PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Penelitian tentang Implementasi Layanan Electronic Health (e-Health)
di Puskesmas Kedurus Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya.
Proposal penelitian ini diajukan sebagai salah satu tugas pada mata
kuliah Studi Implementasi di Progam Studi S1 Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial Dan Hukum Universitas Negeri Surabaya. Dengan
diselesaikannya proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang telah memberikan masukan masukan kepada penulis. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................16
LAMPIRAN .....................................................................................................................0
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
Telah kita ketahui bahwa teknologi sudah ada sejak lama dan manusia
telah memanfaatkannya sejak dahulu kala. Semakin hari kemajuan
teknologi semakin mengalami perkembangan, tidak dapat dipungkiri
bahwa kemajuan teknologi telah banyak memberikan dampak besar bagi
kehidupan kita. Kemajuan teknologi diakibatkan dari keinginan manusia
yang ingin keluar dari masalah dan mengininkan hidupnya lebih aman dan
praktis.
Globalisasi merupakan kondisi terjadinya perubahan di berbagai aspek
kehidupan manusia yang terjadi secara cepat dan mendunia. Globalisasi
tersebut dipicu dan dipercepat dengan adanya keterbukaan informasi dan
perkembangan IPTEK. Selain itu Globalisasi Kesehatan menjadikan dunia
kesehatan yang selama ini syarat dengan aspek humanitarian sebagai salah
satu indikator kualitas sumber daya manusia (SDM), ternyata telah
mengalami distorsi dan menjadi elemen pokok komoditas ekonomi yang
menggiurkan.
Kesehatan merupakan investasi penting untuk mendukung
pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kependudukan lainnya seperti kemiskinan karena suatu
negara tanpa penduduk yang sehat tidak akan mungkin dapat membangun
negaranya sendiri. Pelayanan kesehatan merupakan faktor penting untuk
meningkatkan taraf sehat dari penduduk itu sendiri. Namun nyatanya
hingga saat ini Pelayanan Kesehatan di Indonesia belum bisa dikatakan
cukup memadai untuk seluruh penduduk Indonesia terutama untuk
penduduk yang tinggal di daerah timur Indonesia seperti Maluku, NTT,
NTB dan Papua dengan tingkat gizi buruk diatas dari 40% . Memang hal
tersebut tidak bisa langsung kita buat menjadi acuan dalam penentuan
status pelayanan kesehatan di Indonesia namun hal itu dapat menjadi
tamparan keras bagi bangsa kita karena betapa tidak meratanya pelayanan
kesehatan di Indonesia.
Terdapat beberapa faktor yang membuat pelayanan kesehatan di
Indonesia kurang terlaksana dengan baik. Faktor pertama adalah faktor
tenaga kesehatan di Indonesia. Faktor tenaga kesehatan merupakan salah
satu faktor besar yang mempengaruhi tingkat pelayanan kesehatan di
1
Indonesia karena tenaga kesehatan itu sendirilah yang turun kedalam
masyarakat untuk melakukan pelayanan kesehatan.
Menurut data dari Kementrian Kesehatan RI , tenaga kesehatan yang
dimiliki Indonesia saat ini berjumlah sebanyak 876.984 orang yang terdiri
atas dokter , perawat , bidan , dan tenaga kesehatan lainnya. Dari data
didapat bahwa rasio dokter dengan penduduk Indonesia berbanding 1:2500
penduduk , hal ini menunjukkan bahwa pelayanan di Indonesia khususnya
bidang pelayanan dokter dalam kondisi memprihatinkan karena
perbandingan ideal antara dokter dan penduduk yang baik harusnya 1
berbanding 1000 penduduk kebawah. Ditambah lagi dengan masalah tidak
tersebarnya tenaga kesehatan di Indonesia yang hanya terkonsentrasi di
wilayah yang padat penduduknya saja dan kurang menjangkau daerah-
daerah lainnya khusunya wilayah Indonesia bagian timur yang jumlah
tenaga kesehatannya terpaut sangat jauh dari daerah lainnya di Indonesia.
Hal ini tentu harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah
Indonesia khususnya yang mempunyai tugas di bidang kesehatan untuk
menyamaratakan tenaga kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.
Faktor kedua adalah minimnya sarana kesehatan yang tersedia. Sarana
kesehatan seperti Rumah Sakit , Rumah Sakit Bersalin , Posyandu , dan
sarana kesehatan lainnya sangat berperan penting dalam peningkatan
pelayanan kesehatan karena disanalah pusat dari pelayanan kesehatan itu
sendiri. Menurut data dari Badan Pusat Statistik , Indonesia memilih total
sarana kesehatan sebanyak 55.543 yang terdiri atas Rumah Sakit ,
Puskesmas , Posyandu , dan sarana kesehatan lainnya. Penyebaran sarana
kesehatan yang ada di Indonesia sangat tidak merata dimana sebagian besar
sarana kesehatan di Indonesia hanya terpusat pada beberapa wilayah
tertentu saja seperti pulau Jawa dan Sumatera sementara wilayah Indonesia
bagian timur hanya mendapat sedikit sarana kesehatan , contohnya Provinsi
Maluku yang hanya punya rumah sakit sebanyak 43 unit dibanding dengan
Provinsi lainnya yang memiliki Rumah Sakit diatas 100 unit. Permasalahan
ini tentunya harus mendapat perhatian serius dari kita terutama dari
pemerintah untuk menanggulangi kesenjangan ini.
