M HIPERTENSI
DENGAN di DESA TUNONG KECAMATAN BLANG MANGAT KOTA
LHOKSEUMAWE
Disusun Oleh:
SAWIDAH.,S.Kep
NPM. 2214901006
Telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing, Laporan Kuliah Kerja
Mahasiswa (KKM) Keperawatan Gerontik Prodi Pendidikan Profesi Ners Fakultas
Kesehatan Teknologi dan Sains Universitas Bumi Persada Lhokseumawe Tahun
Ajaran 2023 di Desa Tunong Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe
Telah disetujui
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga Laporan Asuhan
Keperawatan Gerontik Pendidikan Profesi Ners Mahasiswa Universitas Bumi
Persada di Desa Tunong Kecamatan Blang Mangat sudah dapat diselesaikan
dengan baik atas bimbingan dan pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan
laporan ini. Shalawat dan salam juga kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam kegelapan kealam yang berilmu pengetahuan.
1. Bapak Drs. Abdul Wahab, M.Pd., selaku Pembina Yayasan Bina Bumi Persada
Lhokseumawe.
2. Bapak Muhammad Yani, SE selaku Ketua Yayasan Bina Bumi Persada
Lhokseumawe.
3. Ibu Rika Mursyida, S.SiT., M.Kes., selaku Dekan FKTS Universitas Bumi
Persada.
4. Ibu Ns. Fauziah, M.Kep., selaku Ketua Prodi Pendidikan Profesi Ners
Universitas Bumi Persada.
5. Ibu Ns. Linur Steffi Herkensia, M.Kep., selaku dosen pembimbing stase
keperawatan Prodi Profesi Ners Universitas Bumi Persada.
ii
6. Rekan-rekan seperjuangan mahasiwa/i telah memberikan masukan dan bantuan
dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap laporan ini
dapat menjadi bahan masukan bagi semua instansi yang terlibat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
6. Patofisiologi Hipertensi.................................................................. 18
7. Penatalaksanaan Hipertensi............................................................ 18
8. Faktor resiko Hipertensi ................................................................. 20
BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................ 24
A. Pengkajian ........................................................................................... 24
B. Analisa Data ......................................................................................... 28
C. Diagnosa Keperawatan......................................................................... 29
D. Rencana Keperawatan .......................................................................... 30
E. Implementasi dan Evaluasi .................................................................. 32
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 35
A. Kesimpulan ......................................................................................... 35
B. Kritik & saran ....................................................................................... 35
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembulu darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus menerus
juta orang atau 26,4% orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini
kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di1
dirumah sakit di Indonesia. Penderitanya lebih banyak wanita (30%) dan pria
kesehatan sebesar 9,4 %, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum
obat sebesar 9.5 %, jadi ada 0,1 % yang minum obat sendiri. Penyakit terbanyak
pada usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah
1
hipertensi dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia
hipertensi global diestimasi sebesar 22% dari total populasi dunia. Sekitar 2/3
(Kemenkes, 2019). Pada tahun 2015 diperkirakan bahwa 1 dari 4 laki-laki dan
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 didapati bahwa prevalensi
termasuk Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus
meningkat dari waktu ke waktu. Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini
salah satunya adalah gaya hidup modern. Pemilihan makanan yang berlemak,
kebiasaan aktifitas yang tidak sehat, merokok, minum kopi serta gaya hidup
sedetarian adalah beberapa hal yang disinyalir sebagai faktor yang berperan
perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat (kurang konsumsi sayur
dan buah, konsumsi garam berlebih), obesitas, kurang aktivitas fisik, konsumsi
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan gerontik dengan Hipertensi
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami Asuhan Keperawatan Gerontik tentang Hipertensi
b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada konsep asuhan
keperawatan gerontik tentang hipertensi
c. Mampu merumuskan masalah keperawatan pada konsep asuhan
keperawatan gerontik tentang hipertensi
d. Mampu menentukan intervensi keperawatan pada konsep asuhan
keperawatan gerontik tentang hipertensi
e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada konsep asuhan
keperawatan gerontik tentang hipertensi
f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada konsep asuhan
keperawatan gerontik tentang hipertensi
C. Manfaat
1. Manfaat teoritis.
Sebagai bahan pustaka yang dapat memberikan gambaran tingkat
pengetahuan tentang hipertensi di masyarakat khususnya lansia.
