Anda di halaman 1dari 39

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ANGKA KEJADIAN DEMAM

BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS RAWAT INAP SUKABUMI


PADA BULAN JANUARI – MARET 2023

Disusun oleh :

Melliana 21360073
Moza Farijah Qaulika 21360078
Mutiara Ayu Putri Anjela 21360079
Putri Nurul Ihsan 21360083
Vina Putri Anisya 21360094

Fasilitator :
dr. Sri Maria Puji Lestari, M.Pd.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah

dengan judul “Surveilans Epidemiologi Penyakit Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue

Di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Pada Bulan Januari – Maret 2023” yang mana

merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas

Malahayati.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sri Maria Puji

Lestari, M.Pd.Ked selaku Pembimbing. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan

pada makalah ini, namun penulis berharap makalah ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan

bagi dunia pendidikan dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


1.1 Latar belakang ................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5
1.5 Ruang Lingkup.................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6


2.1 Surveilans .......................................................................................................... 6
2.2 Surveilans Penyakit ........................................................................................... 7
2.3 Alur Surveilans ................................................................................................. 9
2.4 Demam Berdarah Dengue ................................................................................. 10
2.5 Nyamuk Aedes Agyepti .................................................................................... 20

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 23


3.1 Metode Survailence .......................................................................................... 23
3.2 Sumber dan Analisis Data ................................................................................. 23
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 23

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................................... 24


4.1 Gambaran Umum .............................................................................................. 24
4.2 Hasil .................................................................................................................. 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Peta wilayah Puskesmas Sukabumi ...................................................... 27


Tabel 4.2 Klasifikasi demam dengue ................................................................... 27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi demam dengue ............................................................... 10


Gambar 2.2 Klasifikasi Berdasarkan Tanda Gejala Dan Hasil Laboratorium ...... 12
Gambar 2.3 Tanda bahaya infeksi dengue ............................................................ 15
Gambar 2.4 Penanganan tersangka DHF tanpa syok ............................................ 15
Gambar 2.5 Pemberian cairan pada tersangka pada DHF dewasa diruang rawat 16
Gambar 2.6 Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20% ......... 17
Gambar 2.7 Kriteria Pendarahan Spontan dan Transfusi Trombosit .................... 17
Gambar 2.8 Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa ............................. 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surveilans kesehatan masyarakat adalah suatu proses terus-menerus dan

sistematis yang terdiri dari empat kegiatan utama, yaitu pengumpulan data yang relevan

untuk suatu populasi dan wilayah geografi tertentu, pengolahan data sehingga menjadi

suatu susunan yang berarti, analisis atau interpretasi data, dan penyebarluasan data

serta interpretasinya secara teratur kepada pihak yang menangani

program pemberantasan. pengambilan keputusan dalam penanggulangan penyakit.

Alasan kenapa surveilans dilakukan secara terus menerus, agar kecenderungan penyakit

beserta faktor-faktornya dapat diamati perubahannya dan diantisipasi sehingga dapat

dilakukan intervensi dan langkah-langkah pengendalian penyakit yang tepat. Surveilans

berbeda dengan monitoring biasa, surveilans dilakukan secara terus menerus (kontinu),

berbeda dengan monitoring yang hanya dilakukan secara intermiten atau episodic

(Rahmadani dkk, 2023). Ruang lingkup sub sistem surveilans epidemiologi kesehatan,

terdiri dari Surveilans penyakit menular, Surveilans epidemiologi penyakit tidak

menular, Surveilans epidemiologi lingkungan dan perilaku, Surveilans epidemiologi

masalah kesehatan dan Surveilans epidemiologi kesehatan matra (Rahmadani dkk,

2023).

Penyakit menular (PM) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang

menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan

penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan

pemberantasan yang efektif dan efisien. Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat

menular ke manusia yang disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri,

jamur, dan parasit. (Kemenkes RI, 2014). Salah satu Peyakit Menular yang belum

selesai yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD merupakan salah satu penyakit

1
menular yang disebabkan oleh virus Dengue melalui nyamuk Aedes aegepty dan masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat. terdapat 390 juta kasus infeksi dengue setiap

tahunnya di dunia. Saat ini lebih dari 100 negara yang menjadi wilayah endemis DBD,

salah satunya wilayah asia Tenggara (WHO, 2015).

Menurut Kementrian Kesehatan Republik tahun 2017, terhitung sejak Januari

hingga Mei tercatat sebanyak 17.877 kasus, dengan 115 kematian. Angka kesakitan

atau Incidence Rate (IR) di 34 provinsi di 2015 mencapai 50.75 per 100 ribu penduduk,

dan IR di 2016 mencapai 78.85 per 100 ribu penduduk. Angka ini masih lebih tinggi

dari target IR nasional yaitu 49 per 100 ribu penduduk. Kasus infeksi virus dengue

dapat berlanjut menjadi DBD (Demam Berdarah Dengue) dan Dengue Shock

Syndrome (DDS). Provinsi Lampung dalam 5 tahun terakhir cenderung mengalami

peningkatan yang cukup tinggi mengenai angka kejadian DBD dari 27,76 per 100.000

penduduk tahun 2009 menjadi 58,08 per 100.000 penduduk tahun 2013 dan angka ini

masih berada diatas target yang diharapkan yaitu 55 per 100.000 penduduk dengan

terdapat empat lokasi endemis yaitu kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung

Selatan, kota Metro dan Kabupaten Lampung Utara. Pada kota Bandar Lampung IR

DBD tahun 2015 sebesar 59,43 per 100.000 penduduk (Dinkes Lampung, 2016).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 92 tahun 1994 mengatur tentang pengendalian

DBD yang dititikberatkan pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN). Pada tahun 2015 diluncurkanlah Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

(G1R1J) dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk

menurunkan angka penderita dan angka kematian akibat DBD melalui pembudayaan

kegiatan PSN 3M Plus (Arisanti & Suryaningtyas, 2021).

Indikator keberhasilan PSN ditentukan berdasarkan angka bebas jentik (ABJ)

sebagai upaya pencegahan awal penularan DBD dengan memastikan ada/tidaknya larva

Aedes sp. pada tiap rumah. Nilai ABJ ≥ 95% merupakan sasaran program pengendalian

2
DBD di Indonesia sebagai upaya untuk membatasi penularan DBD. Selain itu, sasaran

program pengendalian juga menitikberatkan peningkatan persentase kabupaten/kota

yang mencapai angka kesakitan incidence rate (IR) ≤ 49 per 100.000 penduduk. Pada

awal tahun 2020 sebanyak 73,35% (377 kab/kota) telah mencapai IR≤49 per 100.000

penduduk. Data 10 tahunan dibutuhkan untuk melihat sejauh mana program yang telah

dilaksanakan berdampak pada penurunan kasus dan pencapaian target ABJ nasional

(Arisanti & Suryaningtyas, 2021).

Di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sukabumi, masyarakat yang terkena

DBD pada tahun 2022 mulai dari Bulan Januari hingga Desember terdapat 76 kasus

DBD dimana jumlah kasus tersebut terdapat peningkatan kasus dibandingkan tahun

2021. Pada 3 kelurahan dalam wilayah kerja puskesmas, yaitu kelurahan Sukabumi,

Sukabumi Indah, dan Nusantara Permai telah dilakukan pendataan terkait ABJ. Rata-

rata ABJ dari 3 kelurahan yaitu 89.36 % yang mana pencapaian tersebut belum sesuai

dengan target sasaran (95%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Sukabumi beresiko tinggi tertular penyakit DBD. Berdasarkan

uraian diatas, peneliti ingin mengetahui angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas

Rawat Inap Sukabumi Bandar Lampung pada bulan Januari - Maret 2022.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang hendak

dipaparkan dalam surveilans ini adalah “Bagaimana angka kejadian kasus DBD di

Puskesmas Rawat Inap Sukabumi, Bandar Lampung pada Bulan januari – Maret

2023?”

3
1.3 Tujuan Survailans

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui frekuensi dan penyebab kasus DBD yang terjadi di Puskesmas

Rawat Inap Sukabumi, Bandar Lampung pada Bulan Januari – Maret 2023.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi usia responden di wilayah kerja Puskesmas Rawat

Inap Sukabumi, Bandar Lampung pada Bulan januari – Maret 2023

2. Mengetahui distribusi frekuensi kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Sukabumi, Bandar Lampung pada Bulan januari – Maret 2023

3. Mengetahui penyebab kasus DBD yang terjadi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi,

Bandar Lampung pada Bulan Januari – Maret 2023.

1.4 Manfaat Surveilans

1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa

Bagi mahasiswa sebagai sarana pembelajaran dan pengalaman mengenai cara

melakukan surveilans. Melatih kemampuan dalam melakukan pendataan, mengolah,

dan menganalisis suatu penyakit sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi dan

menentukan suatu kebijakan.

1.4.2 Manfaat Bagi Puskesmas

Sebagai suatu bahan yang dapat diambil manfaatnya dalam menentukan

kebijakan dalam pelaksanaan program di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi yang

tengah berlangsung, sehingga dapat mengefektifkan dan memberi alternatif

penyelesaian masalah pelaksanaan program dan dapat memandu dalam meningkatkan

pencapaian program.

4
1.4.3 Manfaat Bagi Universitas

Merealisasikan tridharma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan

tugasnya sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan

pengabdian masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup

1.5.3 Judul Surveilans

Surveilans Epidemiologi Penyakit Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di

Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Pada Bulan Januari – Maret 2023.

1.5.2 Subjek Surveilans

Pasien didiagnosis DBD di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Bandar Lampung

pada Bulan Januari – Maret 2023

1.5.3 Tempat Surveilans

Tempat surveilans yaitu di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Bandar Lampung.

1.5.4 Waktu Surveilans

Waktu surveilans yaitu Bulan Januari – Maret 2023

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Surveilans

2.1.1 Pengertian Surveilans

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan yang dimulai dari pengumpulan,

pengolahan, penyajian, analisis data penyakit atau masalah kesehatan dan

penyebarluasan informasi kepada pihak yang membutuhkan secara terus menerus

dan tepat waktu, untuk kepentingan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan

dalam penanggulangan penyakit. Alasan kenapa surveilans dilakukan secara terus

menerus, agar kecenderungan penyakit beserta faktor-faktornya dapat diamati

perubahannya dan diantisipasi sehingga dapat dilakukan intervensi dan langkah-

langkah pengendalian penyakit yang tepat.

Surveilans berbeda dengan monitoring biasa, surveilans dilakukan secara terus

menerus (kontinu), berbeda dengan monitoring yang hanya dilakukan secara

intermiten atau episodik. Ruang lingkup sub sistem surveilans epidemiologi

kesehatan, terdiri dari:

1. Surveilans penyakit menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular

dan faktor risiko guna untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular,

seperti Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), Accute

Flaccid Paralysis (AFP), penyakit potensial wabah/KLB penyakit menular dan

keracunan, dan sebagainya.

2. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak

menular dan faktor risiko guna untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit

tidak menular, seperti hipertensi, stroke, Penyakit Jantung Koroner (PJK),

Diabetes Melitus (DM), neoplasma, dan sebagainya.

6
3. Surveilans epidemiologi lingkungan dan perilaku

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan

faktor risiko guna untuk mendukung program penyehatan lingkungan, seperti

sarana air bersih (SAB), tempat-tempat umum (TTU), pemukiman dan

lingkungan perumahan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), dan sebagainya.

4. Surveilans epidemiologi masalah Kesehatan

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah

kesehatan dan faktor risiko guna untuk mendukung program kesehatan tertentu,

seperti gizi mikro (kekurangan yodium, anemia zat besi, dil), gizi lebih,

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), penyalahgunaan NAPZA, penggunaan sediaan

farmasi dan obat kimia, dan sebagainya.

5. Surveilans epidemiologi kesehatan matra

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah

kesehatan dan faktor risiko guna untuk mendukung program kesehatan matra,

seperti surveilans epidemiologi kesehatan haji, surveilans epidemiologi kesehatan

pelabuhan dan lintas perbatasan, surveilans epidemiologi bencana dan masalah

sosial, surveilans epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dan

keracunan (Rahmadani dkk, 2023).

2.1.2 Maksud dan Tujuan Surveilans

Maksud utama dari sruveilans epidemiologi adalah untuk mendeteksi

perubahan pada distribusi penyakit - penyakit dalam rangka memulai penyelidikan tau

melakukan tindakan pengendalian. Berikut tujuan surveilans terhadap pola penyakit

yang sedang berlangsung:

1. Melakukan deteksi dan distribusi perubahan akut dari penyakit yang terjadi.

2. Melakukan identifikasi dan perhitungan ten dan pola penyakit menurut frekuensi

kejadiannya.

7
3. Melakukan identifikasi faktor risiko dan penyebab lainnya yang akan menyebabkan

kematian.

4. Mendeteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di masyarakat.

Tujuan surveilans terhadap penggunaan data untuk evaluasi, pengendalian, dan

pencegahan penyakit, yaitu:

1. Menstimulasi untuk pelaksanaan rise lebih lanjut tentang proses terjadinya penyakit

2. Membuat perencanaan pelayanan kesehatan di masa mendatang karena dijadikan

landasan dalam pengambilan keputusan

3. Melakukan evaluasi dan tindakan pencegahan suatu program

Tujuan surveilans terhadap riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit, yaitu:

1. Membantu menyusun hipotesis sebagai dasar pengambilan keputusan dalam

intervensi kesehatan masyarakat

2. Membantu mengidentifikasi penyakit untuk keperluan penelitian epidemiologi

3. Mengevaluasi program-program pencegahan dan pengendalian penyakit

4. Memberikan informasi dan data untuk meproyeksikan kebutuhan pelayanan

kesehatan di masa mendatang

8
2.1.3 Alur Surveilans

TUJUAN SURVAILENS
EPIDEMIOLOGI

PENGUMPULAN DATA

AKTIF &PASIF

PENGOLAHAN DATA

ANALISIS DATA

INTERPRETASI DATA

TINDAK LANJUT

Gambar 2.1. Alur surveilans

9
2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.3.1 Definisi

Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk dan

menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia (WHO.,2021). Dengue Hemorrhagic

Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi

perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan

kematian. (Kemenkes RI., 2017). Virus dengue masuk golongan Arthropod-Borne

Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. Penularan DBD terjadi melalui gigitan

nyamuk bergenus Aedes, terutama Aedes aegyptiatau Aedes albopictus. Setiap tahun,

DBD timbul dengan menyerang semua usia. DBD memiliki kaitan dengan keadaan

lingkungan dan cara berperilaku dalam masyarakat (Sari, R. E., Sitepu, F.,dkk,. 2021).

Gambar 2.1 Klasifikasi Demam Dengue

2.2.2 Epidemiologi

Epidemiologi demam dengue atau dengue fever (DF) menjadi beban kesehatan

dunia, karena penyebaran penyakit virus dengan vektor nyamuk Aedes sp ini terjadi

paling cepat di dunia. Penyakit ini umumnya lebih sering ditemukan pada wilayah

tropis dan subtropis. Penyebaran infeksi virus dengue telah meluas hingga ke seluruh

penjuru dunia, sebelum tahun 1970 hanya 9 negara di dunia yang mengalami epidemik

virus dengue. Seiring berjalannya waktu, penyakit tersebut sudah ditetapkan menjadi

endemik pada lebih dari 100 negara di dunia, termasuk Benua Afrika, Amerika,

Mediteranian Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Terdapat 129 negara yang

10
memiliki resiko infeksi virus dengue dan 70% diantaranya terletak di Benua Asia

(WHO, 2020). Diperkirakan terdapat 390 juta kasus infeksi virus dengue tiap tahun,

dengan 96 juta kasus di antaranya bermanifestasi secara klinis (Bhatt, Gething, Brady,

et al., 2013). Terdapat lima negara di Asia Tenggara yang termasuk ke dalam 30 negara

endemik tertinggi di dunia, yaitu India, Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand.

Terjadi peningkatan kasus DBD di kawasan Asia Tenggara selama tahun 2015 hingga

2019, sebesar 46% (451.442 menjadi 658.301) sedangkan angka kematian mengalami

penurunan sebesar 2% (1.584 menjadi 1.555) (WHO, 2020).

Angka Kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di indonesia pada tahun 2021 sebesar

27 per 100.000 penduduk, angka ini masih dalam cakupan target nasional yaitu sebesar

≤ 49 per 100.000 penduduk. Angka kesakitan DBD tertinggi di Indonesia dimiliki oleh

Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar 80,9 per 100.000 penduduk, diikuti oleh

Provinsi Kalimantan Timur dan Bali dengan masing-masing sebesar 78,1 dan 59,8 per

100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2022). Angka kesakitan demam berdarah dengue di

Provinsi Lampung cenderung berfluktuasi selama tahun 2019-2021. Pada tahun 2019

didapatkan Angka Kesakitan sebesar 64,4 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun

2020 Angka Kesakitan DBD di Provinsi Lampung sebesar 70,4 per 100.000 penduduk

dan mengalami penurunan pada tahun 2021 menjadi sebesar 26,4 per 100.000

penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2020; Kemenkes RI, 2022).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, masing-

masing terdapat 1.198, 1.048, dan 624 kasus demam berdarah dengue antara tahun

2019-2021. Didapatkan data distribusi DBD di Puskesmas Sukabumi Rawat Inap

Bandar Lampung tahun 2022 yakni sebanyak 76 kasus, dimana kasus tersebut

meningkat pada bulan Juli yaitu sebanyak 13 kasus. Berdasarkan data distribusi DBD

menurut wilayah kelurahan puskesmas Sukabumi kejadian terbanyak mayoritas terjadi

11
di kelurahan sukabumi yaitu sebanyak 51%. Sedangkan untuk kelurahan Sukabumi

Indah terdapat 32% kasus, dan kelurahan Nusantara sebanyak 7% kasus.

2.2.3 Diagnosis

Diagnosis klinis dapat ditegakkan dari anamesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang, seperti yang terdapat pada tabel:

Gambar 2.2 Klasifikasi Derajat DBD Berdasarkan Tanda Gejala Dan Hasil Laboratorium

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017), terdapat beberapa

jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi dengue yakni:

1. Hematologi

a. Leukosit

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil.

Pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah onset biasanya dijumpai peningkatan jumlah

sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di darah tepi.

12
b. Trombosit

Di hari ke-3 sampai ke-7 setelah onset, ditemukan jumlah trombosit ≤100.000/μl.

Setiap 4-6 jam pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa

jumlah trombosit mencapai batas normal atau keadaan klinis penderita sudah

membaik.

c. Hematokrit

Adanya kebocoran pembuluh darah dapat ditandai dengan peningkatan nilai

hematokrit. Pada umumnya peningkatan hematokrit didahului oleh penurunan

trombosit. Peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma dapat

ditandai hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥20% (misalnya nilai

Ht dari 35% menjadi 42%). Nilai hematokrit dipengaruhi juga oleh penggantian

cairan atau adanya perdarahan. Nilai normal hematokrit, antara lain: Anak-anak =

33-38 vol%, Dewasa laki-laki = 40-48 vol%, Dewasa perempuan = 37-43 vol%.

Pemeriksaan hematokrit dapat dilakukan dengan mikrohematokrit centrifuge,

pada puskesmas yang tidak mempunyai alat untuk pemeriksaan Ht dapat

mengestimasi nilai Ht dengan rumus Ht = 3 × kadar Hb.

2. Uji Serologi

a. Uji Serologi

Hemaglutinasi Inhibisi Pemeriksaan HI dianggap sebagai uji baku emas (gold

standard). Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah tidak dapat memberikan hasil

yang cepat dikarenakan memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana harus

diambil pada fase akut dan fase konvalesen.

b. ELISA (IgM/IgG)

Pemeriksaan rasio limit antibodi dengan IgM terhadap IgG dapat membedakan

infeksi primer atau sekunder pada kasus infeksi dengue. Uji ini hanya

13
menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasilnya

cepat didapat.

c. Dengue Rapid Test

Mendiagnosis infeksi virus primer dan sekunder melalui penentuan cut-off kadar

IgM dan IgG yang mana cut-off IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi

IgM yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan sekunder,

sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi antibodi kadar

tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue sekunder (muncul pada

hari ke-2 demam). Pada infeksi primer IgG muncul setelah hari ke-14.Interpretasi

hasil disebut Infeksi Dengue Primer (DD) jika garis yang muncul hanya IgM dan

kontrol tanpa garis IgG. Sedangkan jika muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan

IgG dapat dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (demam berdarah dengue).

Pemeriksaan dinyatakan negatif jika hanya garis kontrol yang terlihat.

Pemeriksaan diulang dalam 2-3 hari jika gejala klinis mengarah ke demam

berdarah dengue. Pemeriksaan dinyatakan invalid jika garis kontrol tidak muncul

dan hanya terlihat garis IgG dan/atau IgM saja.

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan Radiologi berguna mendeteksi kebocoran plasma dengan hasil adanya

efusi pleura minimal di paru kanan dapat menggunakan foto toraks posisi “Right

Lateral Decubitus” maupun bisa dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) untuk

mendeteksi adanya asites, penebalan dinding kandung empedu.

14
Gambar 2.3 Tanda Bahaya Infeksi Dengue (KEMKES, 2021)

2.2.4 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma

dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam

pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik

secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya

trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam

berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan

kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Protokol pemberian cairan sebagai

komponen utama penatalaksanaan DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada

protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut. (Rejeki &

Adinegoro, 2004).

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DHF

dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO ( Sudoyo dkk, 2006).

15
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut :

1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan haemoglobin,

hematokrit, dan trombosit, bila :

a. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien

dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam

waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, lekosit dan trombosit

tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalansi

gawat darurat.

b. Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.

c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan dirawat.

Gambar 2.4 Penanganan Tersangka DHF Tanpa Syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok

maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus

berikut ini :

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :

1500 + (20 x( BB-20) ml

16
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :

a. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan

tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.

b. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian cairan

sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Gambar 2.5 Pemberian Cairan Pada Tersangka DHF Dewasa Di Ruang Rawat

3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

Gambar 2.6 Penatalaksanaan DHF Dengan Peningkatan Hematokrit >20%

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah : perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan

melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak

atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.

17
Gambar 2.7 Kriteria Pendarahan Spontan Dan Transfusi Trombosit

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD) maka hal

pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh

karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.

Angka kematian pada sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan

penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan

penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak tepat

termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan

penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat (Sudoyo dkk, 2006 ; Rejeki dan

Adinegoro, 2004).

18
Gambar 2.8 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue Pada Dewasa

2.2.5 Pencegahan

Pencegahan dengue pada saat ini masih bertumpu pada pengendalian vektor yang

memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif. Berbagai gerakan nasional telah

dimulai sejak tahun 1980-an, yaitu ;

1. Larvasida,

2. Fogging fokus,

3. Kelambu dan 3M (menutup, menguras, dan mendaur ulang barang bekas),

4. Juru pemantau jentik (jumantik),

5. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN),

6. Communication for behavioral impact (COMBI) sampai dengan Gerakan 1 Rumah 1

Jumantik atau yang dikenal sebagai G1R1J (Sulistyawati, 2020).

19
2.3 Nyamuk Aedes aegypti

2.3.1 Definisi

Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor penyakit

DBD. Aedes aegypti lebih senang pada genangan air yang terdapat di dalam suatu

wadah atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat perkembangbiakan yang

potensial adalah tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

seperti drum, bak mandi, bak WC, tempayan, ember dan lain-lain. Tempat-tempat

perkembangbiakan lainnya terkadang ditemukan pada vas bunga, pot tanaman hias, ban

bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum burung dan lain-lain. Tempat

perkembangbiakan yang disukai adalah yang berwarna gelap, terbuka lebar dan

terlindungi dari sinar matahari langsung Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang

hari pada pukul 09.00-10.00 dan sore hari pada pukul 16.00-17.00. Nyamuk betina

menghisap darah manusia setiap dua hari. Protein dari darah manusia diperlukan untuk

pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap, nyamuk ini akan mencari

tempat hinggap (Marsaulina, 2012).

2.3.2 Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti

Morfologi nyamuk Aedes aegypti secara umum sebagaimana serangga lainnya

mempunyai tanda pengenal sebagai berikut :

a. Terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada, dan perut.

b. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang panjang

(proboscis) untuk menusuk kulit hewan atau manusia dan menghisap darahnya.

c. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan dan sayap

belakang yang mengecil yang berfungsi sebagai penyeimbang (Aradilla, 2009).

20
2.3.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang kompleks dengan perubahan signifikan

fungsi, serta habitat. Nyamuk betina bertelur pada dinding basah, kemudian telur

menetas dan menjadi larva lalu berubah menjadi pupa dan terakhir menjadi nyamuk

dewasa baru.

Tahapan daur nyamuk Aedes aegypti meliputi :

a. Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti memiliki dinding bergaris-garis dan membentuk

bangunan seperti kasa. Telur berwarna hitam dan diletakkan satu persatu pada

dinding perindukan. Panjang telur 1 mm dengan bentuk bulat oval atau memanjang.

Telur dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 2 0C sampai 42 oC dalam keadaan

kering. Telur ini akan menetas jika kelembaban terlalu rendah dalam waktu 4 atau 5

hari. Ciri-ciri dari Telur Nyamuk Aedes aegypti adalah berwarna hitam dengan

ukuran ±0,08 mm, dan berbentuk seperti sarang tawon (Mariaty, 2010).

b. Larva

Setelah menetas telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada stadium

ini kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air perindukan, ketersediaan

makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup serta adanya predator

(Aradilla, 2009) Larva memiliki kepala yang cukup besar serta thorax dan abdomen

yang cukup jelas. Larva menggantungkan dirinya pada permukaan air untuk

mendapatkan oksigen dari udara. Larva menyaring mikroorganisme dan partikel-

partikel lainnya dalam air. (Palgunadi & Rahayu, 2011).

21
Adapun ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

1. Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir

2. Pada segmen terakhir tidak ditemui adanya rambut-rambut berbentuk kipas

(Palmate hairs).

3. Sepasang rambut serta jumbai pada siphon.

4. Pada sisi torak terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya

sepasang rambut di kepala.

5. Siphon dilengkapi pecten

c. Pupa

Kepompong nyamuk Aedes Aegypti berbentuk seperti koma, gerakannya lambat dan

sering berada dipermukaan air. Setelah 1-2 hari kepompong akan menjadi nyamuk

dewasa baru. Siklus nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga nyamuk dewasa

memerlukan waktu 7-10 hari. Pupa akan tumbuh baik pada suhu optimal sekitar 28

0C - 32 0C. Pertumbuhan pupa nyamuk jantan memerlukan waktu 2 hari, sedangkan

nyamuk betina selama lebih dari 2 hari(Mariaty, 2010)

d. Nyamuk Dewasa

Pupa yang baru berevolusi sebagai nyamuk dewasa pada umumnya akan beristirahat

terlebih dahulu selama beberapa saat di atas permukaan air agar sayap – sayap dan

badan mereka kering dan menguat untuk dapat terbang. Perbandingan kelahiran

nyamuk jantan dan nyamuk betina, yaitu 1:1, dimana nyamuk betina yang lahir

terlebih dahulu. Umumnya hanya nyamuk betina yang menghisap darah manusia,

yaitu untuk memenuhi siklus peputaran hidup nyamuk (gonotropic cycle). Umur

nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011).

22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Surveilans

Pada Surveilans ini metode yang digunakan ialah prevalence targeted, alasanya

karena baik kasus baru maupun kasus lama yang terjaring dalam surveilans akan

dibahas, maka seolah-olah angka prevalansinya lebih tinggi dibandingkan insidensi,

survey ini berfokus pada pasien yang terdiagnosis DBD di Puskesmas Rawat Inap

Sukabumi.

3.2 Sumber dan Analisa Data

Sumber data pada surveilans ini adalah data primer dan sekunder. Dimana sumber

data pada surveilans ini pada data primer yaitu dengan cara melihat data capaian

program DBD di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi, dan untuk data sekundernya yaitu

dengan cara mewawancarai warga secara langsung.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada surveilans ini adalah seluruh pasien yang memeriksalan diri ke

Puskesmas rawat inap Sukabumi dan terdiagnosis DBD.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada surveilans ini seluruh pasien DBD yang

memeriksakan diri ke puskesmas rawat inap sukaraja kota bandar lampung dalam

periode waktu Januari – Maret 2023. Metode yang di gunakan yaitu purposive

sampling.

3.4 Waktu dan Tempat

Surveilens angka kejadian DBD ini dilaksanakan pada bulan April 2023 di

Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Kota Bandar Lampung.

23
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan untuk mencapai

indikator kinerja kesehatan yang ingin dicapai pemerintah kabupaten. Oleh karenanya

puskesmas harus mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif dan fungsional dengan

Dinas Kesehatan dan sarana kesehatan lain. Puskesmas memiliki tugas pokok

melaksanakan (1) pelayanan, pembinaan dan pengendalian Pos Kesehatan Kelurahan

(2) Pengembangan Upaya Kesehatan individu dan Kesmas (3) Pendidikan dan Latihan

tenaga kesehatan. Puskesmas juga wajib berpartisipasi dalam penanggulangan bencana

alam, wabah penyakit, pelaporan penyakit menular dan penyakit lain yang ditetapkan

oleh tingkat nasional dan daerah, serta dalam melaksanakan program prioritas

pemerintah.

Puskesmas Sukabumi didirikan pada tahun 1982 yang merupakan salah satu

puskesmas yang terletak di daerah perkotaan sebagai puskesmas rawat jalan.

Peningkatan status Puskesmas Sukabumi dari Rawat Jalan menjadi Puskesmas Rawat

Inap diresmikan pada tanggal 10 Maret 2009, yang meliput Tiga Kelurahan, yaitu :

1. Kelurahan Sukabumi

2. Kelurahan Sukabumi Indah

3. Kelurahan Nusantara Permai

Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sukabumi terdiri dari dataran berbukit,

pada umumnya pada pinggiran batas kecamatan masih dipergunakan sebagai tanah

pertanian. Sarana pembangunan pada dasarnya sudah lancar hanya terbatas

kelancarannya masih pada siang hari, sedangkan pada malam hari sebagian wilayah

sudah tidak ada angkutan yang beroperasi.

24
Sejak berdirinya hingga sekarang, Puskesmas Rawat Inap Sukabumi mengalami

beberapa pergantian pemimpin, antara lain sebagai berikut :

1. Tahun 1982 sampai 1985 dipimpin oleh dr. Irwan

2. Tahun 1985 sampai 1986 dipimpin oleh dr. Gatot

3. Tahun 1986 sampai 1988 dipimpin oleh dr. Ratna Dewi

4. Tahun 1988 sampai 1989 dipimpin oleh dr. Anarima

5. Tahun 1989 sampai 1990 dipimpin oleh dr. Merry Sibora

6. Tahun 1990 sampai 1992 dipimpin oleh dr. Upang Wijayanto

7. Tahun 1992 sampai 1996 dipimpin oleh drg. Priyanto

8. Tahun 1996 sampai 2000 dipimpin oleh dr. Meilawati

9. Tahun 2000 sampai 2005 dipimpin oleh dr Meisnon

10. Bulan September 2005 sampai Juli 2006 dipimpin oleh dr. Novita Fitriati

11. Bulan Agustus 2006 sampai November 2013 dipimpin drg. Arthur Sagala

12. November 2013 sampai juni 2014 dipimpin oleh Plh puskesmas Mersiana SKM

13. Juni 2014 sampai Januari 2021 dipimpin oleh dr. Nurfatonah

14. Februari 2021 sampai dengan sekarang dipimpin oleh dr. Dian Vitria

4.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Sukabumi

A. Visi

Terwujudnya Pelayanan Prima Dan Paripurna Menuju Kecamatan Sukabumi

Sehat

B. Misi

1. Pelayanan kesehatan yang bermutu, dalam aspek keamanan, kenyamanan pasien,

efektif dan efisien.

2. Pelayanan yang ramah, cepat tanggap, dan kemudahan prosedur pelayanan sesuai

SOP

25
3. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat diwilayah

kerja Puskesmas sukabumi

4. Menuju Kecamatan sukabumi sehat melalui lingkungan sehat, prilaku sehat,

cakupan pelayanan sesuai SPM, dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

C. Motto

“MELAYANI DENGAN SEPENUH HATI”

D. Tata Nilai Puskesmas

HARMONIS

AKTIF

TELITI

INOVATIF

4.1.3 Data Geografis dan Demografis Wilayah Kerja Puskesmas Sukabumi

Berdasarkan peraturan Walikota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2012 Tentang

Penataan dan Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bandar Lampung.

Wilayah Kecamatan Sukabumi merupakan bagian wilayah dari Kota Bandar Lampung

yang terletak diujung timur berasal dari sebagian wilayah geografis dan administratif

Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Sukabumi Indah, dan kecamatan Nusantara dengan

batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukarame

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Panjang

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kedamaian

4. SebelahTimur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan

26
Tabel 4.1 Luas Kelurahan di Wilayah Puskesmas Sukabumi

No Wilayah Kerja Luas Wilayah Batas Wilayah Kerja


Kerja ( Km2)

1 Sukabumi 2,71 Sebelah Timur berbatasan dengan


kecamatan Lampung Selatan
2 Sukabumi Indah 2,71 Sebelah Utara berbatasan dengan
kecamatan Sukarame
3 Nusantara 2,50 Sebelah barat berbatasan dengan
Permai Kecamatan Kedamaian
TOTAL 7.92 km2

4.2 Hasil

4.2.1 Surveilans Penyakit DBD Menurut Usia

Kategori Usia Frekuensi (f) Persentase (%)


Anak-anak 15 44.1%
Remaja 14 41.1%
Dewasa 5 14.8%
Total 34 100%

Bedasarkan data diatas, diperoleh hasil frekuensi usia penderita yang terdiagnosa

DBD menunjukanuntuk usia anak – anak sebanyak 15 orang dengan presentasi sebesar

44,1%. Untuk usia remaja sebanyak 14 orang dengan presentasi 41,1%. Untuk usia

dewasa 5 orang dengan presentasi 5 %. Berdasarkan data yang diperoleh, kategori usia

yang paling banyak terdiagnosa DBD di Puskesmas Sukabumi Rawat Inap Bandar

Lampung adalah kategori usia anak – anak. Kemudian Kategori umur yang paing

sedikit terdiagnosa DBD adalah Usia Dewasa.

4.2.2 Surveilans Penyakit DBD Menurut Kelurahan

Tabel 4.2 Surveilans Kelurahan di Wilayah Puskesmas Sukabumi


Kategori Kelurahan Frekuensi (f) Persentase (%)
Sukabumi 20 58.9%
Sukabumi Indah 10 29.4%
Nusantara 4 11.7%
Total 34 100%

Berdasarkan data diatas dipeloreh hasil distribusi frekuensi penderita DBD

berdasarkan kelurahan di Puskesma Sukabumi Periodede Januari – Maret 2023

menunjukan yaitu untuk kelurahan sukabumi sebanyak 20 orang dengan presentasi

27
58,9%. Untuk kelurahan sukabumi indah sebanyak 10 orang dengan presentasi 29,4%.

Unruk kelurahan Nusantara sebanyak 4 orang dengan presentasi 11,7%. Berdasarkan

data yang telah diperoleh, distribusi frekuensi berdasarkan kelurahan yang paling

banyak terjadi pada kelurahan Sukabumi sebanyak 20 orang dengan presentasi 58,9%.

4.2.3 Analisa Kejadian DBD di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Ditinjau dari Aspek

Segitiga Epidemiologi (Host, Agent, Environment).

Tingginya kasus Demam Berdarah di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Sukabumi dapat disebabkan oleh interaksi antara host, agent dan environment. Faktor

host dapat dilihat dari segi perilaku, virus dengue sebagai agent dan environment

berasal dari kondisi lingkungan sekitar yang dapat memudahkan transmisi penularan

Demam Berdarah. Ketidak seimbangan interaksi antara host, agent dan environment

dapat meningkatkan insiden Demam Berdarah di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Sukabumi.

Apabila ditinjau dari segi waktu, kasus Demam Berdarah banyak terjadi pada

musim penghujan. Kondisi curah hujan yang tinggi dapat memicu vector nyamuk

Demam Berdarah mengalami peningkatan jumlah populasi. Di samping itu, kondisi

lingkungan yang tidak saniter juga berpotensi menjadi sarang nyamuk sehingga turut

berkontribusi dalam meningkatkan insiden Demam Berdarah. Ditinjau dari segi

geografis, wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sukabumi memiliki kawasan

pemukiman padat penduduk. Jarak antar rumah yang sangat berdekatan memudahkan

dan mempercepat penularan Demam Berdarah. Hal ini dikarenakan jarak terbang

nyamuk Aedes Aegypti adalah 100 m.

Faktor perilaku dan keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk) juga berkaitan erat dengan kejadian Demam

Berdarah. Sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Sukabumi masih belum optimal dalam melaksanakan PSN. Hal ini dibuktikan dengan

28
hasil penyelidikan epidemiologi yang menunjukkan bahwa dari 3 kelurahan yang

diperiksa jentik nyamuk, terdapat 70 rumah yang positif jentik nyamuk. Lokasi

penemuan jentik nyamuk di dispenser, aquarium bekas yang masih terdapat air, wadah

bekas yang menampung air hujan dan bak mandi. Selain itu, masyarakat juga memiliki

kebiasaan menggantung pakaian yang berpotensi menjadi sarang nyamuk. Beberapa

warga juga tidak menutup tempat penampungan air sehingga rawan sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk. Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat kesadaran

masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan PSN masih rendah.

Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan kegiatan PSN dipengaruhi

oleh tingkat pengetahuan yang masih rendah. Sebagian besar masyarakat memiliki

pengetahuan yang rendah tentang Demam Berdarah terutama dalam hal pencegahan.

Rendahnya pengetahuan tentang tujuan dan manfaat PSN bagi kesehatan serta dampak

jika tidak melakukan PSN mengakibatkan kurangnya untuk berpartisipasi dalam PSN.

Hal ini dibuktikan dengan tingginya permintaan fogging ketika terdapat warga yang

sakit Demam Berdarah. Mayoritas masyarakat masih memiliki anggapan bahwa satu-

satunya upaya pengendalian Demam Berdarah bukanlah PSN melainkan fogging.

29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. kategori usia yang paling banyak terdiagnosa DBD di Puskesmas Sukabumi Rawat

Inap Bandar Lampung adalah kategori usia anak – anak. Kemudian Kategori usia

yang paling sedikit terdiagnosa DBD adalah Usia Dewasa.

2. Distribusi frekuensi berdasarkan kelurahan yang paling banyak terjadi pada

kelurahan Sukabumi sebanyak 20 orang dengan presentasi 58,9%.

3. Peningkatan insiden DBD di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi disebabkan oleh

virus dengue sebagai agent, faktor host dapat dilihat dari perilaku masyarakat seperti

kurangnya kepedulian masyarakat terhadap Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),

faktor environment berasal dari kondisi lingkungan sekitar yang dapat memudahkan

penyebaran DBD.

5.2 Saran

1. Saran Bagi Puskesmas

- Membuat video edukasi mengenai menjaga lingkungan agar terbebas dari jentik.

Harapan dari video edukasi ini, masyarakat mengetahui cara memberantas jentik

dan dapat mengeratkan tali silaturahmi antar keluarga sehingga jika terjadi suatu

penyakit dapat dengan mudah diketahui.

- Pengawasan dilakukan terhadap semua kegiatan program 1R1J Jumatik.

Pengawasan dilakukan dengan dua metode yaitu pengawasan langsung dan tidak

langsung. Puskesmas sebaiknya lebih mengaktifkan peran kader juru pemantau

jentik (jumantik). Kader jumantik sangat berperan dalam keberhasilan

pencegahan DBD.

30
2. Saran Bagi Kader

- Kader lebih aktif menerima informasi dari puskesmas tentang DBD, agar bisa

membagikan kepada masyarakat.

- Kader dapat membantu membagikan video edukasi dari puskesmas kepada

masyarakat.

- Sebaiknya kader jumantik lebih rutin melakukan penyuluhan DBD sehingga

masyarakat lebih sering diingatkan untuk tetap melakukan tindakan PSN-DBD

secara rutin. Selain itu, sebaiknya kader jumantik juga ikut terjun langsung ke

wilayah dengan begitu dapat langsung berperan untuk memotivasi masyarakat

dalam melakukan tindakan PSN-DBD.

3. Saran bagi Masyarakat

- Masyarakat bisa lebih aktif dalam menanggapi informasi yang diberikan oleh

kader.

- Masyarakat lebih aktif dalam perkumpulan dimana didalamnya terdapat

penyuluhan tentang DBD.

- Masyarakat juga lebih peduli dengan lingkungan sekitar untuk melakukan

progam 3M plus untuk memberantas jentik dan nyamuk.

31
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Ahmadi dan Supriyono, Widodo. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Aradilla AS (2009). Uji efektivitas larvasida ekstrak ethanol daun mimba (azadirachta
indica) terhadap larva aedes aegypti. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro Semarang.

Arisanti, M., & Suryaningtyas, N. H. (2021). Kejadian Demam Berdarah Dengue


(Dbd) Di Indonesia Tahun 2010-2019. Spirakel, 13(1), 34–41.
https://doi.org/10.22435/spirakel.v13i1.5439

Achmadi UF. 2011. Dasar – Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : Rajawali
pers.

Dinas Kesehatan Lampung. 2016. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun
2015. Bandar Lampung: Dinkes Lampung.

Ita Maria, Hasanuddin Ishak, M. S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) Di Kelurahan Sendangguwo Kecamatan Tembalang Kota
Semarang. Alumni Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
UNHAS, Bagian Kesehatan Lingkungan, Makassar, (Dengue Hemorrhagic
Fever), 1–11. https://doi.org/616.24.ind pSetiati, Sudoyo, Setiyohadi,
Simadibrata, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II., VI. Ed. Interna
Publishing, Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Pengendalian Demam


Berdarah Dengue Di Indonesia Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Jakarta


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2012-2014.

Kawiani, D. 2013. HubunganTingkat Pengetahuan Sikap Dan Perilaku Ibu Rumah


Tangga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Banjar Anyar
Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan.

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019.

Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, 2012.

Kementrian Kesehatan RI 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Litbangkes,


Kemenkes.

Komariah, P. ., & Malaka, T. (2012). Pengendalian Vektor. Jurnal of STIK Bina


Husada, 6(1), 34–37.

Marpaung, N.D. Nuraini, S, dan I. Marsaulina, 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan dan
Pemeriksaan Escherichia Coli dalam Pengolahan Makanan di Instalasi Gizi
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan
Kerja. Vol. 1 No. 2: 2–10.

32
Mariaty, P. . (2010). Kedudukan taksonomi dan morfologi nyamuk aedes aegypty.

Jurnal of Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Puskesmas rawat inap Sukabuumi. (2020). Profil Puskesmas rawat inap Sukabumi.
Bandar Lampung.

Palgunadi BU, Rahayu A (2011). Aedes aegypti sebagai vector penyakit demam
berdarah dengue: e Journal Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 2(1): 3- 4.

Rahmadani, P., Purnawinadi, I. G., Ningsi, N. W., Hulu, V. T., Ahmad, A., Muzuh, M.
E., ... & Zahara, R. (2023). Pengantar Surveilans Kesehatan Masyarakat.
Yayasan Kita Menulis.

Suhendro, Leonard, N., & Melani, S. (2009). Demam Berdarah Dengue. In Buku Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI. Departemen Kesehatan RI. Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue di Indonesia Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2009.

WHO. Dengue dan Severe Dengue 2013 [cited 2015 20/02/2016]: Available
from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

WHO. Dengue dan Severe Dengue 2015 [cited 2015 20/02/2016]: Available
from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

33
LAMPIRAN

34

Anda mungkin juga menyukai