangsangan pada hipotalamus, banyak kortikosteroid bebas dalam darah.
- Efek pada metabolisme : dosis besar menimbulkan perubahan metabolik.
Pada karbohidrat hiperglikemi dan glucosuria (seperti pada diabet)

Pada dosis terapi salisilat menyebabkan :


- Alkalosis respiratori terkompensasi dimana salisilat merangsang
oernafasan sehingga mempertinggu konsumsi O2 dan produksi CO2 –
ekskresi bikarbonat disertai dengan Na+ dan K+ melalui ginjal juga
meningjat, sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan darah kembali
normal. Keadaan ini disebut respirasi alkalosis terkompensasi.
- Pada dosis toksis perubahan asam basa dan komposisi elektrolit akan
melanjut dan menimbulkan asidosis metabolik.

Farmakokinetik
- Absorpsi :
 Per oral : cepar melalui lambung, usus
 Per rectal :
 Pada kulit beberapa preparat juga mengalami absorpsi.
- Distribusi : seluruh jaringan tubuh, ASI, ludah, sawar otak, sawar uri.
- Metabolisme : hepar (dengan cara hidrolisis)
- Ekskresi : renal (ekskresi bertambah bila diberi Na.Bic

Penggunaan klinik
- Analgetik, antipiretik, anti rematik.
- Anti thrombus, terutama untuk orang-orang yang menpunyai tendensi
terjadi trombus yaitu orang-orang yang sering mengalami kelainan
oembuluh darah otak dan jantung karena dosis kecil.
- Antigout dengan dosis besar.
- Sebagai keratolytic agent pada penyakit jamur dan sebagai counter irritant
(secara tropical).

Efek samping
- Alergi, iritasi lambung, hipoprothrombinemia
- Gejala-gejala kelainan fungsi ginjal dan hepar.
- Kelainan pada pendengaran.

Kontra indikasi
- Ulkus pepticum
- Hemofilia
- Alergi

Dosis
- Analgetik – antipiretik: 0.325 g – 1 g
- Demam rematik akut : 5 g – 8 g / hari
- Reumathoid arthritis : 5 g – 6 g / hari

Dosis toksis menyebabkan


- Salisilismus (mual, muntah, rasa tidak enak, bingung, tinitus, vertigo)
- Hyperrtherm (terjadi panas yang berlebihan)
- Kelainan perilaku (bingung, agitasi, konvulsi)
- Asidosis respiratory
- Alkalosis respiratory
- Rash

Interaksi dengan obat-obatan lain


Golongan salisilat karena dapat menyebabkan asidosis maka dapat
mengadakan interaksi antaralain dengan :
- Diamox dan Ammonium Chlorida dengan efek samping asidosis.
- Chlorpromazin (saling mendesak ikatan pada plasma protein)
- Phenylbutazone
- Phenyton
- Phrobenecid
- Methotrexat
- Tolbutamid
- Corticosteroid (mengurangi efek dari salisilat)
- Penicilin G (mengurangi sekresi dari salisilat)
- Sulfinpirazon (mengurangi efek antipirai)

Sediaan
- Aspirin (acetosal)
- Salisilamid, Na. Salisilat (efek <, iritasi >)
- Asam salisilat, metil salisilat (iritasi >>>>, untuk topikal)
 Derivat Para Aminofenol
- Acetanilid
- Phenacetin
- Acetaminophen / Paracetamol
Tidak digunakan lagi karena efek samping kelainan ginjal.
- Paracetamol merupakan metabolit aktif phenacetin (toxisitas lebih rendah)
- Para aminofenol bersifat toxis disubtitusikan dengan OH dan NH2,
paracetamol tidak toksid, khasiat tetap.
- Perbedaan dengan aspirin golongan 1 yaitu, Tidak ada efek :
 Anti inflamasi
 Anti gout
 Iritasi lambung
 Gangguan pernafasan
 Keseimbangan asam basa
 Metabolisme

Farmakodinamik : menghambat sintesa prostaglandin di sentral


Farmakokinetik :
- Absorpsi : cepat dilambung dan usus
- Distribusi : seluruh jaringan
- Metabolisme : dihepar mengalami hidroksilasi dan konjugasi dengan
glucuronat dan sulfat.
- Ekskresi : renal

Penggunaan klinis : analgetik anti piretik


Toxisitas : hepatotoxis (nekrosis pada hepar), nephrotoxis (nekrosis pada
tubulus renal)
Efek samping :
- Meth hemoglobinemia
- Anemia hemolitik
- Interstitial nefritis
- Renal papilari nekrosis
- Carsinogenesis agent pada visicosurinaria, pelvis dan urinalis.