2. Manfaat praktis.
a. Bagi penulis
Sebagai pengalaman langsung dalam pembuatan laporan asuhan
keperawatan, khususnya mengenai pengetahuan tentang hipertensi
b. Bagi Masyarakat
Hasil laporan ini di harapkan dapat memberikan pengetahuaan
masyarakat tentang hipertensi
c. Bagi institusi pendidikan Universitas Bumi Persada Lhokseumawe
Sebagai bahan pustaka yang dapat memberikan gambaran pengetahuan
mengenai hipertensi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis
menetap. Oleh karena itu, pada lansia seringkali terlihat kurus.
b. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.
Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan dengan
kekurangan kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya nafsu
makan. Penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya
kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
c. Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan
fungsi mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi
pada usia lanjut.
d. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu
makan, serta susah BAB yang dapat menyebabkan wasir.
e. Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban,
kurang aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu
aktivitas kegiatan sehari-hari.
3. Batasan Lansia
a. Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1) Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
2) Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3) Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4) Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas (Menurut
Dra.Jos Masdani (psikolog UI))
b. Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa.
Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:
1) Fase iuventus antara 25 dan 40 tahun
2) Fase Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3) Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4) Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
5
4. Tipe – Tipe Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri
daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W (2000) adalah:
a. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan,
mempunyai kegiatan.
c. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.
d. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
e. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, minder, pasif, dan kaget.
5. Perubahan – Perubahan Multisistem Yang Terjadi Pada Lansia
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan akibat proses menua diantaranya
adalah perubahan pada sistem pencernaan seperti :
a. Kehilangan gigi penyebab utama periodontal disiase yang biasa terjadii
setelah umur 30 tahun
b. Indra pengecap menurun,adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi
indra pengecap, hilangnya sensivitas saraf pengecap lidah terutama rasa
manis, asin, pahit
c. Rasa lapar menurun
d. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi atau gangguan pada
sistem gastrointestinal seperti penyakit gastritis
e. Fungsi absorbsi melemah
f. Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang
6. Dampak Kemunduran dan Masalah Kesehatan Pada Lansia
Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap
kehidupan, yaitu masa anak, dewasa, dan masa tua yang tidak dapat
dihindari oleh setiap individu dimana akan menimbulkan perubahan-
6
perubahan struktur dan fisiologis dari beberapa sel/jaringan/organ dan
system yang ada pada tubuh manusia (Mubarak,2009:140) Kemunduran
biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, diantaranya
yaitu :
a. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang
menetap
b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban
c. Gigi mulai lepas (ompong)
d. Penglihatan dan pendengaran berkurang
e. Mudah lelah dan mudah jatuh
f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah akibat penurunan
kelemahan
g. Otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi
h. Gangguan gaya berjalan
i. Sinkope-dizziness;
7
seseorang. Pada umumnya saat usia dewasa, seseorang dianggap tampil
paling cakap, tampan atau paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi
pada dirinya membuat membuat yang bersangkutan berkesimpulan bahwa
kecantikan atau ketampanan yang mereka miliki mulai hilang. Baginya, hal
ini berarti kehilangan daya tarik dirinya.
