Anda di halaman 1dari 14

“SENYUM, SAPA,

SOPAN, SANTUN,
SETIA”

PANDUAN KLINIS DAN


PROSEDUR PELAYANAN DARAH

Rsud DrTengku Mansyur Tanjungbalai

@rsuddrtengkumansyur

@rsud.dr.tengku.ma

RSUD Dr Tengku Mansyur Tanjungbalai

UNIT PELAYANAN DARAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


dr. TENGKU MANSYUR
i KOTA TANJUNGBALAI
JALAN MAYJEND. SUTOYO NO. 39 TELP./FAX. 0623 –
92089
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
KEPUTUSAN KEPALA RSUD dr. TENGKU MANSYUR................................... 1
BAB I DEFINISI ................................................................................................. 3
BAB II RUANG LINGKUP ................................................................................. 4
A. RUANG LINGKUP PELAYANAN TRANSFUSI DARAH ......................... 4
B. REKOMENDASI PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH .............................. 4
C. REAKSI TRANSFUSI DARAH ............................................................

5
1. Reaksi Akut ..........................................................................................
5
2. Reaksi Lambat ....................................................................................
7
3. Reaksi Infeksi ......................................................................................
8
BAB III TATA
LAKSANA ................................................................................................... 9
A. TATA LAKSANA PERMINTAAN
DARAH ........................................................... 9
B. TATA LAKSANA PENYIMPANAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH ......
9
C. TATA LAKSANA
IDENTIFIKASI ......................................................................... 9
D. TATA LAKSANA PEMBERIAN INFORMED CONSENT ...................................
10
E. TATA LAKSANA LAKSANA PENCATATAN DAN PELAPORAN ..................
11
BAB IV
DOKUMENTASI ................................................................................................... 12
A. FORMULIR PERMINTAAN
DARAH ................................................................... 12
B. FORMULIR MONITORING REAKSI TRANSFUSI ............................................
12
C. FORMULIR
PELAPORAN ..................................................................................... 12

BAB I
DEFINISI
1. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada pasien,
yang darahnya telah tersedia dalam kantong darah.
2. Pelayanan Darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan
kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaan, pengolahan, dan
penyimpanan darah kepada pasien
3. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah
secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan
4. Produk Darah adalah :
a. Sel Darah Merah (WBC dan PRC)
b. Trombosit Konsentrat
c. Trombosit Apheresis
d. Washed Erythrocyte
e. Fresh Frozen Plasma
f. Cryopresipitate

BAB II
RUANG LINGKUP
2.1 Ruang Lingkup Pelayanan Transfusi Darah
Keputusan pemberian transfuse darah diambil oleh dokter penanggung
jawab pasien (DPJP) berdasarkan indikasi yang sesuai dengan kondisi sakit
pasien, setelah memberikan informasi dan edukasi yang cukup serta
melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan. Pemberian
transfuse darah dilaksanakan setelah pasien dan/atau keluarga memberikan
persetujuan (informed consent).
Unit kerja yang terkait dengan pelayanan transfuse darah meliputi :
1. Unit Kamar Operasi
2. Unit Pelayanan Intensif
3. Unit Kamar Bersalin
4. Unit Rawat Inap
5. Instalasi Gawat Darurat
2.2 Rekomendasi Pemberian Transfusi Darah
1. Sel Darah Merah (WBC dan PRC)
a. Transfusi sel darah merah hamper selalu diindikasikan pada kadar
Hemoglobin (Hb) < 7 g/dl, khusus untuk kasus obstetric transfusi
dilakukan Hemoglobin (Hb) , < 8 g/dl, bila terutama pada anemia akut.
Transfuse dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya
memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah
dapat diterima.
b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium.
c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥ 10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport
oksigen lebih tinggi ( contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan
penyakit jantung iskemik berat)
d. Transfusi pada neonates dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar
Hb ≤ 11 g/dl ; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan mencapai 7
gr/dl ( seperti pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung
atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas
untuk dilakukan transfusi adalah Hb ≤ 13 g/dl.