Faktor terakhir adalah faktor birokrasi yang cukup buruk dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia. Bidang kesehatan sendiri
mengalami kerugian hingga mencapai ratusan milyar rupiah dengan kasus
seperti korupsi pengadaan alat bantu belajar pada dokter dan korupsi
dalam pemenangan tender untuk pembuatan atau penelitian jenis obat
tertentu. Sangat disayangkan , bidang yang seharusnya bersih dari korupsi
karena menyangkut kesehatan banyak jiwa menjadi lumbung bagi para
2
pencuri uang negara untuk menambah hartanya. Hal ini sangat jelas
menambah makin buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia dan sekali
lagi kita keteteran dalam hal ini.
Sebenarnya masih banyak faktor faktor yang membuat pelayanan
kesehatan di Indonesia semakin memburuk , namun tiga faktor diatas
adalah faktor utama penyebab masalah buruknya pelayanan tersebut.
Masalah ini harus diselesaikan dengan serius karena jika terus dibiarkan
akan menimbulkan dampak yang sangat negatif terhadap perkembangan
bangsa seperti terhambatnya pembangunan , memperlebar ketimpangan
dalam penerimaan pelayanan kesehatan bagi penduduk Indonesia ,
meningkatkan jumlah kematian (mortalitas) ,dan pasti akan meningkatkan
jumlah kemiskinan di Indonesia dengan status kemiskinan yang lebih parah
lagi dari sekarang.
Tentu pemerintah harus bekerja lebih keras lagi dalam menanggapi
masalah ini , terutama terhadap tingkat pemerataan pelayanan kesehatan
yang diterima oleh penduduk harus dipastikan benar-benar memenuhi
standar yang baik. Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat
yang harus dipenuhi dalam pembangunan kesehatan. Hal tersebut harus
dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran
penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Globalisasi akan memberikan dampak yang sangat luas kepada
Indonesia. Dampak globalisasi diperkirakan dapat memberikan pengaruh
baik terhadap penggunaan teknologi kesehatan, sistim pelayanan, penyakit
penyakit baru, hingga kondisi sosial kemasyarakatan lainnya. Dengan kata
lain mau tidak mau, dampak globalisai harus menjadi salah satu prioritas
area garapan bidang kesehatan di Indonesia. Kesehatan merupakan modal
bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia dan sebagai
modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sistem
pelayanan konvensional yang selama ini diterapkan di instansi pemerintah
bergeser menjadi sistem pelayanan berbasis elektronik. Hal ini sejalan
dengan Instruksi Presiden no. 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi
pengembangan e-Government. E-Government telah diperkenalkan di
Indonesia sejak tahun 2001 melalui Instruksi Presiden No.6 tahun 2001
tentang Telematika (Telekomunikasi, Media, dan Informatika) yang
menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi
3
telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses
demokrasi. Kemudian keluarnya Instruksi Presiden RI No. 3 tahun 2003
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government
merupakan bukti keseriusan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan melalui electronic government itu sendiri.
Hal inilah yang kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota
Surabaya, memanfaatkan TIK untuk mempercepat pelayanan, dengan
membuat e-Health, yaitu aplikasi yang memudahkan warga untuk
mempersingkat antrean di puskemas atau rumah sakit. E-health yang
merupakan kependekan dari electronic health ini merupakan aplikasi yang di
gagas oleh Pemerintah Kota Surabaya kemudian dicetuskan bersama
dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Aplikasi e-health ini diwadahi
dalam sebuah mesin yakni e-kios. Mesin e-kios ini berbentuk seperti
anjungan yang dilengkapi dengan monitor layar sentuh, keyboard, mouse,
RFID atau scanner e-KTP serta printer untuk print out nomor antrian. E-kios
ini disediakan di setiap Puskesmas yang ada di Kota Surabaya. E-health
merupakan aplikasi pendaftaran dan pembuatan rujukan pasien secara
online. Adapun tujuan dari e-health adalah untuk mengurangi waktu antrian
di bagian pendaftaran, yakni dengan melakukan pendaftaran melalui scan
e-KTP. Selain itu untuk mempermudah rujukan dengan adanya resume
medik yang terintegrasi dengan Rumah Sakit PemKot Surabaya yakni
RSUD dr. M. Soewandhie dan RSUD Bhakti Dharma Husada. Dari
kemudahan yang diberikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan pemerintah kepada masyarakat Surabaya.