Dosis : anak-anak 15 – 20 mg 3 – 4 kali sehari, dewasa 500 – 1000 mg


 Derivat quinoline
Glafenin
- Merupakan derivat sintesis chloroquin
- Khusus untuk analgetik
- Antipiretik dan anti inflamasi
- Efek samping : mual, muntah, urticaria, angio neurotic edema
- Dosis : 2 – 3 x 200 mg/hari
- Sediaan : glifanan tablet, glaphen tablet.
 Derivat pirazolone
- Antipyrin
- Aminopyrin
- Dipyron / antalgin
- Phenybultazone
- Oxyphenbutazone

Efek farmakologi
- Analgetik
- Anti piretik
- Anti inflamasi
- Anti gout : phenyl dan oxyphenbutazone

Antipyrin, aminopyrin, dipyron/antalgin


- Terutama digunakan untuk rheumatic fever, bursitis dan lain-lain
- Sekarang antipyrin tidak digunakan lagi, hanya untuk laboratorium
mengukur kadar air dalam darah.

Efek samping :
- Carcinogenesis
- Agranulositosis
- Thrombocytopenia
- Aplastic anemia
- Hemolisis
- Anuria
- Mual muntah (iritasi lambung)

Phenylbutazon dan oxyphenbutazon


- Oxyphenbutazone merupakan metabolit aktif dari phenylbutazon
- Jadi, sifat-sifatnya = phenylbutazon, hanya saja toxisitas lebih ringan.
- Penggunaan : anti inflamasi dan anti gout

Farmakokinetik
- Absorpsi : cepat
- Metabolisme : phenylbutazon oxyphenbutazon (metabolit aktif)
- Ekskresi : renal (lambat oleh karena protein binding meningkat dan
mengalami reabsorpsi pada tubulus renalis).

Efek samping
- Alergi
- Iritasi lambung (perforasi daripada usus) terutama phenylbutazon
- Vertigo
- Rash

Toxisitas
- Hipertensi & edema (karena retensi Na dan air)
- Neuritis
- Dermatitis exfoliativa (alergi berat)
- Ulcus pepticum
- Agranulositosis
- Kelainan hepar dan ginjal.

Kontra indikasi
- Hipertensi
- Kelainan jantung, ginjal dan hepar
- Alergi terhadap golongan pirazolon
- Ulcus pepticum

Sediaan
- Phenylbutazone
 Irgapyrin
 Duplopyrin
 Enkapyrin
- Oxyphenbutazone
 Tanderyl
 Sponderil
 Rheozon
 Golongan asam organik
- Efek :
 Analgetik, antipiretik (Efek : < ; E/S : >)
 Anti inflamasi
 Anti gout
Golongan propionic acid
 Ibu profen (Axalan; Brufen)
 Ketroprofen (Profenid)
 Fenoprofen
 Naproxen (Naxen ; Synflex)
Golongan anthranilic acid
 Mefenamic acid
 Flufenamic acid (Movilisin)
 Meclofenamic acid (Meclomen)
Golongan Acetic Acid
 Indometachin dan Diclofenac
Ibuprofen > Motrin, brufen, ifen (Hanya digunakan sebagai analgesic,
anti inflamasi)
 Absorpsi : lambung (cepat)
 Ekskresi : urine
 Efek samping : iritasi lambung, gangguan pengelihatan: sukar
membedakan warna (bersifat reversible) bingung dan sakit kepala,
thrombositopenia, retensi air.
 Kontra indikasi : ibu hamil dan menyusui.
 Interaksi dengan obat lain : di + warfarin > memperpanjang, di +
diuretika > mengurangi efek diuretic.
Fenoprofen = ibuprofen, ketoprofen
 Naproxen
 Absorpsi : lambung
 Waktu paruh 14 jam (jadi cukup 2 kali sehari)
 Interaksi dengan obat lain : Ibuprofen
 Efek samping : iritasi lambung, pusing, rasa Lelah.
 Dosis untuk rematik 2 x 250 – 375 mg/hari ; 2 x 500 mg/hari
Mefenamic Acid = Ponstan

