Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

TRANFUSI DARAH

Oleh :

Amalia Dwi Nugraheni 21360116


Fitra Editama 21360141
Moza Farijah Qaulika 21360078

Preceptor :

dr. Hadjiman Yotosudarmo, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDRAL AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tranfusi darah merupakan salah satu bagian penting dalam pelyanan kesehatan modern. Bila

digunakan degan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat

kesehatan. Indikasi tepat transfuse darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi

yang menyebabkan morbiditas da mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain.

Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi

darah resipien sebagai upaya pengobatan.

Tranfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam banyak

hal, dalam bidang pediatri misalnya dalam perawatan neonates prematur, anak dengan keganasan,

anak dengan kelainan defisiensi atau kelainan komponen darah, dan transplantasi organ. Namun

tranfusi bukanlah tanpa resiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar

tindakan tranfusi, namun efek samping reaksi tranfusi atau infeksi akibat tranfusi tetap mungkin

terjadi. Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya, indikasinya perlu diperketat. 2,8

Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan

dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Prinsip ini lebih ditekankan lagi di bidang ilmu

kesehatan anak karena bayi maupun anak yang sedang tumbuh sebaiknya tidak diganggu sistem

imunologisnya dengan pemberian antigen-antigen yang tidak diperlukan. Prinsip dukungan

tranfusi darah bagi anak dan remaja serupa dengan orang dewasa, tetapi neonates dan bayi

mempunyai berbagai aspek khusus.2,


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DARAH DAN TRANFUSI DARAH

1. Darah sebagai organ

Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan

sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam sistem kardiovaskuler, tersusun

dari : 1. Komponen korpuskuler atau seluler, 2. Komponen cairan. Komponen korpuskuler

yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat multiantigenik, terdiri dari sel darah merah,

sel darah putih dan keeping trombosit, yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang

senantiasa hidup dalam sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup

terbatas dan akan mati jika masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut

mati, maka secara berkala pada waktu-waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan

diganti, diperbarui dengan sel sejenis yang baru 3,6

Peran penting darah adalah :

a. Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2), yang dibawa dari paru-paru dan

diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari

jaringan untuk dibuang keluar melalui paru-paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini

dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma

ikut berfungsi sebagai sarana transportasi.

b. Sebagai orgam pertahanan tubuh (imunologik), khususnya dalam menahan invasi

berbagai jenis mikroba pathogen dan antigen asing. Tranfusi darah adalah salah satu

rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai
upaya pengobatan.Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit (granulosit dan

limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).

c. Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai

upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada

pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika

terjadi aktifitas homeostasis yang berlebihan.3,7

Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah

korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang

didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat

maka diperlukan penggantian dengan tranfusi darah, khususnya dari komponen yang

diperlukan.3,8

2. Definisi dan tujuan tranfusi darah

Tranfusi darah adalah suatu rangkain proses pemindahan darah donor ke dalam

sirkulasi dari resipien sebagai upaya pengobatan. Bahkan sebagai upaya untuk

menyelamatkan kehidupan. Berdasarkan asal darah yang diberikan tranfusi dikenal dengan

Homologous tranfusi (berasal dari darah orang lain) dan Autologous tranfusi (berasal dari

diri sendiri).6,2

Tujuan tranfusi darah adalah :

a. Mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah

b. Menggantikan kekurangan komponen seluler atau kimia darah

c. Meningkatkan oksigenasi jaringan

d. Memperbaiki fungsi homeostasis

e. Tindakan terapi khusus


3. Tranfusi darah dalam klinik

Darah dan berbagai komponen-komponen darah, dengan kemajuan teknologi

kedokteran, dapat dipisah- pisahkan dengan suatu proses dan ditransfusikan secara terpisah

sesuai kebutuhan.3 Darah dapat pula disimpan dalam bentuk komponen-komponen darah

yaitu: eritrosit, leukosit, trombosit, plasma dan factor- factor pembekuan darah dengan

proses tertentu yaitu dengan Refrigerated Centrifuge.4,6

Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan

dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Dasar pemikiran penggunaan

komponen darah: (1) lebih efisien, ekonomis, memperkecil reaksi transfusi, (2) lebih

rasional, karena (a) darah terdiri dari komponen seluler maupun plasma yang fungsinya

sangat beragam, serta merupakan materi biologis yang bersifat multiantigenik, sehingga

pemberiannya harus memenuhi syarat- syarat variasi antigen minimal dan kompatibilitas

yang baik, (b) transfusi selain merupakan live saving therapy tetapi juga replacement therapy

sehingga darah yang diberikan haruslah safety blood. Kelebihan terapi komponen

dibandingkan dengan terapi darah lengkap: (1) disediakan dalam bentuk konsentrat sehingga

mengurangi volume transfusi, (2) resiko reaksi imunologik lebih kecil, (3) pengawetan, (4)

penularan penyakit lebih kecil, (5) aggregate trombosit dan leukosit dapat dihindari, (6)

pasien akan memerlukan komponen yang diperlukan saja, (7) masalah logistic lebih mudah,

