Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH FLEBOTOMI

PERALATAN FLEBOTOMI DAN PERSIAPAN PASIEN

JENIS ANTIKOAGULAN, FORMULIR PEMERIKSAAN,

IDENTIFIKASI SERTA PATIENT SAFETY

Dosen Pembimbing :

1. Mellysa Rahmita, SST, M.Si


2. Shufiyani, S.ST
3. M. Reza TP, SST
4. Budi Siswanto, S.Kep,MSc

Disusun oleh :

Kelompok 3

 Bella Silvia
 Chikal Putri Rajabi
 Cecep Saefulloh

Tingkat 1 B

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Phlebotomi adalah proses pengambilan darah dengan teknik yang benar


sehingga komponen analitnya bisa dipertahankan. Tujuan phlebotomi ini untuk
mendapatkan sampel darah dengan meminimalisir kesalahan sehingga tidak
mengganggu hasil pemeriksaan laboratorium. Phlebotomis adalah istilah tenaga
kesehatan yang terlatih serta tersertifikasi untuk melakukan pengambilan sampel
darah baik itu dari vena, arteri, maupun kapiler.

Tugas utama seorang phlebotomis adalah untuk mendapatkan spesimen darah


untuk tes diagnostik, baik dengan penusukan vena, penusukan kulit, atau
penusukan arteri. Tiap langkah dalam proses phlebotomi berpengaruh pada
kualitas spesimen dan sangat berperan dalam mencegah terjadinya kesalahan hasil
laboratorium, kecelakaan pada pasien dan bahkan kematian. Contohnya, sentuhan
jari saat memastikan letak vena sebelum menusukkan jarum akan meningkatkan
kemungkinan spesimen untuk terkontaminasi. Ini dapat menyebabkan kesalahan
pada hasil kultur darah, yang kemudian akan memperpanjang perawatan di rumah
sakit, memperlambat diagnosa dan menyebabkan penggunaan antibiotik yang
tidak diperlukan. Perlakuan dan guncangan pada pengiriman tabung sampel darah
dapat menyebabkan lisis atau bahkan tabung terbuka dan merusak sel darah
merah, menyebabkan hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak valid. Kesalahan
administrasi dalam melengkapi formulir dan mengidentifikasi pasien sangat
merugikan dan seharusnya dapat dicegah. Efek lain yang merugikan bagi pasien
antara lain ; memar pada lokasi penusukan, pingsan, kerusakan jaringan atau urat
syaraf, dan hematoma. Uraian petunjuk ini sederhana tetapi memuat beberapa
langkah penting dalam pengambilan darah yang aman untuk pasien.
Pengambilan darah yang baik, harus disertai dengan adanya informed consent.
Informed concent adalah persetujuan pasien atau keluarganya secara sadar untuk
mengijinkan, diperiksa, dilakukan tindakan medis atau diobati oleh tenaga
kesehatan. Dalam hal ini pasien dapat mengetahui tindakan apa saja yang akan
dilakukan terhadap dirinya. Melakukan suatu tindakan medis tanpa disertai inform
consent dapat dikategorikan sebagai ancaman kesehatan. Phlebotomi merupakan
suatu prosedur yang rutin dilakukan tetapi tetap mengandung unsur yang dapat
membawa kita ke dalam gugatan hukum. Tidak ada satupun tenaga medis pada
umumnya dan phlebotomis pada khususnya yang ingin bermasalah terhadap
hukum.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN FLEBOTOMI

Flebotomi ( bahasa inggris : phlebotomy ) berasal dari kata Yunani phleb dan
tomia. Phleb berarti pemburuh darah vena dan tomia berarti mengisi/memotong
(cutting). Dulu dikenal istilah venasectic (Bld), venesection atau venisection.
Flebotomist adalah seorang tenaga medis yang telah mendapatkan latihan untuk
mengeluarkan dan menampung specimen darah dari pembuluh darah vena, arteri,
atau kapiler.

