FARMAKOLOGI
PENYUSUN:
1..............................
2.............................
3.............................. dst
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Modul Mata Kuliah Farmakologi bagi mahasiswa dapat
selesai dan diterbitkan.
Modul ini disusun untuk dijadikan pedoman bagi mahasiswa Program Studi D-IV
Keperawatan Gawat Darurat Surabaya agar mudah mempelajari mata kuliah farmakologi dan
pada akhirnya mampu :
1. Memahami konsep penggolongan obat pada susunan saraf pusat
2. Memahami konsep obat antasida
3. DST SESUAI KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI PADA MATA KULIAH
TERSEBUT
Ucapan terima kasih tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
sampaikan kepada seluruh staff pengajar Mata Kuliah Farmakologi Program Studi D-IV
Keperawatan Gawat Darurat Surabaya dan Unsur Pimpinan yang telah memberikan
kontribusi pada penyusunan dan penerbitan modul ini, yang tidak bias disebutkan satu
persatu.
Kami menyadari bahwa Modul ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga Modul ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Program Studi D-IV Keperawatan Gawat Darurat Surabaya dan pihak-pihak yang
membutuhkan.
LEMBAR PENGESAHAN
Modul Mata Kuliah farmakologi ini telah diperiksa dan dinyatakan layak
dipergunakan sebagai Modul Pembelajaran pada Program Studi D-IV Keperawatan
Gadar Surabaya
Surabaya, ......................2018
Program Studi D-IV Keperawatan Gadar Surabaya
Ketua
Mengetahui
Jurusan Keperawatan
Ketua
MODUL II : Antasida
Kegiatan Belajar 1 : Konsep Obat Antasida
MODUL I
MATA KULIAH FARMAKOLOGI
Penulis
Nama Dosen Untuk Pengampu Pokok Bahasan ini
PRODI D-IV KEPERAWATAN GADAR SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2018
DAFTAR ISI
Cover............................................................................................................................1
Daftar Isi.......................................................................................................................2
Daftar Gambar..............................................................................................................3
Pendahuluan..................................................................................................................4
Kegiatan Belajar1 : Obat pada Susunan Saraf Pusat....................................................5
Tujuan Pembelajaran Umum............................................................................6
Tujuan Pembelajaran Khusus............................................................................7
Pokok-Pokok Materi Pembelajaran..................................................................8
Uraian Materi Pembelajaran.............................................................................9
Rangkuman.....................................................................................................10
Tes Formatif....................................................................................................11
Tugas Mandiri.................................................................................................12
Normal
STIMULANT DEPRESANT
Kematian Kejang Epilepsi Cerewet, Tenang, Ngantuk, Tidur Tidur Sukar bangun Koma Kematian
Keterangan :
Tranquilizer (anti anxiety) obat-obat yang menenangkan, tanpa rasa kantuk
Sedatif adalah Obat-obat yang menenangkan, membuat kantuk dan lesu tapi tidak
tidur (depresi ringan dari s.s.p)
Hipnotik adalah obat yang menyebabkan tidur.
Anestetik adalah obat yang menyebabkan tertidur tetapi sulit untuk dibangunkan.
Anti psikotik adalah obat yang menyebabkan damai / tenang (sedasi) tetapi masih
mudah dibangunkan (terutama untuk penderita psikosis)
1. Mekanisme kerja Obat – obat hipnotik – sedative
a) Obat – obat hipnotik-sedatif meningkatkan aktivitas inhibitory neuron
Yang mengeluarkan (GABA & Glycine), dimana inhibitory
neurotransmitter mempengaruhi permeabilitas membrane post synaps menjadi
meningkat terhadap Cl- masuk > muatan menjadi θ > hiperpolarisasi > stimulus
tidak diteruskan > rangsangan θ.
b) Exitatory Neuron Mempengaruhi Permeabilitas membrane terhadap Na
- Pengeluaran GABA > NE sehingga NE berkurang
- Cl- : Chlorida Ionophore Complex
- Barbiturat dosis rendah : inhibisi sinaps dipertahankan ∞ GABA dan
Glycine > Transmisi Exitatory Sinaps
- Barbiturat Dosis Anestesi : Kepekaan membrane post synaps menurun
terhadap neurotransmitter perangsang
- Benzodiazepine : potensiasi inhibisi presinapstik ∞ GABA sebagai inhibisi
transmitter.