 Digunakan untuk analgetik, anti inflamasi, anti rematik


 Tidak boleh digunakan untuk anak-anak kurang dari 14 tahun dan ibu
hamil karena bahaya yang ditakutkan agranulosit
 Efek samping : iritasi lambung, leukopenia, eritema kulit, anemia
hemolitik.
 Dosis : 250 mg tiap 6 jam (tidak boleh lebih dari 7 hari)

Flufenamic acid = Arlef


 Digunakan untuk analgesic, anti rematik
 E/S = Ponstan
 Gangguan fungsi hati > peningkatan SGOT, SGPT, alkali fosfat.
 Kontra indikasi :
 Illitis reginalis
 Ulceratic colic
 Kelainan hepar, renal

Indometachin = Indocid

 Antipiretik, analgetik, anti inflamasi, anti gout ꝏ golongan salisilat


 Efek samping : digunakan khusus buntuk anti inflamasi dan anti gout akut
 Mekanisme kerja : mengurangi sintesa prostaglandin
 Absorpsi : usus (cepat)
 Distribusi : 90% terikat plasma protein
 Metabolisme : hepar
 Ekskresi : urine, feses, empedu (enterohepatic cycle)
 Efek samping :
 Saluran cerna : mual, muntah, diare, ulkus dicolon dan usu besar
bagian bawah.
 System saraf pusat : halusinasi, vertigo, gangguan pengelihatan dan
sakit kepala.
 Darah : agranulositosis, aplastic anemia, trombosit berkurang
 Alergi

Piroxicam = Feldene
 NSAID yang memiliki unsur baru > Oxicam
 Waktu paruh 45 jam > beri : 1 x sehari
 Absorpsi : lambung (cepat)
 Efek samping : iritasi lambung, pusing, tinnitus, nyeri kepala, eritema
kulit.
 Indikasi : hanya untuk anti inflamasi sendi, rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, spondylitis ankilosa.
 Kontra indikasi : ibu hamil, ulcus pepticum, terapi, koagulan.
 Dosis : 10 – 20 mg/hari.
d. KONSEP OBAT PIRAI

Obat gout atau obat pirai adalah obat yang digunakan untuk mengatasi
gejala penyakit gout/ pirai atau asam urat dengan cara menghilangkan
pembengkakan dan nyeri atau menghambat pembentukan asam urat. Ada 2
kelompok obat gout yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut dan yang
mempengaruhi kadar asam urat.
Pirai atau gout (juga dikenal sebagai podagra bila terjadi di jempol
kaki) adalah kondisi kesehatan yang biasanya ditandai oleh adanya serangan
akut artritis inflamatori berulang—dengan gejala kemerahan, lunak yang terasa
sakit dan panas pada pembengkakan sendi.
a) Ada dua kelompok obat untuk penyakit pirai yaitu :
 Obat yang menghentikan proses inflamasi akut
Contoh : kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, indometazin.
 Obat yang mempengaruhi kadar asam urat
Contoh : probenezid, alopurinol, sulfinpirazon.
Obat-obat yang bekerjanya dengan mempengaruhi asam urat tidak berguna
mengatasi serangan klinis, bahkan kadang-kadang meningkatkan frekuensi
serangan pada awal terapi. Oleh karena itu, kolkisin (dalam dosis profilaksis)
dianjurkan diberikan pada awal terapi dengan alpurinol, sulfinpirazon &
probenesid.