(8) pengawasan mutu lebih sederhana.4,8

4. Indikasi Tranfusi darah

Secara garis besar Indikasi Tranfusi darah adalah :


a. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah yang

normal, misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah, atau luka bakar

luas.

b. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya pada

anemia, trombositopenia, hipotrombinemia, dan lain-lain.

Keadaan yang memerlukan Tranfusi darah :

a. Anemia karena perdarahan, biasanya digunakan batas Hb 7-8 g/dL. Bila telah turun

hingga 4,5 g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang

membahayakan.

b. Anemia haemolitik, biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat

mengatasinya sendiri. Umumnya digunakan patokan 5g/dL.

c. Anemia aplastik

d. Leukimia dan anemia refrekter

e. Anemia karena sepsis

5. Prosedur pelaksanaan tranfusi darah

Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana tranfusi, misalnya kesalahan

pemberian darahmilik pasien lain. Untuk menghindari berbagai kesalahan, maka perlu

diperhatikan :

a. Identitas pasien harus dicocokan secara lisan maupun tulisan

b. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir permintaan

darah

c. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa sebelumnya,

serta diulang secra rutin.


d. Observasi ketat, terutama pada 15menit pertama setelah tranfusi darah dimulai.

Sebaiknya 1unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status

kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan

proliferasi bakteri pada suhu kamar.4,5

1.2 SEDIAAN DARAH UNTUK TRANFUSI

1. Macam-macam komponen darah

Untuk kepentingan tranfusi, tersedia berbagai produk darah.

1) Darah lengkap (whole blood)

Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap juga

mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume

darah sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml.

Dapat bertahan dalam suhu 4°±2°C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan

jumlah eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,9±0,12 g/dl dan Ht

meningkat 3-4 % post transfusi 450 ml darah lengkap. Tranfusi darah lengkap

hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan

mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan golongan

ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti

dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.

Indikasi :

1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar

2. Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari

volume darah total.

Rumus kebutuhan whole blood


6 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

-Hb pasien : Hb pasien saat ini

Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu :

1. Darah Segar

Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.

Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap

termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik.

Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan

golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan

resiko penularan penyakit relatif banyak.

2. Darah Baru

Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor.

Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan

kadar kalium, amonia, dan asam laktat.

3. Darah Simpan

Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari. Keuntungannya mudah

tersedia setiap saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang

kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.

Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena

afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke


jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia,

dan asam laktat tinggi.

2) Sel darah merah

a. Packed red cell

Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma

secara tertutup atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi

70-80%. Volume tergantung kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml.

Suhu simpan 4°±2°C. Lama simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.(3)

Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah

dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed

cells banyak dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia

aplastik, leukemia dan anemia karena keganasan lainnya. Pemberian

transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat

tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g %.

Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4

ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan

selama 2 sampai 4 jam dengan kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan

darah ABO dan Rh yang diketahui.

Kebutuhan darah (ml) :

3 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :
-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

-Hb pasien : Hb pasien saat ini

Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume

darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah

jenuh adalah:

1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit

2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis

3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload

berkurang

4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.

Indikasi: :

1. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.

2. Hemoglobin <8 gr/dl.

3. Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama : (misalnya empisema,

atau penyakit jantung iskemik)

4. Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.

Dapat disebutkan bahwa :

Hb sekitar 5 adalah CRITICAL

Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE

Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL

Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan dihentikan setelah

mencapai batas TOLERABLE atau OPTIMAL


1. Frozen Wash Concentrated Red Blood Cells (Sel Darah Merah Pekat Beku yang

Dicuci)

Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang

menetap.

2. Washed red cell

Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan saline,

sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi human

plasma. Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang terjadi

selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell dipakai

dalam pengobatan aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.(3) Untuk

penderita yang alergi terhadap protein plasma

3. Darah merah pekat miskin leukosit

Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 4°±2°C, berguna untuk meningkatkan

jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi. Manfaat komponen

darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi.(6)

3) White Blood Cells (WBC atau leukosit)

Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma

dihilangkan 80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu

diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Berikan antipiretik, karena

komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi,

berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.


Indikasi :

Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien

dengan kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia).

