OLEH
NAMA : NUR QHOLIFAH MAHARANI APRILIA PUTRI
NIM : 10011281924064
OLEH
NAMA : NUR QHOLIFAH MAHARANI APRILIA PUTRI
NIM : 10011281924064
Bismillahirrahmanirrahim
i
disebutkan satu-persatu, yang telah memfasilitasi kami selama
kegiatan PKM di Puskemas Multiwahana dan telah memberikan
banyak pelajaran bagi kami.
Akhir kata, penulis menyadari betul bahwa penulisan laporan magang ini
jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca sebagai bentuk perbaikan untuk laporan ini agar menjadi lebih
baik lagi. Diharapkan dengan adanya laporan ini, penulis dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 28
5.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 28
5.2. Saran ................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 30
LAMPIRAN...................................................................................................................... 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 Tampilan dashboard output olah data SITB bentuk tabel ...................... 9
Gambar 3 Tampilan dashboard output olah data SITB bentuk grafik .................. 10
v
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Balasan Izin Magang ............................................................................................... 33
Absensi.............................................................................................................................. 34
Logbook Kegiatan............................................................................................................. 37
Dokumentasi Kegiatan Dalam Gedung............................................................................. 42
Dokumentasi Kegiatan Luar Gedung ................................................................................ 43
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
ternotifikasi. Menurut Kemenkes RI, kasus TB yang ternotifikasi di Indonesia
tahun 2018 mencapai 570.289 kasus yang mana diperkirakan jumlah kasus
ada 842.000. Artinya, terdapat 271.711 kasus yang tidak ternotifikasi (TB
Indonesia, 2021). Hal ini diperparah pada tahun 2020, terdapat penyakit
COVID-19 yang menyebabkan upaya skrining penyakit TB terhambat
sehingga hanya sebagian kecil kasus TB yang ternotifikasi di Indonesia.
Urgensi penyakit TB di Indoensia sangat tinggi, selain menjadi penyakit
berbahaya, TB juga merupakan kasus gunung es. Maka dari itu TB menjadi
salah satu prioritas permasalahan kesehatan di Indonesia. Pelayanan orang
terduga TB juga masuk menjadi salah satu dari 12 Standar Pelayanan
Minimum (SPM) Kesehatan.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum program TB di Puskesmas
Multiwahana.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran umum program TB di Puskesmas
Multiwahana
b. Mengetahui capaian program TB di Puskesmas Multiwahana
c. Mengetahui kendala dan hambatan yang dialami petugas di
lapangan dalam menjalankan program TB di Puskesmas
Multiwahana
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana untuk menambah pengalaman, pembelajaran dan
kemampuan dalam mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh selama
perkuliahan, meningkatkan pengetahuan serta wawasan dalam bidang
biostatistik, mendapatkan keterampilan sebagai seorang praktisi dan atau
manajerial di tempat magang.
1.3.2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
a. Sebagai jembatan penghubung untuk meningkatkan hubungan
kemitraan antara dunia pendidikan tinggi dengan dunia kerja.
2
b. Meningkatkan kerja sama antara Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya dengan Puskesmas
Multiwahana.
c. Mendapatkan masukan tentang perkembangan keilmuan
lingkup kerja yang diperoleh selama praktik kerja di
lingkungan instansi.
d. Sebagi partisipasi dalam peningkatan kualitas pendidikan
perguruan tinggi dalam menciptakan lulusan yang berkualitas,
terampil dan memiliki pengalaman kerja.
1.3.3. Bagi Puskesmas Multiwahana
a. Sebagai jembatan penghubung untuk memperkenalkan
kegiatan dari lingkungan kerja di Puskesmas Multiwahana.
b. Dapat memanfaatkan mahasiswa dan membantu penyelesaian
tugas-tugas yang ada sesuai dengan kebutuhan unit kerja
masing-masing.
c. Sebagai partisipasi dalam peningkatan kualitas pendidikan
perguruan tinggi dalam menciptakan lulusan yang berkualitas,
terampil dan memiliki pengalaman kerja.
d. Mendapatkan masukan tentang perkembangan keilmuan
lingkup kerja yang diperoleh selama praktik kerja
dilingkungan instansi
1.4. Waktu dan Lokasi Kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat
1.4.1. Waktu Praktikum Kesehatan Masyarakat
Kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat dilaksanakan dari
tanggal 1 Agustus sampai 2 September 2022.