Akhir – akhir ini dikenal lagi suatu teknik microcollection. Praktek


pengeluaran darah (bloodletting) sudahdikenal manusia dan menjadi bagian dari
pengobatan pasien. Teknik pengeluaran darah pertama ( tahun 100 SM )
dilakukan oleh dokter – dokter darisyira dengan menggunakan lintah. Sebelum
dikenal Hippocrates dengan sebutan “ Bapak ilmu kedokteran “ (abad 5 SM), seni
pengambilan darah banyak mengalami perubahan demikian pula berbagai alat
untuk keperluan pengambilan penampungan bahan darah. Lanset untuk
pengambilan darah digunakan pertama kali sebelum abad ke 5 SM dengan tetap
mengacu kepada lintah sebagai bentuk dasar. Dengan lanset ini seorang dokter
(practitioner) melubangi vena, kadang – kadang sampai beberapa lubang.
Menjelang akhir abad 19 barulah teknologi mengambil alih memproduksi “lintah
artificial”. Kini telah dikenal beragam alat pengambilan darah dan mudah
dipasaran.
2.2 PERALATAN FLEBOTOMI

1. Spuit

Spuit adalah alat yang digunakan untuk pengambilan darah atau


pemberian injeksi intravena dengan volume tertentu. Spuit
mempunyai skala yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah
darah yang akan diambil, volume spuit bervariasi dari 1ml, 3ml, 5ml
bahkan ada yang sampai 50ml yang biasanya digunakan untuk
pemberian cairan sonde atau syring pump

2. Tourniquet

Tourniquet merupakan bahan mekanis yang fleksibel,


biasanya terbuat dari karet sintetis yang bisa merenggang.
Digunakan sebagai pembendung pembuluh darah pada
organ yang akan dilakukan penusukan plebotomy. Adapun
tujuan pembendungan ini adalah untuk fiksasi,
pengukuhan vena yang akan diambil. Dan juga untuk
menambah tekanan vena yang akan diambil, sehingga akan
mempermudah proses penyedotan darah kedalam spuit.

3. Kapas Alkohol

Kapas alcohol merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap
dan dibasahi dengan antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan kapas
alkohol adalah untuk menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu
pengamatan letak vena sekaligus mensterilkan area penusukan agar resiko infeksi
bisa ditekan.
4. Needle, Wing needle

Needle ialah ujung spuit atau jarum yang digunakan


untuk pengambilan secara vakum. Needle ini bersifat non
fixed atau mobile sehingga mudah dilepas dari spuit serta
container vacuum. Penggantian needle dimaksudkan
untuk menyesuaikan dengan besarnya vena yang akan
diambil atau untuk kenyamanan pasien yang menghendaki pengambilan dengan
Tabung vakum pertama kali dipasarkan dengan nama dagang Vacutainer. jarum
kecil. Sedangkan wing needle (jarum kupu-kupu) adalah needle yang biasanya
digunakan dalam phlebotomy yang dilakukan pada anak kecil, bayi dan balita.

5. Holder

Holder adalah tempat memasang needle,


pada phlebotomy metode vacutainer. Metode ini
merupakan metode pengambilan sampel darah
vena tanpa spuit.

6. Vacuum tube

Jenis tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau
plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke
dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah
tercapai.

 Tabung tutup merah. Tabung ini tanpa penambahan zat additive, darah
akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya
digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi dan bank
darah (crossmatching test)
 Tabung tutup kuning. Tabung ini berisi gel separator (serum separator
tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah
pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di
bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah,
imunologi dan serologi
 Tabung tutup hijau terang. Tabung ini berisi gel separator (plasma
separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah
pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di
bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.
 Tabung tutup ungu atau lavender. Tabung ini berisi EDTA. Umumnya
digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch)
 Tabung tutup biru. Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya digunakan
untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)
 Tabung tutup hijau. Tabung ini berisi natrium atau lithium heparin,
umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia
darah.
 Tabung tutup biru gelap. Tabung ini berisi EDTA yang bebas logam,
umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper,
mercury) dan toksikologi.
 Tabung tutup abu-abu terang. Tabung ini berisi natrium fluoride dan
kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
 Tabung tutup hitam ; berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk
pemeriksaan LED (ESR).
 Tabung tutup pink ; berisi potassium EDTA, digunakan untuk
pemeriksaan imunohematologi.
 Tabung tutup putih ; potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan
molekuler/PCR dan bDNA.
 Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas ; berisi media
biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi – aerob, anaerob dan
jamur.
7. Blood container

Blood Container adalah tabung tempat penampungan darah yang tidak bersifat
vakum udara. Tabung ini biasa digunakan untuk pemeriksaan manual, dan dengan
keperluan tertentu misalnya pembuatan tampungan sendiri untuk efisiensi biaya.