2. Penggolongan Obat
Hipnotik-Sedatif digolongkan menjadi dua, yaitu :
a) Golongan Barbiturate
Berdasarkan duration of action dibedakan menjadi :
- Ultra short acting barbiturate
Sangat mudah larut dalam lemak (pemakaian. I.V : < 2 jam)
Thiopental (Pentothal)
Thiamital (Surital)
Hexobarbital (Evipal)
- Shart Acting Barbiturate
Agak kurang larut dalam lemak (per oral : 2 – 4 jam)
Secobarbital (Seconal)
Pentobarbital (Nembutal)
- Intermediate Acting Barbiturate
Agak kurang larut dalam lemak (per oral : 3 – 6 jam)
Butobarbital (Bitisal)
Amobarbital (Amital)
Vinbarbital (Delvinal)
- Long Acting Barbiturate
Kurang larut dalam lemak (per oral : 6 – 8 jam)
Phenobarbital (Luminal)
Mephobarbital (Mebaral)
Barbital (Veronal)
b) Golongan Non-Barbiturate
Benzodiazepine
Paraldehyde
Glutemimide dan metaqualone
Chloral Hydrat
Bromida
Efek farmakologis (Golongan Barbiturate)
- Anti konvulsi (anti kejang)
- Muscle relaxan
- Obat tidur
- Anestesi
- Pada pernafasan > depresi pernafasan
- Pada SSP > Depresi SSP : Sedasi > Hipnosis > anestesia > koma >
kematian
- Analgesia dan hiperanalgesia
Farmakokinetik
- Absorpsi :
Dalam lambung tidak terionkan karena larut dalam lemak
Dalam darah : absorpsi cepat
- Metabolisme : Liver
- Ekskresi : urine (ginjal) dipercepat dengan pemberian bicarbonas Natricus
Indikasi klinis
- Sedasi premedikasi
- Hipnosis
- Penggunaan neuropsikiatrik
- Anti konvulsi
- Anestesia
- Anti anxiety / anti cemas (dosis kecil)
- Relaksasi otot
Intoksikasi
- Akut
Gejala :
Depresi nafas (hebat)
Tekanan darag menurun / rendah sekali
Oliguria / anuria
Pneumonua hipostatik
Pengobatan :
Derivat THIOXANTHENE
- Chloeprothixene (Taracton)
Derivat BUTYROPHENONE
- Haliperidol (Haldol)
e) Obat-obat Golongan Anti Depresan
- MAO Inhibitor : Phenelzine (Nardil), Tranylcypromine (Parnate)
- Tricyclic Anti Depressant : Imipramine (Tofranil), Amitryptile (Laroxyl),
Protryptiline, Desipramine, Nortryptiline (Motival)
f) Golongan Benzodiazepine
Pada umumnya digunakan sebagai anti anxiety, kecuali :
- Lorazepam dan Bromazepam > sedatif (efek<)
- Nitrazepam dan flurazepam > hipnotik
- Clonazepam > anti epilepsi
Farmakodinamik
Pada pernafasan : dosid hipnotik tidak berpengaruh
Diazepam + golongan Opioid > Apnea selama anestesia
Pada sistem Cardiovaskular : efek ringan kecuali pada intoksikasi
berat
Dosis anestesi : Tekanan darah menurun, frekuensi denyut jantung
meningkat.
Pada sistem GIT (saluran cerna)
Anti anxiety > dimanfaatkan untuk obat maag > HCl menurun.
Efek anti konvulsi > muscle relaxant
Farmakokinetik
Absorpsi : sempurna (larut dalam lemak)
Metabolisme : hepar (oleh emzim mikrosom hati)
Distribusi : benzodiazepin lewat sarwar uri dan disekresi ke dalam
ASI
Ekskresi : lewat ginjal
Efek samping et TOXISITAS :
Ngantuk
Drowsiness
Skin rash
Toleransi dan dependensi
Adiksi
Pemilihan benzodiazepin atas dasar
Indeks terapi tinggi
Resiko interaksi obat : rendah (inducer)
Kecepatan pembuangan cepat
Resiko
g) ANTI PSIKOTIK
= Neuroleptik = Psikotropik = Major Tranquilizer
- Cara kerja : menghambat re. DOPAMIN pada otak sehingga memulihkan
gejala – gejala psikotik
- Di bagi 4 kelas :
Kelas Fenotiazin
Kelas Tiosantin
Kelas Butirofenon
Kelas Dibenzodiazepin (jarang digunakan).
