Anda di halaman 1dari 38

RAPID SURVEY

PREVALENSI PENDERITA ISPA DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS HUTUMURI TAHUN 2021

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelengkapan Penilaian Dalam Kepaniteraan


Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

DISUSUN OLEH :
ABDUR RAHMAN ASSAGAF
2021-84-036

PEMBIMBING :
ELPIRA ASMIN, S. KM., M.KES

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PATTIMURA AMBON
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas kasih
dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dengan baik.

Penulisan pada penelitian ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyusun penelitian ini, guna
menambah pengetahuan dan kemampuan penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan penelitian ini, masih banyak terdapat
kekurangan.Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangatlah penulis harapkan demi
perbaikan penelitian ini.Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun pembaca umumnya.

Ambon, April 2022

Penulis
PREVALENSI PENDERITA ISPA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

HUTUMURI TAHUN 2021

Abstrak

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya
(sinus, rongga telinga tengah, pleura). Di provinsi Maluku, berdasarkan profil kesehatan
provinsi Maluku, ISPA merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi. Pada ahun
2012 angka kejadian ISPA berada pada posisi pertama dengan jumlah 15.443 kasus,
terjadi peningkatan pada tahun 2013 sebanyak 21.537 kasus, dan tahun 2014 angka
kejadian menjadi 145.782. Di Kota Ambon, berdasarkan profil kesehatan kota Ambon
tahun 2015 menunjukkan ISPA sampai saat ini masih menjadi penyakit menular yang
menyebabkan kematian. Pada tahun 2013 terdapat 14 kasus, tahun 2014 kasus terdapat
124 kasus dan tahun 2015 terdapat 58 kasus. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui pravalensi penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Hutumuri
tahun 2021. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh penderita ISPA
yang terdiagnosa di Puskesmas Hutumuri Ambon selama periode Januari 2021 -
Desember 2021 yang diambil dengan teknik total sampling. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada tahun 2021 jumlah pasien penderita ISPA sebanyak 1688
pasien dan didominasi pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 922 pasien (54,65%).
Usia pasien yang paling banyak ditemukan adalah pasien dengan usia 15 – 44 tahun
yaitu sebanyak 401 pasien (23,76%).laki-laki dan berdasarkan usia, kelompok 12 – 59
bulan lebih banyak.

Kata Kunci: ISPA, Puskesmas Hutumuri, Jenis Kelamin, Usia


PREVALENCE OF ISPA SUFFERERS IN THE PUSKESMAS WORK AREA
ANNIVERSARY 2021

Abstract
Acute Respiratory Tract Infection (ISPA) is an acute infection that attacks one or more
parts of the airway from the nose to the alveoli including its adneksanya (sinuses,
middle ear cavity, pleura). In Maluku province, based on the health profile of Maluku
province, ISPA is the disease with the highest incidence rate. In 2012 the number of
ISPA incidents was in the first position with 15,443 cases, there was an increase in
2013 of 21,537 cases, and in 2014 the number of incidents became 145,782. In Ambon
City, based on the health profile of Ambon city in 2015 shows ISPA is still an infectious
disease that causes death. In 2013 there were 14 cases, in 2014 there were 124 cases
and in 2015 there were 58 cases. This study was conducted with the aim of knowing the
prevalence of ISPA sufferers in the Hutumuri Health Center work area in 2021. The
samples taken in this study were all ISPA sufferers diagnosed at the Hutumuri Ambon
Health Center during the period January 2021 - December 2021 taken with total
sampling techniques. The results showed that in 2021 the number of patients with ISPA
was 1688 patients and dominated by male patients as many as 922 patients (54.65%).
The most widely found patient age was patients aged 15-44 years, namely as many as
401 patients (23.76%). male and based on age, the group of 12-59 months more.
Keywords: ISPA, Hutumuri publik health center, Gender, Age
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................ iii
ABSTRACT ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian ISPA .................................................................... 4
2.2. Etiologi ISPA ......................................................................... 4
2.3. Faktor Risiko ISPA ................................................................ 5
2.4. Patofosiologi ISPA ................................................................. 6
2.5. Klasifikasi ISPA ..................................................................... 8
2.6. Tanda dan Gejala ISPA .......................................................... 11
2.7. Penularan ISPA ...................................................................... 13
2.8. Diagnosis ISPA ...................................................................... 13
2.9. Pemeriksaan ISPA ................................................................. 14
2.10. Pertolongan Pertama Penderita ISPA ................................. 14
2.11. Pencegahan Penyakit ISPA ................................................. 15
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ................................................................... 16
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................. 16
3.3. Populasi ................................................................................. 15
3.4. Sampel .................................................................................. 17
3.5. Kriteria Restriksi .................................................................... 17
3.6. Variabel Penelitian ................................................................. 17
3.7. Kerangka Konsep ................................................................... 18
3.8. Definisi Operasional .............................................................. 18
3.9. Instrumen Penelitian ............................................................... 19
3.10. Pengumpulan Data .............................................................. 19
3.11. Pengolahan data dan Analisis Data ...................................... 19
3.12. Alur Penelitian .................................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil ....................................................................................... 21
4.2. Pembahasan ........................................................................... 24
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................. 26
5.2. Saran ...................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 27
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