Kolkisin

- Farmakodinamik
 Tidak analgesic
 Merupakan anti inflamasi yang unik terutama untuk penyakit pirai (untuk
anti inflamasi yang bukan anti gout / pirai.
 Merupakan alkaloida colichum autumnale (sejenis bunga leli).
- Mekanisme kerja : (diperkirakan dengan cara-cara)
 Berikatan denga protein microtubular dan menyebabkan depolimerisasai
dan menghilangnya mikrotubul fibrillar granulosit dan sel-sel bergerak
lainnya > sehingga menyebabkan penghambatan migrasi granulosit ke
tempat radang sehingga penglepasan mediator inflamasi juga dihambat dan
direspon inflamasi ditekan.
 Mencegah penglepasan glikoprotein dari leukosit yang pada penderita
gout / pirai menyebabkan nyeri dan radang sendi.
- Farmakokinetik
 Absorpsi : saluran cerna (baik)
 Distribusi : secara luas dalam jaringan tubuh terutama di ginjal, hati, linfa
dan saluran cerna
 Tidak terdapat di otot rangka, jantung dan otak.
 Ekskresi : sebagian besar dalam bentuk utuh melalui tinja. 10 – 20 %
melalui urine.
 Penderita dengan penyakit hati eliminasi berkurang dan lebih banyak di
eliminasi melalui urine.
- Efek samping
 Mual, muntah kadang-kadang diare terutama dengan dosis maksimum,
dosis berlebih : oliguria, hematuria.
- Indikasi
 Diagnose gout / pirai
 Merupakan drug of choice untuk penyakit pirai
 Berguna pula untuk pula untuk profilaktik serangan pirai atau mengurangi
beratnya serangan.
- Dosis
 Ringan : 0,2 – 0,4 g/hari
 Berat : 0,4 – 0.6 g/hari
 Unruk gangguan fungsi ginjal : 0,1 – 0,2 g/hari
 Untuk hiperurisemia sekunder : 0,1 – 0,2 g/hari
 Untuk anak 6 – 10 tahun : 0,3 g/hari
 Untuk anak < 6 tahun : 0,15 g/hari

Probenesid

- Mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada


penyakit pirai.
- Tidak aktif untuk mengatasi serangan akut
- Untuk pengobatan hiperurisemia sekunder
- Kombinasi dengan salisilat : mengurangi efek probenesid
- Probenesid menghambat ekskresi melalui renal obat-obat : sulfinpirazon,
indometasin, penisilin, PAS dan sulfonamida, oleh karena itu pemberian
kombinasi obat-obat tersebut perlu sesuaikan dosisnya.
- Dosis : 2 x 250 mg/hari selama seminggu diikuti dengan 2 x 500 mg/hari.

Sulfinpirazon

- Mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik
berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat.
- Tidak ada serangan pirai akut.
- Penurunan kadar asam urat lebih kecil daripada alopurinol.
- Tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat ulkus pepticus
- Hati-hati pemberian obat ini bila dikombinasikan dengan obat-obat
hipoglikemik oral oral karena sulfinpirazon dapat meningkatkan efek insulin.
- Efek samping : gangguan saluran cerna, anemia, leukopenia, agranulositosis
- Dosis : 2 x 100 – 200 mg/hari dapat dinaikkan ad 400 – 800 mg, kemudian
dikurangi pada dosis efektif minimal.
e. KONSEP OBAT ANALGESIK OPIOID
Obat analgesic-opioid adalah obat yang dapat mengurangi / menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan adiksi.
1. Penggolongan obat opioid
a) Opium : Morfin dan alkaloida opium
- Opium / candu berasal dari getah buah Papaver Somniferum yang telah
dikeringkan.
- Alkaloida Opium dibagi 2 golongan :
 Golongan Phenantrene
 Morfin
 Codein
 Thebain

Mempengaruhi Sistem saraf pusat (depresi dan stimulasi)

 Golongan Benzylisoquinoline
 Papaverine
 Narcotine (Noscapin)
 Narceine

Mempengaruhi otot polos / relaksasi > anti spasmodic.

