Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN

ASUHAN KELUARGA TN.J DENGAN PENYAKIT DIABETES


MELLITUS PADA NY.M DI RT 009 RW 03 MELALUI
PENDEKATAN INTERPROFESIONAL EDUCATION-
COLABORATION (IPE-C) KELURAHAN CIGOONG
KECAMATAN WALANTAKA KOTA SERANG

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 10

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
2021
TIM PENYUSUN
ASUHAN KELUARGA TN.J DENGAN PENYAKIT DIABETES
MELLITUS PADA NY.M DI RT 009 RW 003 MELALUI PENDEKATAN
INTERPROFESIONAL EDUCATION-COLABORATION (IPE-C)
DI KELURAHAN CIGOONG KECAMATAN WALANTAKA
KOTA SERANG

KELOMPOK : 10
RT/RW : 009/003
NAMA MAHASISWA NIM JURUSAN
Engga Islamia Beno S. P27901118019 D III Keperawatan
Ernita P27901118020 D III Keperawatan
Lisana Shidqi P27902118026 D III Kebidanan
Mira Nopitasari P27902118027 D III Kebidanan
Rizkia Isfahani P27903118035 D III Teknologi Laboratorium
Medis
Rizqi Wulan Sadila P27903118036 D III Teknologi Laboratorium
Medis
Roudhotulfauzia P27903118037 D III Teknologi Laboratorium
Medis

NAMA PEMBIMBING
1. LINDAWATI, S.KEP, MKM
2. SYARAH ANLIZA, S.Si, M.Si
3. ISMIYATI, SST, M.Keb
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KELUARGA TN.J DENGAN PENYAKIT DIABETES


MELLITUS PADA NY.M DI RT 009 RW 003 MELALUI PENDEKATAN
INTERPROFESIONAL EDUCATION-COLABORATION (IPE-C)
DI KELURAHAN CIGOONG KECAMATAN WALANTAKA
KOTA SERANG

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI PEMBIMBING

Pembimbing I Pembimbing II

Lindawati, S.Kep, Ners, MKM Ismiyati, S.SiT, M.Keb


NIP. 196911251993032007 NIP. 198701202010122001

Mengetahui,
Direktur
Wadir 1 Bidang Akademik

Purbianto, S.Kep, Ners, M.Kep, Sp. KMB


NIP. 197003181993031001
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim Puji dan syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala karena atas Rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan interprofesional education-
colaboration (ipe-c).
Laporan interprofesional education-colaboration (ipe-c) dengan judul
“Asuhan Keluarga Tn.K Dengan Masalah Gizi Kurang Pada An.P Di RT
013 RW 002 Melalui Pendekatan Interprofesional Education-Colaboration
(IPE-C) Kelurahan Cigoong Kecamatan Walantaka Kota Serang”. Adapun
tujuan penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas praktik klinik lapangan terpadu.
Selama penyusunan laporan interprofesional education-colaboration
(ipe-c) ini, penulis mendapatkan bantuan baik moril maupun materil dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Khayan, S.KM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Banten.
2. Ibu Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep, selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten.
3. Ibu Yayah Rokayah, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Baten.
4. Ibu dr.Citra Trisna, MARS, selaku Ketua Jurusan Teknologi
Laboratorium Medik Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten.
5. Ibu Hj. Lindawati, S.Kep, MKM, ibu Syarah Anliza, S.Si, M.Si, dan ibu
ismiyati, SST, M.Keb, selaku dosen pembimbing yang yang telah
bersedia membimbing penulis dalam menyelesaikan Laporan IPE-C.
6. Kedua orang tua yang tiada henti membimbing, memberikan dorongan
serta doa sehingga dapat menyelesaikan Laporan IPE-C ini.
7. Teman dan sahabat atas semangat dan motivasi yang diberikan

i
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dengan pahala
yang berlipat ganda. Semoga Laporan IPE-C ini bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa/I Politeknik Kesehatan
Kemenkes Banten.