3.1 Definisi operasional ...................................................... 18
4.1 Distribusi karakteristik pasien ...................................... 22
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


2.1 Patofisiologi ISPA ........................................................... 8
3.1 Kerangka Konsep ............................................................ 18
3.2 Alur penelitian ................................................................. 20
4.1 Histogram pasien ISPA berdasarkan jenis kelamin ....... 23
4.2 Histogram pasien ISPA berdasarkan usia ........................ 24
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).1 Sofia melaporkan bahwa ISPA

merupakan penyebab utama morbiditas (angka terkena penyakit) dari berbagai penyakit

menular di dunia dan menyebabkan kematian di berbagai negara berkembang.2

Berdasarkan World Health Organization (WHO) hampir 4 juta orang meninggal akibat

ISPA. Insiden ISPA di negara berkembang sekitar 2-10 kali lebih banyak dari pada

negara maju. Di negara maju, ISPA sering disebabkan oleh virus sedangkan di negara

berkembang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumonia dan

Haemophilus influenza, serta di negara berkembang menyebabkan 10-25% kematian.3

Di Indonesia, period prevalence lima provinsi dengan kasus ISPA tertinggi adalah

Nusa Tenggara Timur (41,70%), Papua (31,10%), Aceh (30,00%), Nusa Tenggara Barat

(28,30%) dan Jawa Timur (28,30%). Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok

masyarakat golongan menengah kebawah.4 Di provinsi Maluku, berdasarkan profil

kesehatan provinsi Maluku, ISPA merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi.

Pada ahun 2012 angka kejadian ISPA berada pada posisi pertama dengan jumlah 15.443

kasus, terjadi peningkatan pada tahun 2013 sebanyak 21.537 kasus, dan tahun 2014

angka kejadian menjadi 145.782.5 Sedangkan berdasarkan profil kesehatan kota Ambon

tahun 2015 menunjukkan ISPA sampai saat ini masih menjadi penyakit menular yang

menyebabkan kematian. Pada tahun 2013 terdapat 14 kasus, tahun 2014 kasus terdapat

124 kasus dan tahun 2015 terdapat 58 kasus.6


Menurut Putri, faktor yang mempengaruhi timbulnya kejadian ISPA antara lain

adalah faktor demografi yang terdiri dari tiga aspek, yaitu usia, jenis kelamin, dan

pendidikan, serta faktor biologis yang terdiri dari dua aspek, yaitu status gizi dan

kondisi rumah.7 Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk kondisi

ekonomi menengah ke bawah.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah berapa pravalensi

penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Hutumuri tahun 2021?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pravalensi penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Hutumuri

tahun 2021.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pravalensi penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Hutumuri tahun 2021 berdasarkan usia.

