Anda di halaman 1dari 10

KONSEP TRANFUSI DARAH

DASAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Dosen Pengampu : Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep.

oleh :

Kelompok 6/ Kelas A

Annisa Choirotun Khisan NIM 192310101003


Nuha Aliyah Nur Azizah NIM 192310101057
Hanifah Rahmawati NIM 192310101064
Salsabillah Anugerah Illahi NIM 192310101065
Faizatunniswah NIM 192310101075
Nadira Rifqi Al Muvidah Nim NIM 192310101147
Natasya Febiola Agustin NIM 192310101138

Kingkin Nindi Oktasari NIM 192310101139

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
TRANSFUSI DARAH

1.1 Definisi
Transfusi darah merupakan proses pemindahan darah dari tubuh pendonor
ke dalam pembuluh darah (sistem kardiovaskular) penerima (resipien), yang
dinilai sebagai salah satu bentuk terapi atau proses menyelamatkan kehidupan.
Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap atau hanya sebagian dari
susunan darah. Komponen darah yang paling baik digunakan untuk transfusi
darah adalah sel darah merah, hal ini dikarenakan sel darah merah memiliki
fungsi untuk meningkatkan Hemoglobin (Hb), sehingga oksigensasi dalam
jaringan dapat diperbaiki secara maksimal.

1.2 Macam-macam Transfusi Darah

Darah terbentuk dari beberapa komponen yang bisa ditransfusikan baik secara
terpisah maupun disesuaikan dengan kebutuhan. Berikut adalah beberapa
macam-macam transfuse darah dari komponen darah yang dapat
ditransfusikan:

1. Whole blood
Whole blood secara umum mengandung komponen sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), keping darah (trombosit)
serta plasma. Dari satu unit whole blood terdiri dari 250 mL darah dan
juga 37 mL antikoagulan yang memiliki kadar hematokrit sebesar 40%
yang dapat meningkatkan kadar dari hemoglobin sebesar 1g/dL,
hematokrit sebesar 3-4%. Untuk usia dewasa, akan diberikan apabila
kehilangan darah lebih besar dari 15-20% untuk volume darah, kemudian
pada usia bayi akan diberikan apabila kehilangan darah lebih dari 10%
volume darah. Whole blood tidak disarankan pada pasien yang hanya
butuh sel darah merah (eritrosit) saja.
2. Packed red cell

1
Packed red cell atau singkatan dari (PRC) secara umum
mengandung kadar Hb yang sama sebenarnya dengan whole blood, yaitu
memiliki volume 250-300 mL serta kadar hematokrit sebesar 70%. PRC
secara umum difiltrasi dengan tujuan untuk mengurangi kadar sel darah
putih (leukosit) yang berguna untuk mencegah adanya febrile
nonhemolytic transfusion reactions (FNHTRs). FNHTRs adalah reaksi
transfuse dari gejala klinis berupa demam yang tidak disertai dengan
reaksi hemolysis dari sel darah merah. Pada periode perioperatif dan
periode paska pembedahan biasanya transfusi RBC dibutuhkan untuk
menggantikan darah yang hilang akibat dari proses pembedahan tersebut,
untuk mempertahankan kadar hemoglobin serta untuk meningkatkan
kapasitas dari angkut oksigen ke jaringan. Dalam menentukan jumlah
darah yang diperlukan agar hemoglobin darah pada pasien meningkat
maka dapat menggunakan rumus:

Volume PRC =

Untuk kadar Hb yang dimiliki oleh PRC sebesar 24%, kemudian selama
ditransfusikan PRC dihangatkan sampai suhu 37 derajat Celcius yang
tujuannya untuk mencegah terjadinya hipotermia. Untuk pemberian dari
PRC sendiri dapat difasilitasi dengan larutan kristaloid sebesar 50-100
mL normal saline.
3. Konsetrat Trombosit
Konsetrat trombosit biasanya dapat diperoleh dari konsentrasi 4
kantong darah baik lengkap atau dari teknik apheresis trombosit satu
pendonor saja. Untuk 1 unit trombosit yang diperoleh tersebut
mengandung 50-70 mL plasma dan disimpan pada suhu 20-24 derajat
Celcius dalam kurun waktu selama 5 hari.
Transfusi trombosit ini diberikan kepada pasien trombositopenia
atau dikenal dengan trombosit disfungsional apabila terjadi pendarahan.
Profilaksis transfuse thrombosis diperlihatkan kepada pasien yang jumlah
trombositnya kurang dari 10.000-20.000 / L akibat dari peningkatan