8
Nyeri dada Sesak nafas pada kerja fisik Palpitasi Edema kaki
d. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri pinggang atau punggung Nyeri sendi pinggul
e. Keluhan pusing
f. Kesemutan pada anggota badan
g. Berat badan menurun
h. Gangguan eliminasi
Inkontinensia urin atau ngompol Inkontinensia alvi
i. Gangguan ketajaman penglihatan
j. Gangguan pendengaran
k. Gangguan tidur
l. Mudah gatal
7. Karakteristik Penyakit Lansia di Indonesia
a. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,
osteoartritis
b. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia,
angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK
c. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
d. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal
Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
e. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
f. Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
g. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
h. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer,
parkinson, dsb
8. Peran Perawatan Pada Klien Lansia Sesuai Proses Penuaan
Proses Perawatan Kesehatan bagi para Lansia merupakan tugas yang
membutuhkan suatu kondisi yang bersifat komprehnsif sehingga diperlukan
suatu upaya penciptaan suatu keterpaduan antara berbagai proses yang dapat
terjadi pada lansia. Untuk mencapai tujuan yang lebih maksimal, konsep
dan strategi pelayanan kesehatan bagi para lansia memegang peranan yang
9
sangat penting dalam hal ini tidak lepas dari peran perawat sebagai unsur
pelaksana. Dalam proses tersebut, peran perawat yang dapat dikembangkan
untuk merawat lansia, berdasarkan proses penuaan yang terjadi, yaitu :
a. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Biologik (Fisik).
Perawatan dengan perubahan fisik adalah perawatan yang
memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yagn
dialami oleh lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,
tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, serta
penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Perawatan
fisik ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) Perawatan bagi usila yang masih aktif, yang keadaan fisiknya Masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhannya
sehari-hari bisa dipenuhi sendiri.
2) Perawatan bagi usila yang pasif atau tidak dapat bangun, yang
keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau kesakitan sehingga
memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan kebutuhannya
sendiri. Disinilah peran perawat teroptimalkan, terutama tentang
hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya, dan untuk itu perawat harus
mengetahui dasar perawatan bagi pasien lansia. Peran perawat
dalam membantu kebersihan perorangan sangat penting dalam
usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi
dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Selain itu
kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat
mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan infeksi dari luar.
Untuk para lansia yang masih aktif, peran perawat sebagai
pembimbing mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit
dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur
serta posisi tidir, hal makanan, cara mengkonsumsi obat, dan cara
pindah dari kursi ke tempat tidur atau sebaliknya. Kegiatan yang
dilakukan secara rutin akan sangat penting dipertahankan pada
10
lansia dengan melihat. Kemampuan yang ada, karena adanya potensi
kelemahan atropi otot dan penurunan fungsi.
b. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Sosial.
Dalam perannya ini, perawat perlu melakukan pendekatan sosial
sebagai salah satu upayanya adalah memberikan kesempatan berkumpul
dengan sesama usila. Mereka dapat bertukar cerita atau bertukar pikiran
dan memberikan kebahagiaan karena masih ada orang lain yang mau
bertukar pikiran serta menghidupkan semangat sosialisasi. Hasil
kunjungan ini dapat dijadikan pegangan bahwa para lansia tersebut
adalah makluk sosial juga, yang membutuhkan kehadiran orang lain.
c. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Psikologi.
Pada lansia, terutama yang melakukan kegiatan pribadi, memerlukan
bantuan orang lain, memerlukan sebagai suporter, interprester terhadap
segala sesuatu yang asing, penampung rahsia pribadi, dan sahabat yang
akrab. Peran perawat disini melakukan suatu pendekatan psikis, dimana
membutuhkan seorang perawat yang memiliki kesabaran, ketelitian dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai keluhan agar para
usila merasa puas. Pada dasarnya pasien lansia membutuhkan rasa aman
dan cinta kasih lingkungannya, termasuk perawat sehingga perawat
harus menciptakan suasana aman, tenang dan membiarkan klien lansia
melakukan atau kegiatan lain yang disenangi sebatas kemampuannya.