2. Mengetahui pravalensi penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Hutumuri tahun 2021 berdasarkan jenis kelamin.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Ambon

Sebagai bahan informasi dan evaluasi bahwa cukup banyaknya penderita ISPA

yang juga berada di wilayah kerja Puskesmas Hutumuri.


1.4.2. Bagi Puskesmas Hutumuri

Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi Puskesmas Hutumuri dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien yang mengalami ISPA dan

memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat mengenali tanda dan

gejala terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ISPA.

1.4.3. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi untuk mengenali tanda dan gejala dari ISPA, serta

penatalaksanaan atau pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk

menghindari penularan penyakit.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.12. Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ

saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh

(immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah

lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem

kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.8,9

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga

alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah,

dan pleura. ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada

balita dan anak-anak mulai dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang berat jika masuk

kedalam jaringan paru-paru akan menyebabkan Pneumonia. Pneumonia merupakan

penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.10

2.13. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia. Bakteri

penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus, Staphylococcus, Pnemococcus,

Hemofillus, Bordetella dan Koneabakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah

Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikomavirus, Mikoplasma dan Herpesvirus.11

Kebanyakan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) disebabkan oleh Virus

Sinsisial Pernapasan (VSP), virus parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, dan


koronavirus, koksaki virus A dan B dan mikoplasma. Penyakit Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) juga biasa disebabkan karena faktor daya tahan tubuh lemah,

asap kendaraan dan pembakaran hutan serta pergantian musim.12

2.14. Faktor Risiko ISPA

Faktor – faktor yang berperan pada kejadian ISPA adalah sebagai berikut:

1. Faktor host (diri)

a. Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia

dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita

ISPA daripada usia yang lebih lanjut.13

b. Jenis Kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dengan wanita, maka laki-laki yang

banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas laki-laki merupakan

perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi

udara. Laki-laki merupakan salah satu faktor yang meningkatkan insiden dan

kematian akibat ISPA.14

c. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama

dikenal, kedua keadaan ini saling mempengaruhi, yang satu merupakan

predisposisi yang lainnya. Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan

virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang

terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama

dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.13


2. Faktor Lingkungan

a. Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk

tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang

diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani

dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. Orang yang

tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA

daripada orang yang tinggal di rumah culster di Denmark.14

b. Kepadatan hunian

Seperti luas ruang per orang, jumlah anggota keluarga dan masyarakat

diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.14 Penelitian oleh Koch et al

membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara

bermakna prevalensi ISPA berat.15

c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi

yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan

masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status

ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang

bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status

sosioekonomi.14

2.15. Patofisiologi ISPA

Sebagian ISPA disebabkan oleh bakteri dam virus yang membuat infeksi pada

saluran pernafasan atas maupun bawah. Penyebab tersebut membuat perjalanan

penyakit dengan cara kontak antara virus atau bakteri sehingga organ pada pernafasan
akan terserang sehingga akan menimbulkan respon inflamasi atau membuat infeksi pada

organ tersebut. Saat infeksi akan terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas

kapiler, hal tersebut akan membuat manifestasi klinik pada penderita.16

Perjalanan penyakit ISPA berawal dari saluran pernafasan yang dilapisi oleh

mukosa bersilia. Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut pada

hidung, partikel kecil dari udara akan menempel pada mukosa. Pada udara yang kotor,

partikel udara akan tertahan pada mukosa sehingga pergerakan silia akan menjadi

lambat yang akan berakibat pada iritasi pada saluran pernafasan. Hal tersebut membuat

peningkatan produksi lendir sehingga saluran pernafasan menjadi sempit. Akibatnya

benda asing akan tertarik dan bakteri atau virus tidak dapat dikeluarkan dari sistem

pernafasan.16,17
Bakteri / Virus

System imun buruk


Masuk saluran nafas
Menyebar tempat lain

Menempel pada mukosa Saluran pernafasan bawah

Gerakan silia Paru terinfeksi


lambat

Iritasi Hipertermi Pneumonia

Hidung tersumbat
Produksi lender meningkat
Bakteri bertahan
Nyeri tenggorokan atau nyeri telan di organ

