Disusun oleh :
Melliana 21360073
Moza Farijah Qaulika 21360078
Mutiara Ayu Putri Anjela 21360079
Putri Nurul Ihsan 21360083
Vina Putri Anisya 21360094
Fasilitator :
dr. Sri Maria Puji Lestari, M.Pd.Ked
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
dengan judul “Surveilans Epidemiologi Penyakit Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue
Di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Pada Bulan Januari – Maret 2023” yang mana
merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas
Malahayati.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sri Maria Puji
Lestari, M.Pd.Ked selaku Pembimbing. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
pada makalah ini, namun penulis berharap makalah ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... iv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
sistematis yang terdiri dari empat kegiatan utama, yaitu pengumpulan data yang relevan
untuk suatu populasi dan wilayah geografi tertentu, pengolahan data sehingga menjadi
suatu susunan yang berarti, analisis atau interpretasi data, dan penyebarluasan data
Alasan kenapa surveilans dilakukan secara terus menerus, agar kecenderungan penyakit
berbeda dengan monitoring biasa, surveilans dilakukan secara terus menerus (kontinu),
berbeda dengan monitoring yang hanya dilakukan secara intermiten atau episodic
(Rahmadani dkk, 2023). Ruang lingkup sub sistem surveilans epidemiologi kesehatan,
2023).
menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan
pemberantasan yang efektif dan efisien. Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat
menular ke manusia yang disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri,
jamur, dan parasit. (Kemenkes RI, 2014). Salah satu Peyakit Menular yang belum
selesai yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD merupakan salah satu penyakit
1
menular yang disebabkan oleh virus Dengue melalui nyamuk Aedes aegepty dan masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. terdapat 390 juta kasus infeksi dengue setiap
tahunnya di dunia. Saat ini lebih dari 100 negara yang menjadi wilayah endemis DBD,
hingga Mei tercatat sebanyak 17.877 kasus, dengan 115 kematian. Angka kesakitan
atau Incidence Rate (IR) di 34 provinsi di 2015 mencapai 50.75 per 100 ribu penduduk,
dan IR di 2016 mencapai 78.85 per 100 ribu penduduk. Angka ini masih lebih tinggi
dari target IR nasional yaitu 49 per 100 ribu penduduk. Kasus infeksi virus dengue
dapat berlanjut menjadi DBD (Demam Berdarah Dengue) dan Dengue Shock
peningkatan yang cukup tinggi mengenai angka kejadian DBD dari 27,76 per 100.000
penduduk tahun 2009 menjadi 58,08 per 100.000 penduduk tahun 2013 dan angka ini
masih berada diatas target yang diharapkan yaitu 55 per 100.000 penduduk dengan
terdapat empat lokasi endemis yaitu kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung
Selatan, kota Metro dan Kabupaten Lampung Utara. Pada kota Bandar Lampung IR
DBD tahun 2015 sebesar 59,43 per 100.000 penduduk (Dinkes Lampung, 2016).
sarang nyamuk (PSN). Pada tahun 2015 diluncurkanlah Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
menurunkan angka penderita dan angka kematian akibat DBD melalui pembudayaan
sebagai upaya pencegahan awal penularan DBD dengan memastikan ada/tidaknya larva
Aedes sp. pada tiap rumah. Nilai ABJ ≥ 95% merupakan sasaran program pengendalian
2
DBD di Indonesia sebagai upaya untuk membatasi penularan DBD. Selain itu, sasaran
yang mencapai angka kesakitan incidence rate (IR) ≤ 49 per 100.000 penduduk. Pada
awal tahun 2020 sebanyak 73,35% (377 kab/kota) telah mencapai IR≤49 per 100.000
penduduk. Data 10 tahunan dibutuhkan untuk melihat sejauh mana program yang telah
dilaksanakan berdampak pada penurunan kasus dan pencapaian target ABJ nasional
DBD pada tahun 2022 mulai dari Bulan Januari hingga Desember terdapat 76 kasus
DBD dimana jumlah kasus tersebut terdapat peningkatan kasus dibandingkan tahun
2021. Pada 3 kelurahan dalam wilayah kerja puskesmas, yaitu kelurahan Sukabumi,
Sukabumi Indah, dan Nusantara Permai telah dilakukan pendataan terkait ABJ. Rata-
rata ABJ dari 3 kelurahan yaitu 89.36 % yang mana pencapaian tersebut belum sesuai
dengan target sasaran (95%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Sukabumi beresiko tinggi tertular penyakit DBD. Berdasarkan
uraian diatas, peneliti ingin mengetahui angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas
Rawat Inap Sukabumi Bandar Lampung pada bulan Januari - Maret 2022.
dipaparkan dalam surveilans ini adalah “Bagaimana angka kejadian kasus DBD di
Puskesmas Rawat Inap Sukabumi, Bandar Lampung pada Bulan januari – Maret
2023?”
