Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

Transfusi Darah

Disusun oleh:
Kienan Raihan F
1102018033

Pembimbing:
dr. Kadek Sumantra., Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO


PERIODE 13 FEBRUARI – 30 APRIL 2023
BAB I
PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang
(donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi darah bertujuan memelihara dan mempertahankan
kesehatan donor, memelihara keadaan biologis darah atau komponen-komponennya agar tetap
bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah
(stabilitas peredaran darah), mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah,
meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis, dan tindakan terapi kasus
tertentu.1 Terapi transfusi darah sering digunakan dalam perawatan suportif untuk pengobatan
anemia. Transfusi sel darah merah (RBC) adalah keseimbangan antara manfaat menjaga
pengiriman oksigen dan risiko bawaan dari transfusi darah. 2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Transfusi Darah

Transfusi darah adalah suatu terapi dengan cara pemberian darah lengkap atau
komponen darah seperti plasma, sel darah merah, atau trombosit melalui jalur IV. Tujuannya
adalah untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap darah sesuai dengan program pengobatan.3

2. Komponen Darah
2.1. Whole Blood

Fresh whole blood didefinisikan sebagai darah yang disimpan pada bank darah dalam
waktu <24 jam pada suhu 1 to 6°C sebelum ditransfusikan ke pasien. Semakin lama disimpan,
kemampuan agregasi trombosit akan semakin menurun. Whole blood mengandung komponen
eritrosit, leukosit, trombosit, dan plasma. Whole blood digunakan pada pasien yang membutuhkan
transfusi sel darah merah dan plasma secara bersamaan serta kehilangan 15-20% volume darah
pada orang dewasa.4

2.2. Packed Red Cell

Packed red blood cell (PRC) mengandung kadar Hb yang sama dengan whole blood,
dengan volume 250-300 mL dan kadar hematokrit 70%. Dalam periode perioperatif dan paska
bedah, transfusi RBC diperlukan untuk menggantikan darah yang hilang selama pembedahan
berlangsung, mempertahankan kadar Hb, dan meningkatkan kapasitas angkut oksigen ke jaringan.
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb masih >10 gr/dL. Transfusi PRC dengan strategi restriktif
diindikasikan bila kadar Hb <7 gr/dL atau hematokrit <21% dan dipertahankan pada rentang 7 – 9
gr/dL.2

2.3. Trombosit

Satu unit trombosit yang diperoleh mengandung 50 – 70 mL plasma, disimpan dalam suhu
20-24°C selama 5 hari. Transfusi konsentrat trombosit dilakukan untuk mencegah perdarahan pada
pasien dengan trombositopenia atau disfungsi trombosit. Sebagai profilaksis, konsentrat trombosit
dapat diberikan bila kadar trombosit pasien hanya 10.000-20.000/mm3 karena risiko terjadinya
perdarahan spontan. Pada pasien paska pembedahan harus dilakukan tindakan pemberian transfusi

konsentrat trombosit bila kadarnya masih dibawah 50.000/mm3 dan disertai perdarahan, serta
diperlukan pada pasien dengan teknik pembedahan sangat invasif seperti paska bypass jantung.

Satu unit apheresis dapat meningkatkan kadar trombosit mencapai 30.000- 60.000/mm3.2

2.4. Fresh Frozen Plasma

Fresh frozen plasma (FFP) merupakan plasma yang langsung dibekukan pada suhu kurang
atau sama dengan -25°C untuk memelihara faktor pembekuan yang dikandungnya setelah
diperoleh dari donor dan dapat disimpan hingga 5 hari. FFP merupakan produk plasma yang paling
sering digunakan, mengandung protein plasma dan seluruh faktor pembekuan. Pemberian FFP
dapat dilakukan pada pasien dengan perdarahan aktif, inernational normalized ration (INR) >1.6,
PT>15 detik, PTT>40 detik, dan defisiensi faktor pembekuan darah. Transfusi plasma tidak tepat
diberikan saat terjadi peningkatan INR tanpa disertai perdarahan. Setiap unit FFP dapat
meningkatkan 2-3% masing-masing faktor pembekuan pada orang dewasa. Dosis pemberian FFP
yang direkomendasikan adalah 10-15 mL/kg berat badan dengan tujuan mencapai 30% konsentrasi
faktor pembekuan normal.4