(SUMBER???)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa layanan e-health
merupakan program yang berorientasi pelayanan kepada masyarakat
dibidang administrasi kesehatan. Adapun dasar hukum yang dipakai dalam
penerapan dari layanan e-health ini mengacu pada Peraturan Walikota
Surabaya No. 5 Tahun 2013 tentang Pedoman Pemanfaatan Teknologi dan
Komunikasi dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
4
Radio Frequency Identity (RFID) read di 10 Puskesmas percontohon,
mencakup Puskesmas Dupak, Puskesmas Jagir, Puskesmas Kalirungkut,
Puskesmas Ketabang, Puskesmas Kedurus, Puskesmas Pucangsewu,
Puskesmas Simoloyo dan Puskesmas Tanah kalikedinding. Sehingga pada
sepuluh puskesmas percontohan ini sudah dapat dilakukan rujukan secara
online ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hohammad Soewandi atau ke
Rumah Sakit Umum Daerah Bhakti Dharma Husda. Rujukan online ini
memudahkan masyarakat karena tidak perlu lagi antri di loket rumah sakit
ketika pasien harus dirujuk ke rumah sakit, tentunya dengan syarat pasien
hadir sesuai jadwal yang tertera pada surat rujukan online puskesmas.
Kebijakan e health yang digagas Pemkot Surabaya ini sudah cukup baik.
Untuk mengetahui sejauh mana penerapan e health saat ini, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan mengambil Puskesmas Kedurus
sebagai lokasi penelitian.
5
- Bagi peneliti, khususnya dilingkungan perguruan tinggi,
penelitian digunakan sebagai sarana untuk mengimplikasikan
ilmu-ilmu yang telah didapat dalam perkuliahan.
- Bagi pembaca sebagai bahan referensi dan juga bacaan ilmiah
dalam pengkajian mengenai konsep e-Government.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
7
yang mudah diukur, karena ukurannya jelasyakni sejauh mana
kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Menurut
Wollsebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan bahwa
kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
8
terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai
tanggungjawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada suatu titik
mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari kelak
diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakatselama
waktu tertentu.
9
Yaitu kegiatan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan dalam kebijakan tersebut telah dicapai. Selaku
pengamat kebijakan,bagaimanapun juga pemerintah ingin
agar tujuan kebijakannya tercapai, maka ia berkepentingan
untuk menjaga proses implementasi sebaikmungkin, dan
seandainya kebijakan tetap gagal mencapai tujuan,pemerintah
pasti ingin mengetahui penyebab kegagalan tersebut, agar hal
yang sama tidak terulang di masa depan. Untuk inilah
evaluasi kebijakan perlu dilakukan oleh pemerintah (Wibawa,
1994 : 8).
10
swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan
11
pendukung berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
12
objective. The make up of a program can include objectives, policies,
procedures, methods, standards and budgets.
13
anggaran yang diperlukan, sarana dan prasarana, penetapan
tata kerja, penetapan manajemen kebijakan.
3. Tahap Aplikasi
Tahap penerapan rencana implementasi kebijakan ke kelompok
target atau sasaran kebijakan.
yakni
Gambar 2.1.Model George C.Edwards III
1. Komunikasi,
Implemetnasi kebijakan publik agar dapat mencapai
keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui
apa yang harus dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi
tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada
kelompok sasaran (target group) sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian
tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak
memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran
kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok
sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan
14
atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan.
Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu;
- Penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan
implementasi yang baik pula (kejelasan).
- Adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana
kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam
pelaksanaan kebijakan.
- Adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan
kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah
akan membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan
yang bersangkutan.
-
2. Sumber Daya
3. Disposisi
Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik,
sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti
komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat
demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi
yang baik, maka dia akan dapat menjalankan
kebijakandengan baik seperti apa yang diinginkan dan
ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi
kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang
berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses
15
implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. Wahab
(2010), menjelaskan bahwa disposisi adalah watak dan
karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
komitmen, keejujuran, sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan.
4. Struktur Birokrasi
Menurut Nur Mas Ammah dan Eva Hany Fanida, S.AP., M.AP dalam
jurnalnya yang berjudul Penerapan Layanan Electronic Health (e-health)
di Puskesmas Peneleh Kecamatan Genteng Kota Surabaya,
menunjukkan bahwa penerapan layanan e-health di Puskesmas Peneleh
belum memperoleh hasil yang maksimal. Hal ini dikarenakan faktor
teknologi yang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, inovasi dari
para pegawai dan staff Puskesmas peneleh yang sangat rendah dalam
penerapan layanan e-health. Faktor kepemimpinan yang hanya terlihat
pada staff IT saja, perencanaan yang kurang matang, dan minimnya
16
transaparansi terkait layanan e-health yang diberikan oleh Puskesmas
Peneleh kepada masayarakat di wilayah kerja mereka.
