Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

FARMAKOTERAPI I

PEPTIC ULCER DISEASE

Dosen : Fani Mardina Cahyani.S.Far.,M.Sc.,Apt.

Disusun Oleh :

ERISA APRILIYANI (1704101002)

YAAHANI AYU SHOLIKHAH (1704101004 )

UDIN DWI PRAYOGO (1704101006)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita, sehingga dalam menyusun makalah Farmakoterapi 1
dengan judul Peptic Ulcer Disease ini kita mampu mempelajari dengan baik serta
menyelesaikannya dengan lancar. Sholawat serta salam kita tujukan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang dengan jasanyalah kita mampu terbebas dari belenggu
jaman kejahiliyahan menuju jaman yang terang benderang.

Makalah ini disusun untuk pembaca memperluas pengetahuan mengenai


Peptic Ulcer Disease. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan
perbaikan, tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca dalam
penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas


kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.
Terimakasih.

Madiun, 22 November 2019


Hormat kami,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang ...................................................................... 1
2. Rumusan masalah ................................................................. 1
3. Tujuan penulisan .................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi peptic ulcer disease ................................................. 2
2. Epidemiologi peptic ulcer disease ........................................ 2
3. Etiologi peptic ulcer disease ................................................. 3
4. Patofisiologi peptic ulcer disease ......................................... 3
5. Manifestasi peptic ulcer disease ........................................... 4
6. Diagnosa peptic ulcer disease .............................................. 7
BAB III.DRUG OF CHOICE
1. Sasaran terapi ....................................................................... 9
2. Tujuan terapi ........................................................................ 9
3. Strategi terapi ....................................................................... 9
4. Terapi non farmakologi ........................................................ 9
5. Terapi farmakologi ............................................................... 10
BAB IV. STUDY KASUS, MONITORING DAN KIE
1. Study kasus ........................................................................... 34
2. Monitoring............................................................................ 35
3. KIE ....................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekitar 10 % orang Amerika mengalami tukak peptik kronis seumur
hidup mereka . Hal ini terjadi dengan variasi antar individu dengan jenis ulkus
, ras , pekerjaan , kecenderungan genetik , dan sosial usia, jenis kelamin, dan
lokasi geografis yang berbeda. Faktor – faktor ini lebih kecil prevalensinya
jika dibandingan adanya infeksi Helicobacter Pylori dan penggunaan NSAID.
Sejak tahun 1960 , kunjungan dokter terkait ulkus, pada unit rawat inap,
operasi, dan kematian telah menurun di Amerika Serikat oleh lebih dari 50 % ,
terutama karena tingkat penurunan pasien tukak peptik. Penurunan rawat inap
di rumah sakit dapat dilihat dari penurunan penerimaan pasien tukak
duodenum. Namun, untuk rawat inap orang dewasa untuk penyakit komplikasi
terkait tukak (perdarahan dan perforasi ) mengalami peningkatan.

Meskipun angka kematian secara keseluruhan dari tukak peptik


menurun, angka kematian pada pasien yang lebih tua dari 75 tahun mengalami
peningkatan, yang kemungkinan besar diakibatkan dari peningkatan konsumsi
NSAID. Tukak peptik tetap menjadi salah satu penyakit yang paling umum
gastrointestinal, yang mengakibatkan gangguan kualitas hidup, kehilangan
pekerjaan, dan tingginya biaya perawatan medis. Sampai saat ini, antagonis
reseptor H2 (H2RAs), proton pump inhibitor (PPI), dan obat penyakit mukosa
tidak merubah tingkat komplikasi tukak peptik (Dipiro,2005 : 630).

B. Tujuan
Untuk mengetahui tentang penyakit dan pengobatan Peptic Ulcer Disease
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Peptic Ulcer Disease?
2. Bagaimana patofisiologi Peptic Ulcer Disease?
3. Bagaimana tujuan pengobatan Peptic Ulcer Disease?
4. Apa saja drug of choice Peptic Ulcer Disease?
5. Bagaimana contoh kasus dan penanganan Peptic Ulcer Disease?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Peptic Ulcer Disease

Tukak peptik (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau
duodenum yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif
(sekresi asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter pylori) dengan
faktor defensif/ faktor pelindung mukosa (produksi prostagladin, gastric mucus,
bikarbonat, dan aliran darah mukosa) (Berardy dan Lynda, 2005).

2.2 Epidemiologi

Sekitar 10 % orang Amerika mengalami tukak peptik kronis seumur hidup


mereka . Hal ini terjadi dengan variasi antar individu dengan jenis ulkus , ras ,
pekerjaan , kecenderungan genetik , dan sosial usia, jenis kelamin, dan lokasi
geografis yang berbeda. Faktor – faktor ini lebih kecil prevalensinya jika
dibandingan adanya infeksi Helicobacter Pylori dan penggunaan NSAID.
Sejak tahun 1960 , kunjungan dokter terkait ulkus, pada unit rawat inap,
operasi, dan kematian telah menurun di Amerika Serikat oleh lebih dari 50 % ,
terutama karena tingkat penurunan pasien tukak peptik. Penurunan rawat inap
di rumah sakit dapat dilihat dari penurunan penerimaan pasien tukak
duodenum. Namun, untuk rawat inap orang dewasa untuk penyakit komplikasi
terkait tukak (perdarahan dan perforasi ) mengalami peningkatan. Meskipun
angka kematian secara keseluruhan dari tukak peptik menurun, angka kematian
pada pasien yang lebih tua dari 75 tahun mengalami peningkatan, yang
kemungkinan besar diakibatkan dari peningkatan konsumsi NSAID.Tukak
peptik tetap menjadi salah satu penyakit yang paling umum gastrointestinal,
yang mengakibatkan gangguan kualitas hidup, kehilangan pekerjaan, dan
tingginya biaya perawatan medis. Sampai saat ini, antagonis reseptor H2
(H2RAs), proton pump inhibitor (PPI), dan obat penyakit mukosa tidak
merubah tingkat komplikasi tukak peptik (Dipiro,2005 : 630).

2
2.3 Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya tukak peptik, yaitu:
1. Infeksi Helicobacter pylori (HP)
2. Penggunaan NSAID
3. Hipersekresi asam lambung
4. Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES)

2.4 Patofisiologi

Tukak petik terjadi akibat ketidak seimbangan faktor penyerang (asam


lambung dan pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa
(pertahanan dan perbaikan mukosa).
Asam lambung (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal. Sel ini memiliki
reseptor histamin, gastrin, dan asetilkolin (ACh). Sekresi asam diukur dalam
beberapa parameter: basal acid output (BAO), maximal acid output (MAO),
dan sekresi sebagai respon dari adanya makanan. Rasio BAO : MAO
merepresentasikan kelebihan sekresi asam lambung. Pepsinogen, yang
disekresiolehchief cell, diaktifkanmenjadi pepsin olehproduksiasam (pH 1,8 –
3,5). Pepsin memilikiaktivitasproteolitik yang dapatmengakibatkantukak.
Pertahanan mukosa meliputi sekresi mucus dan bikarbonat, pertahanan
selepitelin trinsik, dan mucosal blood flow. Mukosa mengalami perbaikan
setelah terjadi luka dengan cara regenerasi. Kedua proses tersebutdibantu oleh
prostaglandin (PG).
Helicobacter Pyloria dalah bacteri aerofilik yang menempati ruang antara
lapisan mucus dan permukaan selepitel. Helicobacter Pylori memproduksi
urease dalam jumlah besar, yang menghidrolisis urea menjadi ammonia dan
CO2 dalam lambung. Infeksi Hpylori menigkatkan sekresi asam lambung
melalui mekanisme yang melibatkan sitokin (seperti TNF-α).