3. Alternatif dalam Pemberian Transfusi Darah

Salah satu alternatif dalam pemberian transfusi adalah dengan transfusi autologous dengan
menggunakan darah pasien itu sendiri. Pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan elektif
dengan kemungkinan mendapat transfusi dapat menyumbangkan darahnya untuk digunakan
kemudian. Pengambilan darah biasanya dimulai pada 4-5 minggu sebelum pembedahan. Pasien
dapat mendonorkan darahnya selama kadar hematokritnya paling tidak 34% atau kadar Hb
minimal 11 g/dL. Jarak antar donasi minimal selama 72 jam untuk mengembalikan volume plasma
ke dalam batas normal. Pada pasien dewasa sehat dapat mendonorkan darahnya sampai tiga kali.
Selama proses koleksi darah, pasien juga dibantu dengan pemberian suplemen zat besi. Beberapa
studi mengatakan bahwa transfusi darah autologous dapat menurunkan risiko infeksi dan reaksi
transfusi ketika diberikan. Prosedur ini juga dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti pada
pasien tertentu yang memiliki golongan darah langka yang sulit ditemukan atau pada pasien yang
menolak transfusi darah allogenik. 4

4. Pemberian Transfusi Darah Kepada Pasien

4.1. Indikasi

1. Penggantian sel darah merah pada keadaan perdarahan akut atau masif yang disertai
hipovolemia
2. Transfusi tukar
3. Pasien yang membutuhkan transfusi PRC tapi di tempat tersebut tidak tersedia PRC

4.2. Kontra Indikasi

Risiko overload pada pasien :

1. Anemia kronik
2. Gagal jantung

4.3. Cara Pemberian

1. Harus cocok dengan golongan ABO dan Rhesus pasien


2. Gunakan blood set baru dengan filter terintegrasi
3. Darah harus mulai ditransfusikan dalam waktu paling lama 30 menit setelah dikeluarkan
dari suhu optimal
4. Jangan ditambah dengan obat lain ke dalam kantong darah
5. Selesaikan transfusi dalam waktu maksimal 4 jam setelah dimulai
6. Ganti blood set setiap 12 jam atau setelah pemberian 4 kantong darah, bergantung mana
yang lebih cepat
4.4. Pemberian Furosemide, Kortikosteroid, dan Dipenhidramin

1. Jika output urin menurun atau terdapat tanda terjadinya gagal ginjal akut, hitung
keseimbangan cairan, pertimbangkan pemberian furosemide, jika ada, pertimbangkan
pemberian infus dopamine
2. Berikan kortikosteroid dan bronkodilator iv bila terjadi reaksi anafilaksis (contoh:
bronkospasme, stridor)
3. Dipenhidramin merupakan golongan antihistamin yang digunakan pada reaksi alergi. Efek
samping berupa efek antikolinergik, gangguan atensi, memori, psikomotor, dan delirium
karena dapat menembus sawar darah otak

5. Transfusi Darah Masif

Transfusi masif didefinisikan sebagai prosedur pemberian transfusi yang melebihi volume
darah pasien atau sebanyak 10 unit darah dalam 24 jam. Atau transfusi yang melebihi 50% volume
sirkulasi dalam waktu kurang dari 3 jam atau transfusi dengan laju 150 mL/menit. Tindakan ini
dilakukan bila terjadi perdarahan akut pada pasien bedah akibat defisiensi faktor pembekuan
multiple dan trombositopenia.4

Pemberian volume darah secara cepat dapat memberikan beberapa konsekuensi.


Komplikasi lain tidak hanya akibat transfusi darah, namun dari transfusi volume cairan dalam
waktu yang cepat. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain4:

A. Hipotermi
Hipotermi melambatkan hemostasis dan menyebabkan sekuestrasi platelet. Hipotermi akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas termasuk infeksi paska operasi.
B. KoagulopatiDelusional
Koagulopati akibat perdarahan masif ada dua fase, primer dan sekunder. Koagulopati
primer terjadi diawal, dihubungkan dengan paparan faktor jaringan, pembentukan trombin,
dan aktivasi serta konsumsi protein C yang menyebabkan DIC dan fibrinolisis. Sebaliknya,
koagulopati sekunder merupakan onset selanjutnya dan berhubungan dengan kehilangan
faktor koagulasi dan delusi.
C. PerubahanAsamBasa
Penambahan citrate-phosphate-dextrose (CPD) pada satu unit kantong darah menurunkan
pH sampai 7,0-7,1. Hal ini akibat dari metabolisme glukosa menjadi laktat selama
penyimpanan. Jika hepar adekuat perfusinya, sitrat dari CPD akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat dan gangguan asam basa akan terkoreksi. Secara klinis, pada hipotensi karena
trauma, perfusi yang buruk, dan inadekuat oksigenasi jaringan, akan menyulitkan asidosis
metabolik akibat transfusi yang cepat dan akibat produksi asam laktat.
D. Hiperkalemia
Selama penyimpanan, kalium akan keluar dari RBC, untuk menjaga netralitas
elektrokimiawi. Konsentrasi kalium mencapai 19-35 mEq/L pada darah yang tersimpan 21
hari. Risiko jika darah ini diberikan secara cepat. Sementara itu, hanya terdapat 20-60 ml
plasma pada RBCs, yang memungkinkan transfusi dengan kecepatan 500-1000 ml/menit.
Pada kecepatan ini, hiperkalemia dan intraoperatif arrest akan terjadi.
E. PenurunanKapasitasPembawaOksigen(Penurunan2,3DPG)
Penyimpanan PRC berhubungan dengan penurunan ATP intraseluler dan 2,3 DPG
diphosphoglycerate (2,3 DPG) secara signifikan yang akan terjadi pergeseran kurva
disosiasi O2-Hb ke kiri. Transfusi akan menurunkan 2,3 DPG dan kembali normal dalam
12-24 jam.
F. IntoksikasiSitrat
Saat volume darah (lebih dari satu volume darah) diberikan secara cepat, sitrat akan
mengakibatkan reduksi sementara kalsium yang terionisasi. Tanda intoksikasi sitrat
(hipokalsemia) berupa hipotensi, tekanan nadi memendek, peningkatan tekanan
intraventrikuler diastolik akhir dan tekanan vena sentral, pemanjangan interval QT,
pelebaran kompleks QRS, dan pendataran gelombang T. Sitrat merupakan pengikat
kalsium, dosis yang berlebihan selama transfusi masif mengakibatkan penurunan ion
kalsium yang terionisasi. Penurunan kalsium di serum akan mendepresi status inotropik
jantung, menyebabkan perfusi jaringan menurun bahkan pada kondisi resusitasi volume
cairan adekuat.
G. Multi Organ Failure
Terjadi pada fungsi neurologis, jantung, respirasi, dan hepatik. Akibat sekunder dari
hipoksia, DIC, lesi penyimpanan sel darah merah, kerusakan langsung sitokin atau
mikroagregasi pada produk darah yang ditrasnfusikan. Lesi penyimpanan artinya degradasi
progresif struktur sel darah merah dan fungsinya yang terjadi selama penyimpanan darah.
Salah satu hal yang penting adalah perubahan permukaan eritrosit yang mengakibatkan
menurunnya survival, menurunnya penghantaran oksigen karena penurunan asam 2,3
DPG, menurunnya ATP, dan akumulasi substansi bioaktif seperti sitokin, histamin, lipid,
dan enzim yang dapat mengakibatkan reaksi febris saat transfusi dan aktivasi atau supresi
imunologi4

6. Komplikasi Paska Transfusi

Komplikasi terkait transfusi dapat dikategorikan menjadi komplikasi akut dan lanjut, dapat
dikategorikan lagi secara lebih terperinci yaitu komplikasi infeksius dan non-infeksius.
Komplikasi akut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai 24 jam, sedangkan komplikasi
tertunda dapat terjadi dalam hitungan hari, bulanan, hinggan beberapa tahun setelahnya.
Komplikasi infeksi yang disebabkan karena transfusi sudah jarang terjadi seiring perkembangan
proses screening darah. Komplikasi transfusi non-infeksius 1000 kali lebih sering terjadi daripada
komplikasi yang bersifat infeksius karena tidak ada perkembangan dalam pencegahannya.
Beberapa contoh komplikasi transfusi yang terjadi antara lain4:

6.1. Komplikasi Non-Infeksius

A. Reaksi Hemolitik Akut


Reaksi hemolitik akut sangat jarang terjadi yang timbul karena transfusi yang tidak cocok.
Prosesnya disebabkan oleh adanya proses penghancuran sel darah merah yang dihancurkan
oleh sel imun resipien dalam kurun waktu 24 jam setelah transfusi diberikan.
B. Reaksi Alergi
Reaksi alergi umum terjadi dan gejalanya ringan. Kebanyakan disebabkan oleh adanya
protein asing pada darah donor dan dimediasi oleh IgE. Gejala yang dapat timbul
diantaranya pruritus, urtikaria, dengan atau tanpa diserta demam. Bila reaksi alergi terjadi
segera hentikan transfusi dan berikan antihistamin atau steroid
C. Transfusion-Related Acute Lung Injury
Transfusion-related acute lung injury (TRALI) merupakan reaksi yang disebabkan oleh
interaksi antara antibodi darah donor dengan neutrophil, monosit, atau sel endotel paru
resipien (Norfolk, 2013). Tanda dan gejala yang timbul seperti demam, dyspnea, hipoksia
berat yang muncul pada 1-2 jam pertama sampai 6 jam setelah transfuse (Sharma dkk,
2011). Keadaan tersebut terjadi karena adanya peran antibodi sitoplasmik antineutrofil
(anti-HLA) mengaktivasi sistem imun resipien, kemudian sitokin-sitokin inflamasi
dilepaskan dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler di paru sehingga terjadi edema
paru.
D. Febrile Non Hemolytic Transfusion Relation
Febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTR) didefinisikan sebagai peningkatan
suhu 1°C diatas 37°C dalam waktu 24 jam paska transfusi, dapat disertai dengan kekakuan,
kedinginan, dan perasaan tidak nyaman pada pasien. Gejalanya muncul beberapa jam
setelah transfuse (Sharma dkk, 2011). FNHTR sangat umum terjadi dan tidak mengancam
nyawa.
E. Komplikasi Lanjut
Transfusion-associated graft-versus-host disease merupakan peristiwa dimana sel limfosit
donor mengalami proliferasi di dalam tubuh resipien yang kemudian merusak jaringan dan
organ resipien. Kejadiannya cenderung dialami oleh pasien dengan defisiensi imun. Gejala
yang dialami dapat meliputi kemerahan pada kulit, demam, diare, disfungsi hepar, dan
pansitopenia yang terjadi 1-6 jam setelah transfuse

6.2. Komplikasi Infeksius

Komponen darah donor dapat terkontaminasi oleh bakteri maupun virus. Kontaminasi
bakteri cukup jarang terjadi, tetapi bila pasien terinfeksi bakteri melalui produk darah akan
menimbulkan sepsis dengan angka mortalitas yang tinggi. Hal ini dapat terjadi ketika proses
pungsi vena maupun disebabkan oleh bakterremia pada donor tanpa menunjukkan gejala. Gejala
infeksi bakterti yang terjadi segera atau selama transfusi diantaranya demam, eritema, dan kolaps
kardiovaskular4.
BAB III
KESIMPULAN

Transfusi darah adalah suatu terapi dengan cara pemberian darah lengkap atau
komponen darah seperti plasma, sel darah merah, atau trombosit melalui jalur IV yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap darah sesuai dengan program pengobatan. Komponen
darah yang diberikan kepada pasien dapat berupa whole blood, packed red cell, trombosit, atau
fresh frozen plasma tergantung dengan kebutuhan pasien. Hal-hal yang harus dipehatikan oleh
klinisi terkait pemberian transfuse darah antara lain indikasi, kontraindikasi, cara pemberian dan
obat-obatan yang perlu diberikan sebelum, saat, atau sesudah dilakukan transfusi darah.
Komplikasi yang dapat muncul antara lain berupa komplikasi saat transfusi atau komplikasi paska
transfusi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Goodnough, L. T., & Panigrahi, A. K. (2017). Blood Transfusion Therapy. The Medical clinics
of North America, 101(2), 431–447. https://doi.org/10.1016/j.mcna.2016.09.012

2. Viveronika, EA. 2017. Tansfusi Darah. Available from: repository.unimus.ac.id.pdf.

3. Yustisia,N et al, 2020, STUDI KUALITATIF PROSEDUR PEMASANGAN TRANSFUSI


DARAH PADA PASIEN ANEMIA, Bengkulu, Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu,
Volume 08, Nomor 01, April 2020; 61-68

4. Putra, K. 2019. Transfusi Darah. Denpasar. DEPARTEMEN/KSM ANESTESIOLOGI DAN


TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP
SANGLAH

Anda mungkin juga menyukai