Menurut Krishnawan Panji Agastya dan Eva Hany Fanida, S.AP., M.AP
dalam jurnalnya yang berjudul Penerapan Layanan Electronic Health (e-
health) di Puskesmas Jagir Kelurahan Jagir Kecamatan Wonokromo Kota
Surabaya, menunjukkan bahwa Penerapan Layanan E-Health di
Puskesmas Jagir Kelurahan Jagir Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya
sudah berjalan dengan baik meskipun terdapat beberapa faktor kendala.
Hal tersebut diketahui melalui implementasi elemen political environment
yang bertipe TDP (Top down project). Elemen Leadership dalam penerapan
layanan e-health di Puskesmas Jagir sudah cukup baik, hal tersebut
dibuktikan dengan kemampuan pemimpin tiap dinas terkait serta dengan
aparat kelurahan dan juga pegawai puskesmas yang lainnya saling
koordinasi dan saling bekerjasama serta berkomitemen dalam melayani
masyarakat.
17
2.4 Kerangka Berfikir
1. Komunikasi
a. Transmisi
b. Kejelasan
c. Konsistensi
2. Sumber Daya
a. Staf
b. Informasi
c. Kewenangan
d. Fasilitas
3. Disposisi
a. Staf
b. Komitmen
4. Struktur Birokrasi
a. Struktur
Organisasi
b. SOP
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
18
kalau sumber daya yang tersedia tidak mendukung hal ini dapat
menghambat pelaksana kebijakan. Adapun pentingnya masalah sumber
daya dalam penerapan e-health yang mana apabila tidak ada maka
pelayanan yang baik tidak diberikan. , yang mencakup : jumlah staf apakah
mencukupi atau tidak dalam pemberian layanan publiknya dan
bagaiamana fasilitasnya sarana dan prasarana dari mesin e-health sendiri
yang ada di Puskesmas Kedurus. Selanjutnya indikator yang ketiga (3)
disposisi, Disposisi atau sikap yang dimaksud adalah sikap pelaksana
kebijakan dalam hal ini pelaksana program E-Health. Komponen pelaksana
program perlu sepenuh hati dan memiliki komitmen dalam melaksanakan
fungsinya sehingga akan menghasilkan pandangan yang seimbang bahwa
program dilaksanakan untuk pengembangan pelayanan kepada publik ke
arah yang lebih baik.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
20
Menurut Moloeng (2007), fokus penelitian di maksudkan untuk
membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan yang
tidak relevan, agar tidak di masukkan ke dalam sejumlah data yang sedang
di kumpulkan, walaupun data itu menarik. Perumusan fokus masalah
dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan
rumusan fokus atau masalah masih tetap di lakukan sewaktu penelitian
sudah berada di lapangan. Untuk mencapai keberhasilan dalam
implementasi kebijakan publik penelitian ini difokuskan pada 4 indikator
dari model Edward yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur
birokrasi yang digunakan dalam menunjang implementasi layanan e-health
di puskesmas kedurus.
- Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang
menunjang data primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
observasi yang dilakukan oleh penulis serta dari studi pustaka. Dapat
dikatakan data sekunder ini bisa berasal dari dokumen-dokumen grafis
seperti tabel, catatan,SMS, foto dan lain - lain (Arikunto, 2010:22).
21
atau obyek lain yang diselidiki. Adapun jenis-jenis observasi tersebut
diantaranya yaitu observasi terstruktur, observasi tak terstruktur,
observasi partisipan, dan observasi nonpartisipan.
Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian maka, peneliti
memilih observasi partisipan. Observasi partisipan yaitu suatu teknik
pengamatan dimana peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan yang
dilakukan oleh objek yang diselidiki. Observasi ini dilakukan dengan
mengamati dan mencatat langsung terhadap objek penelitian, yaitu
dengan mengamati proses penerapan program E-Health di Puskesmas
Kedurus Kota Surabaya. Sehingga peneliti dapat menentukan informan
yang akan diteliti dan juga untuk mengetahui jabatan, tugas/kegiatan,
alamat, nomor telepon dari calon informan sehingga mudah untuk
mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian.
2. Wawancara
Dalam teknik pengumpulan menggunakan wawancara hampir sama
dengan kuesioner. Wawancara itu sendiri dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan
wawancara mendalam (in-depth interview). Namun disini peneliti
memilih melakukan wawancara mendalam, ini bertujuan untuk
mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi
pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi, Sulistyo-Basuki (2006:173).
Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta
ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum
dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau
memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan
jelas mengenai topik penelitian.
3. Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari
buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal-jurnal
dan media lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian.
4. Dokumentasi
Dokumen menurut Sugiyono, (2009:240) merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti disini
berupa foto, gambar, serta data-data mengenai Kepala dan Staff
Puskesmas Kedurus Kota Surabaya maupun masyarakat pengguna jasa
E-Health yang didapatkan dari Puskesmas Kedurus Kota Surabaya.
22
Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan semakin sah dan
dapat dipercaya apabila didukung oleh foto-foto.
