Nomor : 031/PER/DIR/RSLM/VIII/2023
Tanggal: 03 AGUSTUS 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang
berfungsi sebagai alat pengankut yaitu, mengambil oksigen dari paru – paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh, mengankut karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru – paru, mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
keseluruh jaringan tubuh, mengeluarkan zat – zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit,
menyebarkan panas keseluruh tubuh
Pada tubuh orang dewasa sehat terdapat darah kira – kira 1/13 dari berat badan
empat sampai lima liter. Bila terjadi kehilangan darah dalam jumlah banyak dan waktu singkat
akibat perdarahan,pembedahan ataupun komplikasi dari melahirkan, yang paling mendesak
adalah mengganti cairan yang hilang dengan segera. Tranfusi sel darah merah dapat menjadi
penting karena akan mengembalikan kapasitas pengangkut oksigen oleh darah.
Pentingnya pelayanan darah di suatu negara serta teridentifikasinya masalah
pelayanan darah di Indonesia telah mendorong World Health Organization (WHO) untuk
mengisyaratkan kepada pemerintah Indonesia perlunya dibentuk National Blood Policy
sebagai regulator dalam pelaksanaan pelayanan transfusi darah di Indonesia.
Sejarah perkembangan transfusi darah dimulai pada tahun 1950 yang dilaksanakan
Palang Merah Indonesia,dan pada tahun 1980 terbit Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia (PP) nomor 18 tahun 1980 tentang Transfusi Darah. Sejak saat itu pelayanan
transfusi darah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan PP 18/1980 tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, dirasa perlu dibuat suatu system pencatan dan
pelaporan persediaan darah yang meliputi penerimaan darah dan penggunaan darah di
RUMAH SAKIT LIVASYA Cirebon untuk menghindari kesalahan – kesalahan dalam penulisan,
menghindari terjadinya mal praktek yang dilakukan oleh oknum tertentu serta menghasilkan
data yang cepat dan akurat.
1
B. Tujuan prosedur tranfusi darah di RUMAH SAKIT LIVASYA
1. Tujuan umum
Membuat pencatatan dan pelaporan persediaan darah di RUMAH SAKIT LIVASYA
2. Tujuan Khusus
a. Membuat report penerimaan darah per bulan
b. Membuat report penggunaan darah per bulan
c. Mencatat permintaan darah
d. Mencatat distribusi darah
C. Manfaat
a. Memberikan keudahan bagi petugas dalam pencatatan darah masuk dan keluar.
b. Memeberikan kemudahan bagi petudas dalam pembuatan table laporan
BAB II
PELAYANAN DARAH
2
A. Definisi
Pelayanan transfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdiri dari
serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor, pengambilan,
pengamanan, pengolahan, penyimpanan darah dan tindakan medis pemberian darah
kepada resipien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Setiap kegiatan pelayanan transfusi darah harus dikerjakan sesuai Standar
Prosedur Operasional (SPO) karena kesalahan yang terjadi pada setiap langkah kegiatan
tersebut dapat berakibat fatal bagi resipien, juga dapat membahayakan pendonor
maupun petugas kesehatan yang melaksanakan. Rangkaian kegiatan distribusi darah
sampai ke pasien / resipien harus dilakukan dengan sistem tertutup dan rantai dingin,
yaitu dilakukan hanya oleh petugas dengan menggunakan peralatan khusus (coolbox) dan
sesuai SPO.
B. Pelayanan Darah
Pelayanan transfusi darah dimulai dengan melakukan pengerahan calon donor yaitu
mengumpulkan orang-orang yang bersedia menjadi donor darah, dapat dilakukan oleh
UDD PMI, RS, masyarakat, termasuk Perhimpunan Donor Darah Indonesia, LSM,
puskesmas maupun instansi – instansi sebagai upaya membantu kelancaran tugas UDD.
Setelah identitas donor dicatat selanjutnya dilakukan seleksi donor darah untuk
mendapatkan donor darah sukarela dengan resiko rendah. Seleksi dilakukan melalui
anamnesa dan menganalisa gaya hidup calon donor serta menentukan bahwa calon donor
darah bukan dari golongan resiko tinggi pengidap penyakit infeksi yang dapat
membahayakan pendonor bila darahnya diambil, diikuti dengan pemeriksaan fisik oleh
petugas kesehatan / dokter serta pemeriksaan kadar hemoglobin.
Bila calon donor dinilai sehat pada saat itu dan siap mendonorkan darahnya maka
dilakukan pengambilan darah donor dan ditampung dalam kantong darah sesuai
kebutuhan (single, double, triple / quadriple bag) sebanyak 250/350 cc dan sebagian (5-
10cc) disimpan dalam tabung kecil sebagai sampel darah untuk pemeriksaan golongan
darah, Rhesus dan uji saring penyakit Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) yaitu
sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, dan lain-lain sesuai kebutuhan. Untuk daerah dengan
prevalensi malarianya tinggi dapat ditambahkan dengan pemeriksaan malaria darah.