2
resiko pendarahan yang terjadi spontan. Besar/ jumlah trombosit kurang
dari 50.000 / L biasanya dihubungkan dengan peningkatan
kehilangan darah yang terjadi selama operasi. Untuk 1 unit trombosit
diharapkan dapat meningkatkan besar trombosit sekitar 5000-
10.000 / L serta dengan pemberian dari unit apheresis platelet
sebesar 30.000-60.000 / L. Lama tahan dari trombosit transfusi ini
sendiri biasanya bertahan hingga 1-7 hari setelah dilakukan tranfusi.
4. Granulosit
Untuk transfusi granulosit dapat diperlihatkan kepada pasien yang
mengalami neutropenik dengan infeksi bakteri yang tidak menanggapi
respon antibiotik, transfusi granulosit punya masa hidup yang tergolong
cukup pendek pada sirkulasi resipien. Tersedianya faktor penggabungan
koloni granulocyte atau (G-CSF) serta faktor timulasi koloni granulosit-
makrofag (GM-CSF) sangat mengurangi penggunaan dari transfusi
granulosit itu sendiri.
5. Transfusi Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)
Fresh Frozen Plasma atau dikenal dengan (FFP) adalah suatu
plasma yang dapat langsung dibekukan dalam suhu ≤ -25 derajat Celcius
yang tujuannya untuk memelihara faktor pembekuan yang dikandungnya
setelah didapatkan dari donor serta bisa disimpan dalam waktu selama 5
hari. FFP sendiri adalah produk plasma yang sering digunakan karena
memiliki kandungan protein plasma dan seluruh faktor pembekuan. FFP
sendiri dapat diberikan pada pasien yang mengalami kekurangan faktor
pembekuan atau terjadi ketika suatu konsetrat faktor spesifik tidak ada.
Plasma segar beku biasanya tersedia sekitar 250-500 mL volume dan
setiap satu unit berisikan satu unik faktor pembekuan. Plasma segae beku
sendiri memiliki fungsi untuk meningkatkan faktor-faktor pembekuan
yang terjadi pada pasien yang mengalami kekurangan faktor 2,3,4,5 atau
6 khususnya pada penyakit hati.
Untuk dosis pemberian FFP sendiri biasanya adalah 10-15 mL/kg
berat badan yang tujuannya untuk mencapai 30% konsentrasi faktor
pembekuan normal. Untuk FFP biasanya dihangatkan pada suhu 37

3
derajat Celcius sebelum dilakukan transfuse. FFP bisa diberikan sebagai
profilaksis apabila terjadi faal hemostasis PT 1,5 kali lebih besar
dibandingkan dari nilai rujukan tertinggi serta PTT 1,5 lebih besar
dibanding dengan nilai rujukan tertinggi.

1.3 Indikasi

Menurut Sudoyo dan Djoebran (1990), secara garis besar indikasi pada
transfusi darah yaitu :

a. Penggantian volume darah pada kehilangan darah akut jika 20–30%


total volume darah hilang dan perdarahan masih terus terjadi,
contohnya pendarahan, trauma, luka bakar.
b. Kekurangan massa sel sarah merah, contohnya anemia kronik dengan
gejala
c. Defisiensi faktor koagulasi
d. Defek atau berkurangnya jumlah leukosit atau trombosit
e. Pembedahan pintas kardiopulmonar (open heart surgery)
f. Transfusi tukar (exchange transfusion)

Indikasi utama untuk transfusi darah menurut Rocca dan Otto pada tahun
1998 yaitu untuk memberikan volume darah yang adekuat dan mencegah
syok hemoragik, meningkatkan kapasitas pembawa oksigen dari darah, dan
mengganti trombosit darah atau faktor-faktor pembekuan untuk
mempertahankan hemostasis.