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan
Keterangan:
a. Pengumpulan data, adalah menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber antara lain wawancara, pengamatan yang
ditulis dalam catatan laporan, dokumentasi pribadi, dokumen
resmi, gambar, foto (Moleong, 1990:19)
23
b. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
c. Penyajian data, sebagai kumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan meliputi berbagai jenis matriks, grafik,
jaringan dan bagan.
d. Penarikan kesimpulan/verifikasi tergantung pada besarnya
kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan dan
metode pencarian ulang yang digunakan, serta kecakapan
peneliti. Kesimpulan dapat dirumuskan sejak awal dan selama
penelitian berlangsung.
e. Tanda panah merupakan pola proses hubungan diantara
komponen-komponen pengumpulan data, reduksi data, sajian
data dan penarikan kesimpulan yang akan menjadi model analisis
interaktif.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Deskripsi Lokasi
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Puskesmas Kedurus Jl. Raya
Mastrip Kedurus 46, Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya.
Puskesmas ini terletak pada wilayah Surabaya bagian selatan
dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai buruh,
pns dan juga wirausaha. Puskesmas ini memiliki satu gedung
utama yang terdiri dari 2 lantai, 1 ruang tata usaha , 1 ruang
kepala puskesmas dan juga ruangan pembantu lainnya.
Puskesmas memiliki 5 tipe pelayanan terpadu di dalamnya
yaitu (1) Pkm Perawatan umum, (2) Pkm sore, (3) UGD, (4)
Spesialis Anak, Obgyn, Paru, (5) Pemeriksaan CPNS. Memiliki
ruang tunggu yang cukup luas dan nyaman bagi pasien yang
ingin berobat dan juga 2 loket di bagian sisi depan puskemas.
Akan tetapi lapang Puskesmas Kedurus ini masih tergolong
sempit karena hanya bisa memuat 1 mobil ambulans dan 2
mobil tersisa dilanjut dengan kisaran 20 sepeda motor.
25
kedepan. (2) monitor touchscreen khusus e-health digunakan
pasien yang mendaftar dan ingin berobat pada hari itu juga.
26
masing-masing. Karena setiap puskesmas dan rumah sakit memiliki
layanan yang berbeda-beda. Awalnya e-health menyediakan layanan
yang umum-umum saja, seperti poli umum, poli gigi, poli KIA, dan
sebagainya kemudian jika puskesmas atau rumah sakit ingin
menambah layanan, misalnya memiliki poli jiwa, atau poli spesialis
anak maka mereka bisa mengajukan penambahan fitur.
27
4.2 Pembahasan
Implementasi e-health di Puskesmas Kedurus yang kami teliti
berdasarkan model implementasi Edward :
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan proses transformasi kebijakan yang tidak
hanya dilakukan pada pelaku kebijakan, tetapi juga pada kelompok
sasaran, komunikasi yang dilakukan oleh pelaksana program e-health di
Puskesmas Kedurus adalah melalui sosialisasi. Sosialisasi dilakukan
dengan cara membagikan brosur-brosur saat pasien datang, sambil lalu
memberikan penjelasan tentang e-health agar pasien dapat lebih paham.
Kemudian pasien dapat langsung mempraktekkan mengakses e-health
dengan didampingi dan diarahkan oleh linmas. Itu untuk sosialisasi yang
di dalam Puskesmas Kedurus.
Puskesmas Kedurus juga melakukan sosialisasi keluar, ke masyarakat.
Biasanya sosialisasi dilakukan ke ibu-ibu PKK dan ibu-ibu kader. Untuk
ibu-ibu PKK biasanya sosialisasi dilakukan malam hari sekitar jam 19.00,
dan untuk ibu-ibu kader, biasanya pagi hari, sekitar jam 10.00. Hanya saja
kendalanya, jika sosialisasi ke tengah masyarakat, tidak bisa langsung
praktek seperti sosialisasi ketika di dalam Puskesmas, karena
infrastrukturnya ada di Puskesmas. Namun Staf IT dari Puskesmas dalam
mensosialisasikan e-health ini membuat persis seperti yang ada di monitor
e-health, jadi semua langkah dan fitur-fitur menu diruntut satu persatu
agar jelas. Bisa dengan screenshot atau bagan-bagan langkah untuk
membuat masyarakat lebih mudah dalam memahami e-health.
Dalam teori George Edward III dijelaskan bahwa komunikasi
merupakan langkah awal dalam pelaksanaan kebijakan atau program yang
akan diberlakukan untuk mencapai sasaran. Komunikasi juga sangat
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan
publik. Tujuannya yaitu untuk pelaksanaan kebijakan atau program yang
lebih efektif dan terkontrol sebagaimana tujuan yang ditetapkan. Dalam
variabel komunikasi terdapat tiga indikator yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan variabel tersebut. Yaitu transmisi, kejelasan, dan
konsistensi.
Transmisi atau alat atau metode yang digunakan dalam penyampaian
informasi. Puskesmas Kedurus, menggunakan brosur sebagai alat
penyampaian informasi, selain itu komunikasi secara langsung atau tatap
muka. Baik itu saat sosialisasi di Puskesmas maupun saat diluar Puskesmas
ke tengah-tengah masyarakat.