h) Obat – obat Antipsikotik harus mempunyai syarat :
- Dapat menenangkan penderita
- Efek sedasi minimal
- Efek extrapyramidal (tremor, rigiditas dll) minimal
- Tidak mudah menyebabkan dependensi / ketergantungan
i) KELAS FENOTIAZIN
Prototype : CPZ (Chlorpromazin)
- Merupakan golongan anthistamin yang kuat ( I kali pada tahun ’50 )
- Mempunyai gugus alifatik yang mempunyai efek sedative dan
menghilangkan nausea et vomiting
- Dapat mempotensir obat – obat anestetik
Kelas Fenotiazin
- Golongan Piperazine :
Lebih bersifat stimulant ( sedikit sekali timbulkan ngantuk )
Efek psikotiknya besar / kuat sehingga dapat timbulkanstimulasi /
kejang – kejang pada otot local misalnya : Parkinson
- Golongan Piperidin :
Anti psikotiknya paling lemah
Efek sedasinya lebih dalam ( lebih bersifat ngantuk )
- Golongan Aliphatic :
Efek antara golongan piperazin dan piperidin
Ngantuk : sedang – sedang
Merupakan prototype dari Anti psikotik
- Efek Farmakologis golongan anti psikotik :
Pada hipofisa anterior : amenorrhoe – menstruasi mundur atau tidak
sama sekali
Pada kulit : hiperpigmentasi dan fotosensitif
Menyebabkan gangguan extrapyramidal – parkinsonism
Efek Atropine like ( anti cholinergic ) – khusus golongan piperazine
- FARMAKODINAMIK :
SSP : antipsikosis, sedasi, toleransi
Otot Rangka : pada otot skelet dalam keadaan spasme – relaksasi
System Endokrin : terjadi hambatan ovulasi dan menstruasi, BB
meningkat
System Kardiovaskuler : hipotensi
Hati : terjadi cholestatic jaundice o.k. empedu menjadi kental
- INDIKASI :
Antipsikosis dan depresi
Anti emetic
- KONTRA INDIKASI :
Pasien glaucoma ( o.k. efek antikolinergik )
Pasien dengan antihypertension drug – hipotensi aditif
Pasien dengan narcotic drug – depresi SSP aditif
Pasien dengan antacid drug – mengurangi laju absorpsi
- EFEK SAMPING
Rx. Extrapyramidal, kantuk, konvulsi
Kelainan hematologic : leukopenia, agranulositosis
Cholestatic jaundice ( jarang )
Dermatitis
Gangguan fungsi hepar
- FARMAKOKINETIK
Absorpsi : baik dan cepat ( melalui GIT )
Distribusi : otak
Metabolism : hati
Ekskresi :
Ginjal ( sebagai bentuk metabolit dalam urine )
Empedu ( 15% )
2. Syarat zat dapat digunakan sebagai obat Anestesi Lokal adalah sebagai
berikut
a) Tidak merangsang jaringan
b) Tidak mengakibatkan kerusakan permanen pada susunan saraf
c) Efektif secara penyuntikan atau penggunaan lokal pada selaput lendir
d) Waktu mulai reaksinya sesingkat mungkin
e) Dapat larut dalam air, menghasilkan larutan yang stabil terhadap
pemanasan pada waktu sterilisasi
3. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal
Pusat mekanisme kerja dari anestesi lokal terletak di membran sel,
Anestesi lokal memblok penyampaian impuls dengan cara mencegah kenaikan
permeabilitas membran sel terhadap ion-ion natrium. Pada waktu yang
bersamaan ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat laun
meningkat, yang pada akhirnya memblokir penerusan impuls.
4. Pemberian Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada
waktu pembedahan kecil dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan.
Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:
a) Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung
syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan
gigi.
b) Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak
saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas.
Misal pada lengan atau kaki
c) Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri
atau gatal. Misalnya dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.
Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam
kloridanya yang mudah larut dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya,
maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan pembuluh darah
(vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan
diperlambat dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat
dengan khasiat yang lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah
namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya jangan digunakan
pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.
5. Pemberian Obat Anestesi Umum
Biasanya melibatkan administrasi tiga obat-obatan yang berbeda:
a) Premedikasi (premedication)
Premedikasi dilakukan pada tahap persiapan prabedah. Ada dua tujuan
premedikasi,yaitu: mencegah efek parasimpatomimetik dari anestesi dan reduksi
kecemasan dannyeri. Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi adalah:
Anxiolytics : untuk menghilangkan kecemasan
Contoh: benzodiazepine (diazepam, lorazepam, midazolam)
Analgesics : jika ada rasa nyeri atau sebagai suplemen untuk agen anestesi
Contoh: paracetamol, NSAID, opium
Parasympathetic blockers : antimuscaranic, untuk mengurangi sekresi
bronchialdan saliva
Contoh: atropine, hyoscine, glycopyrronium
b) Induksi Anestesi (induction of anaesthesia)
- Anestesi intravena
Merupakan metode yang umum digunakan. Efek anestesi hingga ke
sistem saraf pusat. Agen anestesi intravena yang ideal: onset cepat, pemulihan
cepat, analgesik pada konsentasi subanestesi, depresi minimal pada sistem
kardiovaskuler dan pernapasan, tidak ada efek emetic, tidak menyebabkan
fenomena exicitatory(batuk, cegukan,gerakan involunter) pada induksi, tidak
menyebabkan fenomena emergensi (mimpi buruk), tidak ada interaksi dengan
obat-obat neuromuscular blocking.
- Anestesi inhalasi
Anestesi ini sangat berguna untuk anak-anak atau orang dewasa yang
phobia. Juga digunakanuntuk pasien yang memiliki risiko aspirasi pulmonari.
Agen anestesi inhalasi yang ideal : Memiliki odor yang sewajarnya, tidak
mengiritasi saluran pernapasan, dapat menginduksi secara cepat dan cepat pula
pulih, stabil secara kimiawi pada kemasan penyimpanan dan tidak
berinteraksi dengan material, anaesthetic circuit atau dengan soda
c) Penjagaan anestesi (maintenance of anaesthesia)
7. Farmakodinamik
Anestesi lokal bekerja di membran sel dan berperan mencegah pembentukkan dan
konduksi impuls saraf. Aksi saraf terjadi dikarenakan peningkatan permeabilitas
membran terhadap ion Na+ sebagai akibat dari depolarisasi ringan pada membran.