8. Plester

Plester digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas


plebotomi, sehingga membantu proses penyembuhan luka dan
mencegah adanya infeksi akibat perlukaan atau trauma akibat
penusukan.

2.3 PERSIAPAN PASIEN

A. Kompetensi Minimal Seorang Flebotomist

Kompetensi Minimal Seorang Flebotomist antara lain :

1. Flebotomist mampu berkomunikasi dengan pasien untuk menjelaskan


tujuan pengambilan darah, apa yang akan dilakukan dan bagaimana
caranya menjelaskan tujuan dan cara persiapan pasien.
2. Mampu mengerjakan tugas – tugas administrasi.
3. Harus mengerti dan mematuhi prosedur keselamatan pasien dan dirinya.
4. Harus dapat menyiapkan bahan dan alat – alat yang akan digunakan serta
memilih antikoagulansia.
5. Harus memahami prosedur dan teknik flebotomi venipuncture dan
skinpuncture yang benar.
6. Melakukan labelisasi pada tabung / wadah sampel secara benar.
7. Mampu melakukan transportasi sampel secara benar serta tepat waktu ke
laboratorium.
8. Harus mampu menangani komplikasi akibat pelaksanaan flebotomi secara
benar dan tepat.

B. Langkah-langkah pengambilan darah (flebotomi) untuk uji laboratorium

Di bawah ini adalah langkah-langkah tindakan flebotomi :

1) Langkah pertama : Persiapan Peralatan


o Sarung Tangan

o Tourniquet
o Jarum atau lancet
o Tube holder
o Alkohol

o Kain kasa
o Bondage atau tape
o Alat tulis, label dan formulir permintaan laboratorium
o Container untuk alat-alat tajam

2) Langkah kedua : Identifikasi dan persiapan pasien


Identifikasi :
o Identifikasi pasien yang benar
o Formulis permintaan dokter
o Pasien rawat jalan (out patien setting), laboratorium di luar rumah sakit, tersendiri)

-. Nama
-. Informasi tanda pengenal lainnya (verifikasi apa yang disebutkan pasien)
-. Alamat

-. No Handphone (Bila Perlu)


o Pasien Rumah Sakit
-. Identifikasi pasien dengan menggunakan bracelet
o Sesuaikan permintaan pemeriksaan dengan formulir permintaan dokter untuk

pemeriksaan.
o Kumpulkan tabung-tabung yang benar sesuai pemeriksaan dan pastikan urutan

darah yang akan diambil (darah EDTA, heparin, citrate dan beku)

Persiapan Pasien :
o Pastikan pasien merasa nyaman

o Kursi flebotomi atau di tempat tidur rumah sakit


o Perkenalkan diri dan jelaskan apa yang akan dilakukan

o Tanyakan pasien bila dia takut atau tanyakan apakah ada pengalaman yang

bermasalah pada flebotomi sebelumnya.


o Tanyakan kepada pasien apakan berpuasa atau tidak.
o Beri keberanian kepada pasien

3) Langkah ketiga : Tetapkan Lokasi Pengambilan darah


Pasien umum :
o Rentangkan lengan pasien dan inspeksi fossa antecubital atau lengan bawah.
o Lokasikan vena yang cukup besar, lurus dan tampak jelas. Saat melihat vena akan

ditemukan variasi-variasi. Vena cubital median terletak antara otot-otot dan


biasanya sering dan mudah dilakukan penusukan. Di bawah vena basilica terdapat
arteri dan syaraf, sehingga penusukan di lokasi ini dapat terjadi risiko arteri atau
syaraf tertusuk.
o Vena harus dapat terlihat tanpa tourniquet. Lokasikan vena dapat menolong untuk

dapat menentukan ukuran jarum.


o Pasang tourniquet kira-kira 4-5 jari di atas daerah venepuncture.

