Anda di halaman 1dari 15

RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE

Jln. Basuki Rahmat, No.1 Karan Aur Pariaman 25514


Telp / Hp : (0751) – 93277 / 082392043467

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE


No. /DIR/SK-RSTMC/IX/2022

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN DARAH DAN TRANSFUSI DARAH

DIREKTUR RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Tamar
Medical Centre, maka diperlukan pelayanan Darah dan Transfusi Darah
yang bermutu tinggi.
b. Bahwa pelayanan Darah dan Transfusi darah perlu ditetapkan dengan
keputusan Direktur.

Mengingat : 1. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. PP Nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
Perumahsakitan.
3. PP Nomor 67 tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Kesehatan.
4. SK Komisaris Utama Nomor 002/SK-KOM/PTBT/II/2020 tentang SOTK
Rumah Sakit Tamar Medical Centre
Memutuskan
Menetapkan
Pertama : Keputusan Direktur Rumah Sakit Tamar Medical Centre tentang
Kebijakan Pelayanan Darah dan Transfusi Darah Rumah Sakit Tamar
Medical Centre
Kedua : Memberlakukan kebijakan pelayanan darah dan transfusi darah di Rumah sakit
TMC Pariaman
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan akan
dilakukan perubahan sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan.
Ditetapkan di : Pariaman
Tanggal : 09 September 2022
Direktur

dr. Citra Husna Pratiwi


LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH
SAKIT TMC PARIAMAN
NOMOR : /DIR/SK-TMC/IX/2022
TANGGAL : 09 SEPTEMBER 2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN DARAH DAN
TRANSFUSI DARAH

PEDOMAN PELAYANAN DARAH DAN TRANSFUSI DARAH


DI RS TMC PARIAMAN

I. DEFINISI
1. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada pasien, yang
darahnya telah tersedia dalam botol atau kantong plastik;
2. Pelayanan Darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan
yang mencakup masalah-masalah pengadaaan, pengolahan, dan penyampaian darah
kepada pasien;
3. Pelayanan transfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang meliputi
perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyediaan darah,
pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
4. Unit Transfusi Darah (UTD) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah.
5. Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) adalah suatu unit pelayanan di Rumah Sakit yang
bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, bermutu, dan
dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
6. Penyediaan darah adalah rangkaian kegiatan pengambilan darah dan pelabelan darah
pendonor, pencegahan penularan penyakit, pengolahan darah, dan penyimpanan darah
pendonor.
7. Pendonor darah adalah orang yang menyumbangkan darah atau komponennya kepada
pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
8. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah secara
khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan.
9. Produk Darah adalah
a. PRC
b. Trombosit konsentrat
c. Trombosit Apheresis
d. Washed erythrocyte
e. Fresh Frozen Plasma
f. Cryopresipitate

II. RUANG LINGKUP

Keputusan pemberian transfusi darah diambil oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
berdasarkan indikasi yang sesuai dengan kondisi sakit pasien, setelah memberikan informasi
dan edukasi yang cukup serta melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan.
Pemberian transfusi darah dilaksanakan setelah pasien dan/atau keluarga memberikan
persetujuan (informed consent).