28
Kejelasan, pelaksana atau target sudah jelas memahami kebijakan e-
health.
Di Puskesmas Kedurus, staf IT dan Linmas yang bertugas di e-health sudah
jelas dan memahami penggunaan e-health, sudah menguasai e-health.
Masyarakat atau kelompok sasaran pun demikian, dari yang kami amati,
rata-rata masyarakat sudah bisa mengoperasikan e-health sendiri. Linmas
hanya mengawasi dan mendampingi, kecuali untuk pasien-pasien yang
memang lansia yang sulit mengoperasikan e-health.
Konsistensi, para pelaksana e-health yakni staf IT dan Linmas dalam
memberikan informasi tentang e-health kepada masyarakat selalu
konsisten atau tidak berubah-ubah sehingga masyarakat tidak merasa
bingung.
b. Sumber Daya
Keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan juga harus memiliki
unsur sumber daya. Tanpa adanya sumber daya yang memadai, maka
suatu implementasi kebijakan akan mengalami kesulitan. Menurut
Agustino, indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana
sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah staff,
informasi, kewenangan, dan fasilitas.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh, sumber daya staff yaitu
pelaksana atau pemberi layanan ini sudah cukup memadai. Staf IT yang
dimiliki Puskesmas Kedurus memang berkompeten, serta Linmas juga
berkompeten. Menguasai teknologi atau penggunaan e-health, serta
berusaha mencari solusi saat ada kendala-kendala dalam pelaksanaan e-
health.
Sumber Daya Informasi dalam program e-health sudah cukup baik.
Masyarakat mendapatkan informasi yang cukup dari pelaksana atau
pelaku program mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan e-health,
sehingga mereka bisa mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam
sosialisasi, pelaksana sudah menjelaskan semua mulai dari tata cara, fitur-
fitur, rujukan, jam pelayanan, dan sebagainya sehingga masyarakat sudah
mendapatkan informasi yang lengkap.
Menurut Edward selain sumber daya manusia, sumber daya anggaran
juga sangat penting dalam menunjang keberhasilan implementasi program
e-health. Dari keterangan pelaksana e-health, walaupun jumlah anggaran
tidak dapat disebutkan secara gamblang, namun jumlahnya memadai
29
untuk mendukung kebijakan e-health ini, baik untuk pemenuhan
infrastruktur maupun pengembangan.
Indikator terakhir yang digunakan dalam sumber daya adalah
fasilitas. Dimana fasilitas yang digunakan untuk pelaksanaan e-health di
Puskesmas Kedurus ini sudah sangat menunjang. Ada monitor touchscreen
khusus e-health yang memang menjadi infrastruktur e-health. Terlebih lagi
sebagai puskesmas percontohan, Puskesmas Kedurus mendapatkan mesin
e-kios terlebih dahulu sebelum monitor. Jadi, dari segi fasilitas, di
Puskesmas Kedurus sudah sangat memadai.
c. Disposisi
Di dalam proses implementasi kebijakan publik, disposisi merupakan
hal yang penting karena menyangkut dengan sikap dan karakteristik
implementor seperti komitmen, kejujuran, dan konsistensi, dll. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan. Sikap atau perilaku yang baik menentukan
keberhasilan dari pelaksanaan program e-health. Tanpa adanya sikap dan
perilaku yang baik serta dedikasi yang tinggi dari pelaksana program e-
health maka program tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil pengamatan, para pihak pelaksana program e-
health di Puskesmas Kedurus sudah cukup berkomitmen dalam tugasnya
untuk melaksanakan program e-health. Para pelaksana gencar
menyampaikan ke masyarakat, mensosialisasikan e-health, memberikan
pelatihan, memberikan pendampingan agar seluruh masyarakat dapat
memahami dan menggunakan e-health. Para pelaksana berkeinginan agar
masyarakat benar-benar memanfaatkan e-health yang bisa diakses dari
mana saja, dari rumah, kantor, dan sebagainya. Selain untuk memudahkan
masyarakat itu sendiri, juga memudahkan pihak Puskesmas dalam
memberi pelayanan. Pemberian pelayanan mejadi teratur dan tidak
menyebabkan Puskesmas menjadi penuh sesak akibat menumpuknya
antrean.
d. Struktur Birokrasi
Variabel struktur birokrasi merupakan variabel yang terakhir dari
empat variabel sebelumnya yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
suatu program. Struktur birokrasi ini berupa susunan komponen (unit-unit)
kerja dalam organisasi yang menunjukkan adanya pembagian kerja serta
adanya kejelasan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-
30
beda diintegrasikan atau dikoordinasikan sesuai dengan standar
operasional prosedur (SOP) yang merupakan aspek organisasi yang telah
ditetapkan. Selain itu, struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi
pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Aspek pertama dari struktur birokrasi adalah standar prosedur
pelaksanaan atau standart operating procedure (SOP) yang dicantumkan
dalam guideline kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja
yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun
karena menjadi acuan dalam bekerjanya implementor atau pelaksana
kebijakan. Aspek kedua struktur birokrasi yang juga sangat penting dalam
rangka implementasi kebijakan secara efektif adalah struktur organisasi
pelaksana serta pembagian tugas dan tanggung jawab. Menurut analisis
data yang diperoleh bahwa SOP e-health ini sudah cukup baik, mudah
dipahami dan tidak berbelit.