Peningkatan ini hanya bersifat sekilas. Anestesi lokal bekerja dengan menghambat
proses tersebut. Hal ini disebabkan oleh zat anestesi lokal yang berinteraksi secara
langsung dengan kanal Na+ yang mana cukup sensitif dengan adanya perubahan
voltase muatan listrik. Seiring bertambahnya efek zat anestesi lokal di dalam saraf
dapat berdampak pada peningkatan ambang rangsang membran secara bertahap.
Selain itu, akan terjadi penurunan kecepatan peningkatan potensial aksi, perlambatan
konduksi impuls dan berkurangnya faktor pengaman konduksi saraf. Kondisi ini dapat
mengakibatkan penurunan menjalarnya potensial aksi sehingga terjadilah kegagalan
konduksi saraf (Amir Syarif, 2011). Zat anestesi lokal bekerja dengan menghalangi
hantaran sistem saraf tepi dan juga dapat berefek pada susunan saraf pusat (SSP),
ganglia otonom, sambungan saraf otot serta semua jenis serabut otot.
1. Susunan Saraf Pusat
Semua zat anestesi lokal merangsang SSP sehingga dapat menyebabkan
kegelisahan dan tremor yang kemungkinan dapat berubah menjadi kejang klonik.
Umumnya, semakin kuat anestetik lokal maka semakin mudah menimbulkan
kejang.
2. Sambungan Saraf- Otot dan Ganglion
Anestetik lokal mampu memengaruhi transmisi di sambungan saraf- otot yakni
dapat menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf. Menurut
Amir Syarif (2011), prokain dapat berakibat pada berkurangnya produksi
asetilkolin pada ujung saraf motorik. Selain itu, prokain juga berefek pada akhir
serabut preganglion dan pada sel ganglion.
3. Sistem Kardiovaskular
Efek anestetik lokal pada sistem kardiovaskular akan nampak setelah timbul
efek pada SSP dan juga setelah mencapai kadar obat sistemik yang tinggi.
4. Otot Polos
Anestetik lokal akan berefek spasmolitik yang disebabkan oleh depresi
langsung pada otot polos, depresi pada reseptor sensorik. Kondisi ini
menyebabkan hilangnya tonus refleks setempat.
8. Toksisitas Anestesi Lokal
1. Absorpsi dan Efek Samping
Absorpsi dari kulit dan selaput lendir berlangsung dengan baik dan sangat cepat,
misalnya pada lidokain. Toksisitas obat anestesi lokal bergantung dadri keseimbangan
dari kecepatan absorpsi dan kecepatan destruksi. Efek samping biasanya terjadi
sebagai akibat khasiat dari kardio depresifnya. Beberapa obat anestesi lokal juga
memiliki efek samping hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
2. Komplikasi selama Anesthesia (David C. & Arthur, 1997)
a. Komplikasi pernapasan
- Batuk
- Pernafasan yang tidak teratur
- Airway Obstruction
- Laryngospasm
- Hypoventilation
- Bronchospasm
b. Komplikasi sirkular
- Hipotensi
- Hipertensi
- Aritmia
c. Aspiration of Gastric Contents
d. Reaksi analfilaktik dan anafilaktoid
3. Komplikasi Anestesi Lokal yang berbahaya dan terapinya (Mutschler,1991)
Pemakaian anestesi lokal dapat mengakibatkan komplikasi berat bahkan
membahayakan jiwa, seperti berikut:
a. Kadar dalam darah dari anestesi lokal atau simpatomimetika yang ditambahkan
sebagai vasokonstriktor yang terlalu tinggi, dan juga
b. Reaksi alergi
4. Kadar dalam darah dari anestesi lokal
Kadar dalam darah yang terlalu tinggi akibat penyuntikan intravasal yang tidak
disengaja, terlalu cepat absorbsinya atau konsentrasi anestetika lokal terlalu tinggi
menyebabkan gangguan saraf dan gangguan kardium.
Gejala-gejala keracunan saraf pusat, fase awal :
- Terjadi penghambatan neuron inhibisi (sebab itu terjadi gejala terangsang)
- selanjutnya pada keracunan yang lebih parah :
terjadi kelumpuhan bagian yang lebih besar dari sistem saraf pusat.
Contoh:
Pada kasus ringan berupa tidak tenang, tremor, keadaan takut dan delirium.
Pada kasus berat berupa kejang kronik dan kelumpuhan pernapasan.
a. Penghantaran rangsang pada jatung dihambat, karena itu dapat terjadi bradikardi yang
akhirnya terjadi blokade atrioventrikular dan sebagai akibatnya jantung berhenti dan
kejang anoksia.