3
NSAID menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna melalui
duamekanisme: iritasitopikal, dan inhibisi sistemik sintesis prostaglandin.
Siklooksigenase (COX) berperan dalam pembentukan Prostaglandin. COX
terdapat dalam dua bentuk: COX-1 dan COX-2. COX-1 menghasilkan
prostaglandin yang dapat melindungi mukosa saluran cerna, sedangkan COX-2
merupakan enzim yang merespon stimulus inflamasi dan menghasilkan
prostaglandin yang berhubungan dengan inflamasi. Penghambatan COX-1
dapat menyebabkan penurunan agregasi platelet dan terjadinya pendarahan
mukosasaluran cerna.
Komplikasi yang dapat terjadi dari tukak peptic adalah pendarahan akibat
erosi bagian ulkus hingga kearteri, perforasi, penetrasi hingga kestruktur
sekitar saluran cerna (pankreas, empedu, hati), dan obstruksi akibat luka atau
udem.
2.5 Manifestasi Klinik
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering

4
tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala
ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya
manifestasi yang mendahului.
Nyeri :biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti
tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengahatau di punggung. Hal ini
diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum
meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan.
Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang
mekanisme reflex lokal yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri
biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan
menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak
digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat
dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit
di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan
tekanan local pada epigastrium.
Pirosis (nyeriuluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik kemulut, kadang-kadang disertai eruktasi
asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila ambung pasien kosong.
Muntah :meskipun jarang pada ulkus duodenal takter komplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membrane mukosa
yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi
atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan
dengan ejeksi kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga dating
dengan perdarahan gastro intestinal sebagian kecil pasien yang mengalami
akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka
menunjukkan gejala setelahnya.

2.6 Faktor Resiko

5
1. Pasien dengan sejarah penyakit tukak peptik, pendarahan GI bagian atas,
komplikasi akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic medications
(seperti kortikosteroid) atau antikoagulan yang meningkatkan risiko
pendarahan (seperti warfarin dan clopidogrel) berisiko besar menyebabkan
tukak peptik.
2. Usia, kebiasaan merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat
meningkatkan risiko komplikasi GI dengan NSAID.
3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan
makanan rempah dapat menaikkan sekresi asam lambung dan
menyebabkan dispepsia.
4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan tukak peptik, namun belum
diketahui secara jelas.
5. Penderita Zollinger-Ellison’s syndrome (ZES)

2.7 Tanda Klinik


Tanda-tanda dan gejala tukak peptik bervariasi, tergantung tingkat
keparahan dan komplikasi yang terjadi. Secara umum gejalanya berupa rasa
sakit epigastrik, dan dapat juga terjadi komplikasi akut pada saluran cerna
bagian atas. Pada tukak duodenal, rasa sakit dapat terjadi 1 hingga 3 jam
setelah makan. Sedangkan pada tukak gastrik, rasa sakit langsung terasa ketika
makanan masuk. Dapat juga terjadi nyeri abdominal dan dyspepsia.
Untuk tukak peptik kronis, tanda dan gejalanya yaitu:
1. Penurunan berat badan disertai mual, muntah, dan anoreksia.
2. Komplikasi meliputi pendarahan, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.
3. Sakit abdominal (umumnya epigastrik) disertai perasaan terbakar, perut
terasa penuh, kram.
4. Sakit nokturnal yang dapat membangunkan penderita pukul 24.00 – 03.00
5. Periode ketidaknyamanan biasanya terjadi selama seminggu hingga
beberapa minggu, diikuti dengan periode bebas sakit (dapat bertahan
berminggu-minggu hingga bertahun-tahun). Tingkat keparahan rasa sakit
tukak bervariasi pada setiap individu, dan dapat terjadi musiman.
6. Perubahan karakteristik sakit yang dapat timbul akibat komplikasi.
7. Heartburn, sendawa, dan bloating saat sakit.

6
2.8 Algoritma Terapi

2.9 Diagnosis
Diagnosis tukak peptik terdiri atas uji endoskopik dan non-endoskopik.
Diagnosis infeksi HP dapat dilakukan dengan beberapa pengujian, sedangkan
untuk tukak peptik selain akibat infeksi HP lebihs ederhana.

7
 Pengujian untuk HP, dapat dilakukan secara endoskopik maupun
non endoskopik.
Pada pengujian endoskopik, sampel jaringan diambil dari tiga
lokasi dari lambung untuk uji histologi, kultur, dan menganalisis aktivitas
urease. Uji histology dilakukan untuk mengetahui klasifikasi keparahan
gastritis, sedangkan kultur dilakukan untuk menentukan terapi yang sesuai
dan ataua dan yaresistensiantibiotik, dan uji aktivitas urease dilakukan
untuk mendeteksi adanya HP. Pengujian non endoskopik meliputi uji
deteksi antibody serologi, urea breath test (UBT), dan stool antigen test.
Uji serologi mendeteksi antibodi yang dihasilkan akibat infeksi HP. UBT
didasarkan pada aktivitas urease dari HP, dimana pasien akan menghirup
urea – yang kemudian diuraikan menjadi ammonia dan bikarbonat.
Bikarbonat yang dihasilkan akan terabsorpsi kedalam darah dan
diekskresikan melalui nafas. Jumlah bikarbonat yang dihasilkan kemudian
dihitung. Stool antigen test dilakukan untuk mendeteksi antigen HP pada
feses.
 Radiologi dan Endoskopi
Diagnosis tukak peptic dengan cara visualisasi luka tukak dapat
dilakukan dengan radiografi atau endoskopi. Radiografi digunakan sebagai
prosedur diagnostic awal pada pasien yang suspek tukak peptic karena
metode ini lebih murah dan lebih aman. Tetapi, jika terjadi komplikasi
atau jika diinginkan diagnosis yang akurat, dapat dilakukan endoskopi
bagian atas.
 Uji laboratorium
Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik.
Pengujian ini antara lain studi sekresi asam lambung, konsentrasi gastrin
serum puasa, nilai hematokrit dan hemoglobin (umumnya rendah).
Sebelum dilakukan terapi penyembuhan tukak lambung maka perlu
ditentuka penatalaksanaan terapi yang meliputi sasaran terapi, tujuan
terapi, dan strategi terapi.