1.4 Kontraindikasi
Kontraindikasi secara umum yang terjadi tatkala melakukan transfusi darah
adalah hipersensitivitas terhadap produk komponen darah yang diberikan.
Selain itu, terdapat pula kontraindikasi spesifik pada beberapa komponen
darah, diantaranya sebagai berikut:
1. Darah Utuh (Whole Blood)

4
Kontraindikasi -> Resiko terjadinya overload, seperti pada anemia
kronik dan gagal jantung

2. Darah Merah Cuci (Washed Red Cells)


Kontraindikasi ->
a. Defisiensi IgA yang belum pernah mendapatkan transfusi darah
(eritrosit, plasma, trombosit)
b. Belum diketahui mempunyai antibodi anti-IgA
c. Defisiensi IgA yang tidak pernah mengalami reaksi alergi terhadap
komponen darah sebelumnya
d. Tidak pernah mengalami reaksi transfuse berat terhadap eritrosit

3. Konsentrat Trombosit (Trombosite Concentrates)


Kontraindikasi ->
a. ITP tanpa perdarahan
b. TTP tanpa perdarahan
c. DIC yang tidak diterapi
d. Trompositopenia terkait sepsis hingga terapi definitif dimulai atau
pada hipersplenisme

1.5 Komplikasi/ Efek Samping

Transfusi darah dinilai memiliki efek samping. Beberapa diantaranya yaitu


dapat menyebabkan terjadinya :

1. Flebitis
2. Emboli darah
3. Toksisitas sitrat
4. Anafilaktik
5. Hemolitik (hemolitik lambat maupun hemolitik segera)
6. Kelebihan sirkulasi
7. Hipokalamia
8. Hiperkalamia

5
9. Urtikaria
10. Hipotermia
11. Infeksi (kontaminasi bakteri, citronegalovirus, hepatitis, AIDS,
malaria, dan sifilis)
12. Deman nonhemolitik (Rocca dan Otto, 1998).

Disamping itu, pemberian tetesan yang terlalu cepat ketika transfusi darah
dapat menyebabkan gelisah, dispnea, nyeri dada seperti di tekan, sakit kepala
yang luar biasa, meningkatnya nadi, meningkatnya tensi, dan meningkatnya
respirasi (Rocca dan Otto, 1998). Tetesan darah yang terlalu lambat juga
dapat menimbulkan berbagai macam efek. Beberapa diantaranya yaitu
menghangatnya darah sehingga menjadi medium pembiakan bakteri (Sudoyo
dan Djoerban, 1990).

1.6 Hal-hal yang harus diperhatikan

Sebelum memberikan transfusi darah kepada pasien adalah yang harus


diperiksa terlebih dahulu:

1. Golongan darah pendonor sam golongan darah resipien dan nama


serta nomornya tercantum pada label formular
2. Kantung darah transfuse tidak mengalami kebocoran
3. Kantung darah tidak berada pada diluar lemari es selama 2 jam,
warna plasma darah tidak berwarnamerah jambu, ataubergumpal dan
tidak berwarna hitam atau keunguan

Saat seseorang akan menjalani tanfusi darah petugas medis sebelumnya


mengecek kondisi pasien agar tidak adanya efek samping. Saat akan
menjalani tranfusi darah hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Mengecek golongan darah dan jenis darah pasien


2. Mengecek kondisi Kesehatan pasien seperti mengukur tekanan darah,
suhu tubuh, dan detak jantung

6
3. Saat akan melakukan transfuse darah pendonor dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan seperti daging ayam, daging sapi, hati,
dansayuran hijau.