Serang, 24 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................ 3
1.3 Sasaran .............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
2.1 Definisi ............................................................................... 4
2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus ............................................... 4
2.3 Komplikasi .......................................................................... 6
2.4 Penatalaksanaan ............................................................... 9
2.5 Pencegahan ....................................................................... 12
2.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................... 13
BAB III HASIL KEGIATAN ................................................................ 14
3.1 Tinjauan Kasus ................................................................. 14
3.2 Permasalahan .................................................................. 15
3.3 Implementasi Kegiatan ..................................................... 16
3.4 Identifikasi Overlapping .................................................... 17
3.5 Identifikasi Keunikan Masing-Masing Profesi ................... 17
3.6 Pengalaman Positif yang Didapat ..................................... 18
BAB IV MONITORING SETELAH INTERVENSI .............................. 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 20
5.1 Kesimpulan ....................................................................... 20
5.2 Saran ................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 21
LAMPIRAN ......................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Interprofessional education (IPE) adalah metode pembelajaran
yang interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan dengan
menciptakan suasana belajar berkolaborasi untuk mewujudkan praktik
yang berkolaborasi, dan juga untuk menyampaikan pemahaman
mengenai interpersonal, kelompok, organisasi dan hubungan antar
organisasi sebagai proses profesionalisasi. IPE dapat terjadi ketika
dua atau lebih mahasiswa dari program studi kesehatan yang berbeda
belajar bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan
kualitas pelayanan kesehatan (Umy, 2016).
Tujuan IPE adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana
melibatkan berbagai profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana
bekerjasama dengan memberikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diperlukan untuk berkolaborasi secara efektif.
Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan kepada
mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan kompetensi-
kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika
mahasiswa berada di lapangan diharapkan dapat mengutamakan
keselamatan pasien dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
bersama profesi kesehatan yang lain (Uns, 2016).
Inter Professional Collaboration (IPC) adalah suatu kegiatan
intrakurikuler yang memadukan pelaksanaan Tri Darma Perguruan
Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat)
yang dilakukan melalui pendekatan kolaborasi antar rumpun ilmu
kesehatan dalam menciptakan masyarakat cinta sehat dengan cara
memberikan kepada mahasiswa pengalaman belajar dan bekerja
dalam kegiatan pembangunan masyarakat bidang kesehatan sebagai
wahana penerapan dan pengembangan ilmu yang dilaksanakan di

1
2

luar kampus dalam waktu, mekanisme dan persyaratan tertentu.


(Poltekkes Semarang, 2017).
Proses kolaborasi ini diperlukan dan lebih ditingkatkan dalam
pelayanan kesehatan di masa sekarang ini karena di iklim global
sekarang ini sudah tidak cukup bagi tenaga kesehatan untuk bekerja
secara profesional saja namun tenaga kesehatan perlu juga
mengembangkan upaya antar profesional dalam menangani pasien.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa perawatan pasien dengan
kolaborasi lintas profesi dapat meningkatkan keberhasilan perawatan.
Dengan demikian kami melakukan kolaborasi antara keperawatan,
kebidanan dan analis kesehatan untuk memberikan asuhan kepada
keluarga binaan dengan kasus diabetes melitus (DM). Dalam hal ini
kami berfokus kesehatan keluarga akibat tingginya kadar gula dalam
darah pasien diabetes melitus pada Ny.M di Rt 009, Rw 003
Kelurahan Cigoong.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang
prevalensinya terus mengalami peningkatan di dunia, baik pada
negara maju ataupun negara berkembang, sehingga dikatakan bahwa
diabetes melitus sudah menjadi masalah kesehatan global di
masyarakat (Suiraoka, 2012). Jumlah penderita diabetes telah
meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun
2014, prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara
berpenghasilan menengah dan rendah. Pada tahun 2015, diperkirakan
1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes. Hampir
setengah dari semua kematian akibat glukosa darah tinggi terjadi
sebelum usia 70 tahun. WHO memproyeksikan diabetes akan menjadi
penyebab kematian ke tujuh di tahun 2030 (WHO, 2017). Diabetes
melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang jumlahnya
mengalami peningkatan cukup signifikan.
Diabetes melitus di Kecamatan Walantaka masih terhitung jarang
ditemukan namun satu pasien penderita diabetes melitus terdapat di
3