2. Klasifikasi Narkotika
a) Natural opium alkaloida
- Morfin
- Codein (Methyl Morphine)
b) Semi Synthetic Morphine
- Heroin (diacetyl morphine)
- Hydromorphone (dilaudid)
- Hydrocodon (hycodon)
c) Synthetic narkotik
- Meperidin = Pethidin, Demerol
- Methadone
- Butorphanol
- Diphenoxylate
- Pentazocine (paling ringan habituasi dan adiksinya.
- Propoxyphene
- Levorphanol (paling ringan habituasi dan adiksinya)
d) Narkotik antagonis
- Nalorphin
- Naloxone
- Naltrexone
3. Farmakodinamika
a) Pada S.S.P : analgesic et narcosis, rasa kantuk
Morfin
- Dosis kecil 5 – 10 mg :
 Pada orang sakit, timbul keadaan euphoria
 Pada orang normal (tidak sakit), timbul dysphoria (rasa takut,
gelisah, mual, muntah, ngantuk, penurunan kemampuan berfikir.
- Dosis terapeutik 15 – 20 mg : menyebabkan tidu dengan mimpi indah,
rasa nyeri hilang, penurunan pernafasan, miosis, konstipasi / sembelit.
- Dosis besar (over dose) : keracunan, koma, pupil mengecil (pin
point), depresi pernafasan, kematian.
b) Pada pusat pernafasan
Morfin menurunkan kepekaan pusat pernafasan terhadap rangsangan CO2
> penimbunan CO2 di serum, darah, alveoli, kematian oleh karena morfin
pada umumnya disebabkan karena : depresi saluran pernafasan
(kegagalan pernafasan)
4. Farmakokinetik
a) Absorpsi
- P.o : baik
- Juga melalui mukosa seperti hidung, paru-paru
- Kulit tidak utuh, lesi
- Menembus sawar uri dan placental barrier (mempengaruhi fetus)
b) Metabolisme
- Dihepar mengalami konjugasi dengan asam gluconarat
- Sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas
- 10 % tidak diketahui nasibnya \
c) Ekskresi
- Lewat ginjal dalam bentuk sudah berubah (konjugasi) ]sebagian
kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringan
- Morfin yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu (sebagian
kecil)
- Juga dalam urine dalam bentuk bebas.
5. Penggunaan klinis
a) Sebagai analgesia
b) Sebagai penenang
c) Sebagai obat batuk
d) Sebagai obstipan

KEGIATAN BELAJAR 1, Sub Pokok Bahasan 1


1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada Kegiatan
Belajar 1 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep obat antasida
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada Kegiatan
Belajar 1 ini, secara khusus Anda diharapkan dapat:
a. Menjelaskan antasida
b. Menjelaskan dan menyebutkan macam-macam obat antasida
c. Menjelaskan dan menyebutkan penggunaan klinis dan efek antasida
d. Menjelaskan implikasi keperawatan & peringatan bila menggunakan obat-obat
antasida.
e. Menyebutkan contoh-contoh dan dosis penggunaan obat antasida
3. Pokok-pokok Materi Pembelajaran
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, Anda akan mempelajari pokok-pokok
materi sebagai berikut:
a. Pengertian antasida
b. macam-macam obat antasida
c. penggunaan klinis dan efek antasida
d. implikasi keperawatan & peringatan bila menggunakan obat-obat antasida.
e. contoh-contoh dan dosis penggunaan obat antasida.
4. Uraian Materi Pembelajaran
a. Pengertian Antasida
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri lambung akibat gastritis.

Antasida adalah golongan obat yang digunakan untuk menetralkan asam di


lambung. Secara alami lambung memproduksi suatu asam, yaitu asam klorida
(HCl) yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan protein. Antasida
bekerja dengan cara menetralkan lambung yang terlalu asam. Selain menetralkan
asam lambung, antasida juga meningkatkan pertahanan mukosa lambung dengan
memicu produksi prostaglandin pada mukosa lambung.
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasida, tidak larut
dan efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl membentuk MgCl 2. Magnesium
hidroksida yang tidak larut akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Satu
gram magnesium hidroksida dapat menetralisir 32,6 mEq dari asam lambung.
Senyawa magnesium memiliki kelebihan berupa absorpsi yang kecil, aksi yang
tahan lama dan tidak menghasilkan karbondioksida