Tindakan terapi yang penting adalah pernapasan oksigen untuk mencegah suatu
hipoksia dan anoksia, dan pada jantung brehenti dilakukan masage jantung dan
disertai pernapasan buatan. Jika massge jantung dalam waktu 2 menit tidak
memberikan hasil maka disuntikan adrenalin 0,5-1 mg pada intravena atau
intrakardium.
b. Pada kejang-kejang dianjurkan pemberian berulang suksinilkolin, sejauh kejang-
kejang tidak diakibatkan oleh berhentinya jantung dan hipoksia, dapat diberikan
penyuntikn intravena diazepam (Valium®) atau barbiturat yang bekerja singkat seperti
heksobarbotai (Evipan® – Natrium), dalam dosis 50 mg secara berulang.
Pada keracunan adrenalin terjadi pucat intensif, keringat dingin, takhikardiadan
kenaikan tekanan darah yang besar dalam kasus jarang terjadi aritmia dan flimer
ventrikel sedangkan pada kelebihan dosis noradrenalin terjadi bradikhardi.
Terapi disesuaikan menurut gejala yang timbul:
-pada takhikardi penyuntikan hati-hati β-simpatomolika secara intravena
-pada kenaikan tekanan darah yang besar diberikan zat yang melebarkan pembuluh
darah perifer, pada flimer bilik dilakukan defibrilasi.
5. Reaksi Alergi
Pada anestesi lokal dapat terjadi reaksi alergi yang tidak merugikan,(misalnya
eksantemaurtikaria) atau yang berat (bronkhospasmus, syok anafilaktik). Untuk
menanganinya diberikan antihistamin dan glikokortikoid, dan pada syok anafilatik
ditambahkan adrenalin (0,5-1 mg) secara intravena.
6. Komplikasi Anestesi Umum (obat Narkosis)
Hipertermia Ganas dalam kasus yang sangat jarang, selama pembiusan dapat terjadi
kenaikan suhu tubuh yang masif. Kejadian demikian disebabkan oleh meningkatnya
pembebasan ion kalsimdari retikulum sarkoplas pleh obat pembius inhalasi (seperti
halotan) pada pasien dengan gangguan genetik dari penggabungan elektro-mekanik.
Hipertemia yang dahulu hampir selalu menyebabkan kematian, sekarang dapat
ditangani dengan berhasil dengan pemberian dantrolen (Dantramacrin®) secara
parenteral.
RANGSANGAN
FOSFOLIPID
HIDROPEROKSID HIDROPEROKSID
PGG2 / PGH
LEUKOTRIEN
PGE2, PGF2, PGD2 Tromboksan B2 Prostasiklin
Bekerjanya obat “NSAID”
Bagan 1
Skema Biosintesis Prostaglandin
c) Hipotalamus :
- Anterior : pengaturan pengeluaran panas.
Vasodilatasi sehingga terjadi sweatinh (keringat berlebihan)
Terjadi peningkatan frekuensi pernafasan
- Posterior : pengaturan produksi panas.
d) Mekanisme antipiretik
- Mengembalikan fungsi thermostat pada hipotalamus ke keadaan normal.
- Menghambat pembentukan prostaglandin E1 (PGE1)
Golongan salisillat
Prototyoe : aspirin
Efek farmakologis golongan salisilat : analgesic, antipiretik, anti
inflamasi, antipirai
Farmakodinamik
- Efek pada darah : terjadi perpanjangan waktu perdarahan karena
hambatan pembentukan tromboksan A2 (hipoprotombinemia).
- Efek Pada susunan saraf pusat : pada dosis besar mula-mula terjadi
rangsangan, lama-lama terjadi depresi.
- Efek pada saluran cerna / GIT : terjadi rangsangan iritasi lambung, mual,
muntah, ulkus peptikum.
- Efek pada pernafasan :
Pada dosis besar : merangsang pernafasan (hyperventilasi), kemudian
terjadi alkalosis, selanjutnya terjadi depresi pernafasan. Asidosis
respiratorial oleh karena menumpuknya metabolik yang bersifat asam
dari salisilat sehingga terjadi asidosis metabolik.
Pada dosis terapi : alkalosis respiratorik terkompensasi
- Efek pada kelenjar endokrin : terjadi rangsangan pada kelenjar-kelenjar
tersebut sehingga terjadi pelepasan banyak hormon andrenocorticotropic,
rangsangan pada hipotalamus, banyak kortikosteroid bebas dalam darah.
- Efek pada metabolisme : dosis besar menimbulkan perubahan metabolik.
Pada karbohidrat hiperglikemi dan glucosuria (seperti pada diabet)
Farmakokinetik
- Absorpsi :
Per oral : cepar melalui lambung, usus
Per rectal :
Pada kulit beberapa preparat juga mengalami absorpsi.
- Distribusi : seluruh jaringan tubuh, ASI, ludah, sawar otak, sawar uri.
- Metabolisme : hepar (dengan cara hidrolisis)
- Ekskresi : renal (ekskresi bertambah bila diberi Na.Bic
Penggunaan klinik
- Analgetik, antipiretik, anti rematik.
- Anti thrombus, terutama untuk orang-orang yang menpunyai tendensi
terjadi trombus yaitu orang-orang yang sering mengalami kelainan
oembuluh darah otak dan jantung karena dosis kecil.