Kp.Cimoncor Rt009 Rw003 Kelurahan Cigoong Kecamatan


Walantaka-Serang. Pasien tersebut menderita DM tipe 2 dan terdapat
ulkus pada kaki. Kadar gula darah pasien setiap bulan slalu di kontrol
dengan melakukan pemeriksaan gula darah sewaktu di Rumah Sakit.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Melakukan kolaborasi dan memberikan pendidikan
kesehatan untuk meningkatkan kepedulian keluarga terhadap
kadar gula darah.
1.2.2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan, dan pemeriksaan kesehatan
pada ibu penderita diabetes melitus, diharapkan ibu mampu :
1.2.2.1. Menumbuhkan kesadaran penderita akan pentingnya
untuk menolong diri sendiri dalam meningkatkan mutu
hidup, sehingga tercapai derajat kesehatan penderita
secara optimal.
1.2.2.2. Untuk meningkatkan kemampuan individu dalam
penanganan kesehatan pada diri sendiri sebelum
meminta pertolongan lebih lanjut.
1.2.2.3. Melakukan pemeriksaan secara kolaboratif dan
kuatitatif kepada ibu penderita diabetes melitus
1.2.2.4. Melakukan tindakan dan pemecahan masalah
kesehatan bersama-sama.

1.3 Sasaran
Sasaran kegiatan keluarga binaan praktik kerja lapangan (PKL)
terpadu adalah ibu yang menderita diabetes melitus bertempat tinggal
di Rt 004 Rw 003 Kelurahan Cigoong Kecamatan Walantaka-Serang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme glukosa yang
disebabkan oleh gangguan dalam tubuh akibat kekurangan insulin,
sehingga menyebabkan kelebihan glukosa dalam darah (Yuniarti,
2013:26).
Data dari organisasi kesehatan dunia menyebutkan bahwa dari
diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe yang paling tinggi persentase
penderitanya yaitu sebesar 90-95 %. Penderita Diabetes Melitus tipe 2
sebesar 80 % berada di negara yang berpenghasilan rendah atau
menengah dengan rentang usia 40-59.
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh
faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur,
dan faktor genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah
misalnya kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas
fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh,
lingkar pinggang dan umur (Fatimah, 2015).

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes
Association 2018 dibagi dalam 4 jenis yaitu:
2.2.1 Diabetes Melitus Tipe 1
DM Tipe 1, sebelumnya disebut IDDM, atau diabetes
melitus onset-anak-anak, ditandai dengan destruksi sel beta
pankreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1
diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik (Black, 2014).
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta
pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat
sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan

4
5

dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau


tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus
atau rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena
reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu
sel β pada pankreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada
tipe I, pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Penderita DM
untuk bertahan hidup harus diberikan insulin dengan cara
disuntikan pada area tubuh penderita. Apabila insulin tidak
diberikan maka penderita akan tidak sadarkan diri, disebut juga
dengan koma ketoasidosis atau koma diabetic.
2.2.2 Diabetes Mellitus Tipe II
DM tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β pankreas
dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel β pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi
insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiesi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. DM Tipe 2
dulunya disebut dengan diabetes Melitus tak-tergantungan
insulin (Brunner & Black, 2016).
Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan
asimptomatik. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi
makanan bergizi seimbang dan olah raga secara teratur
biasanya penderita brangsur pulih. Penderita juga harus
mampu mepertahannkan berat badan yang normal. Namun
pada penerita stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik
insulin.
6

2.2.3 Diabetes Mellitus Tipe Lain


Diabetes melitus tipe spesifik lain ditandai dengan kelainan
genetik pada sel beta, kelainan genetik pada kinerja insulin,
penyakit pankreas esokrin, gangguan endokrin, diinduksi obat
atau bahan kimia, infeksi (LeMone, 2016). Diabetes tipe ini
dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
Diabetes Melitus Gestasional
2.2.4 Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional ditandai dengan setiap derajat
intoleransi glukosa yang muncul selama kehamilan (trimester
kedua atau ketiga). Resiko diabetes gestasional, glikosuria,
atau riwayat kuat keluarga pernah mengalami disbetes.
(Brunner & Suddarth, 2016). Penderita DM gestasional memiliki
risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam
jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan

2.3 Komplikasi
2.3.1. Komplikasi Akut
2.3.1.1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Akibat gangguan pada sekresi hormon insulin, kerja
insulin atau oleh keduanya pada pasien diabetes
melitus Tipe II dan kerusakan sel beta pula Langerhans
pada DM tipe I, pasien DM akan mengalami kondisi
hiperglikemia akibat penurunan uptake glukosa
kedalam sel yang diikuti peningkatan lipolysis,
gluconeogenesis di hepar dan pemecahan protein.
Selain itu, kondisi hiperglikemik diperparah dengan
peningkatan glukosa dari proses gluconeogenesis di
hepar. Kekurangan insulin juga akan mengakibatkan
pemecahan protein. Protein akan dikonversi menjadi
7