A. REKOMENDASI PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH


1. Sel darah merah
a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb)
<7 g/dl, khusus untuk kasus obstetri transfusi dilakukan Hemoglobin (Hb) < 8 g/dl,
bila terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik
dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih
rendah dapat diterima. (Rekomendasi A)
b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
(Rekomendasi C)
c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu,
misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi
(contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat)
(Rekomendasi A)
d. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dL;
bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan mencapai 7 g/dL (seperti pada anemia
bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang
membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk dilakukan transfusi adalah Hb ≤13
g/dL. (Rekomendasi C)
2. Trombosit
a. Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/uL, bila terdapat perdarahan
mikrovaskular difus batasnya menjadi <100.000/uL. Pada kasus DHF dan DIC
supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-masing. (Rekomendasi C)
b. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien yang akan
menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif.
(Rekomendasi C)
c. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
(Rekomendasi C)
3. Plasma beku segar
a. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi baik yang
didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau kombinasi.
(Rekomendasi C)
b. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa. (Rekomendasi C)
c. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi
masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.
(Rekomendasi C)
4. Kriopresipitat
a. Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani prosedur
invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan. (Rekomendasi C)
b. Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang mengalami perdarahan
atau yang tidak responsif terhadap pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani
operasi. (Rekomendasi C)
B. REAKSI TRANSFUSI
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang
kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila
didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi
daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil
hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam
hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya.
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan
penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.
1. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan
reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus,
urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi
sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna
kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya
disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-
hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau
bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di
sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea.
Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan
darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas.
Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik,
kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
a. Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas
sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang
inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun
sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang
inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat
kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung
yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab
lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah
lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd,
Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal
transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien
tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol
mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan
pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
b. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi
bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan
fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik
dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
c. Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma
merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien
tertentu Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat.
Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini
terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat
fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.
d. Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury =
TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang
melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak
awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi
spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2. Reaksi Lambat
a. Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda
demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan
mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma
pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
b. Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan
adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien.
Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan
dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya
terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila
hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung
trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang
kompatibel dengan antibodi pasien.
c. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada
pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan
pasien imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan
kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan
darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis,
pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik,
terapi hanya bersifat suportif.
d. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan
mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai
dengan gagal organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk
menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan
untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000
mg/l.
e. Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, dan hal
ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka
rekurensi tumor dapat meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan
bahwa transfusi darah meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya
respons imun: sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.
3. Penularan Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal,
antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status
imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah. Saat ini dipergunakan model matematis
untuk menghitung risiko transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis
C, hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta
bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window period (periode segera
setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).

III.TATALAKSANA
A. TATA LAKSANA PERMINTAAN DARAH
Setiap pasien yang di Rawat di ruangan rawat inap, bila membutuhkan darah maupun
komponen darah, mendapatkan Surat Permintaan Darah yang ditandatangani oleh dokter
yang merawat (DPJP). Surat Permintaan Darah tersebut beserta sampel darah yang
diambilkan oleh perawat ruangan dibawa oleh petugas RS ke UTD PMI untuk meminta
darah serta dilakukan uji saring dan uji cocok serasi. Setelah mendapatkan darah yang
diminta, maka petugas RS kembali ke RS.
Setibanya di RS, petugas RS diharuskan menyerahkan darah tersebut ke perawat ruangan
atau unit peminta untuk dilakukan pencatatan, pemeriksaan. dan/atau penyimpanan darah
serta administrasi transaksi keuangan sesuai dengan jumlah darah yang diserahkan dan biaya
tindakan yang dilakukan.
B. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI
1. Setiap kali akan dilakukan pemberian transfuse darah, perawat wajib melakukan
identifikasi atas diri pasien, maupun produk darah yang akan diberikan
2. Perawat menanyakan identitas pasien dengan menanyakan “Bapak/Ibu namanya siapa?
Tanggal lahir?” dan mencocokkan dengan dokumen rekam medis yang berisi identitas
pasien
3. Pada saat menerima produk darah dari PMI yang dibawa oleh petugas RS, Perawat
mengecek kebenaran kantong darah, meliputi jenis darah, golongan darah, nomor
kantong dan tanggal kadaluarsa serta mencocokkan dengan formulir pengiriman kantong
darah
4. Sebelum memberikan produk darah kepada pasien, perawat mengulang kembali prosedur
identifikasi pasien

C. TATA LAKSANA PEMBERIAN INFORMED CONSENT


1. Sebelum pemberian transfusi darah, DPJP wajib memberikan informasi dan edukasi
kepada pasien dan keluarganya, meliputi:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk
pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk
pilihan untuk tidak diobati
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau
pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan nyeri,
bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami
pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan
yang serius
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan/keuntungan
dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko
yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan
tersebut
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau
dinilai kembali
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut,
serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka
sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila
hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan
tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
2. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang diberikan, dan
kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat klarifikasi, sebelum kemudian diminta
membuat keputusan
3. Pasien memberikan informed consent dengan menandatangani formulir yang telah
tersedia