- Antigout dengan dosis besar.
- Sebagai keratolytic agent pada penyakit jamur dan sebagai counter irritant
(secara tropical).
Efek samping
- Alergi, iritasi lambung, hipoprothrombinemia
- Gejala-gejala kelainan fungsi ginjal dan hepar.
- Kelainan pada pendengaran.
Kontra indikasi
- Ulkus pepticum
- Hemofilia
- Alergi
Dosis
- Analgetik – antipiretik: 0.325 g – 1 g
- Demam rematik akut : 5 g – 8 g / hari
- Reumathoid arthritis : 5 g – 6 g / hari
Sediaan
- Aspirin (acetosal)
- Salisilamid, Na. Salisilat (efek <, iritasi >)
- Asam salisilat, metil salisilat (iritasi >>>>, untuk topikal)
Derivat Para Aminofenol
- Acetanilid
- Phenacetin
- Acetaminophen / Paracetamol
Tidak digunakan lagi karena efek samping kelainan ginjal.
- Paracetamol merupakan metabolit aktif phenacetin (toxisitas lebih rendah)
- Para aminofenol bersifat toxis disubtitusikan dengan OH dan NH2,
paracetamol tidak toksid, khasiat tetap.
- Perbedaan dengan aspirin golongan 1 yaitu, Tidak ada efek :
Anti inflamasi
Anti gout
Iritasi lambung
Gangguan pernafasan
Keseimbangan asam basa
Metabolisme
Efek farmakologi
- Analgetik
- Anti piretik
- Anti inflamasi
- Anti gout : phenyl dan oxyphenbutazone
Efek samping :
- Carcinogenesis
- Agranulositosis
- Thrombocytopenia
- Aplastic anemia
- Hemolisis
- Anuria
- Mual muntah (iritasi lambung)
Farmakokinetik
- Absorpsi : cepat
- Metabolisme : phenylbutazon oxyphenbutazon (metabolit aktif)
- Ekskresi : renal (lambat oleh karena protein binding meningkat dan
mengalami reabsorpsi pada tubulus renalis).
Efek samping
- Alergi
- Iritasi lambung (perforasi daripada usus) terutama phenylbutazon
- Vertigo
- Rash
Toxisitas
- Hipertensi & edema (karena retensi Na dan air)
- Neuritis
- Dermatitis exfoliativa (alergi berat)
- Ulcus pepticum
- Agranulositosis
- Kelainan hepar dan ginjal.
Kontra indikasi
- Hipertensi
- Kelainan jantung, ginjal dan hepar
- Alergi terhadap golongan pirazolon
- Ulcus pepticum
Sediaan
- Phenylbutazone
Irgapyrin
Duplopyrin
Enkapyrin
- Oxyphenbutazone
Tanderyl
Sponderil
Rheozon
Golongan asam organik
- Efek :
Analgetik, antipiretik (Efek : < ; E/S : >)
Anti inflamasi
Anti gout
Golongan propionic acid
Ibu profen (Axalan; Brufen)
Ketroprofen (Profenid)
Fenoprofen
Naproxen (Naxen ; Synflex)
Golongan anthranilic acid
Mefenamic acid
Flufenamic acid (Movilisin)
Meclofenamic acid (Meclomen)
Golongan Acetic Acid
Indometachin dan Diclofenac
Ibuprofen > Motrin, brufen, ifen (Hanya digunakan sebagai analgesic,
anti inflamasi)
Absorpsi : lambung (cepat)
Ekskresi : urine
Efek samping : iritasi lambung, gangguan pengelihatan: sukar
membedakan warna (bersifat reversible) bingung dan sakit kepala,
thrombositopenia, retensi air.
Kontra indikasi : ibu hamil dan menyusui.
Interaksi dengan obat lain : di + warfarin > memperpanjang, di +
diuretika > mengurangi efek diuretic.
Fenoprofen = ibuprofen, ketoprofen
Naproxen
Absorpsi : lambung
Waktu paruh 14 jam (jadi cukup 2 kali sehari)
Interaksi dengan obat lain : Ibuprofen
Efek samping : iritasi lambung, pusing, rasa Lelah.
Dosis untuk rematik 2 x 250 – 375 mg/hari ; 2 x 500 mg/hari
Mefenamic Acid = Ponstan
Indometachin = Indocid
Piroxicam = Feldene
NSAID yang memiliki unsur baru > Oxicam
Waktu paruh 45 jam > beri : 1 x sehari
Absorpsi : lambung (cepat)
Efek samping : iritasi lambung, pusing, tinnitus, nyeri kepala, eritema
kulit.
Indikasi : hanya untuk anti inflamasi sendi, rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, spondylitis ankilosa.
Kontra indikasi : ibu hamil, ulcus pepticum, terapi, koagulan.
Dosis : 10 – 20 mg/hari.
d. KONSEP OBAT PIRAI
Obat gout atau obat pirai adalah obat yang digunakan untuk mengatasi
gejala penyakit gout/ pirai atau asam urat dengan cara menghilangkan
pembengkakan dan nyeri atau menghambat pembentukan asam urat. Ada 2
kelompok obat gout yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut dan yang
mempengaruhi kadar asam urat.