glukosa sehingga menyebabkan peningkatan BUN


(blood urea nitrogen). Peningkatan BUN dan
peningkatan benda keton akan menyebabkan suatu
kondisi yang dikenal dengan asidosis metabolik.
Manifestasi asidosis metabolik diantaranya pH (pH
turun dibawah 7,3) dan kadar bikarbonat (Deni
Yasmara et, al 2016).
Kondisi diatas apabila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Kondisi hipoglikemik yang terjadi pada
pasien juga akan menyebabkan syok hipovolemik
akibat diuresis osmotic yang tidak ditangani.
Ketoasidosis/ketoasidosis diabetic sering kali
ditemukan pada DM tipe I dibandingkan tipe II, karena
pada DM tipe I kekurangan insulin lebih bersifat absolut
(Deni Yasmara et, al 2016).
2.3.1.2. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik
(HHNK)
Komplikasi yang banyak dijumpai pada penderita
diabetes tipe II adalah sindrom hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik, peningkatan glukosa darah
yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,
resistensi insulin ataupun dapat mengakibatkan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih
dari 300 mg/100 mL.
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan
kedalam urine (glukosuria), ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan,
keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit yang
berlebihan pasien akan mengalami dehidrasi dan
8

kehilangan banyak elektrolit, pasien dapat menjadi


hipotensi dan mengalami syok. Selanjutnya pasien
dapat mengalami penurunan serebral sehingga tanpa
penanganan yang cepat dan tepat pasien bisa
mengalami koma dan meninggal (Price & Wilson dalam
Deni Yasmara et, al 2016).
2.3.2. Komplikasi Kronik
Menurut (Brunner & Suddarth, 2016) komplikasi kronik
biasanya terjadi 10 – 15 tahun setelah awitan diabetes melitus.
Komplikasinya mencakup berikut:
2.3.2.1. Penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar):
mempengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah
perifer, dan pembuluh darah otak.
2.3.2.2. Penyakit mikrovaskular (pembuluh darah kecil):
mempengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati);
kontrol kadar gula darah untuk menunda atau
mencegah awitan komplikasi mikrovaskular maupun
makrovaskular.
2.3.2.3. Penyakit neuropati: mempengaruhi saraf motorik dan
otonom serta berperan memunculkan sejumlah
masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.
Menurut (Perkeni, 2015):
2.3.2.1. Retinopati diabetic
2.3.2.2. Nefropati diabetik: Kendali glukosa dan tekanan darah
yang baik akan mengurangi risiko atau memperlambat
progres inefropati, dan untuk penderita ginjal diabetic,
mnurunkan asupan protein sampai bawah 0.8 gram/kg
BB/ hari tidak direkomendasikan memperbaiki risiko
kardiovaskuler dan menurunkan GFR ginjal.
2.3.2.3. Neuropati, pada neuropati perifer hilangnya sensasi
distal merupakan faktor pentingnya berisiko tinggi untuk
9

terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan risiko


amputasi. Gejala yang sering dirasakan berupa kaki
terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan terasa lebih
sakit di malam hari. Setelah diagnosis DMT 2
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrinning untuk mendeteksi adanya poli neuropati distal
yang simetris dengan melakukan pemeriksaan
neurologi sederhana (menggunakan monofilament 10
gram) yang dilakukan setiap tahun.

2.4 Penatalaksanaan
Apabila persepsi penyakit diderita negatif, maka kualitas hidup
diabetisi akan rendah, sedangkan apabila persepsi diabetisi terhadap
penyakit yang diderita positif, maka kualitas hidup diabetisi akan
tinggi. Menurut Perkeni 2015, pada persepsi pasien yang tidak baik,
perawat memberikan informasi terkait 5 pilar seperti edukasi, terapi
nutrisi, latihan jasmani, terapi farmakologis, dan monitoring.
2.4.1. Edukasi
Persepsi yang baik dengan cara memberikan pendidikan
atau edukasi yang baik tentang kesehatan pasien, upaya
tersebut merupakan pencegahan agar tidak terjadinya
komplikasi. Perawat memainkan peran penting dalam
mengidentifikasi pasien yang menderita diabetes, mengkaji
keterampilan perawatan diri pasien DM, memberikan
pendidikan kesehatan dasar kepada pasien DM, mendukung
penyuluhan yang diberikan oleh spesialis dan merujuk pasien
untuk menjalani perawatan tindak lanjut setelah pulang (Bruner
& Sudarth, 2016).
2.4.2. Terapi nutrisi
Tujuan terapi nutrisi untuk orang dewasa dengan diabetes
adalah untuk mempromosikan dan mendukung pola makan
10