Macam-macam obat antasida

Obat anti sekresi lambung


1. Antagonis Res. H2 (H2 blocker)
- Cimetidine
- Ranitidine
- Famotidine
- Nizatidine
Tritec

- Ranitidine : H2 Blocker
- Clorithromycin : Anti H. Pylori
- Bismuth Citrate : Mucosal protective
2. Proton Pump Inhibirto / PPI
Mencegah bekerjanya enzim H+ / K+ ATPase
- Omeprazole
- Lansoprazole
- Rabeprazole
- Pantoprazole
- Esomeprazole

Bahan-bahan tersebut diatas adlaah senyawa senyawa subtitusi dari


benzimidazole yang secara non reversible mengambat PPI sel parietal
lambung.

3. Anti kolinergik / anti muskarinik


- Atropine SO4
- Pirenzepine

Jarang digunakan dan hanya digunakan sebagai tambahan terhadap H2 blocker


khusus pada pasien yang refrakter terhadap pengobatan H2 blocker atau pada
pasien yang mengalami nyeri pada malam hari.

4. Pelindung mukosa / cytoprotective agent


- Sucralfate (Alumunium Sucrose Sulfate)
Anti ulcer agent
Mekanisme kerja : polimerisasi dan pengikatan selektif terhadap jaringan
ulkus yang nekrosis, dimana dia bertindak sebagai penghalang terhadap
asam, pepsin, dan cairan empedu. Juga secara langsung dapat menyerap
garam-garam empedu.
Dosis : 4 x 1 g ac a 1 hari
Butuh dalam suasana asam untuk aktivitasnya
Sebaiknya tidak diberikan Bersama dengan antasida H2 Blocker atau PPI
Sediaan : ulanic, ulsidex, ulsafate.
penggunaan klinis dan efek antasida

Antasida adalah golongan obat yang digunakan untuk menetralkan asam di


lambung. Secara alami lambung memproduksi suatu asam, yaitu asam klorida
(HCl) yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan protein. Antasida
bekerja dengan cara menetralkan lambung yang terlalu asam. Selain menetralkan
asam lambung, antasida juga meningkatkan pertahanan mukosa lambung dengan
memicu produksi prostaglandin pada mukosa lambung.
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasida, tidak larut
dan efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl membentuk MgCl 2. Magnesium
hidroksida yang tidak larut akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Satu
gram magnesium hidroksida dapat menetralisir 32,6 mEq dari asam lambung.
Senyawa magnesium memiliki kelebihan berupa absorpsi yang kecil, aksi yang
tahan lama dan tidak menghasilkan karbondioksida
Aluminium hidroksida menghasilkan aluminium klorida dan air. Namun jika
pH lebih dari 5, maka reaksi netralisasinya tidak berlangsung sempurna. Ion
alumunium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen
( menciutkan selaput lendir ). Antasida ini mengadsorpsi pepsin dan
menginaktivasinya. Cara kerja obat ini adalah senyawa alumunium yang
merupakan suatu zat koloid, melapisi selaput lendir, menetralkan asama klorida
dan mengikat asam klorida secara adsoptif.
Efek Obat dan Efek Sampingnya
Disamping efek pengobatan yang diinginkan,obat dapat menimbulkan efek yang
tidak diinginkan.
Antasida yang terdiri dari kombinasi alumunium hidroksida dan magnesium
hidroksida dipilih karena menghasilkan efek non sistemik dengan masa kerja
panjang. Antasida non sistemik hampir tidak diabsorbsi di dalam usus sehingga
tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Kombinasi ini diharapkan dapat
mengurangi efek samping dari obat
.
implikasi keperawatan & peringatan bila menggunakan obat-obat antasida.
Bahan Aktif Kegunaan Efek Samping
Alumunium Menetralkan asam Konstipasi, dapat terjadi
Hidroksida lambung mual muntah, dapat
mengurangi absorpsi
bermacam-macam
vitamin dan tetrasiklin
Magnesium Menetralkan asam Diare, sebanyak 5-10 %
Hidroksida lambung magnesium diabsoprsi
dan dapat menimbulkan
kelainan neurologi,
neuromuskular, dan
kardiovaskular.