SOP untuk e-health memang sudah tersedia, namun untuk struktur
organisasi pelaksana ini belum ada. Misal struktur organisasi dari Kepala
Dinas Kesehatan, ke Kepala Puskesmas kemudian ke IT dan terakhir ke
user itu belum ada struktur semacam itu.
Faktor Pendukung :
1. Sumber Daya Staf
Staf IT yang memang pendidikannya dibidang IT ini sangat
mendukung dalam implementasi e-health. Staf IT di Puskesmas Kedurus
yakni Bapak Fuad Amrullah. Beliau yang bertanggung jawab atas e-
health, dalam menjalankan e-health beliau dibantu dengan Linmas yang
bertugas mendampingi pasien di pintu masuk saat akan mendaftar di e-
health. Linmas ini juga yang bertugas memberi pelatihan pada pasien-
pasien. Dan membantu utamanya pasien yang sudah lanjut usia,
biasanya Linmas yang mendaftarkan. Karena kesulitan untuk
mengoperasikan sendiri.
2. Infrastruktur e-health
Dimana Puskesmas Kedurus memiliki dua infrastruktur e-health,
yakni mesin e-kios dan monitor touchscreen khusus e-health. Dengan
memiliki dua alat ini, dapat mengurangi antrean untuk akses e-health.
Kebijakan penggunaan dua alat tersebut di Puskesmas Kedurus yaitu,
monitor touchscreen digunakan pendaftar untuk berobat hari itu juga,
dan e-kios untuk berobat beberapa hari kedepan. Ini menjadi efektif bagi
pasien yang ingin berobat pada hari itu juga, karena tidak harus
31
mengantre dengan pasien-pasien yang tidak urgent atau tidak ingin
berobat pada hari itu juga.
Faktor Penghambat :
1. Masyarakat
Masyarakat yang tidak mau berubah ini menjadi penghambat,
mereka tidak mau belajar untuk menggunakan e-health. Mereka
menyuruh Linmas untuk mengambilkan nomor antrean. Padahal
Linmas akan mendampingi mereka, jika ada kesulitan. Namun mereka
memilih untuk didaftarkan saja. Selain itu, masyarakat yang tidak
disiplin waktu juga menjadi penghambat. Misal, sudah mendapatkan
nomor antrean dan ada estimasi waktu pelayanan yang tertera, mereka
tidak datang tepat waktu. Ketika estimasi waktu tertulis bahwa akan
dilayani pada kisaran jam 07.00 07.30, pasien justru datang jam 9.00
jam 10.00, dengan berbagai macam alasan keterlambatan. Dengan begini
adany e-health menjadi percuma karena keterlambatan menyebabkan
antrean menumpuk. Untuk itu Puskesmas Kedurus membuat kebijakan,
jika pasien yang sampai lima kali dipanggil tidak hadir, atau lima nomor
antrean telah diloncati, maka pasien tersebut harus mendaftar ulang
untuk mendapatkan nomor antrean baru.
2. Server Down
Karena semua server terpusat di Dinas Kesehatan, ketika Dinas
Kesehatan down maka semua Puskesmas akan down. Jika terjadi seperti
itu, maka Puskesmas Kedurus akan menggunakan manual dalam
melayani masyarakat.
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Implementasi program e-health di Puskesmas Kedurus telah
tergambarkan dalam empat variabel yang telah dikemukakan oleh George
C Edward III. Di dalam pelaksanaannya program e-health melibatkan
beberapa pihak sebagai implementor diantaranya adalah Dinas Kesehatan,
Dinas Kominfo, Pemerintah Kota Surabaya, Puskesmas serta Rumah Sakit.
Untuk implementasi di Puskesmas Kedurus ini, implementornya adalah
staf IT dan Linmas. Kelompok sasaran dalam program e-health adalah
masyarakat yang ingin berobat di Puskesmas seluruh Surabaya atau
Rumah Sakit yang terintegrasi dengan e-health, yakni RSUD dr. M.
Soewandhi dan Rumah Sakit BDH.
Untuk mencapai keberhasilan dalam implementasi kebijakan publik
terdapat empat variabel yang menentukan. Antara lain : komunikasi,
sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Program e-health akan
dikatakan berhasil, hal ini ditunjukkan dengan :
1. Komunikasi yang dilakukan oleh pihak pelaksana program e-health
dilaksanakan secara transparan, terbuka, dan konsisten. Komunikasi
antara pihak pelaksana dan kelompok sasaran dapat dipahami oleh
kelompok sasaran. Terbukti dalam pemanfaatan banyak yang sudah
memanfaatkan e-health, hanya segelintir masyarakat yang masih enggan
atau malas untuk mempelajari penggunaan e-health.