8
BAB III

DRUG OF CHOICE

3.1 Sasaran Terapi


Pada pasien dengan H. pylori positif
1. Membasmi bakteri H. pylori
2. Menyembuhkan ulkus
3. Mengobati penyakit
Pada pasien akibat penggunaan NSAID dengan menyembuhkan ulkus
sesegera mungkin.
3.2 Tujuan Terapi
1. Meredakan nyeri akibat ulkus pada lambung
2. Menyembuhkan ulkus
3. Mencegah kekambuhan ulkus
4. Mengurangi komplikasi terkait dengan ulkus
3.3 Strategi Terapi
3.3.1 Terapi Non Farmakologi
1. Mengurangi penggunaan NSAID ,jika tidak dapat dihindari pakai dosis
efektif minimum atau dapat di ganti dengan parasetamol jika hanya
untuk analgetik pada nyeri kepala dan antipiretik, atau ganti NSAID
yang selektif menghambat COX 2 seperti nabumeton, dan etodolak atau
yang lebih selektif lagi seperti celecosib dan refecosib.
Uji klinis dengan selektif COX-2 inhibitor telah melaporkan penurunan
risiko ulkusgejala dan komplikasi GI atas sebesar 50% sampai 60% bila
dibandingkan dengan NSAID nonselektif
2. Mengurangi merokok
3. Pasien harus hindari makanan dan minuman (misalnya, makanan pedas,
kafein, dan alkohol) yang menyebabkan dispepsia atau yang
memperburuk gejala maag.
4. Mengkonsumsi makanan yang mengandung Probiotik
Probiotik (misalnya, strain Lactobacillus dan Bifidobacterium) dan
bahan makanan (misalnya, jus cranberry dan beberapa protein susu)
dengan komponen bioaktif telah digunakan untuk secara proaktif

9
mengendalikan H. pylori kolonisasi pada individu yang berisiko dan
mungkin memiliki peran dalam mengurangi peradangan mukosa dan
menyembuhkan tukak lambung.

3.3.2 Terapi Farmakologi

A. Proton Pump Inhibitor


1. Omeprazole
 Indikasi :terapi Jangka pendek lukak doedenal dan yang tidak memberi
respon terhadap antagonis reseptor H2. Terapi janga pendek tukak
lambung. Refluk esofagitiserosif atau ulseratif. Terapi jangka panjang
sindromZollinger-Ellison
 Mekanisme : menekan sekresi asam lambung denganmenghambat
sistemenzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase(H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal lambung.
 Interaksi Obat : Kalsium, Mereduksi absorpsi Ca2+ dalam CaCO3
hingga 9,1% ;Diazepam,phenytoin, danwarfarindapat memperpanjang
eliminasi obat-obat tersebut : Dasatinib, ketoconazole , dan
itraconazoleMengurangi penyerapan obat-obat tersebut ; Digoxin,

10
Peningkatan absorpsi digoxin; Cyanocobalamin dan vitamin
CMengurangi absorpsicyanocobalamin dan vitamin C.
 Efek Samping : Sakit kepala , diare , dan ruam kulit, pruritus , pusing,
kelelahan ,sembelit , mual dan muntah , perut kembung , sakit perut ,
arthralgia , dan myalgia , urtikaria , dan mulut kering . hipersensitivitas
, mengantuk , dan vertigo , depresi.
 Pemberian obat :Berikan sebelum makan.
 Struktur Kimia

Gambar 1. Struktur Omeprazole


2. Lansoprazole
 Indikasi : Tukak Lambung, tukak duodenum, refluk esophagus
 Mekanisme :Menekan sekresi asam lambung denganmenghambat
sistemenzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase(H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal lambung
dan selanjutnya menghambat sekresi HCl
 Interaksi Obat : Antasida dan sukralfat, Mengurangi bioavailabilitas
lansoprazole
 Efek Samping : Trombositopenia, glositis, diare, eosinophilia
 Perhatian : Hamil dan laktasi
 Pemberian obat : Berikan sebelum makan

Gambar 2. Struktur Lansoprazole


3. Rabeprazole
 Indikasi :Tukak duodenum aktif, tukak lambung jinak

11
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung denganmenghambat
sistemenzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase(H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal lambung
dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 Interaksi Obat :Sama seperti Omeprazolenamun interaksiklinis yang
signifikandengandiazepam, fenitoin, teofilin, atau warfarinbelum
ditemukanpada subyek sehat.
 Efek Samping : Sakit kepala, diare, mual, Nefritis, neuropsikiatri
 KI : Hipersensitif terhadap pengganti benzimidazol. Hamil dan laktasi.
 Perhatian : Terapi jangka panjang harus dilakukan dibawah
pengawasan berkala.
 Pemberian obat : Telan utuh, jangan dikunyah atau dihancurkan.

Gambar 3. Struktur Rabeprazole


4. Pantoprazole
 Indikasi : Terapi jangka pendek gaster dan terapi intestinal
 Mekansme : Menekan sekresi asam lambung denganmenghambat
sistemenzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase(H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal lambung
dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 InterkasiObat :Warfarin Meningkatanwaktu protrombinpada pasien
yang memakai pantoprazole dan menunjukkan kurangnya efek pada
warfarin. Dengan Methotrexate menyebabkan mialgia dan nyeri tulang
yang parah.
 KI : Kerusakan fungsi hati dan kehamilan
 Efek Samping : Gangguan fungsi hati, trombositopenia, nefritis, reaksi
sensitifitas kulit.
 Pemberian obat : Berikan sebelum atau saat makan pagi.

12
Gambar 4. Struktur Pantoprazole
5. Esomeprazole
 Indikasi :Terapi refluk esophagitis erosif, terapi simtomayik GERd,
kombinasi terapi dengan antibakteri yang cocok untuk penyembuhsn
H.pylori.
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung denganmenghambat
sistemenzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase(H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal lambung
dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 Interaksi : Kalsium, Mereduksi absorpsi Ca2+ dalam CaCO3 hingga
9,1% ; Diazepam,phenytoin, danwarfarindapat memperpanjang
eliminasi obat-obat tersebut : Dasatinib, ketoconazole , dan itraconazole
Mengurangi penyerapan obat-obat tersebut ; Digoxin, Peningkatan
absorpsi digoxin; Cyanocobalamin dan vitamin C Mengurangi
absorpsicyanocobalamin dan vitamin C.
 KI : Hipersensitifitas. Pemberian bersama atazanavir dan nelvinavir,
laktasi, anak < 12 tahun. Untuk tab saja, intoleransi fruktosa,
malabsorbsi glukosa dan galaktosa atau insufisiensi sukrase –
isomeltase.
 Efek samping : Nefritis, eksaserbasi vitiligo pada kulit.

Gambar 5. Struktur Esomeprazole

13
B. H2 Antagonis
1. Simetidine
 Indikasi: tukak lambung maag
 Interaksi : asetamizole,cisapride, dofetilide, lomatapide, pimozide,
terfernadine.
 Efek samping: pusing, sakit kepala, mual, muntah, diare, mengantuk.
 Kontraindikasi : hipersnsitif dengan simetidin atau penggunaan H2
antagonis reseptor lainnya.
 Mekanisme : H2 reseptor antagonis memblok H2 reseptor dari sel
pariental gastrik/ lambung sehingga menghambat ekskresi lambung.
 Metabolisme: dimeatabolisme di liver, diekskresikan di urin dan feces
 Sediaan : injeksi: 150 mg/ml
Oral solution (cairan) sirup : 300 mg/5ml
Oral tablet : 200, 300, 400, 800 mg/oral ; 400 mg per oral/ 12 hari ;
gastrik 800 mg per oral; 300 mg per oral 6 hari.