2. Trombosit
a. Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia bila hitung trombosit < 50.000 / uL, bila terdapat
perdarahan mikro vascular difus batasnya menjadi < 100.000/ uL. Pada
kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-
masing.
b. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit < 50.000/uL pada pasien yang
akan menjalani operasi,prosedur invasive lainnya atau sesudah
transfuse massif.
c. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
3. Plasma Beku Segar
a. Mengganti defisiensi factor IX (Hemofilia B) dan factor inhibitor koagulasi
baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat factor
spesifik atau kombinasi.
b. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan
yang mengancam nyawa.
c. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi masif atau operai pintasan jantung atau pada pasien dengan
penyakit hati.
4. Kriopresipitat
a. Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani
prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan.
b. Pasien dengan hemophilia A dan penyakit von Willebrand yang
mengalami perdarahan atau yang tidak responsive terhadap pemberian
desmofresin asetaf atau akan menjalani operasi.
2.3 Reaksi Transfusi Darah
Resiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan
bagian situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial
menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfuse darah, maka
keuntungan dilakukannya transfuse jauh lebih tinggi daripada resikonya.
Sebaliknya, transfuse yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil
hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak
menguntungkan. Dalam hal ini, resiko akibat transfuse yang didapat mungkin
tidak sesuai dengan keuntungannya, Resiko transfuse darah ini dapat
dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan
resiko masif.
1. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam
24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori
yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi
ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan
ini disebabkan oleh hiperssensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritas, palpitasi, dispnea ringan
dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna
kemerahan dikulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-
berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam
akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibody terhadap leukosit, protein,
trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah,
nyeri dada, nyeri disekitar tempat masuknya infus, nafas pendek, nyeri
punggung, nyeri kepala, dan dipsnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot,
demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), tikikardia
(naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebsbkan oleh hemolisis intravascular akut, kontaminasi bakteri, syok
septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
a. Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravascular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan
melisiskan sel darah merah yang inkompotibel. Meskipun volume darah
inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan
infeksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka
akan semakin meningkatkan resiko. Peyebab terbanyak adalah
inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam
permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ketabung yang
belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidak telitian memeriksa identitas pasein sebelum transfusi. Selain itu
penyebab lainnya adalah adanya antibody dalam plasma pasien
melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari
darah yang ditransfusikan, system Idd, Kelll atau Duffy.
Bila pasien sadar, gejala dan tanda biasasnya timbul dalam
beberapa menit awal transfuse, kadang-kadang timbul jika telah
diberikan kurang dari 10 ml. jika pasien tidak sadar atau dalam
anesthesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin
merupakan saru-satunya tanda inkompatibilitas transfuse. Pengawasan
pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
b. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini
dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, tranfusi
terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama
terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar
kardiovaskular.
c. Reaksi anafilaksis
Resiko menignkat sesuai dengan kecepatan transfuse. Sitokin dalam
plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan
vasokonstriksi pada resepien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal ini dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam
beberapa menit awal transfuse dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis
dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat.
d. Cedera paru akut akibat transfusi
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung
antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya
timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfuse, dengan gambaran foto toraks
kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan
bantuan pernapasan diruang rawat intensif.
2. Reaksi Lambat
a. Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfuse dengan gejala
dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik
lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan
DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan
pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
b. Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfuse merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi
potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit.
Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen
spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita.
Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berak akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya
terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting
terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak
terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan
dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.
c. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya
terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasein dengan
transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten yang diberi
transfuse dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA:
Human Leucocyte Antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah.
Gejala dan tanda, sperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare,
hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi.
Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
d. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfuse berulang dalam jangaka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
(hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung dan
hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan
besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk
meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum feritin
<2.000 mg/l.
e. Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa
cara, dan hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang
menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat menigkat. Selain itu
juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah
menigkatkan resiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons
imun: sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini. Busch
dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 pasien kanker
kolorektal. Penelitian membandingkan prognosis antara pasien kanker
kolorektal yang dilakukan transfusi autolog dengan transfusi allogenik.
Didapatkan hasil bahwa resiko rekurensi meningkat secara bermakna
pada pasien yang dilakukan transfuse darah, baik allogenik maupun
autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan transfusi; resiko
relative rekurensi adalah 2,1 dan 1,8; angka tersebut tidak berbeda
bermakna satu dengan yang lain.
3. Penuaran Infeksi
Resiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, anatara lain prevalensi penyakit dimasyarakat, keefektifan
skrining yang digunakan, status imun resepien dan jumlah donor tiap unit
darah. Saat ini dipergunakan model matematis untung menghitung resiko
transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C, hepatitis
B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta
bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window period
(periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi
hasil skrining masih negatif).
BAB III
TATA LAKSANA
3.1 Tata Laksana Permintaan Darah
Pemenuhan kebutuhan darah rumah sakit dilakukan oleh petugas yang
berwenang dibawah pengawasan dokter yang bertanggungjawab atas
pemenuhan pelayanan darah.Pelayanan pemenuhan kebutuhan darah
dilaksanakan mulai dari petugas mengkonfirmasi ketersediaan darah ke PMI
sesuai dengan darah yang diperlukan oleh pasien, pengambilan darah ke PMI,
penyimpana darah, penyaluran dan penyerahan darah, serta pemantauan
reaksi transfusi. Jika ketersediaan stok di PMI kosong maka petugas
mengkonfirmasi kepada keluarga pasien untuk menyiapkan donor pengganti.
Permintaa darah untuk transfusi pasien dilakukan dengan cara :
1. Perawat ruangan melaporkan kepada petugas pelayanan darah untuk
meminta darah yang diperlukan pasien, dengan memberikan formulir
permintaan darah internal yang berisi nama pasien, jenis komponen darah,
jumlah atau volume dan golongan darah yang diperlukan
2. Petugas pelayanan darah menyiapkan sampel darah pasien yang akan
dibawa ke PMI
3. Dokter mengisi formulir permintaan darah dengan data yang lengkap
sesuai yang tertera pada formulir permintaan darah ke PMI
4. Petugas melakukan semua persiapan serah terima darah yang akan
ditransfusikan
3.2 Tata Laksana Penyimpanan Darah Dan Komponen Darah
Darah yang belum diberikan haruslah disimpan didalam blood bank
refrigerator sampai darah tersebut dibutuhkan oleh pasien. Darahyang didapat
dari PMI dengan masa kadaluarsa 10 hari harus disimpan dalam suhu 2º - 6 º
C. Apabila darah telah rusak atau kadaluarsa harus diserahkan kebagian
instalasi kesehatan lingkuangan untuk kemudian dimusnahkan.
3.3 Tata Laksana Identifikasi
1. Setiap kali akan dilakukan pemberian transfusi darah, perawat wajib
melakukan identifikasi atas diri pasein, maupun produk darah yang akan
diberikan.
2. Perawat menanyakan identitas pasien dengan menanyakan “Bapak/Ibu
namanya siapa? Tanggal lahir?” dan mencocokkan dengan dokumen
rekam medis yang berisi identitas pasien
3. Pada saat menerima produk darah dari PMI yang dibawa oleh petugas
pelayanan darah ataupun keluarga pasien, perawat mengecek kebenaran
kantong darah, meliputi jenis darah, golongan darah, nomor kantong dan
tanggal kadaluarsa serta mencocokkan dengan formulir pengiriman
kantong darah
3.4 Tata Laksana Pemberian Informed Consent
1. Sebelum memberikan transfuse darah, DPJP wajib memberikan informasi
dan edukasi kepada pasien dan keluarganya meliputi :
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak
diobati
b. Ketidak pastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis
banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan
pengobatan
c. Pilihan pengobatan tau penatalaksanaan terhadap kondisi
kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari
prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan
subside seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya
mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan serius
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan
diskusi tentang kemungkinan resiko yang serius atau sering terjadi, dan
perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah uapaya yang masih
eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingnya akan
dimonitor atau dinilai kembali
h. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk
pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim
lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau
pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan perannya didalam rangkaian
tindakan yang akan dilakukan
j. Mengingat kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap
waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh
atas konsekuensi pembatalan tersebut
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari
dokter lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya
2. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang
mereka. Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan
suatu sikap yang penting, baik dia seorang professional ataukah salah
seorang anggota keluarga. Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien
terlebih dahulu dalam mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan
didiskusikan merupakan hal yang bersifat pribadi
3. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci.
4. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa
keluarga atau teman dalam diskusi
5. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress)
agar diberikan dengan cara yang sensitive dan empati
6. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam
diskusi, misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada
pasien maupun untuk turut membantu memberikan penjelasan
7. Menjawab ssemua pertanyaan pasein dan keluarga pasien dengan benar
dan jelas
8. Memberikan cukup waktu bagi pasien dan keluarga untuk memahami
informasi yang diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang
bersifat klarifikasi, sebelum kemudian diminta membuat keputusan
9. Pasien dan keluarga memberikan informed consent dan menandatangani
formulir yang telah tersedia
3.5 Tata Laksana Pencatatan Dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap tahap kegiatan secara lengkap, yaitu :
1. Permintaan darah rutin dan khusus ke unit pelayanan darah
2. Penerimaan darah rutin dan khusus dari unit pelayanan darah
3. Dokumentasi penerimaan darah dari klinis lengkap dengan indikasi, jenis,
dan jumlah darah serta identitas pasien
4. Pemeriksaan golongan darah pasien dalam lembar kerja
5. Dokumentasi pemakaian darah
6. Tentang kebutuhan darah yang tidak terpenuhi
7. Hasil monitoring dan evaluasi
8. Kalibrasi alat dan pencatatan suhu alat simpan darah
9. Reaksi transfus
Laporan yang dibuat adalah penerimaan, penyampaian, pemakaian,
logistic, dan reaksi transfusi.
Jenis – jenis laporan adalah :
1. Laporan rutin adalah laporan kegiatan secara rutin yang dibuat secara
teratur dan tepat waktu disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai.
2. Laporan rutin terdiri dari laporan harian, laporan bulanan, dan laporan
tahunan
3. Laporan insidentil adalah laporan yang dibuat pada keadaan khusus,
misalnya terjadi reaksi transfusi, disampaikan kepada komite medik rumah
sakit
BAB IV
DOKUMENTASI

A. FORMULIR PERMINTAAN DARAH

B. FORMULIR MONITORING REAKSI TRANSFUSI

C. PELAPORAN MUTU INTERNAL

Direktur RSUD dr. Tengku Mansyur


Kota Tanjungbalai,

dr. Tengku Mestika Mayang


NIP. 19720305.200604.2.008

Anda mungkin juga menyukai