4). Suspensi trombosit

Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang

disebabkan oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-

ulang dapat menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita.


(3)
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena

trombositopenia.

Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :

1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah

trombositnya kurang dari 50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada

trombocytopenic purpura, leukemia, anemia aplastik, demam berdarah, DIC

dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika terhadap tumor ganas.

2. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi

portal juga memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah. Rumus

Transfusi Trombosit

BB x 1/13 x 0.3

Macam sediaan:

1. Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)

Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar.

2. Platelet Concentrate (trombosit pekat)


Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan

20°±2°C. Berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan post

transfusi pada dewasa rata-rata 5.000-10.000/ul. Efek samping berupa urtikaria,

menggigil, demam, alloimunisasi Antigen trombosit donor.(6)

5) Plasma

Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah

(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin

pada nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki

jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma seperti globulin.(3) Macam sediaan plasma

adalah:

1).Plasma cair

Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan packed

red cell.

2). Plasma kering (lyoplylized plasma)

Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).

6) Fresh Frozen Plasma

Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung

dibekukan pada suhu -60°C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan

perdarahan (hemostasis).(3)

Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan volume

150-220 ml. Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun.

Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan bila faktor pembekuan

pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan.


Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan),

terutama faktor V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi darah masif,

setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap unit FFP

biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan sebesar 2-3%

pada orang dewasa.

Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.

Indikasi :

• Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)

• Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat

perdarahan yang mengancam nyawa.

• Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal

setelah transfusi massif

• Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor

pembekuan

7). Cryopresipitate

Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor

pembekuan XIII, faktor Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk

menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah

penderita hemofili A. Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena

langsung, tidak melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen

mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada suhu kamar. (2) Suhu simpan -

18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam

waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi. Satu
kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen,

faktor von wilebrand, faktor XIII

Indikasi :

Hemophilia A

Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi

Penyakit von wilebrand

Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :

0.5x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

8 ). Albumin

Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen

dipisahkan dari plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan

sampai menjadi cairan 5% atau 20% 100 ml albumin 20% mempunyai tekanan

osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa

Rumus Kebutuhan Albumin

∆ albumin x BB x 0.8

9). Tranfusi Eritrosit

Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan.

Eritrosit diberikan untuk meningkatkan kapasitas oksigen dan

mempertahankan oksigenasi jaringan.1 Transfusi sel darah merah merupakan

komponen pilihan untuk mengobati anemia dengan tujuan utama adalah

memperbaiki oksigenisasi jaringan.2Pada anemia akut, penurunan nilai Hb

dibawah 6 g/dl atau kehilangan darah dengan cepat >30% - 40% volume darah,
maka umumnya pengobatan terbaik adalah dengan transfusi sel darah

merah(SDM).2,3Pada anemia kronik seperti thalassemia atau anemia sel sabit,

transfusi SDM dimaksudkan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronik.

SDM juga diindikasikan pada anemia kronik yang tidak responsive terhadap

obat- obatan farmakologik.6.1

Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada pasien yang

akan menjalani pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < 6g/dL>Ada juga

yang menyebutkan, jika kadar Hb <10gr/dl,>3Transfusi tukar merupakan jenis

transfusi darah yang secara khusus dilakukan pada neonatus, dapat dilakukan

dengan darah lengkap segar, dapat pula dengan sel darah merah pekat(SDMP)

/ mampat(SDMM). 9.4 Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada neonatus

dengan ABO incompatibility atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan

respon adekuat dengan terapi sinar. Indikasi yang lebih jarang adalah DIC /

pengeluaran toksin seperti pada sepsis. 8,9

Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar

eritrosit yang dipisahkan dari darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan

dalam antikoagulan/medium pengawet pada nilai hematokrit kira-kira 60%.

Dosis biasa adalah 10 – 15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat bervariasi,

tergantung pada keadaan klinis (misalnya perdarahan terus menerus atau

hemolisis). Untuk neonatus, produk pilihan adalah konsentrat PRC (Ht 70 –

90%) yang diinfuskan perlahan-lahan (2 – 4 jam) dengan dosis kira-kira 15

ml/KgBB.5,7

Kebutuhan darah (ml)= BB(kg)x6x(Hb target-Hb tercatat)


Dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dosis tranfusi

didasarkan atas makin anemis seorang resipien, maka sedikit jumlah darah yang

diberikan per et mal dalam suatu seri tranfusi darah dan makin lambat pula jumlah

tetesan yang diberikan, untuk menghindari komplikasi gagal jantung. Di bagian

Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dosis yang dipergunakan untuk

menaikkan Hb adalah dengan menggunakan modifikais rumus empiris sebagai

berikut :