Infeksi saluran Infeksi selama 14 Infeksi saluran


pernafasan hari pernafasan
Akut

Gambar 2.2. Patofisiologi ISPA16


[Hutagaol N. Faktor Risiko ISPA dan Diare pada Balita. 2012:6-39]

2.16. Klasifikasi ISPA

ISPA dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1. Berdasarkan penyebabnya

a. Virus penyebab utama ISPA antara lain: golongan Miksovirus

(termasuk di dalamnya virus influenza, virus para influenza, dan virus


campak), Adenovirus, Coronavirus, Picornovirus, Rinovirus,

Mikoplasma, dan Herpes Virus.

b. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptococcus hemolitik,

Stafilococcus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Bordetela

pertusis, dan Corinebakterium difteri.18

2. Berdasarkan golongan Umur

Depkes mengklasifikasikan ISPA berdasarkan kelompok umur sebagai

berikut:18

a. Kelompok umur < 2 bulan.

1) Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti

berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang,

rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak

yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang

rendah (di bawah 35,5ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per

menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah),

serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

2) Bukan pneumonia: jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari

60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas

b. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun:

1) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernapas yang disertai

dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan

dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

2) Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan

dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernapas) dan pernapasan cepat

tanpa penarikan dinding dada.

4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan

bernapas) tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.

5) Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit

walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik

yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan

dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.

c. Kelompok umur dewasa yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi

untuk terkena pneumonia, yaitu:

1) Usia lebih dari 65 tahun

2) Merokok

3) Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun

dikarenakan penyakit kronis lain.

4) Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma,

PPOK, dan emfisema.

5) Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk

diabetes dan penyakit jantung.

6) Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan Human

Immunodeficiency Virus (HIV), transplantasi organ, kemoterapi

atau penggunaan steroid lama.

7) Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke,

obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.


8) Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius

atas oleh virus.18

3. Berdasarkan derajat keparahan

Menurut Kemenkes, ISPA dapat dibedakan berdasarkan derajat

keparahan yaitu:19

a. ISPA ringan. ISPA yang penatalaksanaannya cukup dengan tindakan

penunjang tanpa pengobatan.

b. ISPA sedang. ISPA yang penatalaksanaannya memerlukan

pengobatan dengan antibiotik, tetapi tidak perlu dirawat (cukup

berobat jalan).

c. ISPA berat. Kasus ISPA yang harus di rawat di rumah sakit atau

puskesmas dengan sarana perawatan.

2.17. Tanda dan gejala ISPA

Penyakit ISPA dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti

batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam. Derajat

serangan ISPA tergantung pada spesifikasi host meliputi jenis kelamin, usia dan

kekebalan seseorang.

Depkes membagi tanda dan gejala ISPA menjadi tiga yaitu ISPA ringan, ISPA

sedang dan ISPA berat.18

1. Gejala dari ISPA ringan

Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut:

a. Batuk
b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu

berbicara atau menangis)

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.18

2. Gejala dari ISPA sedang

Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA

ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

a. Pernapasan cepat (fast breathing)

b. Suhu tubuh lebih dari 39°C

c. Tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak

e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).18

3. Gejala dari ISPA Berat

Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala

sebagai berikut:

a. Bibir atau kulit membiru

b. Tidak sadar atau kesadaran menurun

c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan tampak gelisah

d. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas

e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

f. Tenggorokan berwarna merah.18


2.18. Penularan ISPA

Kepadatan hunian merupakan pre-requisite untuk terjadinya proses penularan

penyakit. Kepadatan hunian dalam rumah perlu diperhitungkan karena mempunyai

peranan penting dalam penyebaran mikroorganisme didalam lingkungan rumah dan

menyebabkan tingginya tingkat pencemaran udara (sirkulasi udara menjadi tidak sehat).