Pirai atau gout (juga dikenal sebagai podagra bila terjadi di jempol
kaki) adalah kondisi kesehatan yang biasanya ditandai oleh adanya serangan
akut artritis inflamatori berulang—dengan gejala kemerahan, lunak yang terasa
sakit dan panas pada pembengkakan sendi.
a) Ada dua kelompok obat untuk penyakit pirai yaitu :
Obat yang menghentikan proses inflamasi akut
Contoh : kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, indometazin.
Obat yang mempengaruhi kadar asam urat
Contoh : probenezid, alopurinol, sulfinpirazon.
Obat-obat yang bekerjanya dengan mempengaruhi asam urat tidak berguna
mengatasi serangan klinis, bahkan kadang-kadang meningkatkan frekuensi
serangan pada awal terapi. Oleh karena itu, kolkisin (dalam dosis profilaksis)
dianjurkan diberikan pada awal terapi dengan alpurinol, sulfinpirazon &
probenesid.
Kolkisin
- Farmakodinamik
Tidak analgesic
Merupakan anti inflamasi yang unik terutama untuk penyakit pirai (untuk
anti inflamasi yang bukan anti gout / pirai.
Merupakan alkaloida colichum autumnale (sejenis bunga leli).
- Mekanisme kerja : (diperkirakan dengan cara-cara)
Berikatan denga protein microtubular dan menyebabkan depolimerisasai
dan menghilangnya mikrotubul fibrillar granulosit dan sel-sel bergerak
lainnya > sehingga menyebabkan penghambatan migrasi granulosit ke
tempat radang sehingga penglepasan mediator inflamasi juga dihambat dan
direspon inflamasi ditekan.
Mencegah penglepasan glikoprotein dari leukosit yang pada penderita
gout / pirai menyebabkan nyeri dan radang sendi.
- Farmakokinetik
Absorpsi : saluran cerna (baik)
Distribusi : secara luas dalam jaringan tubuh terutama di ginjal, hati, linfa
dan saluran cerna
Tidak terdapat di otot rangka, jantung dan otak.
Ekskresi : sebagian besar dalam bentuk utuh melalui tinja. 10 – 20 %
melalui urine.
Penderita dengan penyakit hati eliminasi berkurang dan lebih banyak di
eliminasi melalui urine.
- Efek samping
Mual, muntah kadang-kadang diare terutama dengan dosis maksimum,
dosis berlebih : oliguria, hematuria.
- Indikasi
Diagnose gout / pirai
Merupakan drug of choice untuk penyakit pirai
Berguna pula untuk pula untuk profilaktik serangan pirai atau mengurangi
beratnya serangan.
- Dosis
Ringan : 0,2 – 0,4 g/hari
Berat : 0,4 – 0.6 g/hari
Unruk gangguan fungsi ginjal : 0,1 – 0,2 g/hari
Untuk hiperurisemia sekunder : 0,1 – 0,2 g/hari
Untuk anak 6 – 10 tahun : 0,3 g/hari
Untuk anak < 6 tahun : 0,15 g/hari
Probenesid
Sulfinpirazon
- Mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik
berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat.
- Tidak ada serangan pirai akut.
- Penurunan kadar asam urat lebih kecil daripada alopurinol.
- Tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat ulkus pepticus
- Hati-hati pemberian obat ini bila dikombinasikan dengan obat-obat
hipoglikemik oral oral karena sulfinpirazon dapat meningkatkan efek insulin.
- Efek samping : gangguan saluran cerna, anemia, leukopenia, agranulositosis
- Dosis : 2 x 100 – 200 mg/hari dapat dinaikkan ad 400 – 800 mg, kemudian
dikurangi pada dosis efektif minimal.
e. KONSEP OBAT ANALGESIK OPIOID
Obat analgesic-opioid adalah obat yang dapat mengurangi / menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan adiksi.
1. Penggolongan obat opioid
a) Opium : Morfin dan alkaloida opium
- Opium / candu berasal dari getah buah Papaver Somniferum yang telah
dikeringkan.
- Alkaloida Opium dibagi 2 golongan :
Golongan Phenantrene
Morfin
Codein
Thebain
Golongan Benzylisoquinoline
Papaverine
Narcotine (Noscapin)
Narceine
2. Klasifikasi Narkotika
a) Natural opium alkaloida
- Morfin
- Codein (Methyl Morphine)
b) Semi Synthetic Morphine
- Heroin (diacetyl morphine)
- Hydromorphone (dilaudid)
- Hydrocodon (hycodon)
c) Synthetic narkotik
- Meperidin = Pethidin, Demerol
- Methadone
- Butorphanol
- Diphenoxylate
- Pentazocine (paling ringan habituasi dan adiksinya.