Bila yang digunakan sel darah merah pekat (packed red cells), maka

kebutuhannya adalah 2/3 dari darah lengkap, menjadi:

BB (kg) x 4 x (Hb diinginkan - Hb tercatat)

Untuk anemia yang bukan karena perdarahan, maka teknis pemberiannya

adalah dengan tetesan. Makin rendah Hb awal makin lambat tetesannya dan makin

sedikit volume sel darah merah yang diberikan. Jika menggunakan packed red cells

untuk anemia, lihat tabel 3.3

Tabel 3.3. Dosis PRC untuk transfuse

10). Tranfusi Suspensi Trombosit


Suspensi trombosit dapat diperoleh dari 1 unit darah lengkap segar donor

tunggal, atau dari darah donor dengan cara/ melalui tromboferesis. Komponen ini

masih mengandung sedikit sel darah merah, leukosit, dan plasma. Komponen ini

ditransfusikan dengan tujuan menghentikan perdarahan karena trombositopenia,

atau untuk mencegah perdarahan yang berlebihan pada pasien dengan

trombositopenia yang akan mendapatkan tindakan invasive.8,7

Indikasi transfusi trombosit pada anak dan bayi dapat dilihat pada tabel 3.4

berikut ini.

Anak-anak dan remaja

• Trombosit <10x109/L dan perdarahan

• Trombosit <10x109/L dan prosedur invasif

• Trombosit <20x109/L dan kegagalan sumsum tulang dengan faktor risiko

perdarahan tambahan

• Defek trombosit kumulatif dan perdarahan atau prosedur invasive

Bayi berusia < 4 bulan

• Trombosit <100x109/L dan perdarahan

• Trombosit <50x109/L dan prosedur invasif

• Trombosit <20x109/L dan secara klinis stabil

• Trombosit <100x109/L dan secara klinis tidak stabil

Transfusi trombosit harus diberikan kepada penderita dengan angka trombosit

<50x109/L, jika ada perdarahan atau direncanakan untuk mengalami prosedur

invasif. Penelitian pada penderita trombositopenia dengan gagal sumsum tulang

menunjukkan bahwa perdarahan spontan meningkat tajam jika trombosit turun


menjadi <20>9/L. Dengan alasan ini maka banyak dokter anak menganjurkan

transfusi trombosit profilaksis untuk mempertahankan trombosit >20 x109/L pada

anak dengan trombositopenia karena gagal sumsum tulang. Pemberian komponen

ini sebagai profilaksis pada pasien tanpa perdarahan terutama menjadi kontroversi

bidang onkologi pediatric. Angka tersebut juga menimbulkan kontroversi karena

banyak ahli memilih transfusi pada batas 5-10x109/L untuk penderita tanpa

komplikasi.

11) Kompleks factor IX

Komponen ini disebut juga kompleks protrombin, mengandung factor

pembekuan yang tergantung vitamin K, yang disintesis di hati, seperti factor VII,

IX, X, serta protrombin. Sebagian ada pula yang mengandung proteinC. Komponen

ini biasanya digunakan untuk pengobatan hemofilia B. Kadang diberikan pada

hemofilia yang mengandung inhibitor factor VIII dan pada beberapa kasus

defisiensi factor VII dan X. Dosis yang dianjurkan adalah 80-100 unit/kgBB setiap

24 jam.2,3

12) Imunoglobulin

Komponen ini merupakan konsentrat larutan materi zat anti dari plasma, dan

yang baku diperoleh dari kumpulan sejumlah besar plasma. Komponen yang

hiperimun didapat dari donor dengan titer tinggi terhadap penyakit seperti varisela,

rubella, hepatitisB, atau rhesus. Biasanya diberikan untuk mengatasi

imunodefisiensi, pengobatan infeksi virus tertentu, atau infeksi bakteri yang tidak

dapat diatasi hanya dengan antibiotika dan lain-lain. Dosis yang digunakan adalah

1-3 ml/kgBB.8,9
13). Transfusi darah autologus

Transfusi jenis ini menggunakan darah pasien sendiri, yang dikumpulkan

terlebih dahulu, untuk kemudian ditransfusikan lagi. Hal ini sebagai pilihan jika

pasien memiliki zat anti dan tak ada satu pun golongan darah yang cocok, juga jika

pasien berkeberatan menerima donor orang lain. Meski demikian, tetap saja tidak

lepas sama sekali dari efek samping dan reaksi transfusi seperti terjadinya

infeksi.4,5

C. KOMPLIKASI TRANFUSI DARAH

1. Reaksi transfusi darah secara umum

Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat

saling tumpang tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah

umum yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang infus

untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera memberitahu dokter jaga dan bank darah.6,

2. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut

Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena

ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-

nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah yang akan

diberikan.2,3

Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa

menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine berkurang, hemoglobinuria,

dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi

intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat

kematian.2,3
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:

a. meningkatkan perfusi ginjal,

b. mempertahankan volume intravaskuler,

c. mencegah timbulnya DIC.2,3

3. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat

Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh adanya antibodi

yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena titernya

rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk meningkatkan

produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.2,9

Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat, ikterus, dan

kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikuatirkan

karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi

seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi

hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.6,9

4. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik

a. Demam

Demam umumnya ringan dan hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi

karena antibodi resipien bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat

aktivasi komplemen dan lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen

yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam

hipotalamus. Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6).
b. Reaksi alergi

Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang

tidak disertai gejala lainnya. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan

terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien di

permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin.

Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.

c. Reaksi anafilaktik

Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada

pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan

titer tinggi. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan

permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas yang

dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah

angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan

renjatan.

Penatalaksanaannya adalah :

(1) menghentikan transfusi dengan segera, (2)

tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid,

(3) berikan antihistamin dan epinefrin.

Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila terjadi

hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu melalui

intubasi.2,3
5. Efek samping lain dan resiko lain transfusi

a. Komplikasi dari transfusi massif

Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang telah disimpan,

dengan volume darah yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu

24 jam. Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah yang digunakan tidak

dihangatkan, hiperkalemia, hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena terjadi

pengenceran dari trombosit dan factor-factor pembekuan.

hemostatik, acute lung injury.3,5

b. Penularan penyakit Infeksi

1) Hepatitis virus

Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada

transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah menunjukkan

kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi virus

hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi disebabkan oleh virus

hepatitis non A non B. Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari

200.000 dan hepatitis C lebih besar yaitu sekitar 1:10.000. 2,3

2) AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)

Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi

darah, yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor

yang baik dan ketat.


3) Infeksi CMV

Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature

atau pasien dengan imunodefisiensi. Transfusi sel darah merah rendah leukosit

merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.2,3

4) Penyakit infeksi lain yang jarang

Beberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui transfusi

adalah malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa, penyakit

chagas (disebabkan oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD ( Creutzfeldt

Jakob Disease).Keadaan ini perlu ditangani seperti pada RTHA ditambah

dengan pemberian antibiotic yang adekuat.

5) GVHD(Graft versus Host disease)

GVHD merupakan reaksi/ efek samping lain yang mungkin terjadi pada

pasien dengan imunosupresif atau pada bayi premature. Hal ini terjadi oleh

karena limfosit donor bersemai (engrafting) dalam tubuh resipien dan bereaksi

dengan antigen penjamu. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian komponen

SDM yang diradiasi atau dengan leukosit rendah.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam

sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan, pemikiran dasar pada transfusi adalah

cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan pengganti yang sesuai dari

luar tubuh. Darah didalam tubuh memiliki beberapa peran penting, diantaranya sebagai

transportasi, pertahanan tubuh dan sebagai mekanisme homeostasis. Tujuan dari

dilakukannya trasnfusi yaitu untuk mengembalikan dan mempertahankan volume yang

normal peredaran darah, mengganti kekurangan komponen seluler, meningkatkan

oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi homeostasis, tindakan terapi khusus.

Indikasi Transfusi Darah adalah untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu

volume peredaran darah yang normal, untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau

kimia darah. Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa.

Berbagai bentuk upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan, agar transfusi

menjadi makin aman, dengan resiko yang makin kecil. Meskipun demikian, transfusi darah

belum dapat menghilangkan secara mutlak resiko dan efek sampingnya. Menyadari hal ini,

maka perlu kiranya mereka yang terlibat dalam praktek transfusi darah mempunyai

pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ilmu kedokteran transfusi (transfusion

medicine).
DAFTAR PUSTAKA

1. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak

(Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15, halaman: 17271732

2. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua, Jakarta :

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI : 2002

3. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan Kedokteran

berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang

Jakarta, halaman: 21-30

4. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku Ajar

Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225

5. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E. Pettit; alih bahasa,

Iyan Darmawan. Ed.2.-Jakarta:EGC 1996.

6. Palang Merah Indonesia. Pelayanan Transfusi Darah, 2002

http://www.palangmerah.org/pelayanan transfusi.asp.

7. Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006

.8. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd edition.

Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529

9. E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4, Philadelphia:

WB Saunders Company, halaman: 655-665

10. Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Jakarta, Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, halaman: 473-480

Anda mungkin juga menyukai