Selain melalui udara, penularan ISPA dapat melalui kontak baik langsung maupun tidak

langsung. Penularan kontak langsung melibatkan kontak langsung antar permukaan

badan dan perpindahan fisik mikroorganisme antara orang yang terinfeksi dan pejamu

yang rentan. Penularan kontak tak langsung melibatkan kontak antar pejamu yang

rentan dengan benda perantara yang terkontaminasi. Kepadatan hunian meningkatkan

risiko kontak antara orang yang terinfeksi dan mikroorganisme dengan pejamu yang

rentan.20

2.19. Diagnosis

Diagnosis ISPA dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Tes untuk patogen yang spesifik sangat membantu apabila

pemberian terapi berdasarkan patogen penyebabnya. Pemeriksaan yang dilakukan

adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis

ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan

cairan pleura. Terdapat beberapa diagnosis banding yang memiliki gejala yang sangat

mirip dengan ISPA yang harus dipertimbangkan antara lain: allergic rhinitis, asthma,

community-acquired pneumonia, immunoglobulin a deficiency, infectious

mononucleosis, obstructive sleep apnea, otitis media, pediatric retropharyngeal

abscess, reflux laryngitis, dan tuberculosis.21


2.20. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah

biakan kuman (+) sesuai jenis kuman;

b. Pemeriksaan hidung darah (deferential count): laju endap darah meningkat

disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya

thrombositopenia

c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.22

2.21. Pertolongan Pertama Penderita ISPA

Untuk perawatan ISPA di rumah ada beberapa hal yang dapat dilakukan seorang

ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA yaitu dengan cara:23

a. Mengatasi panas (demam). Untuk anak usia dua bulan sampai lima tahun,

demam dapat diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres,

bayi di bawah dua bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol

diberikan sehari empat kali setiap enam jam untuk waktu dua hari. Cara

pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan

diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih dengan

cara kain dicelupkan pada air (tidak perlu di tambah air es).

b. Mengatasi batuk. Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya

ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur dengan kecap

atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan. Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-

sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika

terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman. Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan

sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan

dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

2.22. Pencegahan Penyakit ISPA

Menurut Oktaviani, pencegahan ISPA ada empat yaitu :23

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik

b. Melakukan immunisasi

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan

data sekunder berupa data rekam medik.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan di ruang administrasi pendataan Puskesmas

Hutumuri Ambon.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan dari tanggal 30-31 Maret 2022.

3.3. Populasi

3.3.1. Populasi target

Populasi target adalah populasi yang dimaksud untuk penerapan hasil penelitian.

Dalam penelitian ini, populasi target adalah semua data rekam medis pasien di

Puskesmas Hutumuri Ambon selama periode Januari 2021 - Desember 2021.

3.3.2. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau merupakan bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat

dan waktu. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medis

pasien ISPA di wilayah kerja Puskesmas Hutumuri Ambon selama periode Januari 2021

- Desember 2021.
3.4. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh penderita ISPA yang

terdiagnosa di Puskesmas Hutumuri Ambon selama periode Januari 2021 - Desember

2021 yang diambil dengan teknik total sampling. Teknik total sampling merupakan

keseluruhan pasien yang diambil dari populasi dan memenuhi kriteria inklusi.

3.5. Kritea Restriksi

3.5.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu penderita ISPA yang terdiagnosa di

Puskesmas Hutumuri Ambon periode Januari 2021 - Desember 2021.

3.5.2. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu penderita ISPA dengan data rekam

medik yang tidak lengkap untuk seluruh variabel dan berdomisili di luar wilayah kerja

Puskesmas Hutumuri Ambon.

3.6. Variabel Penelitian

Variabel utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ISPA dan variabel

tambahan meliputi usia dan jenis kelamin.


