Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN PELAYANAN DARAH

RSIA CATHERINE BOOTH MAKASSAR

BALA KESELAMATAN

(THE SALVATION ARMY)

RSIA CATHERINE BOOTH MAKASSAR


Jl. Arifrate no.15
Telp. (0411) 873803/ 08119635177/08119635178
MAKASSAR
DAFTAR ISI :

Daftar Isi ......................................................................................... i

SK Panduan Pelayanan Darah ..................................................... ii

Kata Pengantar ............................................................................. iii

BAB I Definisi ............................................................................. 1

BAB II Ruang Lingkup .................................................................

BAB III Tata Laksana .................................................................

BAB IV Dokumentasi .................................................................


Lampiran Perdir RSIA Catherine Booth Makassar

Nomor : 0545/RSIACB/DIR/PER/VI/2021

Tanggal : 3 Juni 2021

Tentang : Panduan Pelayanan Darah

BAB I
DEFINISI

1. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada pasien,


yang darahnya telah tersedia dalam botol atau kantong plastik.
2. Pelayanan Darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan
untuk memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan
pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaaan,
pengolahan, dan penyampaian darah kepada pasien.
3. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan
diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan.
4. Permintaan Grouping Screening Hold (GSH) adalah permintaan darah ke
PMI dimana darah tidak akan segera ditransfusikan kepada pasien dengan
mengirim sampel darah yang akan dilakukan croosmatch saja. Batas waktu
24 jam dari rencana pemberian darah, jika darah tidak jadi diperlukan
(diambil) dianggap batal transfusi. Bila ingin memperpanjang batas waktu
menghubungi PMI sebelum jatuh tempo. Pada waktu darah akan
ditransfusikan, perawat menghubungi bagian Laboratorium sesuai dengan
alur.
5. Produk Darah adalah
 PRC
 Trombosit
 Fresh Frozen Plasma
 Darah Lengkap (Whole Blood)
 Apheresis
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Ruang Lingkup Pelayanan Transfusi darah


Keputusan pemberian transfusi darah diambil oleh dokter penanggung
jawab pasien (DPJP) berdasarkan indikasi yang sesuai dengan kondisi
sakit pasien, setelah memberikan informasi dan edukasi yang cukup serta
melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan. Pemberian
transfusi darah dilaksanakan setelah pasien dan/atau keluarga memberikan
persetujuan (informed consent).
Unit kerja yang terkait dengan pelayanan transfusi darah meliputi:
1. Rawat Inap
2. Unit Laboratorium
2. Rekomendasi Pemberian Transfusi Darah
 Sel darah merah
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
Hemoglobin (Hb) <7 g/dl,khusus untuk kasus obstetri transfusi
dilakukan Hemoglobin (Hb) < 8 g/dl,bila terutama pada anemia akut.
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium.
 Trombosit
Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia berat.
Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah
transfusi masif.
 Plasma beku segar
Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor
koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat
faktor spesifik atau kombinasi.
Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan
penyakit hati
3. Reaksi Transfusi
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian
situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial
menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka
keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya.
Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya
memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan.
Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan
keuntungannya. Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat,
reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.
 Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam
setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan
ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini
disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan
dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna
kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi
sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat,
demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit,
protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri
dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri
punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot,
demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia
(naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas.
Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut,
kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan
gagal paru akut akibat transfusi.
 Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan
melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume
darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat
menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang
inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya
terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh
darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan
pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas
pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya
antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain
(selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti
sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa
menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan
kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia,
hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan
satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien
dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
 Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini
dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi
terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama
terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar
kardiovaskular.
 Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam
plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan
vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam
beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis
dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.
 Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung
injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung
antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya
timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks
kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan
bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
 Reaksi Lambat
Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan
gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi
hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal
ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma
pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
 Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi
potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit.
Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen
spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita.
Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya
terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting
terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak
terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan
dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.
 Penyakit graft-versus-hos
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan.
Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien
dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten
yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan
kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang
memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash
kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya
timbul 10-12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi
hanya bersifat suportif.
 Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
(hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung dan
hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan
kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan.
untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar
serum feritin <2.000 mg/l.
4. Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa
cara, dan hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang
menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat meningkat. Selain itu juga
terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah meningkatkan
risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons imun: sampai saat
ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini
5. Penularan Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan
skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit
darah. Saat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko
transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C,
hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini
berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat
window period (periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah
infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).
BAB III
TATA LAKSANA
1. Tata Laksana permintaan darah

Setiap pasien yang di Rawat Inap dan rawat jalan, bila membutuhkan
pelayanan darah, baik untuk persiapan maupun untuk transfusi,
mendapatkan Surat Permintaan Darah yang ditandatangani oleh dokter
yang merawat (DPJP) atau dokter jaga yang mendapat delegasi dari DPJP.
Surat Permintaan Darah tersebut dibawa oleh perawat ruang rawat inap ke
laboratorium. Petugas laboratorium melakukan identitifikasi pasien
kemudian melakukan pengambilan sampel darah . Petugas Rumah Sakit
(Supir) ke UTD Kotamadya untuk meminta darah. Petugas UTD
Kotamadya melakukan uji saring/ uji serasi.. Setelah mendapatkan darah
yang diminta, petugas RS kembali ke laboratorium. Di laboratorium
dilakukan pencatatan, identifikasi pasien dan pemeriksaan terhadap darah
yang diterima, mencocokkan formulir permintaan dengan kantong dan
selang darah. Petugas laboratorium menghubungi perawat ruangan untuk
mengambil darah. Bila tidak segera diambil maka darah akan disimpan di
lemari es suhu 2-8°C.
ALUR PERMINTAAN DARAH TRANSFUSI

Pasien membutuhkan transfusi darah

Petugas Ruang Rawat Inap :


 Mengisi inform consent/persetujuan tindakan transfusi
 Dokter mengisi Formulir Permintaan Darah
 Perawat menyerahkan formulir permintaan darah kepada petugas laborator

Petugas laboratorium :
 Melakukan pencatatan permintaan transfusi darah atau persiapan.
 Melakukan identifikasi pasien dan sampling contoh darah
 Menghubungi PMI untuk order darah
 Petugas rumah sakit (supir) membawa contoh darah dan form darah ke PMI

Petugas UTD :
Melakukan pemeriksaan uji kecocokan

Petugas RS (supir) :
 Menerima darah dari PMI dan menyerahkan kepada petugas laboratorium

Petugas laboratorium :
 Mencocokkan identitas darah dari PMI dengan formulir permintaan darah
 Cek kualitas darah yang diterima
 Mencatat kelengkapan data
 Menghubungi perawat ruangan untuk mengambil darah

Perawat :
 Menerima dan mencocokkan darah yang diterima dengan identitas pasien,
dicatata dan diparaf di buku pengeluaran darah
 Darah siap ditransfusi ke pasien
 Mencatat reaksi yang timbul dan melaporkan ke DPJP
2. Tata Laksana penyimpanan Darah

Setelah dikeluarkan oleh UTD, produk darah harus segera di tranfusikan.


Produk darah yang ditunda pemakaiannya harus disimpan dalam lemari
pendingin sampai darah tersebut di butuhkan dengan memperhatikan
tanggal kadaluarsanya. Penyimpanan komponen darah membutuhkan
perlakuan berbeda untuk masing – masing komponen. Untuk Whole blood
dan Packet Red Cell dapat disimpan di lemari pendingin dengan suhu 2° -
6°C. sedangkan untuk Fresh Frozen Plasma, Trombocyte Concretrate,
harus segera ditranfusikan setelah produk darah tersebut datang dari UTD
dan setelah dicairkan untuk Fresh Frozen Plasma.