- Propoxyphene
- Levorphanol (paling ringan habituasi dan adiksinya)
d) Narkotik antagonis
- Nalorphin
- Naloxone
- Naltrexone
3. Farmakodinamika
a) Pada S.S.P : analgesic et narcosis, rasa kantuk
Morfin
- Dosis kecil 5 – 10 mg :
Pada orang sakit, timbul keadaan euphoria
Pada orang normal (tidak sakit), timbul dysphoria (rasa takut,
gelisah, mual, muntah, ngantuk, penurunan kemampuan berfikir.
- Dosis terapeutik 15 – 20 mg : menyebabkan tidu dengan mimpi indah,
rasa nyeri hilang, penurunan pernafasan, miosis, konstipasi / sembelit.
- Dosis besar (over dose) : keracunan, koma, pupil mengecil (pin
point), depresi pernafasan, kematian.
b) Pada pusat pernafasan
Morfin menurunkan kepekaan pusat pernafasan terhadap rangsangan CO2
> penimbunan CO2 di serum, darah, alveoli, kematian oleh karena morfin
pada umumnya disebabkan karena : depresi saluran pernafasan
(kegagalan pernafasan)
4. Farmakokinetik
a) Absorpsi
- P.o : baik
- Juga melalui mukosa seperti hidung, paru-paru
- Kulit tidak utuh, lesi
- Menembus sawar uri dan placental barrier (mempengaruhi fetus)
b) Metabolisme
- Dihepar mengalami konjugasi dengan asam gluconarat
- Sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas
- 10 % tidak diketahui nasibnya \
c) Ekskresi
- Lewat ginjal dalam bentuk sudah berubah (konjugasi) ]sebagian
kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringan
- Morfin yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu (sebagian
kecil)
- Juga dalam urine dalam bentuk bebas.
5. Penggunaan klinis
a) Sebagai analgesia
b) Sebagai penenang
c) Sebagai obat batuk
d) Sebagai obstipan
- Ranitidine : H2 Blocker
- Clorithromycin : Anti H. Pylori
- Bismuth Citrate : Mucosal protective
2. Proton Pump Inhibirto / PPI
Mencegah bekerjanya enzim H+ / K+ ATPase
- Omeprazole
- Lansoprazole
- Rabeprazole
- Pantoprazole
- Esomeprazole
Kegunaan
1. Kombinasi Alumunium hidroksida daan Magnesium hidroksida merupakan
antasid yang bekerja menetralkan lambung dan mengaktifkan pepsin, sehingga
nyeri ulun hati akibat iritasi oleh aasam lambung dan pepsin berkurang.
2. Efek laksatif dari Magnesium hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari
Alumunium hidroksida.
3. Dimetilpolisiloksan mengurangi gelembung-gelembung gas dalam saluran cerna
sehingga rasa kembung berkurang.
4. Bekerja cepat dan tahan lama
Hal yang perlu diperhatikan:
1. Tidak dianjurkan digunakan terus menerus selama lebih dari dua minggu, kecuali
atas petunjuk dokter. Bila sedang menggunakan obat tukak lambung lain, seperti
simetidin atau antibiotika tetrasiklin, sebaiknya diberikan dengan selang waktu 1-
2 jam.
2. Tidak dianjurkan diberikan pada anak-anak di bawah 6 tahun, karena biasanya
kurang jelasa penyebabkan, kecuali atas petunjuk dokter.
3. Hati-hati pemberian pada penderita diet fosfor rendah dan pemakaian lama,
karena dapat mengurangi kadar fodsfor dalam darah.
Indikasi
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan denagn kelebihan asam
lambung, gastritis, tukak lambung, tukak usus dua belas jari dengan gejal-gejala,
seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati.
Kontra Indikasi:
Jangan diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal yang berat karena
menimbulkan hipermagnesia (kadar magnesium dalam darah meningkat).
Dosis Al (OH)3 : antasida Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH) 3 gel yang
mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL tersedia juga dalam
bentuk tablet, yang mengandung 50 % Al2O3. 1 gram Al(OH)3 dapat menetralkan
25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.
Dosis Mg(OH)2 : sediaan susu magnesium berupa suspensi yang berisi 7-8,5%
Mg(OH)2. 1 mL susu magnesium dapat menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang
dianjurkan 5-30 mL
Aturan Pakai
Dewasa : 1-2 sendok takar (5-10 ml) sebanyak 3-4 kali sehari.
Anak-anak 6-12 tahun : ½-1 sendok takar (2,5-5 ml) sebanyak 3-4 kali sehari.
Diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan dan menjelang tidur
RANGKUMAN
TES FORMATIF
1. Sebutkan penggolongan obat-obat pada susunan saraf pusat !
2. Paparkan farmakokinetik dari obat analgesik, antipiretik, dan AINS !
3. Jelaskan mekanisme kerja obat analgesik umum dan local !
4. Jelaskan farmakokinetik dan farmako dinamik obat antasida
5. Sebutkan macam-macam penggolongan obat antasida !
TUGAS MANDIRI
Membuat soal pilihan ganda tentang materi Penggolongan obat pada susunan
saraf pusat dan antasida ! masing-masing mahasiswa membuat 3 soal sesuai
dengan materi yang telah disampaikan.