3.7. Kerangka Konsep

USIA

ISPA

JENIS KELAMIN

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Terikat

: Variabel Bebas

3.8. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur

1. Usia Usia adalah usia pasien saat Rekam 1. 0-11 bulan

terdiagnosa ISPA di wilayah kerja Medis 2. 12-59 bulan

Puskesmas Hutumuri yang tercantum 3. 5-14 tahun

dalam rekam medis yang terbagi 4. 15-44 tahun

dalam range usia. 5. 45-64 tahun

6. ≥ 65 tahun

2. Jenis Kelamin Jenis kelamin pada dasarnya sebagai Rekam 1. Laki-laki

cara pengenalan fisik yaitu Medis 2. Perempuan

berdasarkan perbedaan struktur

anatomi tubuh antara laki-laki dan

perempuan.
3.9. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan berupa rekam medis

dengan tabel data entry.

3.10. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data rekam medik yang

merupakan laporan terintergrasi rekam medis penderita ISPA di Puskesmas Hutumuri

periode Januari 2021 - Desember 2021.

3.11. Pengolahan Data dan Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan cara data yang telah terkumpul akan diolah dengan

menggunakan Microsoft Excel 2013. Analisis data secara univariat dilakukan untuk

menggambarkan karakteristik dari variabel penelitian. Hasil dari analisis variabel

penelitian adalah persen. Penyajian data hasil analisis menggunakan grafik.


3.12 Alur Penelitian

Populasi

Penentuan sampel

Kriteria inklusi

Pengumpulan data

Analisis data

Penyajian data

Penyajian data

Gambar 3.2. Alur penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Puskesmas Hutumuri berada di desa Hutumuri, salah satu Negeri Adat di Kota

Ambon yang berjarak ± 26 Km dari pusat kota dan terletak dalam wilayah Pemerintah

Kecamatan Leitimur selatan, dengan batas – batas; Sebelah Utara Desa Halong, Sebelah

Selatan Laut Banda, Sebelah Timur, Desa Passo, Sebelah Barat Desa Hukurila, dan

saat ini puskesmas Hutumuri dipimpin oleh dr. Bony Pattipawey.

Penelitian ini berfokus pada data sekunder berupa rekam medik di Puskesmas

Hutumuri pada bulan Januari 2021 – Desember 2021.

4.1.2. Deskripsi Umum Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini yaitu penderita yang berada di wilayah kerja puskesmas

hutumuri dan dengan Infeksi akut Saluran Pernapasan Bagian Atas. Pengambilan data

Pasien menggunakan data sekunder berupa rekam medik Pasien ISPA.


4.1.3. Hasil Penelitian

4.1.3.1. Karakteristik Pasien

Tabel dibawah ini memperlihatkan karakteristik pasien yang meliputi jenis

kelamin dan usia.

Tabel 4.1. Distribusi karakteristik pasien

No. Karakteristik Pasien N Persentase (%)

Jenis Kelamin Pasien

1. Laki-laki 922 54,62

2. Perempuan 766 45,38

TOTAL 1688 100


Usia Pasien

1. 0-11 bulan 145 8,59

2. 12-59 bulan 389 23,05

3. 5-14 tahun 342 20,26

4. 15-44 tahun 401 23,76

5. 45-64 tahun 247 14,63

6. >= 65 tahun 164 9,72

TOTAL 1688 100

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1. terlihat bahwa jumlah pasien dalam penelitian

ini sebanyak 1688 pasien dan didominasi pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak

922 pasien (54,65%). Usia pasien yang paling banyak ditemukan adalah pasien dengan

usia 15 – 44 tahun yaitu sebanyak 401 pasien (23,76%).


4.1.3.2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi ISPA di puskesmas hutumuri pada Januari 2021 – Desember 2021

berdasarkan Jenis kelamin ditunjukan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Histogram pasien ISPA berdasarkan jenis kelamin

Hasil pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 922 pasien (54,64%) dan perempuan sebanyak 766 pasien (45,38%).

4.1.3.3. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia

Distribusi ISPA di puskesmas hutumuri pada Januari 2021 – Desember 2021

berdasarkan usia ditunjukan pada Gambar 4.2.


