Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“ULKUS PEPTIKUM”

OLEH :
Kelompok 1

Fidarlin Hulu (18301050)


Neneng Fransiska (18301057)
Resti Julita (18301076)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2020

1
KATA PENGANTAR

Makalah dapat selesai tepat pada waktunya, sehingga penulis ucapkan


terimakasih kepada tuhan yang maha esa. Tujuan penulisan makalah (Ulkus
Peptikum) untuk menambah wawasan pembaca. Oleh karena itu, penulis ucapkan
terimakasih kepada Ibu Ns. Angga Afrina, M. Kep. selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Apabila ada kesalahan yang terdapat dalam
makalah ini, penulis mohon maaf. Oleh karena itu, penulis harap kritik dan saran dari
pembaca.

Pekanbaru, 14 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 4
1. Latar Belakang....................................................................... 4
2. Tujuan..................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................ 6
2.1 Defenisi Ulkus Peptikum................................................. 6
2.2 Etiologi Ulkus Peptikum.................................................. 6
2.3 Manifestasi Klinik Ulkus Peptikum ................................ 9
2.4 Patofisiologi dan WOC Ulkus Peptikum......................... 10
2.5 Komplikasi Ulkus Peptikum............................................ 15
2.6 Penatalksanaan Medis dan Keperawatan......................... 16
2.7 Pemeriksaan Diagnostik................................................... 17
2.8 ASKEP Ulkus Peptikum.................................................. 18
BAB III MCP............................................................................................. 24
BAB IV....................................................................................................... 26
A. Simpulan ........................................................................................ 26
B. Saran............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 27

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulkus peptikum atau tukak lambung dan di masyarakat lebih dikenal dengan
sebutan penyakit maag, memiliki prevalensi berkisar antara 11-14% pada pria
dan 8- 11% pada wanita. Prevalensi ulkus peptikum di Indonesia pada beberapa
penelitian ditemukan antara 6-15% terutama pada usia 20-50 tahun. Ulkus
peptikum dapat dijumpai pada semua umur dengan usia puncak 50-60 tahun.
Menurut data terakhir WHO yang dipublikasikan Mei 2014, kematian akibat
penyakit ulkus peptikum di Indonesia mencapai 1.081 atau 0,08% dari total
kematian. Dua tipe ulkus peptikum yang sering didapatkan adalah ulkus gaster
dan ulkus duodenal. Nama ini berdasarkan lokasi di mana ulkus ini ditemukan.
Ulkus gaster ditemukan di perut, sedangkan ulkus duodenal mulai dari usus
kecil yang juga disebut dengan duodenum.
Ulkus peptikum terjadi karena terdapatnya ketidakseimbangan antara faktor
defensif dan agresif yang mempertahankan integritas mukosa lambung. Faktor
defensif antara lain adalah: sekresi mukosa lambung; bikarbonat, aliran darah ke
membran mukosa; kapasitas regenerasi epitel dan elaborasi dari prostaglandin.
Sedangkan faktor agresif antara lain: Keasaman lambung, enzim peptik (faktor
internal), infeksi oleh Helicobacter pylori, konsumsi alkohol yang berlebihan,
obat-obat NSAID, merokok, refluks gastrik-duodenal dan hiperasiditas lambung.
Apabila terjadi peningkatan faktor agresif atau penurunan faktor defensif maka
dapat terjadi kerusakan pada mukosa lambung. Pemberian atau konsumsi etanol
yang berlebihan dapat merusak sawar mukosa lambung dengan cara
meningkatkan produksi radikal bebas berupa Reactive Oxygen Species (ROS)
sehingga menurunkan kemampuan antioksidan seluler dalam mempertahankan
keseimbangan faktor defensif dan agresif sehingga kerusakan mukosa lambung
tak dapat dihindari.
Di samping itu etanol cepat berpenetrasi ke dalam mukosa lambung sehingga
mengakibatkan terjadinya difusi balik HCl.5 Hal ini akan memperparah dan