sehat dalam mencapai dan mempertahankan berat badan,


glikemik, tekanan darah, dan tujuan lipid sambil mengatasi
masalah individu, termasuk akses ke makanan sehat,
preferensi pribadi dan budaya, dan faktor lainnya (ADA, 2018).
Tujuan nutrisi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan kadar glukosa darah dan tekanan darah
dalam kisaran normal (atau seaman mungkin mendekati
normal) dan profil lipid dan lipoprotein yang menurunkan risiko
penyakit vaskuler, mencegah, atau setidaknya memperlambat,
munculnya komplikasi kronik; memenuhi kebutuhan nutrisi
individu; dan menjaga kepuasan untuk makan hanya pilihan
makanan yang terbatas ketika bukti ilmiah yang ada
mengindikasikan demikian (Bruner & Sudarth, 2016).
2.4.3. Latihan jasmani
Program olahraga untuk penyandang DM tipe 2 amat
penting. Manfaat olahraga teratur meliputi: menurunkan berat
badan pada mereka yang kelebihan berat badan, memperbaiki
kontrol glikemik, meningkatkan kesejahteraan, bersosialisasi
dengan orang lain, dan mengurangi faktor risiko kardiovaskular.
Kombinasi diet, olahraga, dan penurunan berat badan sering
kali menurunkan kebutuhan akan agens hipoglikemik oral.
Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan sensivitas
terhadpa insulin, peningkatan pengeluaran kkal, dan
peningkatan harga diri. Olahraga teratur dapat mencegah DM
tipe 2 pada individu berisiko tinggi (ADA, 2009 dalam Le Mone,
2016).
Berikut ini panduan umum program olahraga (LeMone,
2016): Sebelum memulai program, lakukan penapisan medis
untuk hipertensi, neuropati, retinopati, dan nefropati
sebelumnya tidak terdiagnosis. Mulai program dengan olahraga
ringan dan secara bertahap tingkatkan intensitas dan durasi.
11

Berolahraga minimal 150 menit seminggu dalam sesi pendek


dan teratur. Masukan latihan tahanan (penguatan otot) dan
latihan aerobic dengan impak rendah dalam program.
2.4.4. Terapi Farmakologis
Menurut (Perkeni, 2015) Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan. Berdasarkan cara kerja, Obat
Antihiperglikemia Oral dibagi menjadi 5 golongan, yaitu: 1)
Pemacu sekresi insulin (Insulin Seretagogue), yang termasuk,
yaitu: Sulfonilurea dan Gilinid. 2) Peningkatan Sensivitas
terhadap insulin, yang termasuk obat : Metfotrmin dan
Tiazolidindion (TZD). 3) Penghambat Absorpsi Glukosa di
saaluran pencernaan. 4) Penghambat DPP – IV (Dipeptidly
Peptidose – IV. dan 5) Penghambat SGLT – 2 (Sodium Glucose
Contransporter. Dan Obat Antihiperglikemia Suntik, seperti:
Insulin, jenis – jenis insulin menurut (Black, 2014) yaitu Kerja
cepat (Rapid – acting insulin), Insulin kerja pendek (Short –
acting insulin), Insulin kerja menengah (Intermediate –acting
insulin), dan Insulin kerja panjang (Long – acting insulin)
2.4.5. Monitoring Farmakologis
Monitoring DM menurut (Perkeni, 2015), yaitu:
Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah, pemeriksaan HbA1c,
peemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) Untuk
memantau dan mencapai kontrol metabolik dan mengurangi
bahaya hipoglikemia (Le Mone, 2016), Glycated Albumin (GA)
digunakan untuk menilai indeks kontrol glikemik yang tidak
dipengaruhi oleh gangguan metabolisme hemoglobin dan masa
hidup eritrosit seperti HbA1c merupakan indeks kontrol glikemik
jangka panjang (2-3 bulan). Sedangkan proses metabolik
albumin terjadi lebih cepat daripada hemoglobin dengan perkira
15 – 20 hari sehingga GA merupakan indeks kontrol glikemik
jangka pendek. Beberapa gangguan seperti sindrom nefrotik,
12

pengobatan steroid, severe obesitas dan gangguan fungsi tiroid


dapat mempengaruhi albumin yang berpotensi mempengaruhi
nilai pengukuran GA (Perkeni, 2015).