Gambar 4.2. Histogram pasien ISPA berdasarkan usia

Berdasarkan Gambar 4.2 terlihat bahwa usia pasien yang paling banyak

ditemukan adalah 14 – 44 tahun yaitu 401 pasien (23,76%) dan yang paling sedikit

adalah pasien dengan usia 0-11 bulan yaitu 145 pasien (8,59%).

4.2. Pembahasan

4.2.1. Jenis Kelamin Pasien

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1. dan Gambar 4.1. terlihat bahwa pasien yang

banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 922

pasien (54,64%) dan perempuan sebanyak 766 pasien (45,38%). Hal ini sesuai dengan

teori yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari pada perempuan

terkena ISPA, karena laki–laki lebih sering bermain di luar rumah sehingga

keterpaparan udara lebih banyak dari perempuan yang lebih dominan permainannya di

dalam rumah.24 Nora menambahkan bahwa pada umumnya hanya terdapat sedikit

perbedaan prevalensi kejadian ISPA berdasarkan jenis kelamin, dimana lebih sering

terjadi pada laki-laki.25


Menurut Firza et al., jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian ISPA,

penyakit ISPA dapat terjadi pada setiap orang dengan tidak memandang suku, ras,

agama, usia, jenis kelamin dan status sosial.26

4.2.2. Usia Pasien

Hasil pada Tabel 4.1. Gambar 4.2 juga menunjukkan usia pasien yang paling

banyak ditemukan adalah 14 – 44 tahun yaitu 401 pasien (23,76%) dan yang paling

sedikit adalah pasien dengan usia 0-11 bulan yaitu 145 pasien (8,59%). Hal ini

disebabkan karena pada usia tersebut, baik laki-laki maupun perempuan memiliki risiko

yang hampir sama untuk terkena ISPA.27 Hal ini berhubungan dengan kebutuhan

oksigen dimana laki-laki lebih membutuhkan oksigen disbanding perempuan.27,28

Banyaknya jumlah kasus ISPA pada usia 15-25 tahun dalam penelitian ini

disebabkan karena pada usia tersebut responden masih kurang pengetahuan terhadap

pencegahan dan penanganan ISPA. Penyataan ini sesuai dengan penelitian dari

Asnawita yang menyatakan bahwa umur yang muda berpeluang 12 kali menderita

penyakit ISPA dibandingkan dengan umur yang sudah tua (>58 tahun). Hal ini berarti

bahwa umur secara langsung dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.29


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan

bahwa pada tahun 2021 jumlah pasien penderita ISPA sebanyak 1688 pasien dan

didominasi pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 922 pasien (54,65%). Usia pasien

yang paling banyak ditemukan adalah pasien dengan usia 15 – 44 tahun yaitu sebanyak

401 pasien (23,76%).laki-laki dan berdasarkan usia, kelompok 12 – 59 bulan lebih

banyak.

5.2. Saran

1. Perlunya diberikan informasi dan edukasi kepada semua masyarakat tentang

ISPA dalam upaya promotif dan preventif sehingga lebih banyak masyarakat

yang mengerti tentang faktor resiko terjadinya ISPA dan mencegah

terjadinya hipertensi.

2. Perlunya diberikan perhatian khusus bagi kelompok usia 12 – 59 dalam

upaya kuratif dan rehabilitasi, agar komplikasi yang berpotensi terjadi dapat

dicegah sedini mungkin.


DAFTAR PUSTAKA

1. Maharani D, Yani FF dan Lestari Y. Profil Balita Penderita Infeksi Saluran Nafas

Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012-2013.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(1):152-57

2. Sofia. Environmental risk factors for the incidence of ARI in infants in the

working area of the Community Health Center Ingin Jaya District of Aceh Besar.

J AcTion Aceh Nutr J. 2017;2(1):43–50.

3. Tondano K, Minahasa S dan Taarelluan KT. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap

Masyarakat Terhadap Tindakan Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) Di Desa Tataaran 1 Kecamatan Tondano Selatan kabupaten Minahasa.