3
1.3 Tujuan Survailans
Untuk mengetahui frekuensi dan penyebab kasus DBD yang terjadi di Puskesmas
Rawat Inap Sukabumi, Bandar Lampung pada Bulan Januari – Maret 2023.
2. Mengetahui distribusi frekuensi kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap
3. Mengetahui penyebab kasus DBD yang terjadi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi,
dan menganalisis suatu penyakit sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi dan
pencapaian program.
4
1.4.3 Manfaat Bagi Universitas
pengabdian masyarakat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Surveilans
dan faktor risiko guna untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular,
seperti Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), Accute
menular dan faktor risiko guna untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit
6
3. Surveilans epidemiologi lingkungan dan perilaku
kesehatan dan faktor risiko guna untuk mendukung program kesehatan tertentu,
seperti gizi mikro (kekurangan yodium, anemia zat besi, dil), gizi lebih,
kesehatan dan faktor risiko guna untuk mendukung program kesehatan matra,
sosial, surveilans epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dan
perubahan pada distribusi penyakit - penyakit dalam rangka memulai penyelidikan tau
1. Melakukan deteksi dan distribusi perubahan akut dari penyakit yang terjadi.
2. Melakukan identifikasi dan perhitungan ten dan pola penyakit menurut frekuensi
kejadiannya.
7
3. Melakukan identifikasi faktor risiko dan penyebab lainnya yang akan menyebabkan
kematian.
1. Menstimulasi untuk pelaksanaan rise lebih lanjut tentang proses terjadinya penyakit
Tujuan surveilans terhadap riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit, yaitu:
8
2.1.3 Alur Surveilans
TUJUAN SURVAILENS
EPIDEMIOLOGI
PENGUMPULAN DATA
AKTIF &PASIF
PENGOLAHAN DATA
ANALISIS DATA
INTERPRETASI DATA
TINDAK LANJUT
9
2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.3.1 Definisi
Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk dan
Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. Penularan DBD terjadi melalui gigitan
nyamuk bergenus Aedes, terutama Aedes aegyptiatau Aedes albopictus. Setiap tahun,
DBD timbul dengan menyerang semua usia. DBD memiliki kaitan dengan keadaan
lingkungan dan cara berperilaku dalam masyarakat (Sari, R. E., Sitepu, F.,dkk,. 2021).
2.2.2 Epidemiologi
Epidemiologi demam dengue atau dengue fever (DF) menjadi beban kesehatan
dunia, karena penyebaran penyakit virus dengan vektor nyamuk Aedes sp ini terjadi
paling cepat di dunia. Penyakit ini umumnya lebih sering ditemukan pada wilayah
tropis dan subtropis. Penyebaran infeksi virus dengue telah meluas hingga ke seluruh
penjuru dunia, sebelum tahun 1970 hanya 9 negara di dunia yang mengalami epidemik
virus dengue. Seiring berjalannya waktu, penyakit tersebut sudah ditetapkan menjadi
endemik pada lebih dari 100 negara di dunia, termasuk Benua Afrika, Amerika,
Mediteranian Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Terdapat 129 negara yang
10
memiliki resiko infeksi virus dengue dan 70% diantaranya terletak di Benua Asia
(WHO, 2020). Diperkirakan terdapat 390 juta kasus infeksi virus dengue tiap tahun,
dengan 96 juta kasus di antaranya bermanifestasi secara klinis (Bhatt, Gething, Brady,
et al., 2013). Terdapat lima negara di Asia Tenggara yang termasuk ke dalam 30 negara
endemik tertinggi di dunia, yaitu India, Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand.