Gambar 6. Struktur simetidine

2. Famotidine
 Indikasi: ulkus duodenum, terapi pemeliharaan ulkus duodenum pada
pasien yang baru sembuh dari ulkus aktif, sindroma zolliger allison.
 Mekanisme: MemblokirreseptorH2selparietallambung, menyebabkan
penghambatansekresilambung.
 Interaksi:
- Serius,gunakan alternatif: atazanavir, dapsone, dasatinib, delvirdine,
digoxin, indinavir, itraconazole, ketokonazole, mefloquin,
nimodipin, nisoldipin, nitrendipin, ponatinib.
- Signinifikan,monitor ketat: ampicilin, karbonil iron, sefdinir,
sefditoren, sefpodoxim, sefurosime, crizotinib.
- Minor : blessed thistle, cyanocobalamin, devil’s claw.
 Efek samping : sakit kepala, pusing, konstipasi, diare, artralgia,
trombositopenia, ruam kulit
 Sediaan : Injeksi solution : 10 mg/ml ; 0,4 mg/ml
Oral suspensi : 45 mg/5 ml

14
Oral tablet : 10 mg ;20 mg; 40 mg
Tablet kunyah: 10 mg; 20mg

Gambar 7. Struktur Famotidin

3. Ranitidine
 Dosis : Pengobatan: 300mg/hari per oralPemeliharaan: 150mg/hari per
oral
 Indikasi: Gastroesophageal, peptik ulser, Kondisihipersekresiasam
lambung, Esofagitis
 Mekanisme Kerja: Ranitidin bekerja sebagai histamin H2-antagonis,
yaitu menghambat sekresi histamin yang dimediasi oleh reseptor H2
seperti sekresi asam lambung dan pepsin.
 Kontraindikasi: Hipersensitifitas terhadap ranitidine atau H2-reseptor
agonis yang lain
 Efek Samping Obat: sakit kepala,diare, pusing, reaksi
hipersensitivitas, mual, muntah,anemia, pankreatitis, trombositopenia
 Interaksi Obat:
- Dasatinib : menurunkan efek dasatinib dengan meningkatkan pH
lambung, Digoxin: meningkatkan tingkatatauefekdigoxin dengan
meningkatkan pH lambung,
- Itrakonazol: menurunkan tingkat atau efek itrakonazol dengan
meningkatkan pH lambung,
- Cimetidin: meningkatkan tingkat atau efek ranitidine dalam
kompetisi obat untuk pembersihan tubular ginjal.
- Tolbutamide: meningkatkan tingkat atau efek tolbutamide dengan
meningkatkan pH lambung.
 Sifat Fisika kimia:
- Warna: putih-putih kekuningan.
- Bentuk: serbuk kristal, polimorfisme
- Kelarutan: sangat larut dalam air, dan sangat sedikit larut dalam
diklorometana.

15
Gambar 8. Struktur Ranitidin
4. Nizatidine
 Dosis : Pengobatan: 300mg/hari per oral, Pemeliharaan: 150mg/hari per
oral
 Indikasi: Duodenumulser, Pemeliharaanduodenumulkus
 Mekanisme Kerja: Nizatidine bekerja sebagai histamin H2-antagonis,
yaitu menghambat sekresi histamin yang dimediasi oleh reseptor H2
seperti sekresi asam lambung dan pepsin.
 Interaksi Obat:
- Dasatinib: menurunkan tingkat atau efek dasatinib dengan
meningkatkan pH lambung.
- Itraconazole: menurunkan tingkat atau efek itraconazole dengan
meningkatkan pH lambung.
- Digoxin: meningkatkan tingkatatauefekdigoxin dengan
meningkatkan pH lambung
- Ampisilin: menurunkan tingkat atau efek ampisilin dengan
meningkatkan pH lambung.
- Tolbutamide: meningkatkan tingkat atau efek tolbutamide dengan
meningkatkan pH lambung.
 Kontraindikasi: Hipersensitifitas terhadap nizatidine atau H2-reseptor
agonis yang lain
 Efek Samping Obat: Sakit kepala, Nyeri perut, Ansietas, Constipation,
Insomnia, Anemia, Mual/muntah
 Sifat Fisika kimia:
- Warna: Hampirputih atau agakkecoklatan
- Bentuk: bubuk kristal
- Kelarutan: Sedikit larutdalam air, dan larutdalammetil alkohol.

16
Gambar 9. Struktur Nizatidine

C. Chelate dan kompleks


1. Sukralfat
 Dosis : Dewasa :dosis awal untuk duodenal ulcer 1 g tiap 6 jam,
pemeliharaan 1 g tiap 12 jam
 Indikasi : Terapi jangka pendek pada ulkus duodenum dan
gaster,gastritis kronis
 Mekanisme Aksi :Sukralfat bekerja dengan cara melindungi mukosa
dari serangan asam pepsin pada tukak lambung dan duodenal setelah
membentuk kompleks dengan eksudat yang bersifat protein seperti
albumin dan fibrinogen pada lokasi tukak. Pada kondisi yang lebih
ringan, Sukralfat membentuk viscous sehingga memberikan
perlindungan pada permukaan mukosa lambung dan duodenum.
 Interaksi Obat : Absorpsi obat berikut berkurang bila digunakan
bersamaan: Utama : Ciprofloxacin, Cimetidine, Ranitidin, Digoxin,
Ketoconazole, Teofilin, Fenitoin, Tetrasiklin.;Sedang :
Moxifloxacin, Norfloxacin, Ofloxacin, Sparfloxacin, Warfarin.
Penggunaan obat-obatan tersebut di atas sebaiknya dilakukan pada 2
jam sebelum atau sesudah pemberian Sukralfat.
 Efek Samping :Konstipasi (paling sering, sekitar 2%). ; mual,
muntah, kembung, mulut kering, gatal-gatal, sakit kepala, insomnia,
diare (sangat jarang, < 1%)
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap produk sukralfat
 Sifat Fisikokimia
Merupakan garam aluminium dari sukrosa oktasulfat. Serbuk warna
putih, praktis tidak larut dalam air dan alkohol, larut dalam asam
kuat dan basa.
 Struktur Kimia

17
Gambar 10. Struktur sukralfat

 Farmakologi
Absorpsi : setelah pemberian oral, Sukralfat diabsorpsi dalam jumlah
kecil dari saluran cerna, kemungkinan disebabkan karena polaritas
yang tinggi dan kelarutan yang rendah dari Sukralfat pada saluran
cerna.2,7;Bioavailabilitas oral (lokal) : komponen disakarida 5%,
aluminium < 0.02%. (1);Distribusi (2) : distribusi ke dalam jaringan
dan cairan tubuh setelah absorpsi sistemik belum ditentukan. Studi
pada hewan, volume distribusi kurang lebih 20% dari berat
badan.;Ekskresi (1,2) : Sukralfat bereaksi dengan asam klorida
dalam saluran cerna, membentuk sukrosa sulfat yang tidak
dimetabolisme. ;Studi pada hewan menunjukkan 90% dosis oral
sukrosa sulfat diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui feses
dalam waktu 48 jam. ;Sejumlah kecil sukralfat (3-5%) diabsorpsi
sebagai sukrosa sulfat, diekskresi dalam bentuk tidak berubah
melalui urin dalam waktu 48 jam.
 Stabilitas Penyimpanan : tablet Sukralfat disimpan dalam wadah
tertutup rapat, pada suhu kamar dan stabil selama 2 tahun setelah
tanggal produksi. Suspensi Sukralfat disimpan pada suhu 15-300C,
hindari penyimpanan yang terlalu dingin (beku).
 Parameter Monitoring : Berkurangnya rasa tidak nyaman pada
bagian perut/abdomen,perbaikan hasil endoskopik,CBC (Complete
Blood Count),;tanda-tanda dan gejala-gejala dari toksisitas
aluminium terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronis atau
pasien yang menjalani dialysis