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2016;4(1):31-8.

4. Mahendra IGAP, Farapti F. Relationship between Household Physical Condition

with The Incedence of ARI on Todler at Surabaya. J Berk Epidemiol.

2019;6(3):227.

5. Dinkes Provinsi Maluku. Profil Kesehatan Provinsi Maluku. Tahun 2014. 2014:1-

391.

6. Dinkes Kota Ambon. Profil Kesehatan Kota Ambon Tahun 2015. 2015:1-154.

7. Putri A.E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Orang

Dewasa Di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo. Jurnal

Ilmiah Kesehatan Media Husada. 2017;6(1):1-10

8. Wantania JM, Naning R dan Wahani A. Infeksi saluran pernapasan akut. Dalam:

Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak 1st ed.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.


9. Sukarto RCW, Ismanto AY dan Karundeng MY. Hubungan Peran Orang Tua

dalam pencegahan ISPA dengan Kekambuhan Ispa pada Balita di Puskesmas

Bilalang Kota Kotamobagu. e-Journal Keperawatan. 2016;4(1)

10. Jalil R. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di

Wilayah Kerja Puskesmas Kabangka Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna.

2018.

11. Erlien. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka. 2008

12. Richard E. Behrman dan Kliegman RM. Nelson;Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :

EGC. 2000;67

13. Kusumawati I. Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga Dengan

Lama Pengobatan ISPA Balita Di Kecamatan Jenawi. Tesis. Program Pasca

Sarjana. Program Studi Kedokteran Keluarga. Universitas Sebelas Maret.

Surakarta. 2010.

14. Prabu. Penyakit-Penyakit Infeksi Umum. Jakarta: Widya Medika. 2009:77

15. Koch. Housing and Health : Time Again for Public Health Action. American

Journal of Public Health. 2003:92(5):758-68

16. Hutagaol N. Faktor Risiko ISPA dan Diare pada Balita. 2012:6-39.

17. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2009

18. Departemen Kesehatan RI. Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) untuk penanggulangan pneumonia pada balita.

Jakarta : Depkes RI. 2004.


19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pemberantasan Penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan akut untuk Penanggulangan Pneumonia Balita.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012.

20. Yusuf M, Sudayasa IP dan Nurtamin T. Hubungan Lingkungan Rumah Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Masyarakat Pesisir

Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Fakultas

Kedokteran Halu Oleo. 2016;3(2):239-248.

21. Al-Sharbatti S.S. and Aljuma LL. Infant Feeding Patterns and Risk of Acute

Respiratory Infections in Baghdad/Iraq. Italian Journal of Public Health.

2012;9(3):1-9.

22. Saputro RFR, Rendy Febriyanto Ramli. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif pada

An. R pada Kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Ruang Cempaka

RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Skripsi. Fakultas Ilmu

Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. 2013.

23. Oktaviani. Hubungan Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di

Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Surakarta : FKM

UMS.2009.

24. Suhandayani I. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

2006.

25. Nora. Faktor-Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Kejadian Infeksi Saluran Napas

Pada Balita”. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (JKSI). 2018;3(2)

26. Firza D, Harahap DR, Wardah R, Alviani S dan Rahmayani TU. Angka Kejadian

Infeksi Saluran Pernapasan Dengan Jenis Kelamin dan Usia Di Upt Puskesmas
Dolok Merawan.

27. Yusnabeti, Wulandari RA dan Luciana R. PM10 dan Infeksi Saluran Pernapasan

Akut pada Pekerja Industri Mebel. Makara Kesehatan, 2010;14(1): 25-30.

28. Ahyanti M dan Duarsa ABS. Hubungan merokok dengan Kejadian ISPA pada

Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Tanjungkarang. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Andalas. 2013;7(2): 47.

29. Asnawita N. Hubungan Karakteristik Dan Pengetahuan Masyarakat Terhadap

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di UPTD Puskesmas Drien

Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

Skripsi. Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Teuku Umar. Meulaboh Aceh Barat. 2014.

Anda mungkin juga menyukai