2.5 Pencegahan
Tindakan pencegahan ini semakin penting dalam menurunkan
jumlah penderita DM yang semakin lama kenaikannya semakin
signifikan (Susanti, Hudiyawati, & Kep, 2019). Terdapat tiga cara
pencegahan diabetes melitus, yaitu pencegahan primer, sekunder
maupun tersier (Fatimah, 2015). Saat ini yang sedang digalakkan oleh
pemerintah adalah melakukan pencegahan agar masyarakat yang
sehat tidak menjadi sakit dan mencegah agar masyarakat yang
memiliki risiko penyakit tidak mengalami penyakit tersebut (Indonesia,
2015).
Fokus pemerintah Indonesia dalam upaya mengendalikan
penyakit tidak menular seperti DM yaitu dengan melakukan upaya
penyebaran informasi seluasluasnya kepada masyarakat (Syamiyah,
2014). Penyebaran informasi ini diharapkan dapat membuat
masyarakat berubah untuk selalu hidup sehat dan mengingatkan
masyarakat untuk tetap hidup sehat melalui pesan-pesan yang
disampaikan kepada masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Edukasi
adalah salah satu pilar penatalaksanaan diabetes melitus. Edukasi
yang dapat diberikan pada pasien Diabetes Mellitus adalah gaya
hidup sehat.
Gaya hidup sehat adalah cara hidup mengikuti arahan atau pesan
kesehatan untuk mendapatkan hidup lebih sehat seperti makan-
makan bergizi, hindari merokok, minum alkohol, jangan lupa untuk
olahraga, istirahat yang cukup, memanajemen stress, dan kebiasaan
lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas tubuh (Hanifah, 2011).
Pencegahan DM dapat dilakukan dengan memperbaiki pola
makan. Hasil penelitian mengungkapkan ada korelasi yang positif
13

antara pola makan yang buruk dengan penyakit DM tipe 2 (Trisnawati


& Setyorogo, 2013). Pola makan yang jelek atau buruk merupakan
faktor risiko yang paling berperan dalam kejadian diabetes melitus tipe
2. Pola diet makanan sehat secara teratur perlu sangat diperhatikan
karena makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas sebagai
resiko penyakit DM (Sudargo, Freitag, Kusmayanti, & Rosiyani, 2018).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pasien diinformasikan mengenai waktu pengambilan darah serta
tatalaksana atau tindakan yang akan dialami berdasarkan jenis
pemeriksaan. Adapun jenis pemeriksaan terdiri dari glukosa darah
puasa, glukosa 2 jam post prandial atau glukosa jam ke-2 pada tes
toleransi glukosa oral.
2.6.1. Glukosa Darah Puasa (GDP)
Pasien dipuasakan 8-12 jam sebelum tes. Semua obat
dihentikan, bila ada obat yang harus diberikan ditulis pada
formulir tes.
2.6.2. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)
Dilakukan 2 jam setelah tes glukosa darah puasa (GDP).
Pasien 2 jam sebelum tes dianjurkan makan makanan yang
mengandung 100gram karbohidrat.
2.6.3. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Selama 3 hari sebelum tes, pasien dianjurkan makan
makanan yang mengandung karbohidrat, tidak merokok,
tidak minum kopi atau alkohol. Puasa 8-12 jam sebelum tes
dilakukan. Tidak boleh olah raga dan minum obat sebelum
dan selama tes. Selama tes boleh baca buku atau kegiatan
yang tidak menimbulkan emosi. Awasi kemungkinan
terjadinya hipoglikemi (lemah, gelisah, keringatan dingin,
haus dan lapar).
BAB III
HASIL KEGIATAN