D. TATALAKSANAN PEMBERIAN KOMPONEN DARAH


1. Lakukan hands scrub dengan menggunakan cairan berbasis alcohol
2. Siapkan alat dan bahan untuk transfuse darah
3. Gantung larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi darah
4. Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi darah
5. Sebelum dilakukan transfusi darah terlebih dahulu memeriksa identifikasi kebenaran
produk darah periksa kompatibilitas dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan
identifikasi pasien, periksa kadaluwarsa, dan periksa adanya bekuan
 Buka set pemberian darah
 Untuk selang Y, atur ketiga klem
 Untuk selang tunggal, klempeng atur pada posisi off
 Cara transfusi darah dengan selang Y:
 Tusukkan kantong NaCl 0,9%
 Isi selang dengan NaCl 0,9%
 Buka klem pengatur pada selang Y dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
 Tutup/klem pada slang yang tidak digunakan
 Tekan/klem sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi
sebagian)
 Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan selang terisi NaCl 0,9%
 Kantong darah perlahan-lahan dibalik-balik 1-2 kali agar sel-selnya tercampur.
Kemudian tusuk kantong darah dan buka klem pada selang dan filter terisi darah.
6. Cara transfusi darah dengan selang tunggal:
 Tusuk kantong darah
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi
sebagian)
 Buka klem pengatur biarkan selang terisi darah
7. Hubungkan selang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah
8. Setelah darah masuk, pantau tanda vital setiap 5 menit selama 15 menitpertama, dan
setiap 15 menit selama 1 jam berikutnya.
9. Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang infus dengan NaCl 0,9%.
10. Catat tipe, jumlah dan komponen darah yang diberikan
11. Cuci tangan setelah prosedur diberikan.

E. PENCATATAN PELAPORAN DARI REAKSI YANG TIMBUL DARI


TRANSFUSI DARAH
Perawat ruagan harus melakukan pemantauan reaksi transfusi minimal 15 menit pertama
pada setiap pemberian kantong darah yang ditransfusikan. Bila terjadi reaksi transfuse darah
maka harus segera dilakukan penangannya sesuai standard prosedur.

Ditetapkan di : Pariaman
Tanggal : 09 September 2022
DIREKTUR

dr. Citra Husna Pratiwi


PELAYANAN DARAH DAN TRANSFUSI DARAH

NO. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


Standar /SPO/DIR-RSTMC/ - ¼
Prosedur IX/2022
Operasional TanggalTerbit : DitetapkanOleh :
Direktur RS TMC Pariaman :