Peran perawat disini juga sebagai motivator atau membangkitkan kreasi
pasien yang dirawatnya untuk mengurangi rasa putus asa, rendah diri,
rasa terbatas akibat ketidak mampuannya. Hal ini perlu dilakukan
karena bersamaan dengan makin lanjutnya usia, terjadi perubahan psikis
yang antara lain menurunnya daya ingat akan peristiwa yang baru saja
terjadi, perubahan pola tidur dengan kecenderungan untuk tiduran di
siang hari dan pengeseran libido.
11
B. KONSEP ASKEP LANSIA
1. Kegiatan Askep Dasar Bagi Lansia
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes,
dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan,
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun
kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang
masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang
bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan
langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan
di rumah atau panti. Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan,
disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif,
antara lain: Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat
berupa dukungan tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau
pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan,
kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan
ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan
mudah dicerna, dan kesegaran jasmani. Untuk lanjut usia yang mengalami
pasif, yang tergantung pada orang lain.
2. Pendekatan Perawatan Lansia
a. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di
capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau
ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut
usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu: Klien lanjut usia yang masih
aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan
orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat
bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
12
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama
tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan
untuk mempertahankan kesehatannya.
b. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang asing,
sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang
akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik
dan service.
c. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan
salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti
menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan
suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam
kedaan sakit atau mendeteksikematian.
3. Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia
Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri
dengan:
a. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya
telah lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.
b. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau
semangat hidup klien lanjut usia (life support) .
13
c. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
gangguan baik kronis maupun akut.
d. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai
kelainan tertentu.
e. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan
yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian
secara maksimal).
4. Fokus Keperawatan Lansia
Keperawatan lanjut usia berfokus pada :
a. Peningkatan kesehatan (helth promotion)
b. Pencegahan penyakit (preventif)
c. Mengoptimalkan fungsi mental
d. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
C. Konsep Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan arteri akibat peninggian
tekanan arteri akibat peninggian kardiak ouput dan peningkatan resistensi
perifer. Hipertensi dapat berbentuk primer bila penyebabnya tidak jelas
atau sekunder bila penyebabnya adalah suatu penyakit primer (Tamher &
Heryanti, 2008)
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana aliran darah secara
konsisten memiliki tekanan yang tinggi pada dinding arteri. Diagnosis
hipertensi ditegakkan apabila tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan
diastolik diatas 90 mmHg (Lebalado, 2014) Hipertensi adalah kondisi
dimana jika tekanan darah systole 140 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan
darah diastole 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi merupakan penyakit
multifaktor. Secara prinsip terjadi akibat peningkatan curah jantung atau
akibat peningkatan resistensi vascular karena efek vasokonstriksi yang
melebihi efek vasodilatasi (Syamsudin, 2011).
14
Hipertensi bukan penyakit kronis, tetapi secara independen terkait
dengan penyakit kardiovaskular pada orang tua. Meskipun merupakan
salah satu penyakit serebrovaskular, hal itu bisa berkembang menjadi
faktor modifikasi (Bustan, 2016). Hipertensi merupakan masalah kesehatan
yang mahal dan dapat melemahkan kesehatan di seluruh dunia, prevelensi
saat ini kian naik. Meningkatnya prevelensi hipertensi umumnya
menunjukkan suatu perubahan pada diketahuinya pencegahan faktor risiko
dan perubahan demografi disuatu populasi.
2. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu dengan
penyebab yang tidak diketahui (Hipertensi esensial/primer/idiopatik) atau
diketahui (sekunder). Sebagian besar kasus hipertensi diklasifikasikan
sebagai esensial, tetapi kemungkinan penyebab yang melatar belakanginya
harus selalu ditentukan (Syamsudin, 2011).
3. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi
primer dan sekunder. Lebih dari 90% kasus adalah hipertensi primer
sedangkan hipertensi primer hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita
hipertensi. Penyebab hipertensi primer terdiri dari faktor genetik dan
lingkungan. Faktor keturunan dapat dilihat dari riwayat penyakit
15
kardiovaskuler dalam keluarga yang berupa sensitivitas terhadap natrium,
kepekaan terhadap stres, peningkatan reaktifitas vaskuler (Terhadap
vasokontriktor) dan resistensi insulin. Konsumsi garam (natrium)
berlebihan, stres psikis dan obesitas diyakini sebagai penyebab hipertensi
yang berasal dari lingkungan (Pudiastuti, 2011).
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadi tekanan darah
tinggi sebagai dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi.
Orang-orang yang merokok dan kurang olahraga pun bisa mengalami
tekanan darah tinggi.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya
peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang
mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal
ginjal atau kerusakan system hormone tubuh
4. Tanda dan Gejala Hipertensi
1. Penglihatan kabur karena kerusakan retina
2. Nyeri pada kepala
3. Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intracranial
4. Edema dependent
5. Adanya pembengkakkan karena meningkatnya tekanan kapiler
(Pudiastuti, 2011)
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala, bila demikian gejala muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal,
mata, otak dan jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit
kepala, epistaksis, marah, telinga, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang dan pusing (Mansjoer, 2001).
16
5. Komplikasi Hipertensi
Faktor resiko penyakit tekanan darah tinggi: (Pudiastuti, 2011).
1. Stroke
Penderita stroke dapat juga disebakan oleh tekanan darah tinggi
(hypertensi) yang sering mengakibatkan munculnya perdarahan otak
yang disebabkan pecahnya pembuluh darah. Kemudian dapat juga
diakibatkan oleh thrombosis pembekuan darah pada pembuluh darah
serta emboli yaitu adanya benda asing yang terbawa aliran darah dalam
pembuluh darah serta bisa menyumbat bagian distal pembuluh (Abib,
2009).
2. Gagal jantung
adalah kondisi patofisiologi dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan jantung tidak dapat memompa dengan kecepatan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau dimana
jantung hanya bisa melakukannya dengan volume diastolik yang sangat
tinggi. Gagal jantung bisa terjadi pada penyakit jantung bawaan atau
valvular dimana otot jantung rusak akibat beban hemodinamik jangka
panjang yang berlebihan karena kelainan valvular atau cacat jantung
(Syamsudin, 2011).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu kondisi medis dimana ginjal tidak
bisa menyaring toksin dan produk-produk limbah secara adekuat dari
dalam darah. Ada dua bentuk gagal ginjal yaitu cidera akut dan
penyakit ginjal kronis. Sejumlah penyakit atau masalah kesehatan
lainnya dapat menyebabkan salah satu bentuk gagal ginjal diatas.
Masalah-masalah yang sering ditemukan karena malfungsi ginjal
adalah gangguan keseimbangan cairan, asam basa, kadar potasim,
kalsium dan fosfat serta dapat menyebabkan anemia bila terjadi dalam
jangka panjang. Hematuria dan proteinuria bisa terjadi sesuai penyebab
gagal ginjal (Syamsudin, 2011).
17
Penyakit ginjal biasanya akibat tekanan darah tinggi yang tidak
dirawat, penyakit ginjal terjadi saat kerusakan pembuluh darah dalam
ginjal menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengeluarkan
garam dan air, yang pada gilirannya menyebabkan rendahnya kadar
rennin plasma (protein yang dihasilkan oleh ginjal yang mengatur
cairan tubuh) dan cairan tertahan. Cairan yang tertahan itu
meningkatkan tekanan darah yang menyebabkan efek bola salju
kerusakan lain pada ginjal (Divine, 2012).
4. Kebutaan
Hipertensi dapat merusak pembuluh darah ke otak, retinopati
juga dapat merusak pembuluh darah ke retina mengakibatkan
perubahan pengalihatan atau kebutaan. Sering kerusakan ini tidak
diketahui sehingga menjadi permanen (Divine, 2012)
6. Patofisiologi Hipertensi
Berawal dengan atherosclerosis, gangguan strukutur anatomi
pembuluh darah perifer dan berlanjut menjadi kekakuan pembuluh darah.