18
 Bentuk Sediaan : Suspensi 500 mg/5 ml, Tablet 500 mg
 Peringatan :Antasida dapat digunakan sebagai tambahan pada terapi
dengan Sukralfat untuk mengurangi rasa sakit, tetapi sebaiknya tidak
diminum dalam waktu 30 menit sebelum atau setelah pemberian
sukralfat. ;Penderita gagal ginjal kronis dan pasien dialisis dapat
meningkatkan risiko akumulasi dan toksisitas aluminium.
 Pengaruh Anak :Keamanan dan khasiat bagi anak-anak belum ada
informasi.
 Pengaruh Kehamilan :Kategori B, tidak ditemukan bukti bahwa
obat yang mengandung aluminium seperti sukralfat dapat
mempengaruhi janin.
 Pengaruh Menyusui :Sukralfat disekresi lewat ASI dalam jumlah
kecil, sehingga pemakaiannya perlu hati-hati. Tidak ditemukan data
pemakaian sukralfat pada manusia, dimungkinkan untuk bisa
digunakan.
 Informasi Pasien :Diminum dalam keadaan perut kosong, 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan dan sebelum tidur malam.

D. Analog Prostaglandin
1. Misoprostol
 Dosis dewasa : oral untuk pelindung gastrointestinal selama terapi
NSAID 200 μg 4x sehari diminum bersama makanan.
 Indikasi : untuk pencegahan dan pengobatan ulkus lambung akibat
pemakaian antiinflamasi non steroid
 Mekanisme aksi : Misoprostol bersifat antisekretori dan
sitoprotektif yang dapat mencegah ulcer karena penggunaan NSAID
 Efek Samping : diare yang tergantung dosis dan biasanya akan
sembuh dengan sendiri jika terapi terus berlangsung. Obat ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil karena dapat merangsang
kontraksi uterus. Sakit kepala, dyspepsia, mual, muntah.
 Kontraindikasi: ibu hamil
 Interaksi: dapat meningkatkan efek oksitosin

19
 Sediaan : Tablet 100 μg, 200μg
 Peringatan :Untuk pasien yang
menerimakortikosteroidatauantikoagulan melaporkanperdarahan,
muntah, sakit perutyang parah, dan diare. Untukperlindungan pada
gastrointestinal, bahayaterapimisoprostoldanrisiko
kegagalankontrasepsi.
 Pengaruh kehamilan : Kategori Resiko X
 Pengaruh ibu menyusui : tereksresi dalam ASI
 Struktur Kimia

Gambar 11. Struktur misoprostol


PENGOBATAN INFEKSI HELICOBACTER PYLORI .
H. pylori merupakan bakteri gram negatif yang telah dikaitkan dengan
gastritis. Selanjutnya dari grastritis akan mengalami perkembangan ulkus
lambung dan ulkus duodenum, adenokarsinoma lambung sertagastric B-cell
lymphoma(Suerbaum dan Michetti,2002). Karena H. pylori berperan penting
dalam patogenesis tukak lambung maka untuk membasmi infeksi ini dilakukan
perawatan standar pada pasien dengan ulkus lambung atau duodenum.Pada
pasien yang tidak menerima NSAID, standar perawatan ini hampir sepenuhnya
menghilangkan resiko kekambuhan ulkus.Pemberantasan H.pylori juga
diindikasikan dalam pengobatan limfoma jaringan limfoid mukosa pada perut
yang bisa terjadi secara signifikan setelah dilakukan pengobatan.
Table 1. Therapy of Helicobacter pylori Infection
Triple therapy × 14 days: [Proton pump inhibitor + clarithromycin 500 mg + (metronidazole 500 mg or amoxicillin 1 g)] twice a day. (Tetracycline 500 mg can be substituted for amoxicillin or metronidazole.)

Quadruple therapy × 14 days: Proton pump inhibitor twice a day + metronidazole 500 mg three times daily + (bismuth subsalicylate 525 mg + tetracycline 500 mg four times daily)

20
O r
H2-receptor antagonist twice a day + (bismuth subsalicylate 525 mg + metronidazole 250 mg + tetracycline 500 mg) four times daily
D o s a g e s :
Proton pump inhibitors: H 2 -receptor antagonists:
Omeprazole: 20 mg C i m e t i d i n e : 4 0 0 m g
Lansoprazole: 30 mg F a m o t i d i n e : 2 0 m g
Rabeprazole: 20 mg N i z a t i d i n e : 1 5 0 m g
Pantoprazole: 40 mg R a n i t i d i n e : 1 5 0 m g
Esomeprazole: 40 mg
S e e H o w d e n a n d H u n t , 1 9 9 8 .

Berdasarkan tinjauan literatur, banyak rejimen yang telah diusulkan dan


menujukan rejimen yang ideal.Lima pertimbangan penting sangat
mempengaruhi pemilihan rejimen untuk mengatasi peptic ulcer dapat dilihat
dalam tabel 1 (Graham, 2000).Ketika memilih lini pertama pemberantasan
rejimen, kombinasi antibiotik harus digunakan yang memungkinkan
pengobatan lini kedua (jika perlu) dengan antibiotik yang berbeda.Antibiotik
yang paling ekstensif dipelajari dan ditemukan efektif dalam berbagai
kombinasi termasuk klaritromisin, amoxicillin, metronidazol dan tetrasiklin.
Meskipun antibiotik lain mungkin efektif, mereka tidak boleh digunakan
sebagai bagian dari awal rejimen H.pylori. Karena data yang kurang, ampicillin
tidak boleh menggantikan amoxicillin, dosisiklin serta tidak boleh
menggantikan tetrasiklin, azitromisin ataupun eritromisin tidak harus diganti
untuk klaritromisin. Rejimen terapi kedua adalah pompa pump inhibitor (PPI)
atau antagonis reseptor H2 yang secara signifikan meningkatkan efektivitas
dari rejimen antibiotik yang mengandung amoxicillin atau klaritromisin.
Rejimen ketiga dilakukan 10 sampai 14 hari.
E. Amoxicillin
 Dosis Amoxicillin
- Dewasa, remaja, dan anak-anak (berat > = 40 kg): 500 mg setiap 12
jam atau 250 mg setiap 8 jam.

21
- Anak-anak dan bayi > 3 bulan (berat <40 kg): 20 mg / kg / hari,
diberikan dalam dosis sama setiap 8 jam atau 25 mg / kg / hari
diberikan dalam dosis sama setiap 12 jam.