Kegunaan
1. Kombinasi Alumunium hidroksida daan Magnesium hidroksida merupakan
antasid yang bekerja menetralkan lambung dan mengaktifkan pepsin, sehingga
nyeri ulun hati akibat iritasi oleh aasam lambung dan pepsin berkurang.
2. Efek laksatif dari Magnesium hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari
Alumunium hidroksida.
3. Dimetilpolisiloksan mengurangi gelembung-gelembung gas dalam saluran cerna
sehingga rasa kembung berkurang.
4. Bekerja cepat dan tahan lama
Hal yang perlu diperhatikan:
1. Tidak dianjurkan digunakan terus menerus selama lebih dari dua minggu, kecuali
atas petunjuk dokter. Bila sedang menggunakan obat tukak lambung lain, seperti
simetidin atau antibiotika tetrasiklin, sebaiknya diberikan dengan selang waktu 1-
2 jam.
2. Tidak dianjurkan diberikan pada anak-anak di bawah 6 tahun, karena biasanya
kurang jelasa penyebabkan, kecuali atas petunjuk dokter.
3. Hati-hati pemberian pada penderita diet fosfor rendah dan pemakaian lama,
karena dapat mengurangi kadar fodsfor dalam darah.
Indikasi
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan denagn kelebihan asam
lambung, gastritis, tukak lambung, tukak usus dua belas jari dengan gejal-gejala,
seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati.
Kontra Indikasi:
Jangan diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal yang berat karena
menimbulkan hipermagnesia (kadar magnesium dalam darah meningkat).

contoh-contoh dan dosis penggunaan obat antasida.

Dosis Al (OH)3 : antasida Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH) 3 gel yang
mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL tersedia juga dalam
bentuk tablet, yang mengandung 50 % Al2O3. 1 gram Al(OH)3 dapat menetralkan
25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.
Dosis Mg(OH)2 : sediaan susu magnesium berupa suspensi yang berisi 7-8,5%
Mg(OH)2. 1 mL susu magnesium dapat menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang
dianjurkan 5-30 mL
Aturan Pakai
Dewasa : 1-2 sendok takar (5-10 ml) sebanyak 3-4 kali sehari.
Anak-anak 6-12 tahun : ½-1 sendok takar (2,5-5 ml) sebanyak 3-4 kali sehari.
Diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan dan menjelang tidur

RANGKUMAN

Hipnotik - Sedatif adalah golongan obat depresi SSP. Efeknya bergantung


pada dosis, mulai dari yang ringan (menenangkan, menyebabkan kantuk, menidurkan)
hingga yang berat (menghilangkan kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan
aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga
menenangkan.
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri lambung akibat gastritis.

Antasida adalah golongan obat yang digunakan untuk menetralkan asam di


lambung. Secara alami lambung memproduksi suatu asam, yaitu asam klorida
(HCl) yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan protein. Antasida
bekerja dengan cara menetralkan lambung yang terlalu asam. Selain menetralkan
asam lambung, antasida juga meningkatkan pertahanan mukosa lambung dengan
memicu produksi prostaglandin pada mukosa lambung.
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasida, tidak larut
dan efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl membentuk MgCl 2. Magnesium
hidroksida yang tidak larut akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Satu
gram magnesium hidroksida dapat menetralisir 32,6 mEq dari asam lambung.
Senyawa magnesium memiliki kelebihan berupa absorpsi yang kecil, aksi yang
tahan lama dan tidak menghasilkan karbondioksida.

TES FORMATIF
1. Sebutkan penggolongan obat-obat pada susunan saraf pusat !
2. Paparkan farmakokinetik dari obat analgesik, antipiretik, dan AINS !
3. Jelaskan mekanisme kerja obat analgesik umum dan local !
4. Jelaskan farmakokinetik dan farmako dinamik obat antasida
5. Sebutkan macam-macam penggolongan obat antasida !
TUGAS MANDIRI
Membuat soal pilihan ganda tentang materi Penggolongan obat pada susunan
saraf pusat dan antasida ! masing-masing mahasiswa membuat 3 soal sesuai
dengan materi yang telah disampaikan.

Anda mungkin juga menyukai