Kantong darah dan tabung sampel diberi kode khusus yang sama. Sementara pemeriksaan
dilakukan terhadap sampel darah, kantong darah dikarantina. Setelah hasil pemeriksaan
3
didapat maka selanjutnya dilakukan pencatatan dan tindak lanjut terhadap kantong darah
yaitu dimusnahkan bila hasil uji saring reaktif dan disimpan atau dilakukan pemisahan
komponen bila non reaktif.
Proses yang terjadi di rumah sakit adalah dimulai dari penentuan indikasi yang
tepat oleh dokter, serta penentuan jenis komponen darah yang dibutuhkan. Dokter akan
mengisi formulir permintaan darah yang disiapkan oleh rumah sakit dengan standar dari
UTD, ke PMI disertai sampel darah resipien terbaru, selanjutnya petugas Rumah Sakit
akan melakukan pemeriksaan golongan darah (ABO dan Rhesus) resipien dan
pemeriksaan konfirmasi golongan darah pada kantong darah yang ada dalam stock.
Selanjutnya dilakukan uji silang serasi antara darah resipien dan darah dari kantong darah
yang akan diberikan. Kantong darah yang kompatibel diserahkan kepada perawat ruangan
dengan memperhatikan prinsip rantai dingin darah (darah dijaga selalu berada di suhu
4℃).
Kantong darah yang telah dinyatakan kompatibel tersebut diserahkan kepada
perawat yang diberi kewenangan melakukan tindakan transfusi darah kepada resipien di
bawah pengawasan dokter. Perawat ruangan harus melakukan pemantauan reaksi
transfusi, minimal 15 menit pertama pada setiap kantong darah yang ditransfusikan. Bila
terjadi reaksi transfusi darah maka harus segera dilakukan penanganannya sesuai dengan
spo dan pelaporan sebagai feedback.
4
E. Indikasi Transfusi Darah
5
- Suhu 2℃ hingga 6℃, dapat terjadi perubahan akibat metabolisme sel darah
merah
- Maksimal penyimpanan WB di bank darah 3 minggu
- Harus segera ditransfusi kan 30 menit setelah keluar dari tempat penyimpanan
Perhatian :
- Golongan darah harus sesuai (ABO dan RhD compatible)
- Dilarang memasukkan obat-obatan ke dalam kantung darah
- Waktu transfusi maksimal 4 jam
6
- Defisiensi IgA yang tidak pernah mengalami reaksi alergi terhadap komponen
darah sebelumnya
- Belum diketahui mempunyai antibody anti-IgA
- Tidak pernah mengalami reaksi transfusi berat terhadap eritrosit
4. TC (Trombocyte Concentrate)
Deskripsi :
- Setiap 50-60 ml plasma yang dipisahkan dari WB : trombosit minimal 55x10*
Indikasi :
- Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit
- Pencegahan perdarahan karena trombositopenia (gangguan sumsum tulang)
kurang dari 10.000/micro liter
- Profilaksis perdarahan pada pre operatif dengan trombosit kurang atau sama
dengan 50.000/microliter, kecuali operasi trepanasi dan kardiovaskuler kurang
atau sama dengan 100.000/microliter
Kontraindikasi :
- ITP tanpa perdarahan
- TTP tanpa perdarahan
- DIC yang tidak diterapi
- Trombositopenia terkait sepsis, hingga terapi definitive dimulai atau pada
hipersplenisme
7
Dosis : awal 10-15 ml/KgBB
Perhatian :
- Reaksi alergi akut dapat terjadi dengan pemberian cepat
- Jarang terjadi reaksi anafilaktik berat
- Hipovolemia bukan suatu indikasi
- ABO kompatibel untuk menghindari resiko hemolisis
- Faktor koagulasi labil, cepat terdegradasi
Penyimpanan :
- Pada -25℃ atau lebih bertahan hingga 1 tahun
6. Cryoprecipitate
Deskripsi :
- Presipitasi dari FFP
- Berisi setengah F VIII dan fibrinogen darah utuh (F VIII 80-100 iu/kantong,
fibrinogen 150-300 mg/kantong)
Indikasi :
- Alternative terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :
* factor von willebrand
* factor VIII (hemophilia A)
* factor XIII
- sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan misalnya DIC
8
2. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena
ketidakcocokan golongan darah ABO (antibody jenis IgM yang beredar) dan sekitar
90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah
yang diberikan.