Pasien Rumah Sakit :


o Di Rumas Sakit, jangan mengambil darah pada daerah yang sudah ada akses ke

vena, sebab ini dapat member hasil palsu.


Hemolisis, kontaminasi, adanya pemberian cairan intravena dan pengobatan dapat

menyebabkan perubahan hasil. Para perawat dan dokter dapat mengadakan akses
melalui central venous lines dengan protocol. Akan tetapi specimen dari central
venous lines sering menyebabkan kontaminasi atau kesalahan hasil laboratorium.
Pengambilan melalui in-dwelling venous devicemasih dapat dilakukan dengan cara

pengambilan darah pertama kali sebelum menghubungkan kanula dengan


cairan intravenous.

4) Langkah keempat : Kebersihan tangan dan pemakaian sarung tangan.


o Melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun anti bakteri.

o Bila tangan terlihat tidak kotor, bersihkan dengan alcohol rub- gunakan 3 ml pada

ujung jari dan seluruh tangan dan biarkan mongering.


o Setelah tanga bersih, pasanglah sarung tangan.

5) Langkah kelima : Disinfeksi daerah tusukan.


o Gunakan alcohol 70%.
o Catatan : Alkohol lebih dianjurkan daripada povidone iodine, karena kontaminasi

dengan povidone iodine dapat menyebabkan peningkatan palsu pada


kalium, fosfor atau asam urat pada hasil pemeriksaan.
o Apus alcohol swab secara lembut dimulai dari tengah melingkar keluar.
o Biarkan mengering.

o Jangan sentuh area yang sudah didisinfeksi.


o Jangan tempatkan jari di vena untuk menuntun jarum suntik. Bila tersentuh,

lakukan pengulangan disinfeksi.

6) Langkah keenam : Pengambilan darah.


Venepuncture.
Lakukan venepuncture sebagai berikut :
o Tetapkan vena dengan cara memegang lengan pasien dan letakkan jempol di

bawah daerah venepuncture.


o Minta pasien membentuk kepalan agar vena dapat terlihat jelas.
o Arahkan jarum menyentuh ke vena dengan membuat sudut 30 derajat atau kurang

dan masukan jarum ke dalam, sepanjang vena.


o Setelah sejumlah darah terkumpul, lepaskan tourniquet sebelum menarik jarum.

o Tarik jarum perlahan-lahan dan tekan pada daerah tersebut dengan kain kasa atau

kapas kering.

7) Langkah ketujuh : Mengisi tabung sampel


o Bila menggukan evacuated tube untuk mengambil darah, maka beberapa tabung

bisa langsung terisi. Namun bila cara ini tidak ada, maka bisa menggunakan jarum
suntik atau winged needle.
o Bila menggunakan winged needle, cara yang baik adalah meletakan tabung pada

rak tabung sebelum mengisi tabung. Mencegah tertusuk jarum, gunakan satu
tangan untuk mengisi tabung.
o Tusuk karet penutup tabung dengan jarum, perlahan-lahan dan tekanan stabil.

Jangan menekan pendorong suntikan karena penambahan tekanan dapat


mengakibatkan hemolisis.
o Bila memungkinkan, tabung-tabung tersebut tetap di rak dan jangan pindahkan

mendekat anda. Tusuk kea rah bawah sesuai warna penutup. JANGAN

melepaskan penutup karena akan menybabkan pelepasan vakum.


o Bila tabung sampel tidak memiliki penutup karet, masukan darah perlahan-lahan

melauli dinding tabung, hal ini untuk mencegah hemolisis.


o Sebelum dikirim, balik-balik atau kocok tabung yang mengandung additive

beberapa kali agar darah bisa homogen.