3.1 Tinjauan Kasus


Nama KK : Tn. J
Alamat Lengkap : Kp. Cimoncor RT/RW 009/003 DS. Cigoong Kec.
Walantaka Kab. Lebak Prov. Banten
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Nama Ortu :-
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
3.1.2 Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit mata, pusing dan lemas
3.1.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit Hipertensi
tetapi sebelumnya tidak pernah dirawat dirumah sakit. dan
mengalami penyakit DM sejak 2 tahun yang lalu dan dilakukan
perawatan di rumah sakit.
3.1.4 Riwayat Pemenuhan Nutrisi
Klien mengatakan makan sebanyak 3 kali sehari dengan menu
nasi, lauk pauk sayuran dan buah-buahan yang rendah gula
3.1.5 Riwayat Pemenuhan Eliminasi
Klien mengatakan BAK 5x/hari dengan warna kuning keruh dan
BAB 2x/hari dengan konsistensi lunak dan berwarna coklat,
tidak ada keluhan dalam BAK dan BAB.
3.1.6 Pola Pemenuhan Kebutuhan Istirahat
Klien mengatakan tidur siang ±1 jam, tidur malam ±9 jam
3.1.7 Personal Hygene

14
15

Klien mengatakan mandi 2x/hari, menggosok gigi sebanyak


2x/hari, keramas 2x/seminggu.
3.1.1 Pemeriksaan Kesehatan (Cek Up Kesehatan) yang Pernah
Dilakukan
Klien mengatakan sering melakukan pemeriksaan kesehatan
baik ke Puskesmas maupun ke klinik terdekat.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda-Tanda Vital
BB : 50 kg
TB : 150 cm
TD : 160/100 mmHg
S : 36.6ᵒC
N : 82 x/menit
RR :42 x/menit
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Hari/Tanggal GDS
Selasa 23 Maret 325 mg/dl
2021
3.1.4 Obat-Obatan yang Di Konsumsi
Klien mengatakan mengonsumsi obat diabetes metformin hcl
500 mg, diminum 2 kali dalam sehari.

3.2 Permasalahan
HARI
NO MASALAH TINDAKAN RTL
TANGGAL
1 Selasa 23 Kurangnya  Memberikan  Anjurkan klien
Maret 2021
pengetahu penkes tentang untuk
an klien pola makan dan memeriksakan
dan makanan penyakit ke
keluarga pengganti untuk pelayanan
tentang pasien diabetes kesehatan
pola  Melakukan  Anjurkan klien
16

makan pemeriksaan untuk


yang sehat Medikal Check Up mengontrol
 Menganjurkan guladarah
klien untuk diet secara rutin
karbo dan
makanan rendah  Anjurkan
gula keluarga untuk
 Menganjurkan menjaga pola
klien untuk minum makan klien
obat diabetes dengan diet
dengan teratur karbo dan
 Menganjurkan rendah gula
klien melakukan
olahraga minimal
3 kali dalam
seminggu
 Memotivasi
keluarga untuk
mendampingi
klien dalam
menjalani terapi
dan perawatan
dengan disiplin

3.3 Implementasi Kegiatan


3.3.1 Implementasi Keperawatan
Dalam keperawatan hal yang dilakukan kepada keluarga Tn. J
yaitu :
Pada tanggal 23 Maret 2021 perawat melakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik di bagian kaki terdapat
17

luka yang sudah kering dan jari telunjuk yang sudah di


amputasi
3.3.2 Implementasi Kebidanan
Dalam kebidanan hal yang dilakukan kepada keluarga Tn. J
yaitu :
Pada tanggal 23 Maret 2021 bidan memberikan pendidikan
kesehatan tentang tanda dan gejala diabetes, cara mengatasi
diabetes dan pengobatannya.
3.3.3 Implementasi Teknologi Laboratorium Medis
Dalam Teknologi Laboratorium Medis hal yang dilakukan
kepada Ny. M yaitu : Teknologi Laboratorium Medis melakukan
pemeriksaan penunjang dengan memeriksa kadar gula darah
dan tekanan darah pada klien dengan diabetes, didapatkan
hasil GDS 325 mg/dl.

3.4 Identifikasi Overlapping


Oeverlapping antara profesi kesehatan terjadi pada keperawata
dan kebidanan dalam melakukan pemeriksaan fisik.