Setelah melakukan transfuse darah jika seseorang yang sudah melakukan


transfuse darah mengalami gejala gejala seperti:

1. Perasaan tidak nyaman


2. Demam dan menggigil
3. Sesak nafas
4. Rasa gatal yang tidak biasa
5. Sakit dada
6. Nyeri punggung
7. Tekanan darah tiba tiba menurun

Apabila seseorang yang sudah melakukan transfusi darah dan mengalami


gejala tersebut maka segera melaporkan kepada petugas medis agar
dilakukan Tindakan selanjutnya.

1.7 Prosedur transfusi darah


A. Tahap Persiapan Alat
1. Kateter intravena (IV kateter)
a. Nomor 16 : bedah mayor atau trauma.
b. Nomor 18 : darah dan produk darah, pemberian obat-obatan kental.
c. Nomor 20 : digunakan pada kebanyakan pasien.
d. Nomor 22 : digunakan pada kebanyakan pasien, terutama anak-
anak dan orang tua.
e. Nomor 24 : pasien pediatric dan neonatus.
2. Cairan yang digunakan
a. Cairan saline normal (Nacl 0,9%) sebelum dan sesudah
pemasangan darah.
b. Larutan dektrosa 5% (D5%) atau Ringer Laktat (RL) dapat
menyebabkan hemolisis in vivo atau memulai koagulasi donor
darah.

7
3. Transfusi set
Transfusi set/selang yang memiliki penyaring mikroagregat dengan
ukuran pori 170 μm. Fungsi penyaring adalah mengurangi
kesempatan infeksi dan masuknya partikel asing. Selang transfusi
1ml rata-rata 15 tetes/menit
4. Sarung tangan
5. Larutan antiseptik /IV Dressing (alkohol 70% dan betadin 10%)
6. Kassa atau deppers dan plester.
7. Kapas alkohol
8. Bengkok
9. Kertas label, gunting, dan plester
10. Alas dan perlak
11. Jam atau arloji.
B. Tahap Kerja
1. Jelaskan tujuan dan prosedur kepada pasien.
2. Cuci tangan dan pakai sarung tangan.
3. Lakukan pemasangan infus.
4. Pasang cairan infus NaCl.
5. Siapkan komponen darah yang akan diberikan.
6. Cek tanda-tanda vital dan keadaan umum psien.
7. Pindahkan selang transfusi dari cairan infus NaCl ke komponen darah
sesuai kebutuhan
8. Atur/ hitung tetesan sesuai dengan kebutuhan.
9. Pasang label.
10. Perhatikan reaksi/respon pasien dan observasi psien untuk melihat
adanya syok atau reaksi lagi.
11. Lepaskan sarung tangan.
12. Cuci tangan.
13. Catat dan dokumentasikan respon yang terjadi sebelum, selama dan
setelah prosedur dilakukan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Imunohematologi dan Bank


Darah. Edisi tahun 2018. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.

La Rocca, C.J. dan Otto E.S. 1998. Pemberian darah dan komponen darah dalam
Terapi Intra Vena. Edisi 2. Jakarta. EGC

PDDS FK UB. 2015. Transfusi Darah. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020.
dari http://ppds.fk.ub.ac.id/

Sudoyo, A.W. dan Djoerban. Z. 1990. Tranfusi darah dalam Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Jakarta. Balai Penerbit UI

Tarigan, Junita br. 2017. Transfusi Darah. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020.
dari https://www.alomedika.com/tindakan-medis/prosedur
kegawatdaruratan -medis/transfusi-darah/kontraindikasi.

Utomo, M, F. P. 2017. Transfusi Darah Paska Bedah. Dalam Rangka Mengikuti


Kepaniteraan Klinik Madya Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Terapi
Intensif. Universitas Udayana.Denpasar.

Wibowo, D.A.dan Dini Nurbaeti. 2019. Gambaran Ketercapaian Transfusi Darah


Sesuai Standar Operasional Prosedur Pada Pasien Thalesemia Mayor Di
Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas
Husada : Jurnal Ilmu Keperawatan, Analisis Kesehatan dan Farmasi.
Vol. 19 (2) : 236-156.

Anda mungkin juga menyukai