 Dosis Treatment H.Pylori


- Terapi tiga : 1 g PO per 12 jam selama 14 hari dengan Lansoprazole
(30 mg) dan Klaritromisin (500 mg)
- Terapi ganda : 1 g PO per 8 jam selama 14 hari dengan Lansoprazole
(30 mg) pada pasien resisten terhadap Klaritromisin.
 Farmakologi
- Absorbsi : cepat dan hampir sempurna, tidak dipengaruhi oleh
makanan.
- Distribusi : secara luas terdistribusi dalam seluruh cairan tubuh serta
tulang, penetrasi lemah kedalam sel mata dan menembus selaput
otak, konsentrasi tinggi dalam urin, mampu menembus placenta,
konsentrasi rendah dalam air susu ibu. Ikatan protein : 17-20%
- Metabolisme : secara parsial melalui hepar. T½ eliminasi : Bayi lahir
sempurna: 3,7 jam; Anak-anak : 1-2 jam; Dewasa: fungsi ginjal
normal 0.7-1,4 jam; ClCr <10 mL/menit: 7-12 jam; Time Peak :
kapsul 2 jam; suspensi 1 jam. Eksresi: urin (80% bentuk utuh); pada
neonates eksresi lebih rendah.
 MekanismeAksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau
lebih pada ikatan penisilin-protein sehingga menyebabkan
penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan
; dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat,
dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
 Efek Samping
Susunan Saraf Pusat : Hiperaktif, agitasi, ansietas, insomnia, konfusi,
kejang, perubahan perilaku, pening.
Kulit : Acute exanthematous pustulosis, rash, erytema multiform,
sindrom stevens-johnson, dermatitis, tixic ephidermal necrolisis,
hypersensitif vasculitis, urticaria. Gastrointestinal : Mual, muntah,

22
diare, hemorrhagic colitis, pseudomembranous colitis, hilangnya warna
gigi.
Hematologi : Anemia, anemia hemolitik, trombisitopenia,
trombositopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulositosis
Hepatic : AST (SGOT) dan ALT (SGPT) meningkat, cholestatic
joundice, hepatic cholestatis, acute cytolitic hepatitis
Renal : Cristalluria
 Kontraindikasi
Kontra indikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin,
penisilin, atau komponen lain dalam obat.
 InteraksiObat
Meningkatkan efek toksik: Disulfiram dan probenezid kemungkinan
meningkatkan kadar amoksisilin, warfarin kemungkinan dapat
meningkatkan kadar amoksisilin, secara teori jika diberikan dengan
allopurinol dapat meningkatkan efek ruam kulit.
Menurunkan efek :Kloramfenikol dan tetrasiklin secara efektif dapat
menurunkan kadar amoksisilin, dicurigai amoksisilin juga dapat
menurunkan efek obat kontrasepsi oral.
 Peringatan
Pernah dilaporkan: Reaksi hipersensitifitas, meliputi reaksi anaphilaksis
dapat mengakibatkan efek yang fatal (kematian). Penggunaan jangka
panjang, kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya suprainfeksi
termasuk Pseudomembranous collitis. Pada pasien gagal ginjal, perla
penyesuaian dosis. Kasus diare merupakan kasus terbanyak jika
amoksisilin digunakan sendiri.
 PengaruhMenyusui
Karena amoksisilin terdistribusi kedalam ASI (air susu ibu) maka
dikhawatirkan amoksisilin dapat menyebabkan respon hipersensitif
untuk bayi, sehingga monitoring perlu dilakukan selama
menggunakan obat ini pada ibu menyusui.
 Parameter Monitoring
Pengamatan rutin terhadap: Fungsi ginjal (ClCr); Fungsi Hepar

23
(SGPT, SGOT); Hematologi (Hb); Indikator infeksi : Suhu badan,
kultur
 Stabilitas Penyimpanan
Stabilitas obat : amoksilin 125 dan 250 mg kapsul, chewable tablet,
dan serbuk suspensi oral harus disimpan dalam suhu 20°C atau lebih
rendah. Amosisilin 200 dan 400 mg chewable tablet dan salut tipis
disimpan pada suhu 25°C atau lebih rendah
 Sifat Fisikokimia
Mengandung tidak kurang dari 90.0% C16H19N3O5S.3H2O dihitung
sebagai anhidrat. Amoksisilin berwarna putih, praktis tidak berbau.
Sukar larut dalam air dan methanol; tidak larut dalam benzena,
dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform. Secara komersial,
sediaan amoksisilin tersedia dalam bentuk trihidrat, serbuk hablur,
dan larut dalam air. Ketika dilarutkan dalam air secara langsung,
akan berbentuk amoksisilin suspensi oral dengan pH antara 5 - 7.5
 Bentuk Sediaan
Kapsul, Serbuk Kering Suspensi Oral, Tablet Salut Film, Tablet
Kunyah
 InformasiPasien
Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya
amoksisilin digunakan dalam dosis dan rentang waktu yang telah
ditetapkan.Amati jika ada timbul gejala ESO obat, seperti mual,
diare atau respon hipersensitivitas.Jika masih belum memahami
tentang penggunaan obat, harap menghubungi apoteker. Jika
keadaan klinis belum ada perubahan setelah menggunakan obat,

maka harap menghubungi dokter

Gambar 12. Struktur Kimia Amoxicillin

24
F. Clarithromysin
 Indikasi : Untuk pengobatan ulkus duodenum karena Helicobacter
pylori atau ulkus gastric
 Dosis Pemberian Obat
 Dosis oral:
Dewasa: FDA menyarankan rejimen yang mengandung
clarithromycin 500 mg PO dua kali sehari dikombinasi dengan
amoxicillin 1000 mg PO dua kali sehari dan lansoprazole 30 mg PO
dua kali sehari selama 10-14 hari.
Bila dikombinasi dengan amoxicillin dan omeprazole:
 Dosis oral:
Dewasa: clarithromycin 500 mg POdua kali sehari dikombinasi
dengan amoxicillin 1000 mg PO dua kali sehari dan omeprazole 20
mg PO dua kali sehari selama 10 hari.
Anak-anak†: Clarithromycin 15 mg/kg/day PO (maksimal 500 mg
PO dua kali sehari), diberikan bersama kombinasi dengan
golonganpenghambat pompa proton dan antibiotika lain yang efektif
terhadap Helicobacter pylori, misalnya: amoxicillin (25 mg/kg dua
kali sehari PO hingga 1 g PO dua kali sehari), clarithromycin (7.5
mg/kg dua kali sehari PO hingga 500 mg dua kali sehari), atau
metronidazole (20 mg/kg/day PO hingga 500 mg PO dua kali
sehari). dikombinasikan dengan ranitidine bismuth citrate:

25
 Dosis oral:
Dewasa: CATATAN: lebih efektif dalam bentuk kombinasi 3 obat.
Pada dua kombinasi obat, rejimen yang disarankan adalah
clarithromycin 500 mg PO dua kali sehari pada 14 hari pertama
dikombinasi dengan ranitidine bismuth citrate 400 mg (dua kali
sehari); kemudian 14 hari berikutnya dilanjutkan dengan monoterapi
ranitidine citrate untuk melengkapi 28 hari terapi
 SifatFisikokimia
Serbuk kristal putih/hampir, praktis tidak larut dalam air, larut dalam
aseton dan diklorometan, agak sukar larut dalam metil alkohol (DIH,
Lexicomp)
 Farmakologi
Absorpsi: cepat; makanan akan menunda kecepatan, namun tidak
mengubah jumlah yang diabsorpsi.
Distribusi: sebagian besar jaringan, kecuali susunan saraf pusat
Protein binding: 42% to 50% ;
Metabolisme: melaluiCYP3A4; Bioavailabilitas: 50% ;
Waktu paro eliminasi : Immediate release: Clarithromycin: 3-7 jam;
14-OH-clarithromycin: 5-9 jam;Waktu mencapai puncak : Immediate
release: 2-3 jam Ekskresi: urin (20% - 40%) sebagai obat tidak
berubah; 10% - 15% sebagai metabolit
 StabilitasPenyimpanan
Simpan tablet dan granul untuk suspensi pada suhu ruang. Setelah
dilarutkan, suspensi jangan disimpan dalam refrigerator karena akan
berbentuk gel.
 Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap klaritromisin atau beberapa antibiotik
makrolida, penggunaan bersama dengan derivat ergot, pimozide,
cisapride.
 EfekSamping
1% to 10%: Susunan saraf pusat: Sakit kepala (dewasa dan anak )
Dermatologik: Rash Gastrointestinal: Gangguan pengecap (dewasa