Gejala dan tanda yang timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa
menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine berkurang,
hemoglobinuria dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan
(shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan atau gagal ginjal akut yang
berakibat kematian.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut :
Meningkatkan perfusi ginjal
Mempertahankan volume intravaskuler
Mencegah timbulnya KID
9
demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umunya reaksi demam tergolong
ringan dan hilang dengan sendirinya.
b. Reaksi alergi
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak
disertai gelaja lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai menghentikan
transfuse. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam
plasma donor yang bereaksi dengan antibody IgE resipien di permukaan sel mast
dan eosinofil dan menyebabkan pelepasan histamine. Reaksi alergi ini tidak
berbahaya tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan
ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda transfuse. Pemberian
antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.
c. Reaksi anafilaktik
Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada pasien
dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan titir
tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit setelah transfusi
dimulai, aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas
yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah
angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi dan
renjatan.
Penatalaksanaanya adalah :
- Mengehentikan transfusi dengan segera
- Tetap infus dengan NaCl0,9% atai kristaloid
- Berikan epinefrin dan anti histamine
Pemberian dopamine dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila terjadi
hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu
melalui intubasi.
10
BAB III
ALUR KEGIATAN TRANSFUSI DARAH DI RUMAH SAKIT LIVASYA
11
1. Perawat ruangan mengisi formulir PMI dan mengisi permintaan labu darah dan
jenisnya sesuai permintaan dokter, dokter menandatangani form permintaan darah.
2. Analis laboratorium mengambil sample darah pasien yang akan ditransfusi.
3. Perawat ruangan menyerahkan formulir PMI yang sudah lengkap diisi ke
laboratorium.
4. Analis laboratorium mencatat permintaan labu darah pada buku permintaan darah ke
PMI.
5. Laboratorium mengkonfirmasikan ke PMI untuk kebutuhan darah yang dibutuhkan
oleh pasien.
6. Analis laboratorium menelpon driver untuk order darah ke PMI.
C. Pengambilan Darah
1. Driver akan mengambil orderan darah ke PMI kota / kabupaten sambil membawa
formulir permintaan darah.
2. Driver membawa formulir dan membawa blood transpoter ke laboratorium RUMAH
SAKIT LIVASYA.
D. Distribusi Darah
1. Perawat ruangan mulai memberikan transfusi jenis WB, PRC atau FFP paling lambat 30
menit setelah produk darah tersebut dikeluarkan dari refrigrator atau blood
transpoter.
12
2. Transfusi trombosit mulai diberikan secepat mungkin setelah dikeluarkan dari
refrigrator
atau blood transpoter.
3. Jika transfusi produk darah belum bisa diberikan sesuai batas waktu tersebut petugas
menyimpan produk darah dalam refrigrator pada suhu 2 – 6 0C.
1. Perawat ruangan memantau pasien pada pemberian tiap unit darah pada saat :
a. 1 jam sebelum memulai transfusi
b. 15 menit setelah transfusi dimulai
c. 1 jam selama transfusi
d. 4 jam setelah selesai transfusi
2. Perawat ruangan melakukan monitoring selama transfusi darah meliputi : Kondisi
Umum
pasien, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi dan balance cairan.
13
3. Perawat ruangan mencatat informasi atau mendokumentasikan pada lembar
monitoring
transfusi.
4. Perawat ruangan melaporkan pada DPJP jika ditemukan reaksi transfusi yang tidak
diinginkan.
1. Sisa darah yang sudah tidak terpakai diberi larutan clorine 0,5% (1:1) ke dalam
wadahnya
lalu di tutup dan dibiarkan 10 menit, kemudian dibuang ke spoel hook, dari spoel hook
akan mengalir dengan sendirinya menuju ke IPAL.
2. Kantong darah yang sudah tidak terpakai di buang ke dalam sampah medis yang sudah
disediakan kemudian diteruskan ke pembuangan akhir RS/incenerator.
14
BAB IV
PENUTUP
Pelayanan darah merupakan bagian dari upaya pelayanan kesehatan untuk penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan ketersediaan
darah dan komponen darah yang cukup, aman, bermanfaat, mudah di akses dan terjangkau oleh
masyarakat.
Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang berfungsi
sebagai alat pengangkut yaitu, mengambil oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh
jaringan tubuh, mengangkut karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru,
mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh,
mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal,
sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor)
kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang akibat perdarahan,
luka bakar, mengatasi shock, mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Dengan telah ditetapkan standar pelayanan darah ini menjadi acuan penyelenggaraan
pelayanan darah di rumah sakit, sehingga diharapkan pelaksanaan pelayanan transfusi darah
yang aman, bermanfaat, mudah di akses dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat
terwujud.
15