Pembuluh darah yang kaku disertai dengan penyempitan dan kemungkinan
pembesaran plak yang menganggu peredaran darah perifer. Penyempitan
dan kekakuan dapat menyebabkan beban jantung bertmabah berat sehinga
jantung melakukan kompensasi yaitu berupaya meningkatkan daya
pompanya dan sehingga memberikan gambaran terjadinya peningkatan
tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2017).
7. Penatalaksanaan Hipertensi
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengolaan penyakit hipertensi meliputi: (Padila, 2013).
a. Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi
tanpa obat meliputi :
18
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
- Diet rendah kolestrol dan rendah asam lemak jenuh
- Penurunan berat badan
- Menghentikan merokok
- Diet tinggi kalium
2) Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat
prinsip yaitu :
- Macam olahraga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, joging,
bersepeda, berenang dan lain-lain.
- Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas,
aerobic atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan.
- Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona
latihan.
- Frekuensi latihan sebaiknya 3 kali perminggu dan paling baik 5
kali perminggu.
3) Edukasi psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita
hipertensi meliputi:
- Teknik biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap normal.
Penerapan biofeedback terutama di pakai untuk mengatasi
gangguan somatic seperti nyeri kepala dan migraine. Juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketergantungan.
19
- Teknik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam
tubuh menjadi rileks.
4) Pendidikan kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Terapi dengan obat Tujuan pengobatan
hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya
perlu dilakukan seumur hidup penderita. Dokter ahli hipertensi
(Joint National Commitle on Detection Evaluasion and Treatment
of High Blood Pressure, USA, 1998 ) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyengat beta, antagonis kalsium, atau penghambat
ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita
8. Faktor Resiko Hipertensi
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang
dapat dan tidak dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1) Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada
usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah
umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal
ini sering dikaitkan dengan perubahan hormone estrogen setelah
menopause. (Marliani,2007). Peran hormone estrogen adalah
meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung dalam
20
pencegahan terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
hormone estrogen dianggap sebagai adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause, wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
terjadi perubahan kuantitas hormon 9 estrogen sesuai dengan umur
wanita secara alami. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada wanita
umur 45-55 tahun (Kumar,2005).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan
darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan
darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.. Hal ini
disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,
karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi
pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut.
Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari
keausan arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan
akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-
arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan
daya penyesuaian diri. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan
serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima
puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat
meningkatkan resiko hipertensi (Elsanti,2009). Prevalensi di
kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan
kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi.
21
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu
dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% 10 kasus hipertensi esensial dengan riwayat
hipertensi dalam keluarga
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol :
1) Merokok
Fakta otentik menunjukan bahwa merokok dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan
dengan kandungan nikotin. Asap rokok (CO) memiliki kemampuan
menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan menarik
oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah
pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Laporan dari
Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan
kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat
menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24.4%
(Karyadi 2002). Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin
mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan
ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen jantung,
merangsang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan gangguan
irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan
banyak bagian tubuh lainnya.
2) Status Gizi
Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa
merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko
penyakitpenyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas
kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu
22
dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan
mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Indeks Massa
Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi
seseorang. Seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas jika
memiliki nilai IMT ≥ 25,0. Obesitas merupakan faktor risiko
munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi,
penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus.
3) Konsumsi Na (Natrium)
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan
darah. Faktor lain yang ikut berperan yaitu sistem renin angiotensin
yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi
rennin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf
simpatis. Renin berperan dalam proses konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan sekresi
aldosteron yang mengakibatkan menyimpan garam dalam air.
Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi (Susalit
dkk,2001).