8) Langkah kedelapan : Membersihkan permukaan yang terkontaminasi dan
proesedur pasien lengkap.
o Buang jarum dan suntikan yang sudah digunakan atau peralatan pengambilan

sampel.
o Periksa lagi ketepatan identifikasi pada label dan formulir. Diantaranya yang perlu

diperiksa : Nama pasien, No. formulir, tanggal lagir, tanggal dan waktu
pengambilan darah.
o Buang barang habis pakai sesuai kategori.
o Cuci tangan sesuai standar yang berlaku.

o Periksa kmbali lebel pada tabung dan formulir pemeriksaan.

C. Perilaku Profesional Flebotomist

Seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya mempunyai


kompetensi dan keahlian yang tinggi dalam pengambilan darah berpedoman pada
perilaku profesional dan bertindak berdasarkan aspek etika moral, etika hukum,
dan etika profesi. Ada 3 macam aspek etika yang harus dipatuhi yaitu :

1. Etika Moral : Merupakan norma – norma yang memberikan pedoman


dalam berperilaku yang boleh dilakukan atau yang tidak
boleh dilakukan berdasarkan moral dan hati nurani.
2. Etika Hukum : Merupakan aturan yang dibuat oleh negara berlaku umum
dalam masyarakat dan bersifat mengikat, mempunyai
kekuatan hukum berdasarkan suatu Peraturan
Perundangan ( hukum ) yang berlaku.
3. Etika Profesi : Merupakan aturan yang dibuat organisasi profesi sebagai
pedoman moral untuk mengatur anggotanya serta
bertujuan menjaga mutu profesi, memlihara harkat dan
martabat profesi. Etika profesi yang sudah dalam bentuk
tertulis secara sistematis sebagai kode etika profesi.
2.4 JENIS ANTIKOAGULAN

Antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan hematologi adalah sebagai berikut :

1. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid)


Yang dipakai disini adalah garam kalium dan natriumnya, tetapi yang sering
digunakan adalah garam kaliumnya (dipotassium EDTA) karena daya larutnya
dalam air kira-kira 15 kali lebih besar daripada garam natriumnya. Cara kerjanya
dengan garam kaliumnya (K2EDTA) yaitu dapat mengubah ion Calcium dari
darah menjadi bentuk yang bukan ion membentuk senyawa kompleks yang larut
berdasarkan pembentukan ikatan Chelate senyawa. Namun jenis Na2EDTA (Di-
Natrium Ethylene Diamine Tetra Acetate dihydrate = Na2C10H13O8N2.2H2O)
lebih murah dibandingkan K2EDTA ataupun K3EDTA. Antikoagulan K3EDTA
kurang baik dalam penggunaanya karena memiliki pH lebih alkali sehingga
berpengaruh terhadap pH darah.
Sebaliknya Na2 NaEDTA juga kurang baik karena lambat larut sehingga perlu
pengocokan beberapa kali. 2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam
bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair. Dari
ketiga jenis EDTA tersebut, K2

 Keuntungan EDTA :
adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for
Standardization in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards
Institute). Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer
tube) dengan tutup lavender (purple) atau pink seperti yang diproduksi oleh
Becton Dickinson.
- Tidak berpengaruh terhadap besar dan bentuknya erithrosit dan leukosit.
- Mencegah thrombosit menggumpal
- Dapat digunakan berbagai macam pemeriksaan hematologi.
 Kerugian :
Lambat larut karena sering digunakan dalam bentuk kering sehingga harus
menggoncang wadah yang berisi darah EDTA selama 1-2 menit.
Cara pembuatan :
1. Ambil botol yang bersih dan kering
2. Pipet EDTA 10% sebanyak 0,020 ml dengan pipet sahli
3. Masukkan kedalam botol dan keringkan