September 2022 Dr. Citra Husna Pratiwi


Pengertian Pemberian tranfusi darah ke pasien adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan sebagai suatu proses pemindahan darah dari seseorang yang
sehat (donor) ke orang sakit (resipien), darah yang dipindahkan dapat
berupa darah lengkap atau komponen darah.
Tujuan 1. Memelihara keadaan biologis darah atau komponen-komponennya agar
tetap bermanfaat
2. Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada
peredaran darah
3. Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah
4. Meningkatkan oksigenisasi jaringan.
5. Memperbaiki fungsi hemostatis
Kebijakan SK Direktur No. /DIR/SK-RSTMC/ /2022 Tentang Kebijakan Pelayanan
Darah dan Transfusi Darah
Prosedur 1. Menginformasikan kepada pasien/ keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan serta meminta persetujuan (Informed Consent)
2. Kemudian siapkan peralatan sebagai berikut :
 Blood Set
 Abbocath sesuai kebutuhan
 Cairan infuse NaCl 0,9 %
 ET (extention tubing), three way
 Tranfusion pump
 Blood warmer (jika diperlukan)
 Labu darah (sesuai dengan jenis dan golongan darah)
 Sarung tangan dan nierbekken
3. Periksa kelayakan darah dalam labu seperti warna dan bentuknya
4. Cocokkan nama pasien, golongan darah, nomor labu darah, tanggal
pengambilan dan tanggal kadaluarsa antara kartu labu darah, label labu
darah, formulir permintaan serta status pasien
5. Setelah data pasien dan data labu darah sudah sesuai, perawat mencuci
tangan kemudian gunakan sarung tangan. untuk melaksanakan
pemberian transfuse darah
6. Pasien dilakukan identifikasi dengan benar sebelum pemberian darah
dan atau produk darah,. Petugas Rumah Sakit akan mengindentifikasi
pasien dengan memberikan pertanyaan terbuka sebagai berikut :
“Bapak/Ibu sesuai dengan peraturan keselamatan pasien saya akan
melakukan konfirmasi identitas dengan tujuan untuk memastikan
identitas dengan benar."
7. Tanyakan nama pasien, tanggal lahir pasien dan lakukan pencocokkan
dengan gelang pasien yang bertuliskan : Nama pasien, Tanggal Lahir ,
Nomor Rekam Medis dan dicocokkan pula dengan data Berkas Rekam
Medis. Identifikasi tidak boleh menggunakan nomor kamar dan lokasi
kamar.
8. Pada pasien yang tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa dan kondisi
lainnya dimana pasien tidak mempu memberitahukan namanya,
lakukan verifikasi identitas pasien kepada keluarga/pengantarnya
dengan menanyakan ulang nama dan tanggal lahir kemudian
membandingkan dengan gelang pasien.
9. Jika sudah dipastikan identitas yang disampaikan dengan gelang
pengenal sudah sesuai, lakukan penjelasan kepada pasien/keluarga
tentang tindakan yang akan dilakukan.
10. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital pasien
11. Pastikan pasien sudah terpasang infuse dengan selang infuse khusus
(blood set), untuk pemberian tranfusi dengan menggunakan transfusion
pump sambungkan blood set dengan extention tubing sebelum
abbocath
12. Masukkan cairan NaCl 0,9% sebanyak 100cc untuk pasien dewasa,
50cc untuk pasien anak dan 10cc untuk pasien bayi, selama 5-10 menit
sebelum dan sesudah tranfusi darah.
13. Berikan tranfusi darah dengan cara sebagai berikut:
a. Manual
 Sambungkan blood set langsung ke bagian leher labu darah Atur
kecepatan tetesan yang akan diberikan
b. Infusion pump
 Sambungkan blood set langsung ke bagian leher labu darah
 Klem three way ke arah saluran yang tidak terpakai
 Masukkan ET ke dalam transfusion pump, tentukan limit dan
atur kecepatan tetesan.
14. Untuk 15 menit pertama berikan tranfusi secara perlahan tidak lebih
dari 5 ml/ menit (kecuali komponen darah tertentu yang harus diberikan
cepat), perawat wajib menunggu dan mengamati pasien pada 15-30
menit pertama pemberian komponen darah
15. Bila tidak ada ada reaksi alergi naikkan tetesan sesuai instruksi dokter
16. Observasi keadaan umum pasien, tanda-tanda vital dan reaksi alergi
(demam, menggigil, gatal-gatal, kesulitan bernafas, kemerahan di
wajah, mual, muntah dan nyeri punggung hebat) secara teratur setiap
15-30 menit sekali
17. Bila ditemukan adanya reaksi alergi, hentikan pemberian tranfusi dan
segera lapor DPJP
18. Setiap satu kantong darah selesai diberikan, maka, bilas dengan cairan
NaCl 0,9% dengan tetesan seperti tetesan awal infuse (tetesan
maintenance)
19. Rapikan kembali pasien dan peralatan yang telah dipakai dan perawat
cuci tangan
20. Dokumentasikan semua tindakan dalam catatan perawat
21. Hal-hal yang harus diperhatikan :
a. Pastikan darah dalam kondisi suhu normal sebelum diberikan
b. Kartu labu darah harus tetap terpasang selama pemberian tranfusi
darah dan selesai kumpulkan dalam status pasien
c. Pastikan obat-obatan antihistamin tersedia di ruangan
d. Berikan Calsium glukonas setelah pasien diberikan tranfusi darah
1000cc (sebelum pemberian kolaborasikan dengan DPJP)
e. Jangan menggunakan larutan lain untuk membilas selain cairan
NaCl 0,9%
f. Jika tranfusi dihentikan akan dilanjutkan maka darah sisa tidak
boleh dimasukkan, harus diganti dengan darah yang baru
g. Setelah tranfusi selesai, pastikan selang infuse bersih atau tidak ada
sisa darah untuk menghindari infeksi nosokomial, bila diperlukan
selang diganti.

Unit terkait 1. Bidang pelayanan Medis


2. Bidang Penunjang Medis
3. Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai