Anda di halaman 1dari 15

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS LIVASYA

Nomor : 031/PER/DIR/RSLM/VIII/2023
Tanggal: 03 AGUSTUS 2023

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang
berfungsi sebagai alat pengankut yaitu, mengambil oksigen dari paru – paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh, mengankut karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru – paru, mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
keseluruh jaringan tubuh, mengeluarkan zat – zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit,
menyebarkan panas keseluruh tubuh
Pada tubuh orang dewasa sehat terdapat darah kira – kira 1/13 dari berat badan
empat sampai lima liter. Bila terjadi kehilangan darah dalam jumlah banyak dan waktu singkat
akibat perdarahan,pembedahan ataupun komplikasi dari melahirkan, yang paling mendesak
adalah mengganti cairan yang hilang dengan segera. Tranfusi sel darah merah dapat menjadi
penting karena akan mengembalikan kapasitas pengangkut oksigen oleh darah.
Pentingnya pelayanan darah di suatu negara serta teridentifikasinya masalah
pelayanan darah di Indonesia telah mendorong World Health Organization (WHO) untuk
mengisyaratkan kepada pemerintah Indonesia perlunya dibentuk National Blood Policy
sebagai regulator dalam pelaksanaan pelayanan transfusi darah di Indonesia.
Sejarah perkembangan transfusi darah dimulai pada tahun 1950 yang dilaksanakan
Palang Merah Indonesia,dan pada tahun 1980 terbit Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia (PP) nomor 18 tahun 1980 tentang Transfusi Darah. Sejak saat itu pelayanan
transfusi darah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan PP 18/1980 tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, dirasa perlu dibuat suatu system pencatan dan
pelaporan persediaan darah yang meliputi penerimaan darah dan penggunaan darah di
RUMAH SAKIT LIVASYA Cirebon untuk menghindari kesalahan – kesalahan dalam penulisan,
menghindari terjadinya mal praktek yang dilakukan oleh oknum tertentu serta menghasilkan
data yang cepat dan akurat.

1
B. Tujuan prosedur tranfusi darah di RUMAH SAKIT LIVASYA
1. Tujuan umum
Membuat pencatatan dan pelaporan persediaan darah di RUMAH SAKIT LIVASYA

2. Tujuan Khusus
a. Membuat report penerimaan darah per bulan
b. Membuat report penggunaan darah per bulan
c. Mencatat permintaan darah
d. Mencatat distribusi darah
C. Manfaat
a. Memberikan keudahan bagi petugas dalam pencatatan darah masuk dan keluar.
b. Memeberikan kemudahan bagi petudas dalam pembuatan table laporan

D. Kegiatan tranfusi darah dirumah sakit RUMAH SAKIT LIVASYA


Pencatatan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam pelayanan darah di RUMAH SAKIT
LIVASYA Data ini perlu untuk memantau perkembangan pasien yang menggunakan darah.
Pencatatan yang tidak lengkap mengakibatkan laporan yang kurang akurat dan menjadikan
kegiatan pelaporan menjadi suatu kegiatan yang membosankan karena banyaknya data yang
harus ditulis oleh karena keterbatasan fasilitas dan SDM, maka di RUMAH SAKIT LIVASYA belum
dapat dibentuk bank darah RS, meskipun demikian pelayanan tranfusi darah tetap terlaksana dan
terealisasi di RS.

BAB II
PELAYANAN DARAH

2
A. Definisi

Pelayanan transfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdiri dari
serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor, pengambilan,
pengamanan, pengolahan, penyimpanan darah dan tindakan medis pemberian darah
kepada resipien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Setiap kegiatan pelayanan transfusi darah harus dikerjakan sesuai Standar
Prosedur Operasional (SPO) karena kesalahan yang terjadi pada setiap langkah kegiatan
tersebut dapat berakibat fatal bagi resipien, juga dapat membahayakan pendonor
maupun petugas kesehatan yang melaksanakan. Rangkaian kegiatan distribusi darah
sampai ke pasien / resipien harus dilakukan dengan sistem tertutup dan rantai dingin,
yaitu dilakukan hanya oleh petugas dengan menggunakan peralatan khusus (coolbox) dan
sesuai SPO.

B. Pelayanan Darah
Pelayanan transfusi darah dimulai dengan melakukan pengerahan calon donor yaitu
mengumpulkan orang-orang yang bersedia menjadi donor darah, dapat dilakukan oleh
UDD PMI, RS, masyarakat, termasuk Perhimpunan Donor Darah Indonesia, LSM,
puskesmas maupun instansi – instansi sebagai upaya membantu kelancaran tugas UDD.
Setelah identitas donor dicatat selanjutnya dilakukan seleksi donor darah untuk
mendapatkan donor darah sukarela dengan resiko rendah. Seleksi dilakukan melalui
anamnesa dan menganalisa gaya hidup calon donor serta menentukan bahwa calon donor
darah bukan dari golongan resiko tinggi pengidap penyakit infeksi yang dapat
membahayakan pendonor bila darahnya diambil, diikuti dengan pemeriksaan fisik oleh
petugas kesehatan / dokter serta pemeriksaan kadar hemoglobin.
Bila calon donor dinilai sehat pada saat itu dan siap mendonorkan darahnya maka
dilakukan pengambilan darah donor dan ditampung dalam kantong darah sesuai
kebutuhan (single, double, triple / quadriple bag) sebanyak 250/350 cc dan sebagian (5-
10cc) disimpan dalam tabung kecil sebagai sampel darah untuk pemeriksaan golongan
darah, Rhesus dan uji saring penyakit Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) yaitu
sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, dan lain-lain sesuai kebutuhan. Untuk daerah dengan
prevalensi malarianya tinggi dapat ditambahkan dengan pemeriksaan malaria darah.
Kantong darah dan tabung sampel diberi kode khusus yang sama. Sementara pemeriksaan
dilakukan terhadap sampel darah, kantong darah dikarantina. Setelah hasil pemeriksaan

3
didapat maka selanjutnya dilakukan pencatatan dan tindak lanjut terhadap kantong darah
yaitu dimusnahkan bila hasil uji saring reaktif dan disimpan atau dilakukan pemisahan
komponen bila non reaktif.

C. Prosedur Transfusi Darah

Proses yang terjadi di rumah sakit adalah dimulai dari penentuan indikasi yang
tepat oleh dokter, serta penentuan jenis komponen darah yang dibutuhkan. Dokter akan
mengisi formulir permintaan darah yang disiapkan oleh rumah sakit dengan standar dari
UTD, ke PMI disertai sampel darah resipien terbaru, selanjutnya petugas Rumah Sakit
akan melakukan pemeriksaan golongan darah (ABO dan Rhesus) resipien dan
pemeriksaan konfirmasi golongan darah pada kantong darah yang ada dalam stock.
Selanjutnya dilakukan uji silang serasi antara darah resipien dan darah dari kantong darah
yang akan diberikan. Kantong darah yang kompatibel diserahkan kepada perawat ruangan
dengan memperhatikan prinsip rantai dingin darah (darah dijaga selalu berada di suhu
4℃).
Kantong darah yang telah dinyatakan kompatibel tersebut diserahkan kepada
perawat yang diberi kewenangan melakukan tindakan transfusi darah kepada resipien di
bawah pengawasan dokter. Perawat ruangan harus melakukan pemantauan reaksi
transfusi, minimal 15 menit pertama pada setiap kantong darah yang ditransfusikan. Bila
terjadi reaksi transfusi darah maka harus segera dilakukan penanganannya sesuai dengan
spo dan pelaporan sebagai feedback.

D. Pemberian Komponen Darah

1. Identitas pasien harus dicocokkan secara lisan maupun tulisan


2. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir permintaan
darah
3. Tekanan darah, frekuensi denyut jantungdan suhu harus diperiksa sebelumnya, serta
diulang secara rutin
4. Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah transfusi darah dimulai.
Sebaiknya 1 unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status
kardiovasuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan
proliferasi bakteri pada suhu kamar.

4
E. Indikasi Transfusi Darah

Secara garis besar indikasi transfusi darah adalah :


a. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah yang
normal, misalnya pada anemia Karena perdarahan, trauma bedah atau luka bakar
luas.
b. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya pada
anemia, trombositopenia, hipotrombinemia, dan lain-lain.

Keadaan yang memerlukan tranfusi darah :


a. Anemia karena perdarahan, biasanya digunakan batas Hb 7-8 g/dL. Bila telah
turun hingga 4,5 g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang
membahayakan dan transfusi harus dilakukan secara hati-hati.
b. Anemia hemolitik, biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat
mengatasinya sendiri. Umumnya digunakan patokan 5g/dL. Hal ini
dipertimbangkan untuk menghindari terlalu seringnya transfusi darah dilakukan.
c. Anemia aplastik
d. Leukemia dan anemia refrakter
e. Anemia karena sepsis

F. Macam – Macam Komponen Darah


1. Darah Utuh (Whole Blood)
Deskripsi :
- Volume 350 ml darah donor
- 63 ml larutan pengawet antikoagulan
- Tidak terdapat factor koagulasi labil (f.V dan VII)
Indikasi :
- Perdarahan akut dengan hipovolemia
- Transfusi tukar
- Pengganti darah merah endap (PRC) saat memerlukan transfusi darah merah
Kontraindikasi :
- Resiko overload cairan misalnya pada anemia kronik dan gagal ginjal
Penyimpanan :

5
- Suhu 2℃ hingga 6℃, dapat terjadi perubahan akibat metabolisme sel darah
merah
- Maksimal penyimpanan WB di bank darah 3 minggu
- Harus segera ditransfusi kan 30 menit setelah keluar dari tempat penyimpanan
Perhatian :
- Golongan darah harus sesuai (ABO dan RhD compatible)
- Dilarang memasukkan obat-obatan ke dalam kantung darah
- Waktu transfusi maksimal 4 jam

2. Darah Endap (Packed Red Cell)


Deskripsi :
- Volume 150-250 ml eritrosit dengan jumlah plasma yang minimal
Indikasi :
- Pengganti sel darah merah pada anemia
- Anemia Karena perdarahan akut (setelah resusitasi cairan kristaloid atau koloid)
Perhatian :
- Resiko infeksi dan cara penyimpanan sama dengan WB
- Pemberian sama dengan WB
- Waktu transfusi maksimal 4jam kecuali pasien dengan congestive heart failure,
AKI (Acute kodney injury dan chronic kidney disease)

3. Darah Merah Cuci (Washed Erythrocyte)


Deskripsi :
- Volume 260 ml
Indikasi :
- Tranfusi massif pada neonates sampai usia < 1 tahun
- Transfusi intrauterine
- Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan riwayat alergi transfusi berat
- Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik dengan pemberian
premedikasi
Kontraindikasi :
- Defisiensi IgA yang belum pernah mendapat transfusi komponen darah (eritrosit,
plasma, trombosit)

6
- Defisiensi IgA yang tidak pernah mengalami reaksi alergi terhadap komponen
darah sebelumnya
- Belum diketahui mempunyai antibody anti-IgA
- Tidak pernah mengalami reaksi transfusi berat terhadap eritrosit

4. TC (Trombocyte Concentrate)
Deskripsi :
- Setiap 50-60 ml plasma yang dipisahkan dari WB : trombosit minimal 55x10*
Indikasi :
- Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit
- Pencegahan perdarahan karena trombositopenia (gangguan sumsum tulang)
kurang dari 10.000/micro liter
- Profilaksis perdarahan pada pre operatif dengan trombosit kurang atau sama
dengan 50.000/microliter, kecuali operasi trepanasi dan kardiovaskuler kurang
atau sama dengan 100.000/microliter
Kontraindikasi :
- ITP tanpa perdarahan
- TTP tanpa perdarahan
- DIC yang tidak diterapi
- Trombositopenia terkait sepsis, hingga terapi definitive dimulai atau pada
hipersplenisme

5. FFP (Fresh Frozen Plasma)


Deskripsi :
- Plasma dipisahkan dari satu kantong WB (maksimal 6 jam) dibekukan pada 25℃
atau lebih
- Terdiri dari factor pembekuan stabil, albumin, dan immunoglobulin, FVII minimal
70% dari kadar plasma segar normal
- Volume 60-180 ml
Indikasi :
- Defisiensi factor koagulasi (penyakit hati, overdosis antikoagulan-warfarin,
kehilangan factor koagulasi pada penerima transfusi dalam jumlah besar)
- DIC

7
Dosis : awal 10-15 ml/KgBB
Perhatian :
- Reaksi alergi akut dapat terjadi dengan pemberian cepat
- Jarang terjadi reaksi anafilaktik berat
- Hipovolemia bukan suatu indikasi
- ABO kompatibel untuk menghindari resiko hemolisis
- Faktor koagulasi labil, cepat terdegradasi
Penyimpanan :
- Pada -25℃ atau lebih bertahan hingga 1 tahun

6. Cryoprecipitate
Deskripsi :
- Presipitasi dari FFP
- Berisi setengah F VIII dan fibrinogen darah utuh (F VIII 80-100 iu/kantong,
fibrinogen 150-300 mg/kantong)
Indikasi :
- Alternative terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :
* factor von willebrand
* factor VIII (hemophilia A)
* factor XIII
- sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan misalnya DIC

G. Komplikasi Transfusi Darah

1. Reaksi Transfusi Darah Secara Umum


Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun demikian
tetap diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi
yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-
macam serta dapat saling tumpang tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi
transfusi, maka langkah umum yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan
kegiatan tranfusi, tetap memasang infus untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan
segera memberitahu dokter penanggung jawab pasien.

8
2. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena
ketidakcocokan golongan darah ABO (antibody jenis IgM yang beredar) dan sekitar
90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah
yang diberikan.
Gejala dan tanda yang timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa
menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine berkurang,
hemoglobinuria dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan
(shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan atau gagal ginjal akut yang
berakibat kematian.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut :
 Meningkatkan perfusi ginjal
 Mempertahankan volume intravaskuler
 Mencegah timbulnya KID

3. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat


Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan adanya antibody yang
beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transdusi dilakukan karena titernya
rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk meningkatkan
produksi antibody tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat, ikterus dank
dang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikhawatirkan
karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler tetapi dapat pula terjadi
seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi
hipotensi, renjatan, dan gagakl ginjal, penatalaksanaan nya sama dengan RTHA.

4. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik


a. Demam
Demam merupakan lebih dari 90% gejala reaksi transfuse. Umumnya ringan dan
hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibody resipien bereaksi dengan
leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan lisisnya sebagian
sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian merangsang sintesis
prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hypothalamus. Dapat pula terjadi

9
demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umunya reaksi demam tergolong
ringan dan hilang dengan sendirinya.

b. Reaksi alergi
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak
disertai gelaja lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai menghentikan
transfuse. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam
plasma donor yang bereaksi dengan antibody IgE resipien di permukaan sel mast
dan eosinofil dan menyebabkan pelepasan histamine. Reaksi alergi ini tidak
berbahaya tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan
ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda transfuse. Pemberian
antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.

c. Reaksi anafilaktik
Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada pasien
dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan titir
tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit setelah transfusi
dimulai, aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas
yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah
angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi dan
renjatan.
Penatalaksanaanya adalah :
- Mengehentikan transfusi dengan segera
- Tetap infus dengan NaCl0,9% atai kristaloid
- Berikan epinefrin dan anti histamine
Pemberian dopamine dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila terjadi
hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu
melalui intubasi.

10
BAB III
ALUR KEGIATAN TRANSFUSI DARAH DI RUMAH SAKIT LIVASYA

A. Pemberian Persetujuan ( informed consent )

1. Koordinator perawat atau perawat ruangan menghadirkan keluarga dan pasien di


tempat
yang memungkinkan dan bersifat privasi, dipertemukan dengan dokter spesialis yang
merawat atau dokter umum tetap.
2. Dokter spesialis atau dokter umum tetap memberitahu kondisi pasien secara detail dan
mudah dimengerti.
3. Dokter spesialis atau dokter umum tetap memberitahukan program medis yang akan
dilakukan/dihentikan (beserta manfaat dan resikonya).
4. Berikan ijin pada keluarga/pasien untuk bertanya, hingga benar-benar merasa jelas
5. Setelah diberikan penjelasan,berikan waktu pada keluarga untuk berunding.
6.Persilakan keluarga beserta saksi untuk mengisi dan menandatangani formulir
persetujuan
tindakan (jika menerima) dan formulir penolakan tindakan (jika menolak) disertai
dengan
saksi-saksi.

B. Pengadaan Darah ( Permintaan Darah )

11
1. Perawat ruangan mengisi formulir PMI dan mengisi permintaan labu darah dan
jenisnya sesuai permintaan dokter, dokter menandatangani form permintaan darah.
2. Analis laboratorium mengambil sample darah pasien yang akan ditransfusi.
3. Perawat ruangan menyerahkan formulir PMI yang sudah lengkap diisi ke
laboratorium.
4. Analis laboratorium mencatat permintaan labu darah pada buku permintaan darah ke
PMI.
5. Laboratorium mengkonfirmasikan ke PMI untuk kebutuhan darah yang dibutuhkan
oleh pasien.
6. Analis laboratorium menelpon driver untuk order darah ke PMI.

C. Pengambilan Darah

1. Driver akan mengambil orderan darah ke PMI kota / kabupaten sambil membawa
formulir permintaan darah.
2. Driver membawa formulir dan membawa blood transpoter ke laboratorium RUMAH
SAKIT LIVASYA.