26
3% hingga 7%), diare (dewasa 3% hingga 6%; anak-anak 6%),
muntah (anak-anak 6%), mual (dewasa 3%), nyeri perut (dewasa 2%;
anak-anak 3%), dispepsia 2% Hepatik: peningkatan waktu
Prothrombin (1%) Renal: Peningkatan ureum (4%) ; <1%,
peningkatan alkaline phosphatase, anafilaksis, tidak nafsu makan,
kecemasan, perubahan perilaku, peningkatan bilirubin, bingung,
disorientasi, peningkatan GGT, glositis, halusinasi, gangguan
pendengaran (reversible), disfungsi hepatik, gagal hepar, hepatitis,
hipoglikemia, insomnia, nefritis interstitial, jaundice, leukopenia,
neutropenia, pankreatitis, psikosis, perpanjangan QT, kejang,
peningkatan serum kreatinin, sindroma Stevens-Johnson, stomatitis,
telinga berdenging, lidah lebih gelap, pewarnaan gigi, torsade de
pointes, nekrolisis epidermal toksik, peningkatan transaminases,
tremor, urticaria, takikardi ventrikuler, aritmia ventrikuler, vertigo
 InteraksiMakanan
Makanan akan meningkatkan konsentrasi puncak (Cmax) bentuk
tablet dan suspensi sebesar masing-masing 23% dan 56%, namun
AUC-nya tidak berubah. Meskipun demikian, tablet maupun suspensi
dapat diberikan dengan ataupun tanpa makanan
 InteraksiObat
Dapat mempengaruhi irama jantung ( perpanjangan QT ) , termasuk
amiodarone , dofetilide , pimozide , procainamide , quinidine , sotalol
, antara lain. Dapat mempengaruhi penghapusan klaritromisin dalam
tubuh yang dapat mempengaruhi kerja klaritromisin contohnya
rifamycins( seperti rifabutin ) , efavirenz , nevirapine
 Bentuk Sediaan
Tablet: 250 mg dan 500 mg, suspense
 Peringatan
Karena potensial terjadi interaksi, amati adanya aritmia bila obat
diberikan bersama cisapride. Clarithromycin juga dapat meningkatkan
kadar theophylline, beberapa golongan statin, digoxin, warfarin, dan

27
cyclosporine. Clarithromycin dapat diberikan pada pasien yang alergi
terhadap penisilin untuk mencegah endocarditis
 Mekanisme Aksi
Seperti obat golongan makrolida lain, klaritromisin mengikat ribosom
subunit 50 S subunit pada ribosom 70 S, hal ini akan menghambat
RNA sehingga sintesa protein bakteri akan terganggu. Clarithromycin
dapat bersifat bakteriostatik ataupun bakterisidal, tergantung pada
konsentrasinya. ;Pada kondisi alkali, akan mempermudah masuk ke
sel bakteri, yang pada kondisi ini clarithromycin ada dalam bentuk tak
terionkan. Clarithromycin juga dapat masuk sel fagosit dan makrofag,
sehingga efektif terhadap organisme yang menginfeksi saluran napas.

Gambar 13. Struktur Kimia Clarithromycin


G. Tetrasiklin
 Indikasi
Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotik spektrum luas sebagai obat
pilihan untuk infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma,
psitakosis, salpingitis, uretritis dan limfogranuloma venerum-LGV,
riketsia, brucella, dan spirokaeta. Golongan tetrasiklin juga digunakan
untuk infeksi saluran napas dan genital oleh micoplasma, pada akne
(jerawat), penyakit jaringan penyangga gigi yang destruktif
(periodontal), bronkitis kronik yang kambuh kembali dan leptospirosis
(sebagai alternatif eritromisin bagi penderita yang hipersensitif dengan
penisilin.
 Dosis
-Dewasa: 4 kali sehari 250 mg - 500 mg.
Lama pemakaian: Kecuali apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,
pengobatan dengan Tetracycline kapsul hendaknya paling sedikit

28
berlangsung selama 3 hari, agar kuman-kuman penyebab penyakit dapat
terberantas seluruhnya dan untuk mencegah terjadinya resistansi bakteri
terhadap tetrasiklin.
- Anak-anak di atas 8 tahun: sehari 25 - 50 mg/kg berat badan dibagi
dalam 4 dosis, maksimum 1 g. Diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam
setelah makan.
 Sifat Fisikokimia
Pemerian: serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis, stabil
di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari yang kuat dan
udara lembab akan menjadi gelap. Dalam larutan dengan pH lebih kecil
dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali
hidroksida.
Kelarutan: larut dalam air, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam
larutan karbonat, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter.
 Interaksi Obat
- Golongan tetrasiklin dengan antasida ( termasuk garan alimunium,
kalsium, atau magnsium), garam besi, garan zink. Menyababkan
absorpsi dan kadar serum tetrasiklin turun.
Pengatasan : tetrasiklin diberikan 1 jam sebalum atau 2 jam setelah
antasida.
- Golongan tetrasiklin dengan garam bismuth menyebabkan kadar
serum tetrasiklin turun.
Pengatasan : bismuth diberikan 2 jam setelah tetrasiklin
- Golongan tetrasiklin dengan cholestyramine atau colestipol
menyebabkan absorpsi tetrasiklin turun sehingga kadar serumnya
juga turun.
Pengatasan : bila perlu dilakukan penyesuaian dosis tetrasiklin.
- Golongan tetrasiklin dengan pengalkali urin (contoh: Na. Laktat, K.
Sitrat) menyababkan terjadi peningkatan ekskresi dan penurunan
kadar serum tetrasiklin.

29
Pengatasan : pemisahan waktu pemakaian 3-4 jam atau bila perlu
dilakukan peningkatan dosis tetrasiklin ( jika pH urin naik
signifikan)
- Golongan tetrasiklin dengan anti koagulan oral. Efek antikoagualan
meningkat karena berkurangnya vitamin K yang diproduksi bakteri
dalam usus akibat pemakaian tetrasiklin.
Pengatasan : monitor parameter anti koagualan dan bila perlu dosis
anti koagualan disesuaikan.
- Golongan tetrasiklin dengan kontrasepsi oral. Tetrasiklin
mempengaruhi resirkulasi enterohepatik kontrasepsi steroid,
sehingga menurunkan efeknya.
- Golongan tetrasiklin denga digoxin. Dapat terjadi peningkatan kadar
serum digoxin pada sejumlah kecil pasien ( sekitar 10%).
Pengatasan : monitor kadar digoxin dan tanda-tanda toksisitasnya.
 Mekanisme kerja
Menghambat sintesis protein bakteri dengan berikatan pada 30s dan
mungkin juga 50s ribosom sub unit pada bakteri yang sensitif,
kemungkinan juga menghasilkan perubahan pada membran sitoplasma
bakteri.
 Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap tetrasiklin atau terhadap komposisi formulasi
yang terdapat dalam obat; jangan diberikan pada anak < 8 tahun, wanita
hamil (kategori d) dan menyusui.
 Efek samping obat
Anoreksia, mual, muntah, diare, gossitis, disfagia, enterokolitis, lesi
inflamasi, ruam makulopapular dan eritematosa, fotosensitif.