3. Tata Laksana Identifikasi


 Untuk Petugas Laboratorium:
a. Setiap menerima formulir permintaan darah dari unit pelayanan,
petugas laboratorium mencocokkan identitas pasien (Nama ,
tanggal lahir dan nomor rekam medik)
b. Pada saat pengambilan contoh darah, petugas laboratorium
melakukan identifikasi pasien, menanyakan nama dan tanggal lahir
serta mencocokkan nomor rekam medis yang ada pada gelang
tangan pasien dengan yang tertulis pada formulir PMI. pada wadah
contoh darah, petugas laboratorium menulis identitas lengkap
pasien, tanggal penangambilan contoh darah dan harus sesuai
dengan identitas pasien yang tertulis pada formulir PMI.
c. Pada saat menerima produk darah dari PMI, petugas laboratorium
melakukan pengecekan terhadap label dan kantong darah, meliputi
identitas pasien, golongan darah pasien, jenis komponen darah
yang dibutuhkan, nomor kantong darah dan selang kantong darah.
Jika ada yang tidak sesuai, petugas laboratorium menghubungi
petugas PMI untuk melakukan cross check dan meminta penjelasan
mengenai hal itu.
 Untuk petugas ruang rawat inap :
a. Formulir permintaan darah harus diisi lengkap, benar dan
ditandatangani oleh DPJP atau dokter jaga.
b. Petugas ruang rawat inap melakukan identifikasi pasien,
memastikan formulir PMI sudah terisi lengkap dan benar, baik
identitas pasien maupun jenis komponen darah dan jumalh yang
dibutuhkan.
c. Pada saat menerima produk darah di ruang laboratorium, petugas
ruang rawat inap bersama dengan petugas laboratorium mengecek
kesesuaian identitas pasien yang tertera pada kantong darah,
golongan darah pasien, nomor selang kantong darah, jenis
komponen darah yang dibutuhkan, dan jumlah darah yang
dibutuhkan.
d. Pada saat pemberian produk darah, petugas ruang rawat inap
kembali melakukan identifikasi pasien.
4. Tata Laksana Pemberian Informed Consent
 Sebelum pemberian transfusi darah, DPJP wajib memberikan
informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarganya, meliputi:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila
tidak diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis
banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum
dilakukan pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi
kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari
prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan
subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya
mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama
dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi
dan yang serius
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya,
dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering
terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan
tersebut.
f. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya
akan dimonitor dan dinilai kembali.
g. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk
pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim
lainnya
h. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau
pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam
rangkaian tindakan yang akan dilakukan
i. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya
setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab
penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut.
j. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua
dari dokter lain
k. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
 Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci.
Pastikan bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang
terakhir. Misalnya, sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur yang
umum. Leaflet tersebut akan membuat jelas kepada pasien karena dapat ia
bawa pulang dan digunakan untuk berpikir lebih lanjut, tetapi jangan
sampai mengakibatkan tidak ada diskusi.
 Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa
keluarga atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape
recorder
 Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress )
agar diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk
konseling bila diperlukan
 Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam
diskusi, misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada
pasien maupun untuk turut membantu memberikan penjelasan
 Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas.
 Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang
diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat
klarifikasi, sebelum kemudian diminta membuat keputusan
 Pasien memberikan informed consent dengan menandatangani formulir
yang telah tersedia
5. Tata Laksana Pemberikan Transfusi Darah
1. Lakukan identifikasi pasien sesuai SPO sebelum pemberian darah dan
komponen darah
2. Pastikan akses vena lancar dan dalam kondisi baik, terbebas dari tanda
radang / phlebitis baik, menggunakan vena periferatau vena sentral.
Untuk vena perifer sebaiknya menggunakan kateter vena ukuran besar
(18)
3. Gunakan transfusi set / blood set (IV set dengan filter)
4. Lakukan priming menggunakan cairan NaCl 0,9%
5. Perhatikan kondisi komponen darah
6. Darah / komponen darah tidak perlu dihangatkan kecuali transfusi cepat /
massif
7. Cek ulang identitas pada kantong darah. Cocokkan dengan identitas
pasien. Cekulang sediaan yang akan diberikan.
8. Lakukan dobel cek dengan petugas lain.
9. Observasi dan catat tanda vital serta produksi urin sebelum, selama, dan
sesudah tranfusi
10. dengan kecepatan 10-15 tetes per menit.
11. Lakukan observasi pasien secara ketat
12. Hentikan tranfusi jika ada tanda / keluhan / gejalaa reaksi tranfusi.
13. Komponen darah harus segera ditranfusikan
i. PRC dan WB harus habis dalam waktu maksimal 4 jam per
kantong
ii. FFP, TC harus habis dalam waktu 20 menit per kantong
14. Setiap ganti kantong darah berikutnya, sebelumnya harus dibilas dengan
NaCl 0,9%. Untuk TC pembilasan dilakukan dengan NaCl 0,9% 10-20cc
pada kantong TC yang sudah habisisinya.
15. Tranfusi set digantisetiap 12 jam / setelah pemberian 4 kantong
16. Tranfusion set dan kantongnya harus dimusnahkan setelah 24 jam
tranfusi
17. Dokumentasikan seluruh proses pemberian tranfusi dalam rekam medis
pasien termasuk pabila terjadi reaksi tranfusi
6. Tata Laksana Penanganan Reaksi Transfusi
1. Segera hentikan tranfusi, set tranfusi diganti dan berikan infusNaCl
0,9%
2. Ukurlah tensi darah nadi dan suhu pasien
3. Periksa ulang apakah identitas pasien dan darah donor sesuai, apabila
ada tanda-tanda reaksi tranfusi hemolitik
4. Laporkan pada dokter yang merawat
5. Atasi reaksi tranfusi berdasarkan jenis reaksinya dan sesuai dengan
perintah dokter
6. Kembalikan kantong darah donor dan set tranfusi kelaboratorium
7. Ambil sampel darah dan atau urin untuk pemeriksaan laboratorium
apabila diperlukan
8. Bila reaksi tranfusi berat dirujuk ke ICU
9. Catat jenis reaksi tranfusi darah pada rekam medis tranfusi
10. Setelah teratasi, apabila memungkinkan maka tranfusi dapat
dilanjutkan dengan unit darah yang lain.

7. Tata Laksana Pencatatan dan Pelaporan


 Pencatatan rutin
a. Permintaan darah per bulan untuk persediaan maupun untuk
kebutuhan transfusi,jenis komponen darah dan jumlah
(kantong/unit/cc)
b. Reaksi transfusi
c. Jumlah darah yang dikembalikan atau yang tidak habis terpakai.
 Respon time
Respon time dinilai mulai dari waktu petugas laboratorium menerima
fomulir permintaan darah sampai darah diterima oleh petugas ruang
rawat inap.
 Laporan /evaluasi pelayanan darah
Evaluasi pelaksanaan pelayanan darah
BAB V
DOKUMENTASI
Kebutuhan produk darah didokumentasi dalam buku catatan
permintaan darah .Petugas laboratorium melakukan penghitungan
kebutuhan pelayanan darah baik untuk persiapan maupun untuk
tata laksana tindakan transfusi darah.

Anda mungkin juga menyukai