Terjadi peningkatan kasus DBD di kawasan Asia Tenggara selama tahun 2015 hingga
2019, sebesar 46% (451.442 menjadi 658.301) sedangkan angka kematian mengalami
Angka Kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di indonesia pada tahun 2021 sebesar
27 per 100.000 penduduk, angka ini masih dalam cakupan target nasional yaitu sebesar
≤ 49 per 100.000 penduduk. Angka kesakitan DBD tertinggi di Indonesia dimiliki oleh
Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar 80,9 per 100.000 penduduk, diikuti oleh
Provinsi Kalimantan Timur dan Bali dengan masing-masing sebesar 78,1 dan 59,8 per
100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2022). Angka kesakitan demam berdarah dengue di
Provinsi Lampung cenderung berfluktuasi selama tahun 2019-2021. Pada tahun 2019
didapatkan Angka Kesakitan sebesar 64,4 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun
2020 Angka Kesakitan DBD di Provinsi Lampung sebesar 70,4 per 100.000 penduduk
dan mengalami penurunan pada tahun 2021 menjadi sebesar 26,4 per 100.000
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, masing-
masing terdapat 1.198, 1.048, dan 624 kasus demam berdarah dengue antara tahun
Bandar Lampung tahun 2022 yakni sebanyak 76 kasus, dimana kasus tersebut
meningkat pada bulan Juli yaitu sebanyak 13 kasus. Berdasarkan data distribusi DBD
11
di kelurahan sukabumi yaitu sebanyak 51%. Sedangkan untuk kelurahan Sukabumi
2.2.3 Diagnosis
Gambar 2.2 Klasifikasi Derajat DBD Berdasarkan Tanda Gejala Dan Hasil Laboratorium
1. Hematologi
a. Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil.
Pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah onset biasanya dijumpai peningkatan jumlah
sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di darah tepi.
12
b. Trombosit
Di hari ke-3 sampai ke-7 setelah onset, ditemukan jumlah trombosit ≤100.000/μl.
Setiap 4-6 jam pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa
jumlah trombosit mencapai batas normal atau keadaan klinis penderita sudah
membaik.
c. Hematokrit
Ht dari 35% menjadi 42%). Nilai hematokrit dipengaruhi juga oleh penggantian
cairan atau adanya perdarahan. Nilai normal hematokrit, antara lain: Anak-anak =
33-38 vol%, Dewasa laki-laki = 40-48 vol%, Dewasa perempuan = 37-43 vol%.
2. Uji Serologi
a. Uji Serologi
standard). Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah tidak dapat memberikan hasil
b. ELISA (IgM/IgG)
Pemeriksaan rasio limit antibodi dengan IgM terhadap IgG dapat membedakan
infeksi primer atau sekunder pada kasus infeksi dengue. Uji ini hanya
13
menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasilnya
cepat didapat.
Mendiagnosis infeksi virus primer dan sekunder melalui penentuan cut-off kadar
IgM dan IgG yang mana cut-off IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi
IgM yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan sekunder,
sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi antibodi kadar
tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue sekunder (muncul pada
hari ke-2 demam). Pada infeksi primer IgG muncul setelah hari ke-14.Interpretasi
hasil disebut Infeksi Dengue Primer (DD) jika garis yang muncul hanya IgM dan
kontrol tanpa garis IgG. Sedangkan jika muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan
IgG dapat dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (demam berdarah dengue).
Pemeriksaan diulang dalam 2-3 hari jika gejala klinis mengarah ke demam
berdarah dengue. Pemeriksaan dinyatakan invalid jika garis kontrol tidak muncul
3. Pemeriksaan Radiologi
efusi pleura minimal di paru kanan dapat menggunakan foto toraks posisi “Right
Lateral Decubitus” maupun bisa dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) untuk
14
Gambar 2.3 Tanda Bahaya Infeksi Dengue (KEMKES, 2021)
2.2.4 Penatalaksanaan
pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik
berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan
protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut. (Rejeki &
Adinegoro, 2004).
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO ( Sudoyo dkk, 2006).
15
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut :
a. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam
waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, lekosit dan trombosit
tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalansi
gawat darurat.
c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan dirawat.
Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
16
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
a. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan
b. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian cairan
Gambar 2.5 Pemberian Cairan Pada Tersangka DHF Dewasa Di Ruang Rawat
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah : perdarahan
17
Gambar 2.7 Kriteria Pendarahan Spontan Dan Transfusi Trombosit
Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD) maka hal
pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh
karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.
Angka kematian pada sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan
penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat (Sudoyo dkk, 2006 ; Rejeki dan
Adinegoro, 2004).
18
Gambar 2.8 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue Pada Dewasa
2.2.5 Pencegahan
Pencegahan dengue pada saat ini masih bertumpu pada pengendalian vektor yang
1. Larvasida,
2. Fogging fokus,
19
2.3 Nyamuk Aedes aegypti
2.3.1 Definisi
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor penyakit
DBD. Aedes aegypti lebih senang pada genangan air yang terdapat di dalam suatu
wadah atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat perkembangbiakan yang
potensial adalah tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
seperti drum, bak mandi, bak WC, tempayan, ember dan lain-lain. Tempat-tempat
perkembangbiakan lainnya terkadang ditemukan pada vas bunga, pot tanaman hias, ban
bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum burung dan lain-lain. Tempat
perkembangbiakan yang disukai adalah yang berwarna gelap, terbuka lebar dan
terlindungi dari sinar matahari langsung Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang
hari pada pukul 09.00-10.00 dan sore hari pada pukul 16.00-17.00. Nyamuk betina
menghisap darah manusia setiap dua hari. Protein dari darah manusia diperlukan untuk
pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap, nyamuk ini akan mencari
b. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang panjang
(proboscis) untuk menusuk kulit hewan atau manusia dan menghisap darahnya.
c. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan dan sayap
20
2.3.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti
Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang kompleks dengan perubahan signifikan
fungsi, serta habitat. Nyamuk betina bertelur pada dinding basah, kemudian telur
menetas dan menjadi larva lalu berubah menjadi pupa dan terakhir menjadi nyamuk
dewasa baru.
a. Telur
bangunan seperti kasa. Telur berwarna hitam dan diletakkan satu persatu pada
dinding perindukan. Panjang telur 1 mm dengan bentuk bulat oval atau memanjang.
kering. Telur ini akan menetas jika kelembaban terlalu rendah dalam waktu 4 atau 5
hari. Ciri-ciri dari Telur Nyamuk Aedes aegypti adalah berwarna hitam dengan
ukuran ±0,08 mm, dan berbentuk seperti sarang tawon (Mariaty, 2010).
b. Larva
Setelah menetas telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada stadium
(Aradilla, 2009) Larva memiliki kepala yang cukup besar serta thorax dan abdomen
yang cukup jelas. Larva menggantungkan dirinya pada permukaan air untuk
21
Adapun ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah sebagai berikut :
(Palmate hairs).
4. Pada sisi torak terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya
c. Pupa
Kepompong nyamuk Aedes Aegypti berbentuk seperti koma, gerakannya lambat dan
sering berada dipermukaan air. Setelah 1-2 hari kepompong akan menjadi nyamuk
dewasa baru. Siklus nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga nyamuk dewasa
memerlukan waktu 7-10 hari. Pupa akan tumbuh baik pada suhu optimal sekitar 28
d. Nyamuk Dewasa
Pupa yang baru berevolusi sebagai nyamuk dewasa pada umumnya akan beristirahat
terlebih dahulu selama beberapa saat di atas permukaan air agar sayap – sayap dan
badan mereka kering dan menguat untuk dapat terbang. Perbandingan kelahiran
nyamuk jantan dan nyamuk betina, yaitu 1:1, dimana nyamuk betina yang lahir
terlebih dahulu. Umumnya hanya nyamuk betina yang menghisap darah manusia,
yaitu untuk memenuhi siklus peputaran hidup nyamuk (gonotropic cycle). Umur
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Surveilans
Pada Surveilans ini metode yang digunakan ialah prevalence targeted, alasanya
karena baik kasus baru maupun kasus lama yang terjaring dalam surveilans akan
survey ini berfokus pada pasien yang terdiagnosis DBD di Puskesmas Rawat Inap
Sukabumi.
Sumber data pada surveilans ini adalah data primer dan sekunder. Dimana sumber
data pada surveilans ini pada data primer yaitu dengan cara melihat data capaian
program DBD di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi, dan untuk data sekundernya yaitu
3.3.1 Populasi
Populasi pada surveilans ini adalah seluruh pasien yang memeriksalan diri ke
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada surveilans ini seluruh pasien DBD yang
memeriksakan diri ke puskesmas rawat inap sukaraja kota bandar lampung dalam
periode waktu Januari – Maret 2023. Metode yang di gunakan yaitu purposive
sampling.
Surveilens angka kejadian DBD ini dilaksanakan pada bulan April 2023 di
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN
indikator kinerja kesehatan yang ingin dicapai pemerintah kabupaten. Oleh karenanya
Dinas Kesehatan dan sarana kesehatan lain. Puskesmas memiliki tugas pokok
(2) Pengembangan Upaya Kesehatan individu dan Kesmas (3) Pendidikan dan Latihan
alam, wabah penyakit, pelaporan penyakit menular dan penyakit lain yang ditetapkan
oleh tingkat nasional dan daerah, serta dalam melaksanakan program prioritas
pemerintah.
Puskesmas Sukabumi didirikan pada tahun 1982 yang merupakan salah satu
Peningkatan status Puskesmas Sukabumi dari Rawat Jalan menjadi Puskesmas Rawat
Inap diresmikan pada tanggal 10 Maret 2009, yang meliput Tiga Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Sukabumi
Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sukabumi terdiri dari dataran berbukit,
pada umumnya pada pinggiran batas kecamatan masih dipergunakan sebagai tanah
kelancarannya masih pada siang hari, sedangkan pada malam hari sebagian wilayah
24
Sejak berdirinya hingga sekarang, Puskesmas Rawat Inap Sukabumi mengalami
10. Bulan September 2005 sampai Juli 2006 dipimpin oleh dr. Novita Fitriati
11. Bulan Agustus 2006 sampai November 2013 dipimpin drg. Arthur Sagala
12. November 2013 sampai juni 2014 dipimpin oleh Plh puskesmas Mersiana SKM
13. Juni 2014 sampai Januari 2021 dipimpin oleh dr. Nurfatonah
14. Februari 2021 sampai dengan sekarang dipimpin oleh dr. Dian Vitria
A. Visi
Sehat
B. Misi
2. Pelayanan yang ramah, cepat tanggap, dan kemudahan prosedur pelayanan sesuai
SOP
25
3. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat diwilayah
masyarakat.
C. Motto
HARMONIS
AKTIF
TELITI
INOVATIF
Penataan dan Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bandar Lampung.
Wilayah Kecamatan Sukabumi merupakan bagian wilayah dari Kota Bandar Lampung
yang terletak diujung timur berasal dari sebagian wilayah geografis dan administratif
26
Tabel 4.1 Luas Kelurahan di Wilayah Puskesmas Sukabumi
4.2 Hasil
Bedasarkan data diatas, diperoleh hasil frekuensi usia penderita yang terdiagnosa
DBD menunjukanuntuk usia anak – anak sebanyak 15 orang dengan presentasi sebesar
44,1%. Untuk usia remaja sebanyak 14 orang dengan presentasi 41,1%. Untuk usia
dewasa 5 orang dengan presentasi 5 %. Berdasarkan data yang diperoleh, kategori usia
yang paling banyak terdiagnosa DBD di Puskesmas Sukabumi Rawat Inap Bandar
Lampung adalah kategori usia anak – anak. Kemudian Kategori umur yang paing
27
58,9%. Untuk kelurahan sukabumi indah sebanyak 10 orang dengan presentasi 29,4%.
data yang telah diperoleh, distribusi frekuensi berdasarkan kelurahan yang paling
banyak terjadi pada kelurahan Sukabumi sebanyak 20 orang dengan presentasi 58,9%.
4.2.3 Analisa Kejadian DBD di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Ditinjau dari Aspek
Sukabumi dapat disebabkan oleh interaksi antara host, agent dan environment. Faktor
host dapat dilihat dari segi perilaku, virus dengue sebagai agent dan environment
berasal dari kondisi lingkungan sekitar yang dapat memudahkan transmisi penularan
Demam Berdarah. Ketidak seimbangan interaksi antara host, agent dan environment
dapat meningkatkan insiden Demam Berdarah di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap
Sukabumi.
Apabila ditinjau dari segi waktu, kasus Demam Berdarah banyak terjadi pada
musim penghujan. Kondisi curah hujan yang tinggi dapat memicu vector nyamuk
lingkungan yang tidak saniter juga berpotensi menjadi sarang nyamuk sehingga turut
pemukiman padat penduduk. Jarak antar rumah yang sangat berdekatan memudahkan
dan mempercepat penularan Demam Berdarah. Hal ini dikarenakan jarak terbang
Sukabumi masih belum optimal dalam melaksanakan PSN. Hal ini dibuktikan dengan
28
hasil penyelidikan epidemiologi yang menunjukkan bahwa dari 3 kelurahan yang
diperiksa jentik nyamuk, terdapat 70 rumah yang positif jentik nyamuk. Lokasi
penemuan jentik nyamuk di dispenser, aquarium bekas yang masih terdapat air, wadah
bekas yang menampung air hujan dan bak mandi. Selain itu, masyarakat juga memiliki
warga juga tidak menutup tempat penampungan air sehingga rawan sebagai tempat
oleh tingkat pengetahuan yang masih rendah. Sebagian besar masyarakat memiliki
pengetahuan yang rendah tentang Demam Berdarah terutama dalam hal pencegahan.
Rendahnya pengetahuan tentang tujuan dan manfaat PSN bagi kesehatan serta dampak
jika tidak melakukan PSN mengakibatkan kurangnya untuk berpartisipasi dalam PSN.
Hal ini dibuktikan dengan tingginya permintaan fogging ketika terdapat warga yang
sakit Demam Berdarah. Mayoritas masyarakat masih memiliki anggapan bahwa satu-
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. kategori usia yang paling banyak terdiagnosa DBD di Puskesmas Sukabumi Rawat
Inap Bandar Lampung adalah kategori usia anak – anak. Kemudian Kategori usia
virus dengue sebagai agent, faktor host dapat dilihat dari perilaku masyarakat seperti
faktor environment berasal dari kondisi lingkungan sekitar yang dapat memudahkan
penyebaran DBD.
5.2 Saran
- Membuat video edukasi mengenai menjaga lingkungan agar terbebas dari jentik.
Harapan dari video edukasi ini, masyarakat mengetahui cara memberantas jentik
dan dapat mengeratkan tali silaturahmi antar keluarga sehingga jika terjadi suatu
Pengawasan dilakukan dengan dua metode yaitu pengawasan langsung dan tidak
pencegahan DBD.
30
2. Saran Bagi Kader
- Kader lebih aktif menerima informasi dari puskesmas tentang DBD, agar bisa
masyarakat.
secara rutin. Selain itu, sebaiknya kader jumantik juga ikut terjun langsung ke
- Masyarakat bisa lebih aktif dalam menanggapi informasi yang diberikan oleh
kader.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Ahmadi dan Supriyono, Widodo. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Aradilla AS (2009). Uji efektivitas larvasida ekstrak ethanol daun mimba (azadirachta
indica) terhadap larva aedes aegypti. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro Semarang.
Achmadi UF. 2011. Dasar – Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : Rajawali
pers.
Dinas Kesehatan Lampung. 2016. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun
2015. Bandar Lampung: Dinkes Lampung.
Ita Maria, Hasanuddin Ishak, M. S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) Di Kelurahan Sendangguwo Kecamatan Tembalang Kota
Semarang. Alumni Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
UNHAS, Bagian Kesehatan Lingkungan, Makassar, (Dengue Hemorrhagic
Fever), 1–11. https://doi.org/616.24.ind pSetiati, Sudoyo, Setiyohadi,
Simadibrata, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II., VI. Ed. Interna
Publishing, Jakarta.
Marpaung, N.D. Nuraini, S, dan I. Marsaulina, 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan dan
Pemeriksaan Escherichia Coli dalam Pengolahan Makanan di Instalasi Gizi
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan
Kerja. Vol. 1 No. 2: 2–10.
32
Mariaty, P. . (2010). Kedudukan taksonomi dan morfologi nyamuk aedes aegypty.
Puskesmas rawat inap Sukabuumi. (2020). Profil Puskesmas rawat inap Sukabumi.
Bandar Lampung.
Palgunadi BU, Rahayu A (2011). Aedes aegypti sebagai vector penyakit demam
berdarah dengue: e Journal Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 2(1): 3- 4.
Rahmadani, P., Purnawinadi, I. G., Ningsi, N. W., Hulu, V. T., Ahmad, A., Muzuh, M.
E., ... & Zahara, R. (2023). Pengantar Surveilans Kesehatan Masyarakat.
Yayasan Kita Menulis.
Suhendro, Leonard, N., & Melani, S. (2009). Demam Berdarah Dengue. In Buku Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI. Departemen Kesehatan RI. Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue di Indonesia Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2009.
WHO. Dengue dan Severe Dengue 2013 [cited 2015 20/02/2016]: Available
from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
WHO. Dengue dan Severe Dengue 2015 [cited 2015 20/02/2016]: Available
from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
33
LAMPIRAN
34