Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Resti Julita

NIM : 18301064
KELAS : 3B
TUGAS : Keperawatan Anak II

1. Jelaskan apa itu transfuse darah


Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari tubuh seseorang ke
dalam tubuh orang lain.orang yang menerima darah disebut penerima atau
resipen. Adapun orang yang memberikan darahnya disebut pemberi atau
donor (Firmansyah, dkk. 2007).
Transfusi darah adalah prosedur yang ditujukan untuk menambah atau
menggantikan komponen darah tersebut. Pelaksanaan transfuse secar rasional
mencakupi pemberian komponen darah tertentu sesuai kebutuhan dan
berdasarkan pedoman yang berlaku (Wahidiyat & Adnani, 2016).
2. Jelaskan jenis transfuse dan kegunaannya
Menurut (Handayani & Haribowo, 2008) ada beberapa jenis transfusi yang
diberikan, yaitu:
a. Darah utuh (whole blood/WB)
Darah lengkap mengandung komponen eritrosit, leukosit, dan plasma.
Satu kantong Whole Blood terdiri dari 250 ml darah dan 37 ml
antikoagulan. Whole blood diberikan pada pasien yang mengalami
perdarahan akut. Pada orang dewasa, diberikan bila kehilangan darah
lebih dari 15-20 % volume darahnya, sedangkan pada bayi lebih dari 10
% volume darahnya.
Ada beberapa jenis WB, yaitu:
1) Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan
semua faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).
2) Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua
faktor pembekuan, kecuali faktor labil (FV).
3) Simpan (24-batal simpan) mengandung eritrosit, albumin, dan
faktor pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.
Indikasi WB untuk hipovolemia
b. Darah endap (Packed Red Cell--PRC)
Transfusi sel darah merah diberikan pada pasien untuk
memperbaiki suplai oksigen ke jaringan. Transfusi tersebut digunakan
untuk pasien simtomatik atau mereka yang membutuhkan peningkatan
Hb yang cepat. 4 Transfusi sel darah merah masih direkomendasikan
pada perdarahan mayor akut, anemia berat (simptomatik), dan beberapa
kondisi spesifik (misalnya hemoglobinopati, kernikterus). Kondisi ini
meliputi anemia autoimun, anemia megaloblastik, defisiensi besi, dan
anemia pada pasien dengan gagal ginjal, yang kesemuanya dapat
dikoreksi dengan penanganan non-darah. Darah endap /PRC diperoleh
dari WB yang disentrifuse, kemudian diendapkan, setelah itu plasma
dipisahkan. Indikasi untuk anemia kronis.
c. Trombosit konsentrat
Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1
unit/kg BB.
d. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
Fresh frozen plasma mengandung semua protein plasma, termasuk
faktor pembekuan terbanyak. Transfusi FFP ditunjukkan dalam
pengobatan defisiensi faktor terisolasi, pembalikan terapi warfarin, dan
koreksi koagulopati yang dikaitkan dengan penyakit hati. Setiap unit FFP
biasanya meningkatkan faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang
dewasa. Dosis terapeutik awal biasanya 10-15 mL / kg. Tujuannya adalah
untuk mencapai 30% konsentrasi faktor koagulasi normal. FFP juga
dapat digunakan pada pasien yang telah menerima transfusi darah masif
dan terus mengalami transfusi trombosit. Setiap unit FFP memiliki risiko
infeksi yang sama dengan satu unit darah utuh. Selain itu, pasien sesekali
dapat menjadi peka terhadap 5 protein plasma. FFP umumnya harus
dipanaskan sampai suhu 37 °C sebelum transfusi. Indikasi untuk
perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT yang kurang dari
1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.
e. Cryo precipitate
Komponen utama yang terdapat di dalam cryoprecipitate adalah
faktor VIII, faktor pembekuan XIII, dan fibrinogen. Penggunaannya
untuk menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam
darah penderita hemofili A. Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan
intravena langsung, tidak melalui tetesan infus, pemberian segera setelah
komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada suhu kamar.
Suhu simpan - 18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping
berupa demam, alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit
faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII.
Setiap unit akan menaikkan tingkat fibrinogen 5 sampai 10 mg per dL
(0,15 sampai 0,29 μmol/L), dengan tujuan mempertahankan tingkat
fibrinogen paling sedikit 100 mg/dL (2,94 μmol/L)
Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilia, penyakit Von Wilebrand dan
afibrinogemia.
3. Jelaskan rumus kebutuhan trnasfusi darah
Darah lengkap yang akan diberikan, dapat dihitung dosis atau jumlahnya
dengan menggunakan rumus empiris sebagai berikut :
BB (kg) x 6 x (Hb diinginkan – Hb tercatat) Bila yang digunakan Packed red
cells, maka kebutuhan menjadi 2/3 dari darah lengkap, atau dalam rumus
menjadi : BB (kg) x 4 x (Hb diinginkan – Hb tercatat).
(Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada:Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis
Kesehatan dan Farmasi Volume 19 Nomor 2 Agustus 2019)
4. Jelaskan cara pemberian transfusi
Sebelum melakukan transfusi perawat mencocokkan identifikasi pasien
baik lisan maupun tulisan harus dilakukan karena untuk menghindari resiko
kesalahan dan juga untuk memastikan pasien yang diberi transfusi adalah
pasien yang benar (Potter dan Perry, 2006).
Mencocokkan identitas dan jumlah darah dengan formulir permintaan
darah antara lain: memeriksa etiket kompatibilitas yang menempel pada
kantong darah untuk memastikan golongan darahnya benar, memeriksa
kesesuaian produk darah yang akan diberikan dengan resep dokter karena
untuk memastikan komponen darah benar. Memeriksa data kadaluarsa pada
kantung darah karena darah setelah 21 hari, akan terjadi perubahan pada
struktur dan kimia darah elektrolit (hiperkalemia) dan masalah-masalah lain
yang terkait (Metheny dalam Poter dan Perry, 2006).
(Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada:Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan,
Analis Kesehatan dan Farmasi Volume 19 Nomor 2 Agustus 2019)
5. Jelaskan reaksi transfusi dan penatalaksanaannya
Menurut Handayani & Hariwibowo (2008), reaksi transfusi adalah suatu
perusakan secara imunologis sel-sel darah merah inkompatibel yang
diperoleh melalui transfusi darah. Biasanya pada reaksi transfusi terjadi reaksi
segera yang mengancam nyawa, reaksi ini terjadi pada saat proses transfusi
berlangsung, manifestasinya antara lain kemerahan pada wajah yang segera
timbul, rasa hangat di vena yang menerima darah, demam dan menggigil,
nyeri dada dan pinggang, nyeri abdomen disertai mual dan muntah,
penurunan tekanan darah disertai peningkatan kecepatan denyut jantung, dan
sesak napas. Hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata reaksi transfusi pada
pemberian transfusi darah WB adalah 130 dengan standar deviasi 0,823.
Sedangkan pada pemberian transfusi darah PRC diperoleh dararata 0,40
dengan standar deviasi 0,516. Terlihat perbedaan rata-rata (mean different)
rata-rata reaksi transfusi darah WB dengan PRC adalah 0,90 dengan nilai t =
2,929. Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan reaksi pemberian transfusi
darah Whoole Blood (WB) dan Packed Red Cell (PRC) pada Pasien Post
Sectio Caesarea (SC) di RSUD Dr. Achmad Darwis Kabupaten Lima Puluh
Kota tahun 2016, nilai p = 0,009 (p < 0,05)
(Jurnal human care Volume. 1 No. 3, Tahun 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, R, & dkk. (2007). Mudah dan Aktif Belajar Biologi untuk SMA/MA.
Bandung: Setia Purma Inves.
Handayani, W, & Haribowo, A. S. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Perry & Potter. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Wahidiyat, P. A, & Adnani, N. B. (2016). Transfusi Rasoinal pada Anak. Sari
Pediatri, 18 (4), 329-330.

Anda mungkin juga menyukai