Gambar 14. Struktur Kimia Tetracyclin

30
H. BISMUT SUBSALISILAT
 Indikasi
Ulkus peptik yang disebabkan oleh bakteri (H.Pylori).Biasanya
dikombinasikan denganPPI, metronidazol, dan tetrasiklin.Efektivitas
regimen tersebut mencapai 93%.
 Kontra indikasi : Gangguan ginjal berat
 Efek Samping : Mual, muntah, diare, nyeri perut, anoreksia
 Dosis
Dewasa : 525 mg (2 regular-strength tablets or 1 extra-strength tablet) +
250 mg metronidazole + 500 mg tetracycline PO q6hr for 14 days, plus
an H2 antagonist (Helidac Therapy pack).
 Mekanisme Aksi
Penghambatan aktivitas pepsin, merangsang produksi mukosa, dan
meningkatkan sintesis prostaglandin. Bismut mempunyai efek
antimikroba dan salisilat mempunyai efek antisekretori.

Gambar 15. Struktur Kimia Bismut Subsalisilat

I. METRONIDAZOLE
 Indikasi
Metronidazole efektif untuk pengobatan :
1. Trikomoniasis, seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis.
2. Amebiasis, seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang
disebabkan oleh E. histolytica.
3. Sebagai obat pilihan untuk giardiasis.
 Dosis
Dewasa
Untuk pengobatan 1 hari: 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari.

31
Untuk pengobatan 7 hari: 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari berturut-
turut
 Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap metronidazole atau derivat
nitroimidazol lainnya dan kehamilan trimester pertama.
 Efek Samping
Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri epigastrum dan konstlpasi.
 Mekanisme Kerja
Dalam sel atau mikroorganisme metronidazol mengalami reduksi
menjadi produk polar.Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri
dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat.
 Sifat Fisikakimia
Berbentuk kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol.
Metronidazole merupakan obat antibakteri dan anti protozoa sintetik
derivat nitroimidazole yang mempunyai aktivitas bakterisid
 Sediaan
Tiap tablet mengandung metronidazol 250 mg.
tablet salut selaput mengandung metronldazol 500 mg.
 InteraksiObat
Metronidazole menghambat metabolisme warfarin dan dosis
antikoagulan kumarin lainnya harus dikurangi.
Pemberian alkohol selama terapi dengan metronidazole dapat
menimbulkan gejala seperti pada disulfiram yaitu mual, muntah, sakit
perut dan sakit kepala.
Dengan obat-obat yang menekan aktivitas enzim mikrosomal hati
seperti simetidina, akan memperpanjang waktu paruh metronidazole.
 Perhatian
Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan pada
susunan saraf pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu menyusui dan
dalam masa kehamilan trimester II dan III. Pada terapi ulang atau
pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel darah putih.

32
Gambar 16. Struktur Kimia Metronidazol

33
BAB IV

Studi Kasus, Monitoring Dan KIE

4.1 Studi Kasus

Ny. SM 36 thn MRS mengalami mual, muntah, nyeri perut seperti


ditusuk jarum, dan kepala sakit dari leher menjalar ke kepala. Keadaan
ini dialami sejak 3 hari yang lalu dan semakin memburuk tadi malam.
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan kaya lemak dan
suka pedas. Dan beberapa hari sebelumnya pasien mengkonsumsi obat
nyeri untuk mengatasi nyeri lutut yang dialami setelah jatuh dari
tangga. Pasien didiagnosa PUD dengan hasil H.Pylori positif. Catatan
riwayat pasien adalah alergi penicilin. Pasien mendapatkan terapi obat
vometa 3 x 1, solans 1 x 1 kapsul, amoxsan 500 mg 3 x 1 tab.
subjective
Ny. SM 36 thn MRS mengalami mual, muntah, nyeri perut seperti
ditusuk jarum, dan kepala sakit dari leher menjalar ke kepala.
Nyeri bagian lutut akibat jatuh dari tangga

objective
1. Terinfeksi bakteri H.pylori
2. riwayat pasien adalah alergi penicilin.
3. Pasien mendapatkan terapi obat vometa 3 x 1, solans 1 x 1 kapsul,
amoxsan 500 mg 3 x 1 tab
Assesment
1. Vometa (Domperidone) 3 x1, sebagai antiemetik (mengurangi
gejala mual muntah).
2. Solans (Lanzoprazole) 1x1 kapsul, sebagai PPI untuk
mengurangi sekresi asam lambung.
3. Amoxsan (Amoxicilin) 500 mg 3x1 tablet, sebagai antibiotik
untuk mengatasi H.pylori
4. Mengkonsumsi obat nyeri (Analgesik/ NSAID)

34
PLAN
A. Farmakologi
1) Vometa (Domperidone) 3 x1, tetap dilanjutkan untuk mengurangi
gejala mual- muntah.
2) Solans (Lanzoprazole) 2 x 1 kapsul 30-60 menit sebelum makan
selama 10 hari.
3) Metronidazole 500 mg 2 x 1 tab bersamaan dengan makan dan
tidur selama 10 hari.
4) Clarithromycin 500 mg 2 x 1 tab Bersamaan dengan makan dan
tidur Selama 10 hari. Sebagai antibiotic untuk menghindari resist
5) Apabila terdapat penggunaan NSAID, maka pengobatan
dihentikan, Paracetamol 650 mg 3x1 tab
B. Non Farmakologi
1) Mengurangi stress
2) Mengurangi Merokok
3) Menghentikan penggunaan NSAID.
4) Menghindari makanan pedas, asam (jeruk, tomat), kafein, alcohol,
dan makanan tinggi garam
4.2 Monitoring

 Monitoring objektif :
1. Cek rutin kultur H.pylori
2. Monitoring kecenderungan kolonisasi dan penyakit
gastrointerstinal bagian atas pada berbagai populasi dapat
memberikan gambaran kecenderungan terjadinya infeksi H.pylori.
3. Monitoring penggunaan NSAID jika pasien mengkonsumsi
NSAID
 Monitoring subjektif :
1. Monitoring kondisi pasien dan rasa nyeri
2. Monitoring gaya hidup dan pola makan pasien
3. Monitoring keparahan penyakit

35
4.2 KIE
1. Hindari atau kurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID
(termasuk piroksikam). Jika piroksikam masih digunakan, diberi
jeda 1-2 jam setelah makan.
2. Hindari makanan dan minuman (seperti : makanan pedas, kopi,
alkohol) karena dapat menyebabkan dispepsia atau memunculkan
gejala tukak.
3. Penggunaan obat yang rutin dapat mengurangi/menyembuhkan
penyakit

36
Daftar Pustaka

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C.


V., 2015,
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007. Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Graham, D.Y. Therapy of Helicobacter pylori: current status and issues.
Gastroenterology,2000,118:S2-S8.
Howden, C.W., and Hunt, R.H. Guidelines for the management of
Helicobacter pylori infection.Ad Hoc Committee on the Practice
Parameters of the American College of Gastroenterology.Am. J.
Gastroenterol., 1998,93:2330-2338. Pubmed
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill
Education Companies, Inggris.
Suerbaum, S., and Michetti, P. Helicobacter pylori infection.N. Engl. J.
Med., 2002,347:1175-1186. Pubmed
www.medscape.com(diakses Tanggal 21 November 2014)

37

Anda mungkin juga menyukai