4) Stres
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui
aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan
darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah yang menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti tetapi angka kejadian masyarakat
di perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota (Roehandi, 2008). Menurut
Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS UMUM
a. Nama : Tn. M
b. Umur : 71 Tahun
c. Alamat : Peunteut
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Suku : Aceh
f. Agama : Islam
g. Status perkawinan : Kawin
2. Status Kesehatan Saat Ini
a. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
b. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK
sampai 3 kali.
c. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada
saat siang hari.
d. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.
e. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada
bagian tengkuknya.
f. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu
aktivitasnya.
24
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Penyakit : Masa kanak-kanak Tn. M pernah dirawat di rumah sakit
hanya sakit biasa dan jika sakit panas hanya di rawat jalan, dan pada
masa tua pasien mengalami tekanan darah tinggi sejak usia 60 tahun.
b. Alergi : Tn. M mengatakan tidak ada alergi
c. Kebiasaan : Tn. M tidak merokok, minum teh atau kopi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tn. M mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang mempunyai
sakit hipertensi atau darah tinggi.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).
b. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo
matang.
c. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam keputihan.
d. Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva
tidak Anemis.
e. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,
tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.
f. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.
h. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan.
i. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
j. Sistem kardiovaskuler : TD 140/90 mmHg
k. Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada
inkontinensia urin.
6. Psikosial dan Spiritual
a. Psikososial
Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan
keluarga dan tetangga.
25
b. Masalah emosional
Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi tidak banyak
pikiran.
c. Spiritual
Klien beragama islam dan melakukan sholat lima waktu sehari dirumah.
Klien pergi ke mesjid untuk shalat jum’at.
7. Pengkajian Fungsional
a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa
dilakukan secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan
dari orang lain di antaranya yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB),
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, pasien
tidak menggunakan alat bantu berjalan.
b. Modifikasi dari Bartel Indeks
Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x
sehari
Jumlah:
secukupnya
Jenis, nasi, sayur,
lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, dan
susu
3 Berpindah dari satu 15 Mandiri
tempat ketempat lain
4 Personal toilet (cuci 5 Frekuensi: 3x
muka, menyisir rambut,
gosok gigi).
5 Keluar masuk toilet 5 Frekuensi: 2-3 kali
(mencuci pakaian,
26
menyeka tubuh,
menyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin
melakukan sesuatu
misalnya
mengambil minum
atau ke kamar
mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus
pelan-pelan
9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi
10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x
sehari
Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x
sehari
Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang
diadakan posbindu
setiap bulan
13 Rekreasi/ pemanfaatan 10 Jenis: rekreasi
waktu luang keluar /hanya
duduk saja kadang
mengobrol dengan
teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor: 130 yang termasuk dalam kategori mandiri
27
B. ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1 Ds: Ansietas Insomnia
1. Klien mengatakan memiliki
penyakit hipertensi atau tekanan
darah tinggi.
2. Saat ini Tn. M masih
mengkonsumsi obat antihipertensi
secara rutin.
3. Klien mengatakan sering
terbangun pada malam hari jika
ingin BAK sampai 3 kali.
4. Klien mengatakan tidak pernah
tidur siang, karena tidak bisa tidur
pada saat siang hari.
5. Klien mengatakan mengalami
susah tidur, gelisah, tetapi tidak
banyak pikiran.
Do :
1. Klien tampak tidak tidur di waktu
siang hari.
2. TD 140/90 mmHg
28
7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul
(T)
Do :
1. Wajah klien tampak meringis saat
menahan nyeri.
3 Ds: Defisit
1. Klien mengatakan tidak pernah Pengetahuan
diberi pendidikan kesehatan
mengenai tekanan darah tinggi.