2. Sumber daya manusia, informasi, keuangan, dan fasilitas untuk
implementasi program sudah cukup memadai.
3. Disposisi berupa sikap dan komitmen dari para pihak yang terlibat
sudah cukup baik, konsisten dalam menjalankan tugas.
4. Struktur Birokrasi, implementasi e-health di Puskesmas Kedurus sudah
sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan, hanya saja untuk struktur
organisasi pelaksana e-health belum tersedia.
5.2 Saran
Terkait dengan hasil penelitian Implementasi Layanan E-Health di
Puskesmas Kedurus Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya, maka ada
beberapa saran yang dapat diberikan untuk lebih mematangkan
implementasinya sehingga berjalan secara optimal , yaitu antara lain :
33
a) Adanya peningkatan atau pembaharuan ide dalam pemberian
sosialisasi kepada masyarakat di daerah Kedurus tentang
program e-health khususnya pada masyarakat dengan
produktivitas usia > 40 tahun yang menganggap program e-
health ini tidak penting karena pada dasarnya kurangnya
pemahaman akan hal tersebut atau bisa disebut dengan gagap
teknologi, mengingat penggunaan smartphone dan aplikasinya
sudah tidak terdengar asing lagi di kalangan masyarakat.
b) Dalam menunjang pelayanan kepada calon pasien baik secara
online maupun manual diperlukan adanya pegawai yang cakap
dan kompeten di semua lini, jadi semua pegawai harus diikut
sertakan secara aktif dalam pengelolaan program e-health ini.
c) Dilakukannya antisipasi yang cepat dan tepat agar saat server
down dari pusat Dinas Kesehatan agar masyarakat yang ingin
berobat tidak tersendat keperluannya, terlebih menyangkut hal
kesehatan.
d) Adanya pemberian konsekuensi atau tindakan tegas kepada
masyarakat agar tidak menyepelekan tingkat kedisiplinan waktu
yang mana masyarakat seringkali tidak datang tepat waktu sesuai
dengan jadwal yang sudah diterimanya. Hal ini dilakukan juga
untuk menunjang kelancaran program e-health sendiri dan disisi
lain melatih tingkat kedisiplinan masyarakat sekitar.
e) Dan juga adanya pemeliharaan sarana aplikasi e-health itu sendiri
untuk menjaga keberlanjutan pemakaian system aplikasi e-health.
Dan dengan begotu masyrakat pengguna layanan kesehatan di
Puskesmas Kedurus bisa memanfaatkan layanan e-health tersebut
secara maksimal.
34
DAFTAR PUSTAKA
Ammah, Nur Mas dan Eva Hany Fanida. 2016. Penerapan Layanan Electronic
Health(E-Health) di Puskesmas Peneleh Kecamatan Genteng Kota
Surabaya. E-Journal Unesa,
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/article/21096/42/article.pdf. diakses pada
tanggal 19 April2017 pukul 17:50 WIB.
35
________. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) tentang Hak Asasi
Manusia.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo
Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta
: Center of Academic Publishing Service (CAPS)
36
Lampiran
Pertanyaan :
Komunikasi
1) Siapakah implementor dan kelompok sasaran dari program kebijakan E-
Health ini?
2) Bagaimana sosialisasi dari program E-Health ?
3) Metode apa yang digunakan dalam penyampaian informasinya?
4) Bagaimana pemahaman tentang isi kebijakan E-Health baik dari panitia
pelaksana maupun dari masyrakat?
5) Terkait dengan tingkat konsistensinya, apakah kebijakan E-Health akan
tetap konsisten atau mempunyai peluang untuk berubah peraturannya?
Sumber daya
6) Apakah kemampuan implementor selaras dengan tingkat pendidikan
yang telah ditempuh?
7) Bagaimana pemahaman implementor terhadap tujuan dan sasaran serta
aplikasi detail dari program E-Health?
8) Bagaimanakah kemampuan implementor dalam menyampaikan dan
mengarahkan program E-Health kepada masyarakat pengguna jasa E-
Health?
9) Apakah dana yang dialokasikan tersebut dapat diprediksi besaran biaya
nya untuk implementasi program/kebijakan E-Health?
10) Apa sajakah fasilitas yang diberikan kepada masyarakat pengguna jasa
E-Health?
Disposisi
11) Bagaimanakah tingkat kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan dengan
guideline yang telah ditetapkan?
12) Bagaimanakah implementor(pelaksana) dalam mencari solusi dari
masalah masalah yang dihadapi begitu juga dengan proses sharing
terhadap kelompok sasaran?
Struktur Birokrasi
13) Apakah Ketersediaan SOP dari program E-Health mudah dipahami?
14) Dalam struktur Organisasi pelaksana program E-Health ini, seberapa
jauh rentang kendali antara pucuk pimpinan dan bawahan?
37
15) Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat
terselenggaranya program e-health ini?
38
Lampiran
39