D. Distribusi Darah

1. Laboratorium melakukan konfirmasi ke perawat, bahwa persediaan darah sudah ada.


2. Laboratorium mencocokan identitas pasien yang ada pada formulir permintaan darah
dengan identitas pada kantong darah.
3. Perawat ruangan mencocokan kembali identitas pasien pada formulir permintaan
darah dengan identitas yang ada pada kantong darah.
4. Perawat ruangan membawa darah dari laboratorium ke ruang perawatan (nurse
station).

E. Transportasi dan Penyimpanan Darah

1. Perawat ruangan mulai memberikan transfusi jenis WB, PRC atau FFP paling lambat 30
menit setelah produk darah tersebut dikeluarkan dari refrigrator atau blood
transpoter.

12
2. Transfusi trombosit mulai diberikan secepat mungkin setelah dikeluarkan dari
refrigrator
atau blood transpoter.
3. Jika transfusi produk darah belum bisa diberikan sesuai batas waktu tersebut petugas
menyimpan produk darah dalam refrigrator pada suhu 2 – 6 0C.

F. Identifikasi Sebelum Transfusi Darah

1. Perawat ruangan melakukan identifikasi prosedur pemberian darah dengan meminta


pasien / keluarga menyebutkan “nama dan tanggal lahir”
2. Perawat ruangan memastikan kembali kebenaran data demografik pada kantong
darah,
jenis darah, golongan darah, waktu kadaluarsanya, dan identitas pasien pada gelang
pengenal oleh dua orang staf rumah sakit yang kompeten.
3. Jika staf RS tidak yakin / ragu akan kebenaran identitas pasien, jangan lakukan
transfusi
darah sampai diperoleh kepastian identitas pasien dengan benar.

G.Pemberian Darah ( Pemasangan Transfusi Darah )

1. Perawat ruangan melakukan pemasangan transfusi darah sesuai dengan standar


prosedur
operasional ( SPO ) RS.

H. Monitoring Pasien ( Pemantauan Selama Transfusi Darah )

1. Perawat ruangan memantau pasien pada pemberian tiap unit darah pada saat :
a. 1 jam sebelum memulai transfusi
b. 15 menit setelah transfusi dimulai
c. 1 jam selama transfusi
d. 4 jam setelah selesai transfusi
2. Perawat ruangan melakukan monitoring selama transfusi darah meliputi : Kondisi
Umum
pasien, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi dan balance cairan.

13
3. Perawat ruangan mencatat informasi atau mendokumentasikan pada lembar
monitoring
transfusi.

I. Identifikasi dan Respon Terhadap Reaksi Transfusi

1. Perawat ruangan melakukan identifikasi pasien dengan meminta pasien / keluarga


menyebutkan “nama dan tanggal lahir”.
2. Perawat ruangan mengumpulkan data secara observasi maupun anamnesa pada pasien
/ keluarga mengenai output perdarahan pasien.
3. Perawat Ruangan memahami hal-hal yang harus diperhatikan selama transfusi, yaitu :
a. Tekanan Darah
b. Nadi
c. Pernafasan
d. Suhu
e. Menggigil
f. Gatal / alergi
g. Rasa berdebar - debar, Dll

4. Perawat ruangan melaporkan pada DPJP jika ditemukan reaksi transfusi yang tidak
diinginkan.

J. Penanganan Pembuangan Darah dan Komponen Darah

1. Sisa darah yang sudah tidak terpakai diberi larutan clorine 0,5% (1:1) ke dalam
wadahnya
lalu di tutup dan dibiarkan 10 menit, kemudian dibuang ke spoel hook, dari spoel hook
akan mengalir dengan sendirinya menuju ke IPAL.

2. Kantong darah yang sudah tidak terpakai di buang ke dalam sampah medis yang sudah
disediakan kemudian diteruskan ke pembuangan akhir RS/incenerator.

14
BAB IV
PENUTUP

Pelayanan darah merupakan bagian dari upaya pelayanan kesehatan untuk penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan ketersediaan
darah dan komponen darah yang cukup, aman, bermanfaat, mudah di akses dan terjangkau oleh
masyarakat.
Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang berfungsi
sebagai alat pengangkut yaitu, mengambil oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh
jaringan tubuh, mengangkut karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru,
mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh,
mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal,
sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor)
kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang akibat perdarahan,
luka bakar, mengatasi shock, mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Dengan telah ditetapkan standar pelayanan darah ini menjadi acuan penyelenggaraan
pelayanan darah di rumah sakit, sehingga diharapkan pelaksanaan pelayanan transfusi darah
yang aman, bermanfaat, mudah di akses dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat
terwujud.

15

Anda mungkin juga menyukai