4
mempercepat kerusakan mukosa lambung.Reactive Oxygen Species (ROS)
adalah molekul kecil yang mengandung elektron tak berpasangan dan merupakan
salah satu radikal bebas alami yang terdapat dalam tubuh. Senyawa ini bersifat
oksidator kuat dan sangat reaktif berikatan dengan molekul di sekitarnya
sehingga dapat merusak molekul jaringan. Meningkatnya kadar ROS dalam
tubuh berimplikasi pada berbagai macam penyakit degeneratif seperti hipertensi,
aterosklerosis diabetes, ulkus peptikum, dan penyakit kronis lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis rumuskan masalah sebagai berikut
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Ulkus Peptikum Pada Pasien?”
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada pasien
B. Tujuan Khusus
1. Mendiskripsikan defenisi ulkus peptikum
2. Mendiskripsikan etiologi ulkus peptikum
3. Mendiskripsikan manifestasi ulkus peptikum
4. Mendiskripsikan patofisiologi dan WOC
5. Mendiskripsikan komplikasi ulkus peptikum
6. Mendiskripsikan penatalaksanaan medis dan keperawatan
7. Mendiskripsikan pemeriksaan diagnostic
8. Mendiskripsikan ASKEP ulkus peptikum

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Ulkus Peptikum


Ulkus peptikum adalah ekskavasi (area berlubang) yang terbentuk dalam
dinding mucosal lambung, pylorus, duodenum, atau esofagus. Ulkus peptikum
sering disebut sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal, tergantung pada
lokasinya. Ulkus ini disebabkan oleh erosi area terbatas dari membrane mukosa.
Erosi ini dapat meluas sedalam lapisan otot atau seluruh otot dipeitonium. Ulkus
peptikum lebih mungkin terjadi pada duodenum dari pada lambung. Biasanya ini
terjadi secara tunggal, tetapi dapat terjadi dalam bentuk multiple. Ulkus peptikum
kronis cenderung terjadi pada kurvatura minor dari lambung, dekat pylorus.
Peptik penyakit maag (PUD) terutama disebabkan oleh infeksi bakteri gram
negatif Helicobacter pylori (H.pylori). Bakteri ini bertanggung jawab atas 80%
lambung ulkus dan lebih dari 90% ulkus duodenum. Dua pertiga dari semua
orang terinfeksi H. pylori, dan ini paling umum pada mereka yang sudah lanjut
usia, Hispanik, Afrika Amerika, atau di kelompok sosial ekonomi yang lebih
rendah di Amerika Serikat. Dis-covery H. pylori telah menyebabkan perubahan
dalam merawat dan menyembuhkantukak lambung. Tidak diketahui bagaimana
H. pylori ditransmisikan, meskipun rute oral-oral atau fecal-oral kemungkinan
besar. Air yang terkontaminasi juga dapat berperan. Vaksin untuk pre-ventilasi
tukak lambung sedang dikembangkan

2.2 Etiologi Ulkus Peptikum


Sampai tahun 1982 penyebab tukak lambung kurang dipahami dan dianggap
terkait dengan stres, diet, dan alkohol atau kafe tertelan. Namun, hasil penelitian
menemukan peptik itu penyakit maag (PUD) terutama disebabkan oleh infeksi
bakteri gram negatif Helicobacter pylori (H. pylori). Bakteri ini bertanggung
jawab atas 80% lambung ulkus dan lebih dari 90% ulkus duodenum. Dua pertiga
dari semua orang terinfeksi H. pylori, dan ini paling umum pada mereka yang

6
sudah lanjut usia, Hispanik, Afrika Amerika, atau di kelompok sosial ekonomi
yang lebih rendah di Amerika Serikat.
Dis-covery H. pylori telah menyebabkan perubahan dalam merawat dan
menyembuhkan tukak lambung. Tidak diketahui bagaimana H. pylori
ditransmisikan, meskipun rute oral-oral atau fecal-oral kemungkinan besar. Air
yang terkontaminasi juga dapat berperan. Vaksin untuk pre- ventilasi tukak
lambung sedang dikembangkan. Faktor risiko yang berkontribusi pada PUD
termasuk merokok, mengunyah tembakau, stres, kafein, atau obat-obatan seperti
steroid, aspirin, dan obat antiinflamasi nonsteriodal (NSAID). Perkembangan
tukak lambung juga dipengaruhi oleh merokok, yang meningkatkan efek
berbahaya H. pylori, mengubah mekanisme perlindungan, dan mengurangi darah
lambung mengalir. Untuk informasi lebih lanjut tentang H. pylori
Penyebab umum dari ulkus peptikum adalah ketidakseimbangan antara selresi cairan
lambung dan derajat perlindungan yang diberika sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum (Arif Mutaqqin, 2011). Sedangkan
menurut Brunner and Suddart (2001) dan Sylvia A. Price (2006), sebab-sebab yang
pasti dari ulkus peptikum belum diketahui. Beberapa teori yang menerangkan
terjadinya tukak peptic, antara lain
sebagai berikut:
1. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan
sering dua kali lipat dari normal.Walaupun setengah dari peningkatan asam ini
mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti
adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia
yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang
berlebihan (Guyton, 2006).Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya
adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan
merokok.

7
2. Golongan darah
Penderita dengan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni jika
dibandingkan dengan tukak lambung. Adapun sebab-sebabnya belum diketahui
benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan
darah O kemungkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dari pada
golongan lainnya. Kerusakan didaerah piepilorus dapat dihubungkan dengan
golongan darah A, baik berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma.Sedangkan
pada golongan darah O sering ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959.
Berdasarkan pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada edofagus,
lambung dan duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial,
termasuk neoplasma primer atau sekunder dan hipertensi maligna. Faktor
kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka
yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi
besar dan lain-lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. Inflamasi bakterial
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus
peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan
bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi,
maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas
dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu melakukan
penetrasi sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk
menembus sawar maupun dengan melepaskan enzim–enzim pencernaan yang
mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi
oleh lambung dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan
mencernakan epitel, bahkan juga jaringan – jaringan di sekitarnya.Keadaai ini
menuju kepada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
5. Inflamasi non-bakterial

8
Teori yang mengatakan bahwa inflamasi non-bakterial sebagai penyebab
didasarkan pada inflamasi dari kurvatura minor, antrum dan bulbus duedeni
yang mana dapat disebutkan juga antara gastritis, sering ditemukan dengan
tukak. Dan sebagai penyebab dari gastritis sendiri belum jelas.Tukak yang
kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.Berdasarkan pemeriksaan
histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak yang akut.
2.3 Manifestasi Ulkus Peptikum
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa
bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlijat kembali, sering tanpa
penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus,
dan 20% sampai 30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya
menifestasi yang mendahului.
1. Nyeri
Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk
atau sesnsi terbakar di epigastrium tengan atau dipunggung. Hal ini diyakini
bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajang. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme reflek
lokal yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya.
Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makanan menatrelisir
asam, atau menggukan dengan alkali: namun, bila lambung telah kosong atau
alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam
dapat dihilangkan dengan member tekanan lembut pada epigastrium atau
sedikit disebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan
memberikan tekanan lokal pada epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati)
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esofagus dan
lambung, yang naik kemulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi
atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.

9
3. Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan
keluar lambung oleh spasme mucosal pylorus atau oleh obstruksi mekanis,
yang dapat dihubungkan dengan pembentukan jaringan perut atau
pembengkakan akut dari membrane mukosa yang mengalami inflamasi
disekitarnya pada ilkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh
mual : biasanya setelah nyeri berat, yang dihilangkan dengan ejeksi
kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan pada sebagai
akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien juga dapat datang dengan perdarahan
gastrointestinal. Sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut
sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi menunjukkan gejala setelahnya.

2.4 Patofisiologi dan WOC


1. Patofisiologi
PUD adalah suatu kondisi di mana lapisan perut, pilorus, duodenum, atau
kerongkongan terkikis, biasanya dari infeksi H. pylori. Erosi bisa meluas ke
lapisan otot atau peritoneum. Ulkus peptikum terjadi di bagian-bagian dari
saluran pencernaan yang terpapar asam klorida dan pepsin. Erosi disebabkan
oleh peningkatan konsentrasi atau aktivitas asam klorida dan pepsin. Mukosa
yang rusak tidak dapat mengeluarkan cukup lendir untuk bertindak sebagai
penghalang hidroklorik asam. Beberapa orang mengalami pengosongan
lambung yang lebih cepat, yang, dikombinasikan dengan asam hipersekresi,
menciptakan besar jumlah asam yang pindah ke duodenum. Akibatnya, bisul ini
lebih sering terjadi pada duodenum. Ulkus adalah dinamai berdasarkan lokasi
mereka: esofagus, lambung, atau duodenum. Ulkus duodenum lebih sering
terjadi daripada tukak lambung.

10
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan
pepsin).Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja
asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa
(Sylvia A. Price, 2006).
A. Peningkatan Konsentrasi atau Sekresi Lambung dan Kerja Asam Peptin
Menurut Price (2006), sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
a. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau
rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada
gilirannya merangsang saraf vagal.Intinya, makanan yang tidak
menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi
lambung.Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum.Saat ini banyak ahli
gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan
pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus.Namun, aktivitas vagal
berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang
signifikan.
b. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor disbanding lambung.Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
c. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormone (dianggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam
lambung. Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida
dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar
mukosa.Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap
asam.Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi

11
meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari
rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan
tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan
perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak
lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan
lambung. Kemudian menyebar kedalamnya dengan lambat.Mukosa yang
tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung.Barier ini adalah
pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi
lambung itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah
suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi
epitel.
B. Kelemahan Barier Mukosa Lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak
mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non-
steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.Sindrom
Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus
peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar.
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah
lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma (tumor sel istel) dalam pancreas.
90% tumor ditemukan dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus
koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus
pancreas.Kira-kira dari gastrinoma adalah ganas (maligna).
Diare dan stiatore (lemak yang tidak diserap dalam feces) dapat ditemui.
Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia,
dan karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien
paling utama adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang
diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang
terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti
luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera

12
menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung
multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien
sembuh, lesi sebaliknya.Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini Menimbulkan penurunan aliran
darah mukosa lambung.Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan.Kombinasi
iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan
ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling,
yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada
pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung,
atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus
stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas
(Sylvia A. Price, 2006)

13
2. WOC

14
2.5 Komplikasi Ulkus Peptikum
Komplikasi besar dapat terjadi akibat PUD. Ini termasuk perdarahan,
perforasi, dan obstruksi. Pendarahan bisa terjadidalam berbagai derajat dari darah
gaib dalam tinja dan emesis ke perdarahan merah terang besar. Perdarahan
cenderung terjadi lebih sering dengan tukak lambung pada orang dewasa yang
lebih tua. Pasien mungkin mengalami tanda dan gejala syok. Pengobatan
termasuk menghentikan pendarahan, mengganti cairan dan memilih trolytes, dan
mungkin pemberian vasopresin untuk menghentikannya berdarah. Ulkus perforasi
adalah keadaan darurat medis dan biasanya membutuhkan intervensi bedah. Isi
gastroduodenal melarikan diri melalui perforasi ke dalam rongga peritoneum. Ini
dapat menyebabkan peritonitis, septikemia, dan hipovolemik syok. Perforasi
paling sering terjadi dengan ulkus duodenum dan timbul nyeri akut tajam dan
berat.
Perawatan bedah termasuk membersihkan rongga peritoneum, menutup
perforasi, dan mungkin vagotomi dan hemi- gastrektomi atau pyloroplasty.
Obstruksi mungkin disebabkan oleh jaringan parut karena ulserasi berulang dan
penyembuhan pada pasien dengan lama berdiri PUD. Obstruksi sering terjadi
pada pylorus menyebabkan rasa sakit di malam hari dan muntah. Pyloroplasty
adalah disiapkan untuk memperbaiki masalah.
Menurut Mansjoer (2006), komplikasi potensial dari ulkus peptikum adalah :
a. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemor agi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
b. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke
dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
c. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke
dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik.
d. Obstruksi pilorik terjadi bila areal distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut
dan mengeras kar ena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk
bila ulkus sembuh atau rusak.
2.6 Pentalksanaan Medis dan Keperawatan

15
Penatalaksanaan keperawatan:
Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan intervensi pembedahan.
a. Penurunan stress dan istrahat:
Penurunan stress lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan intervensi
fisik dan mental pada pihak pasien dan bantuan serta kerjasama anggota
keluarga dan orang terdekat. Pasien memerlukan bantuan dalam
mengidentifikasi situasi yang penuh stress atau melelahkan. Gaya hidup
terburu-buru dan jadwal tidak teratur dapat memperberat gejala dan
mempengaruhi keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam lingkungan
yang rileks. Selain itu dalam upaya mengurangi stress, pasien juga mendapat
keuntungan dari periode istrahat teratur selama sehari, sedikitnya selama fase
akut penyakit.
b. Penghentian merokok:
Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi
bikarbonat dari pancreas kedalam duodenum. Sebagai akibatnya keasaman
duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok. Penelitian menunjukkan
bahwa merokok terus-menerus dapat menghambat secara bermakna perbaikan
ulkus . oleh karena itu pasien sangat dianjurkan untuk berhenti merokok.
c. Modifikasi diet:
Tujuan diet untuk pasien dengan ulkus peptikum adalah untuk menghindari
sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini dapat
diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrem dan stimulasi berlebihan
makan ekstrak, alcohol, dan kopi (termasuk kopi dekafein, yang juga
merangsang sekresi asam). Selain itu upaya dibuat untuk menetralisasi asam
dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.

Penatalaksanaan medis:

16
Oabt-obatan:
Saat ini obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan dalam
ulkus peptikum mencakup antagonis reseptor histamine (antagonis reseptor H2),
yang menurunkan sekresi asam dalam lambung diataranya:
a. Inhibitor pompa proton, yang juga menurunkan sekresi asam
b. Agen sitoprotektif yang melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID
c. Antasida
d. Antikolinergis yang menghambat sekresi asam
e. Kombinasi antibiotic dengan garam bismod yang menekan bakteri H. pylori

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


H. pylori dapat didiagnosis dengan beberapa tes. Nafas urea Tes dilakukan
dengan meminta pasien minum label karbon urea. Urea dimetabolisme dengan
cepat jika H. pylori hadir, memungkinkan karbon untuk diserap dan diukur saat
dihembuskan karbon dioksida. Tes deteksi antibodi IgG untuk H. pylori
mengidentifikasi apakah pasien terinfeksi H. pylori. Keduanya adalah tes deteksi
noninvasif. Spesimen biopsy untuk urease biopsi Campylobacter-like organisme
(CLO) tes dan pemeriksaan histologis dapat diperoleh selama
esophagogastroduodenoscopy (EGD). Biopsi adalah yang paling banyak tes
konklusif untuk H. pylori. Biakan spesimen biopsy mungkin juga dilakukan untuk
menentukan kerentanan antimikroba. Ulkus peptikum didiagnosis berdasarkan
gejala, seri GI atas (barium swallow), endoskopi, dan EGD.
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik,
atau distensi abdominal. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas
dapat menunjukkan adanya ulkus, namun dapat dilakukan endoskopi sebagai
pemeriksaan diagnostic pilihan.
a. Endoskopi gastrointestinal digunakan untuk mmengidentifikasi perubahan
inflamasi, ulkus, dan lesi. Melalui endoskopi, mukosa dapat secara langsung
dilihat dan diopsi didapatkan. Endoskopi telah diketagui dapat mendeteksi

17
beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran
atau lokasinya.
b. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menetukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hydroklorida dalam getah
lambung).
Adanya H.pylori dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes
pernapasan yang mendeteksi H. pylori, serta tes serologis terhadap antibody
pada antigen H. pylari.

2.8 ASKEP Ulkus Peptikum


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
(Nursalam, 2010). Pengkajian untuk pasien yang menjalani post op laparatomi
dengan indikasi ulkus peptikum (perforasi gaster) menurut Doenges E, dkk
(2010).
a. Neurosensori
Gejala: Pusing atau tidak, penglihatan baik atau tidak, pendengaran baik atau
tidak. Tanda: GCS, kesadaran, pupil, dan tekanan darah.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung
Tanda: Tanda vital dalam rentang normal, CRT, konjungtiva anemis atau
tidak, akral badan hangat, tachikardi.
c. Pernafasan
Gejala: sesak nafas, penciuman baik
Tanda: RR dalam rentang normal, cuping hidung atau tidak, penciuman baik
atau tidak.
d. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala: Letak lokasi nyeri, durasi nyeri, nyeri abdomen.
Tanda: Skala nyeri, wajah meringis atau tidak.

18
e. Makanan/ Cairan
Gejala: Pasien berapa kali makan di rumah dan di rumah sakit, kehilangan
nafsu makan, adanya penurunan berat badan, mual, muntah, dan anoreksia
Tanda: Turgor kulit, edema, porsi makan, dan mukosa bibir pasien lembab.
f. Eliminasi
Gejala: Perubahan pada pola eliminasi (Bak/ Bab)
Tanda: Distensi abdomen, tidak ada edema, klien menggunakan kateter,
warna urin, konsistensi.
g. Seksualitas
Gejala: Masalah seksualitas misalnya dampak pada hubungan, perubahan
tingkat kepuasan.
h. Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur malam hari, keterbatasan dalam hobi.
i. Hygiene
Gejala: Ketidakmampuan dalam merawat diri, turgor kulit, tidak kering, tidak
bau badan.
j. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, ketakutan, emosional, perasaan tidak berdaya
Tanda: Terlihat tegang, gelisah, diaporesis, dan depresi.
k. Interaksi Sosial
Gejala: Ketidakmampuan aktif dalam sosial atau kelemahan system
pendukung.
l. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: Riwayat dalam penyakit yang lama ulkus peptikum Safety. Gejala:
Warna kulit sianosis, demam, resiko jatuh.
n. Discharge Planning
Gejala: Memerlukan bantuan dalam rencana pulang seperti obat obatan,
pengobatan, perawatan pada luka.

19
B.   Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pertanyaan singkat dan pasti tentang masalah
pasien dan serta penyebabnya yang dapat dipecahkan melalui tindakan
keperawatan (Carpenito, 2010).
Adapun diagnosa keperawatan untuk pasien yang menjalani post op laparatomi
dengan indikasi ulkus peptikum (perforasi gaster) menurut Doenges E, dkk
(2010) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan agen injury (fisik, biologi, kimia, psikologis),
kerusakan jaringan.
b. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, nyeri abdomen.
c. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan defekasi, kelemahan otot
abdominal.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri, imobilisasi

C.   Rencana Keperawatan


1. Dx: Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri (fisik, biologi, kimia,
psikologis), kerusakan jaringan.
Tujuan: Setelah dilakukan tinfakan keperawatan Pasien tidak mengalami nyeri
Kriteria hasil:
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan),
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 0-3
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
- Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi:
O: - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Monitor vital sign
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

20
N: - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan
pencahayaan dan kebisingan
E: - Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
K: - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

2. Dx: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan


Mual, muntah, nyeri abdomen.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien dapat
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil:
- Tanda vital dalam rentang normal
- Mengatakan rasa nyeri berkurang dengan menunjukkan skala nyeri 0-3
- Mengatakan rasa nyaman yaitu tidak mengalami muntah dan mual
Intervensi:
O: - Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Monitor lingkungan selama makan
- Monitor turgor kulit
- Monitor mual dan muntah
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
N: - Tanyakan pada pasien apakah ada alergi makanan
E: - Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
K: - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien

21
3. Dx: Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan defekasi, kelemahan otot
abdominal.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi pasien teratasi
Kriteria Hasil:
- Pola BAB dalam batas normal
- Feses lunak
- Cairan dan serat adekuat
- Aktivitas adekuat 5. Hidrasi adekuat
Intervensi:
O: - Monitor tandatanda ruptur bowel/peritonitis
N: - Sediakan privacy dan keamanan selama BAB
- Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
- Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
E: - Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi
K: - Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
- Kolaborasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap

4. Dx: Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan nyeri,tirah baring atau imobilisasi


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Pasien
bertoleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil:
- Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri
- Mampu melakukan keseimbangan aktivitas dan istirahat
- Mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
Intervensi:
O: - Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
- Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
- Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

22
- Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual dan kelelahan adanya fisik
N: - Bantu pasien untuk mengembangk an motivasi diri dan penguatan
E: - Ajarkan pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
K: - Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi nyeri

23
BAB III
MCP

Key Assasment: Nd: nyeri b.d agen injury (fisik,


 Neurosennsori: biology, kimia,
Gejala, pusing/ tidak, psikologis), kerusakan
penglihatan baik/ tidak, jaringan.
pendengaran baik/ tidak Do: Klien tampak meringis,
 Sirkulasi: wajah pucat.
Gejala, riwayat hipertensi Klien memegang perut
dan penyakit jantung saat nyeri

 Pernafasan: Ds: Klien mengatakan badan

Gejala, sesak nafas terasa lemah dan letih.

 Nyeri/ ketidaknyamanan Klien mengatakan berat

Gejala, letak lokasi nyeri, badan turun.

durasi nyeri, nyeri abdomen Nd: Ketidakseimbangan nutrisi


b.d mual, muntah, nyeri
 Makanan/ cairan
abdomen.
Gejala: penurunan bb, mual,
Do: Klien lemah
muntah, anoreksia
Klien tampak merimgis
 Eleminasi
dan pucat
Gejala: perubahan pada pola
Klien memegang perut
eleminasi (BAK/BAB)
saat nyeri
Mukosa bibi kering
Ds: Klien mengatakan mual
dan muntah, klien
mengatakan badan lemah
dan letih

24
Nd: konstipasi b.d ketidakadekuatan
defekasi, kelemahan otot abdominal
Do: Klien tampak meringis, wajah pucat
Ds: Klien mengatakan konstipasi
Klien mengatakan badan lemah dan
letih
Nd: Intoleransi aktivitas b.d nyeri dan
imobilisasi
Do: Klien tampak lemah
Klien tidadak mampu beraktivitas
seperti biasa
Nyeri abdomen
Ds: Klien mengatakan badan terasa lemah
dan letih

25
BAB IV
PENUTUP

3.1 Simpulan
Ulkus peptikum adalah ekskavasi (area berlubang) yang terbentuk
dalam dinding mucosal lambung, pylorus, duodenum, atau esofagus. Ulkus
peptikum sering disebut sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal,
tergantung pada lokasinya.
Ulkus ini disebabkan oleh erosi area terbatas dari membrane mukosa. Erosi ini
dapat meluas sedalam lapisan otot atau seluruh otot dipeitonium. Ulkus
peptikum lebih mungkin terjadi pada duodenum dari pada lambung. Biasanya
ini terjadi secara tunggal, tetapi dapat terjadi dalam bentuk multiple. Ulkus
peptikum kronis cenderung terjadi pada kurvatura minor dari lambung, dekat
pylorus.
Adapun tanda dan gejala ulkus peptikum menurut Mansjoer (2006) adalah
nyeri, pirosis (nyeri ulu hati), muntah, dan konstipasi dan perdarahan.
Menurut Mansjoer (2006), komplikasi potensial dari ulkus peptikum terdiri
dari, diantaranya yaitu Hemoragi-gastrointestinal atas, perforasi, Penetrasi atau
Obstruksi, dan Obstruksi pilorik.
3.2 Saran
Adapun saran yang diberikan oleh penulis kepada pembaca yaitu
diharapkan kepada pembaca untuk lebih memahami segala aspek yang
terkandung dalam penyakit ulkus peptikum serta mencari lebih banyak referensi
dari buku, ebook, jurnal, ataupun sumber laiinya yang dapat lebih membantu
dalam pencapaian pemahaman mengenai ulkus peptikum.

26
DAFTAR PUSTAKA

Suddarth & Brunner. 2002. Keperawatan Medikal. Bedah Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit.
Jakrata : EGC
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika
Arif, Mansjoer, dkk., (2006). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Medica Aesculpalus,
FKUI, Jakarta.
Doenges. E. Marilynn. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta.
Nursalam. (2010). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Irramah Miftah, Julizar, Irawati lili. 2017. Pengaruh Uncarya Gambir Roxb Terhadap
Lukus Gaster dan Kadar Malondialdehid Hewan Coba yang Diinduksi Etanol. Majalah
Kedokteran Andalas: Vol 40 No 1 Hal 1-10.
Williams, L. S., & Hooper, P. D. (2007). UnderStanding Medical-Surgical Nurshing. 3rd
Edition. PhiLadelphia: F. A. Davos Company

27
28

Anda mungkin juga menyukai