3.5 Identifikasi Keunikan Masing-Masing Profesi


3.5.1. Keperawatan memiliki keunikan tersendiri yaitu dapat
melakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital serta
perawatan keluarga pada klien dengan diabetes
3.5.2. Kebidanan memiliki keunikan tersendiri yaitu bisa melakukan
pemeriksaan untuk menentukan tingkat pengetahuan ibu dalam
mengetahui penyakit diabetes, pencegahan serta cara
mengobatinya
3.5.3. Teknologi Laboratorium Medis memiliki keunikan tersendiri
yaitu bisa memeriksa kadar glukosa dan tekanan darah pada
klien diabetes.
18

3.6 Pengalaman Positif yang Didapat


Pengalam positif yang kami dapatkan selama memberikan asuhan
kepada keluarga binaan yaitu saling memberikan pengetahuan dan
berbagi ilmu tentang pemeriksaan yang dilakukan di masing-masing
bidang profesi dan mengaplikasikan ilmu yang sudah kami dapatkan
selama pembelajaran di kampus dan merapatkannya kepada keluarga
binaan yang kami bina selama PKL Terpadu ini.
BAB IV
MONITORING SETELAH INTERVENSI

Setelah dilakukan implementasi dan intervensi selama 2 hari yaitu


pada 22-23 Maret 2021 , hasil monitoring yang didapat, hasil Glukosa
Darah menurun dibandingkan sebelumnya yaitu 350 mg/dl, gejala buang
air kecil sudah normal, konsumsi obat teratur, pemeriksaan rutin dilakukan
satu kali dalam sebulan, dan pemeriksaan penunjang glukosa darah
sewaktu 325 mg/dl setelah dilakukan intervensi. dan Ny. M melakukan
anjuran yang telah diberikan seperti tidak mengkonsumsi makanan tinggi
gula, makan dalam porsi kecil, mengganti nasi putih dengan nasi merah
atau kentang, rutin minum obat yang diberikan dokter, merawat luka DM
yang sudah kering.

19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pembelajaran berbasis komunitas memberikan dampak positif
dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif antara
keperawatan, kebidanan dan Teknologi Laboratorium Medis. Proses
pembelajaran berbasis komunitas pada mahasiswa keperawatan,
kebidanan dan analis kesehatan telah berjalan sesuai dengan
panduan dan terdokumentasikan dengan baik oleh mahasiswa.
Setelah dilakukannya implementasi secara kolaboratif antara
keperawatan kebidanan dan analis kesehatan diharapkan agar dapat
mengetahui apakah klien bisa menerapkan penkes yang telah di
berikan terhadap keluarga binaan pasien Diabetes Mellitus dengan
keluhan memiliki ulkus pada kaki hingga salah satu jari diamputasi
yaitu pada Hari Senin, 22 Maret 2021, klien dapat memahami tentang
pola hidup sehat penderita penyakit diabetes mellitus.
5.2 Saran
Diharapkan kepada klien agar mematuhi terapi dan perawatan DM
dan mengharapkan tenaga kesehatan dapat memoniotor kesehatan
klien dan melakukan pemeriksaan glukosa darah secara rutin kepada
Ny. M terhadap penyakit Diabetes Mellitus yang diderita.

20
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association.(2018). The Journal Od Clinical and


Applied Research and Education Diabetes Care : Standards Of
Medical

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira
R. Jakarta: Salemba Emban Patria.

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority, 4(5).


JOUR.

Hanifah, E. (2011). Cara Hidup Sehat. BOOK, PT Balai Pustaka (Persero).

Indonesia, P. E. (2015). pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus


tipe 2 di Indonesia. Pb. Perkeni. JOUR.

Kardika, I. B. W., Herawati, S., & Yasa, I. W. P. S. (2013). Preanalitic and


interpretation blood glucose for diagnose diabetic melitus. E-jurnal
Medika Udayana, 1707-1721.

LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih


bahasa. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta, 45–62. JOUR.

PERKENI (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta. PB PERKENI

Sudargo, T., Freitag, H., Kusmayanti, N. A., & Rosiyani, F. (2018). Pola
makan dan obesitas. BOOK, UGM press.

21
22

Susanti, E. F. N., Hudiyawati, N. D., & Kep, M. (2019). Gambaran faktor


risiko terjadinya diabetes melitus pada penderita diabetes melitus
tipe 2. DISS, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Syamiyah, N. (2014). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2


pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan Tahun 2014. JOUR.

World Health Organization. 2016. Global Report on Diabetes. France:


World Health Organization. http://www.who.int/diabetes/global-
report/en/. [Sitasi: 29 Mei 2017]

Yasmara Deni. (2016). Rencana asuhan keperawatan medikal-bedah


Diagnosis NANDA-1 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Editor:
Nursiswati. Jakarta: EGC

Yuniarti, Santi. 2013. Pengaruh Model Core Berbasis Konstektual


Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa. FMIPA :
STKIP Siliwangi Bandung
LAMPIRAN

23

Anda mungkin juga menyukai