2. Trisodium Citrate
Antikoagulan Natrium Sitrat (Na3C6H5O7.2H2O) sering digunakan dalam
bentuk larutan dengan konsentrasi 3,8% dan 3,2%. Cara kerjanya sebagai bahan
yang isotonik dengan darah dan mencegah pembekuan darah dengan cara
mengikat ion Ca++ melalui gugus karboksilat dari senyawa ini membentuk ikatan
kompleks khelasi larut. Sering digunakan beberapa macam pemeriksaan
percobaan hemostasis dan LED metode Westergren. Pemeriksaan LED metode
Westergren digunakan perbandingan 1 bagian Natrium Sitrat 3,8% dan 4 bagian
darah. Untuk percobaan hemostasis menggunakan konsentrasi 3,2% dengan
perbandingan 1 bagian Natrium Sitrat 3,2% : 9 bagian darah sesuai dengan
NICCLS. Antikoagulan Natrium Sitrat 3,8% dan 3,2% tidak bisa lagi digunakan
bila mengalami kekeruhan.

 Keuntungan :
Antikoagulan ini karena tidak toksis maka sering digunakan dalam unit transfusi
darah dalam bentuk ACD (Acid Citric Dextrose).

 Kerugian :
Pemakaiannya terbatas dalam pemeriksaan hematologi.
3. Heparin
Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara
menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan
pembentukan fibrin dari fibrinogen sehingga cara kerjanya berdaya seperti
antitombin dan antitromboplastin. Heparin merupakan antikoagulan yang normal
terdapat dalam tubuh tetapi dalam di laboratorium jarang dipakai pada
pemeriksaan hematologi karena mahal. Untuk tiap 0,1 0,2 mg heparin dapat
mencegah pembekuan 1 ml darah. Sering digunakan dalam penentuan PCV cara
mikrokapiler yang bagian dalamnya dilapisi dengan heparin. Ada tiga macam
heparin: ammonium heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Dari ketiga
macam heparin tersebut, lithium heparin paling banyak digunakan sebagai
antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion elektrolit
dalam darah.

 Kerugian :
- Tidak boleh digunakan dalam pemeriksaan hapusan darah karena dapat
terjadinya dasar biru kehitam-hitaman pada preparat bila dicat dengan wrights
stain.
- Harganya mahal.

4. Double Oxalat
Nama lainnya adalah anticoagulant dari Heller and Paul atau Balanced Oxalate
Mixture. Dipakai dalam bentuk kering agar tidak mengencerkan darah yang
diperiksa. Kalium oxalat menyebabkan erythrosit mengkerut sedangkan amonium
oxalat menyebabkan erytrosit mengembang, campuran keduanya dengan
perbandingan 3 : 2 maka terjadi keseimbangan tekanan osmotik eryhtrosit. Setiap
2 mg antikoagulant ini dapat mencegah pembekuan 1 ml darah.

 Keuntungan :
Dapat digunakan dalam berbagai pemeriksaan hematologi
 Kerugian :
- Tidak dapat digunakan dalam pemeriksaan hapusan darah karena bahan ini
toksis sehingga dapat menyebabkan perubahan-perubahan morfologi sel leukosit
dan eryhtrosit.
- Tidak boleh digunakan juga pada pemeriksaan osmotik fargility.

5. Natrium Oxalat
Natrium oksalat bekerja dengan cara mengikat kalsium membentuk kalsium
oxalat. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9 bagian darah. Biasanya digunakan
untuk pembuatan adsorb plasma dalam pemeriksaan hemostasis Antikoagulan
jenis ini sudah jarang digunakan karena selain tidak luas pemakaian, juga
menyebabkan perubahan morfologi pada sel darah bila terlalu lama dibiarkan.
Antikoagulan ini memiliki kemiripan sifat dengan double oxalate Dalam kondisi
darurat dapat digunakan sebagai antikoagulan.

6. NaF dan Kalium Oxalat


Antikoagulan ini sebenarnya dikhususkan untuk pemeriksaan glukosa darah,
namun masih dapat digunakan untuk pemeriksaan hematologi. Antikoagulan ini
biasanya tersedia dalam tabung vakum yang diproduksi pabrikan. Kalium oksalat
berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai antiglikolisis dengan
cara menghambat kerja enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar
glukosa darah stabil.
2.5 FORMULIR PEMERIKSAAN
2.6 PATIENT SAFETY

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

A. Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety

Pelaksanaan “Patient safety” meliputi

1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for


Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety


Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
1. Hak pasien :
 Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).
 Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan

2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang


jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2. Mendidik pasien dan keluarga

 Standarnya adalah

RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.

 Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system
dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien
& keluarga dapat:

1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur


2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

 Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga
dan antar unit pelayanan.

 Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

3. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

 Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor
& mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.

 Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
4. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

 Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7
Langkah Menuju KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP
& program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji,
& meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.

 Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

 Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.

 Kriterianya adalah
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien
.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

 Standarnya adalah
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

 Kriterianya adalah
1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-
RS No.001- VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan &


budaya yang terbuka dan adil”

a. Bagi Rumah sakit:

 Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul

fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga

 Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden

 Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden

 Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP

b. Bagi Tim:

 Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden

 Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan


tindakan/solusi yg tepat

2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas
tentang KP di RS anda”

a. Bagi Rumah Sakit:

 Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP

 Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP

 Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen

 Masukkan KP dlm semua program latihan staf

b. Bagi Tim:
 Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP
 Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP

 Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses


pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial
bermasalah”

 Bagi Rumah Sakit:

 Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP

 Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko

 Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &

tingkatkan kepedulian thdp pasien

 Bagi Tim:

 Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait

 Penilaian risiko pd individu pasien

 Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &


4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”

 Bagi Rumah sakit:

 Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun

ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI

 Bagi Tim:

 Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah

tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting

langkah memperkecil risiko tsb


5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yg terbuka dengan pasien”

 Bagi Rumah Sakit


 ‫‏‬Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga

 Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden

 Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka


kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien
 Bagi Tim:

 Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden

 Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden

 Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf


anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa
kejadian itu timbul”

 Bagi Rumah Sakit:

 Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab

 Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause


Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau
metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun
untuk proses risiko tinggi
 Bagi Tim:

 Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden

 Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman

Tersebut.
7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan
informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem
pelayanan”

 Bagi Rumah Sakit:

 Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian

insiden, audit serta analisis

 Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf &

kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP

 Asesmen risiko utk setiap perubahan

 Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI

 Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden

 Bagi Tim:

 Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman

 Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya

 Umpan
B. Langkah balik atas
Langkah setiap Pelaksanaan
Kegiatan tindak lanjut Patient
ttg insiden yg dilaporkan
Safety

a. Rumah Sakit

1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan
susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter
gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.

2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan


internal tentang insiden

3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan


Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis


berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.

b. Provinsi/Kabupaten/Kota

1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit


di wilayahnya

2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan


anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.

3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

c. Pusat

1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan


Rumah Sakit Seluruh Indonesia

2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas


Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan.

4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Flebotomist adalah orang-orang terlatih untuk mengambil darah pasien untuk


uji klinis atau medis, transfusi, donasi, atau penelitian.
Tugas flebotomist meliputi mengidentifikasi pasien dengan benar, dapat
menjelaskan pemeriksaan yang diminta pada formulir permintaan, menyiapkan
dan memilih tabung aditif yang tepat, menjelaskan prosedur untuk pasien dengan
akurat, menyiapkan pasien dengan benar, berlatih form asepsis, berlatih standar
dan kewaspadaan secara umum, melakukan sampling pada kulit/vena,
mengumpulkan darah ke dalam wadah atau tabung, memulihkan hemostasis dari
tusukan, menginstruksikan pasien pada perawatan pasca-tusuk, megorder
pemeriksaan sesuai permintaan dokter, melakukan pelabelan pada tabung dengan
elektronik printing / barcode, dan memberikan spesimen ke laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

https://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiy-keselamatan-
pasien-rumah-sakit/

https://www.infolabmed.com/2016/03/apa-itu-flebotomi.html

http://poltekkesjkt2.ac.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category
&download=504:formulir-pemeriksaan-kesehatan-2017&id=4:profil

Wikipedia. 2015. Link : https://en.wikipedia.org/wiki/Phlebotomy


Pengertian Flebotomi. Laboratorium Klinik. 2015. Link :
http://teklabkes.blogspot.co.id/2009/07/pengertian-flebotomi.htm

Anda mungkin juga menyukai