Do:
1. Klien mengira boleh memakan
makanan asin
2. TD 140/90 mmHg
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
2. Insomnia berhubungan dengan ansietas
3. Defisit pengetahuan dengan ketidakmampuan lansia mengenal masalah
29
D. RENCANA KEPERAWATAN
30
3 Defisit pengetahuan b/d NOC: NIC
ketidakmampuan lansia Setelah di lakukan kunjungan rumah 1. Kaji pengetahuan klien dan keluarga
mengenal masalah sebanyak 2 x diharapkan lansia mengetahui tentang hipertensi
proses penyakit 2. Diskusikan dengan klien dan
Kriteria hasil menggunakan leaflet meliputi pengertian
1. Pasien dan keluarga menyatakan hipertensi, faktor resiko, tanda dan
pemahaman tentang penyakit kondisi gejala,komplikasi, pengobatan,
dan program pengobatan pencegahan, dan makanan yang harus
2. Pasien dan keluarga mampu dibatasi
melaksanakan prosedur yang dijelaskan 3. Jelaskan makanan yang harus dikonsumsi
secara benar dan dihindari penderita hipertensi
3. Pasien dan keluarga mampu 4. Pasien mampu menjelaskan kembali apa
menjelaskan kembali apa yang yang telah dijelaskan perawat
dijelaskan mahasiswa
4. Klien dam keluarga mengetahui
kompikasi hipertensi.
31
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Tanggal Waktu Pelaksanaan Evaluasi Nama Dan
Paraf
1 10:00 1. Mengkaji nyeri klien S:
2. Melatih relaksasi P: klien mengatakan masih nyeri
napas dalam Q: nyeri terasa tertusuk-tusuk
3. Mengukur TTV R: nyeri di tengkuk
S: skala 5
T: hilang timbul
O: TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80x/menit,
RR: 22x/menit.
A: Masalah nyeri kronis belum teratasi
P:
1. Kaji nyeri klien
2. Evaluasi senam ergonomis
2 11:00 1. Mengukur tekanan S:
darah Klien mengatakan senang diajarkan
senam relaksasi otot progresif.
32
2. Mengajarkan klien O:
tentang relaksasi Klien nampak mempraktikan relaksasi
otot progresif: otot progresif sesuai intruksi meskipun
a. Relaksasi otot ada beberapa gerakan yang kurang
tangan tepat.
b. Relaksasi otot TD : 140/90 mmHg
muka A:
c. Relaksasi otot Masalah keperawatan insomnia teratasi
perut sebagian.
d. Relaksasi otot P:
kaki Motivasi klien untuk melakukan relaksasi
otot progresif setiap sebelum.bangun tidur.
3 12:00 1. Menjelaskan arti S:
hipertensi - Klien mengatakan paham tentang
2. Mendiskusikan penyakit kondisi dan program
tanda dan gejala pengobatan yang diberikan
hipertensi - Klien mengatakan melaksanakan
program pengobatan sesuai dengan
yang dijelaskan mahasiswa
33
3. Memberitahukan - Klien menyebutkan pengertian
faktor penyebab hipertensi, faktor resiko ,tanda dan
hipertensi gejala, komplikasi, pengobatan,
4. Menanyakan pencegahan, dan makanan yang harus
kembali yang telah dibatasi dengan bahasa sendiri.
di diskusikan O:
- Klien mampu melaksanakan prosedur
Kegiatan ini yang dijealaskan secara benar
dilakukan dengan - klien mampu menjelaskan kembali
media leaflet apa yang dijelaskan mahasiswa
tentang hipertensi
- klien mengetahui komplikasi
hipertensi
A: Masalah Teratasi
P: Hentikan Intervensi
34
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Tn.M dengan
Hipertensi di Desa Tunong Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe
maka dapat di ambil kesimpulan:
1. Dalam pengkajian penulis tidak menemukan kesulitan yang berarti yang
dapat di simpulkan di peroleh mudah karena adanya kerja sama antara Tn.M
dengan mahssiswa dan pertuga kesehatan.
2. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu direncakan beberapa tindakan
keperawatan dengan menentukan rasional dari tindakan tersebut.
3. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan sangat di perlukan kerjasama
yang baik antara keluarga, tim kesehatan yang lain untuk mendapatkan
tindakan keperawatan yang berkesinambungan.
35
DAFTAR PUSTAKA