1.4.2. Lokasi Praktikum Kesehatan Masyarakat
Lokasi Praktikum Kesehatan Masyarakat dilaksanakan di
Puskesmas Multiwahana, Jl. Musi Raya Nomor 1 RT. 013 RW. 005,
Kelurahan Sialang, Kecamatan Sako, Palembang, Sumatera Selatan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis/Tuberculosis (TBC)
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan akibat infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobaterium tuberculosis
umumnya terjadi melalui udara. Ketika penderita TB aktif memercikkan
lendir atau dahak saat batuk atau bersin, bakteri TB akan ikut keluar melalui
lendir tersebut dan terbawa ke udara. Selanjutnya, bakteri TB akan masuk ke
tubuh orang lain melalui udara yang dihirupnya. Bakteri ini biasanya
menyerang paru-paru, namun dapat memengaruhi bagian tubuh lainnya juga,
termasuk perut, kelenjar, tulang dan sistem saraf. Tuberkulosis adalah kondisi
yang serius namun dapat disembuhkan jika diobati dengan antibiotik yang
tepat.
Tuberkulosis yang menyerang paru-paru (TB Paru) adalah jenis paling
menular, tetapi biasanya hanya menyebar setelah kontak yang cukup lama
dengan penderita TB. Bakteri TB yang menyerang paru-paru dapat
menyebabkan gangguan pernapasan, seperti batuk kronis dan sesak napas.
Orang sehat yang memiliki imun tubuh yang kuat mampu memberikan
pertahanan terhadap infeksi dan penyakit ini dengan membunuh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Terkadang sistem kekebalan tubuh tidak
mampu membunuh bakteri, namun berhasil mencegah bakteri menyebar
didalam tubuh. Hal tersebut disebut dengan TB laten. Orang dengan TB laten
tidak akan merasakan gejala dan tidak menular ke orang lain. Jika sistem
kekebalan tubuh gagal membunuh atau menahan infeksi, maka bakteri dapat
menyebar didalam paru-paru atau organ lain dalam tubuh. Gejala akan terus
berkembang dalam beberapa minggu atau bulan. Hal tersebut disebut dengan
TB aktif. TB laten dapat berkembang menjadi penyakit TB aktif dikemudian
hari, ketika sistem kekebalan tubuh melemah.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu
atau lebih. Batuk biasanya menghasilkan dahak, bisa juga dahak bercampur
darah dan batuk berdarah. Gejala lainnya adalah sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malah hari tanpa
4
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan dan terdapat
pembengkakan di leher (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Terdapat beberapa kelompok orang yang beresiko lebih tinggi untuk
mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah orang dengan HIV positif
dan penyakit imunokompromais lain, orang yang mengonsumsi obat
imunosupresan dalam jangka waktu panjang, perokok, konsumsi alkohol
tinggi, anak usia <5 tahun dan lansia, memiliki kontak erat dengan orang
penyakit TB aktif yang infeksius, berada di tempat dengan risiko tinggi
terinfeksi tuberculosis dan petugas kesehatan (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2019a).
2.2. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Standar pelayanan minimal yang biasa disebut SPM merupakan ketentuan
mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara
minimal. SPM kesehatan adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu
pelayanan dasar dibidang kesehatan. SPM Kesehatan diatur pada Peraturan
Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar
Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019a).
SPM Kesehatan bertujuan memberikan kemudahan kepada pemerintah
daerah dalam penyusunan perencanaan untuk pelaksanaan standar pelayanan
minimal dibidang kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota. SPM Kesehatan
memberikan pemahaman yang sama terkait definisi operasional, indikator
kerja, ukuran/satuan, pembilang dan penyebut, perhitungan, sumber data,
langkah kegiatan dan kebutuhan sumber daya manusia. SPM Kesehatan
diharapkan mampu menjawab hal-hal penting dalam penyelnggaraan upaya
kesehatan daerah, khususnya dalam penyediaan dasar yang memengaruhi
derajat kesehatan masyarakat.
SPM Kesehatan terdiri atas SPM kesehatan daerah provinsi dan SPM
kesehatan daerah kabupaten/kota. SPM kesehatan daerah provinsi terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat
bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi
5
b. Pelayanan kesehatan bagi penduduk pada konsisi kejadian luar biasa
provinsi
Sementara, Standar Pelayanan Minimal Kesehatan daerah kabupaten/kota,
bersifat peningkatan/promoting dan pencegahan/preventif, terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan ibu hamil
b. Pelayanan kesehatan ibu bersalin
c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
d. Pelayanan kesehatan balita
e. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
f. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
g. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
h. Pelayanan kesehatan pada penderita hipertensi
i. Pelayanan kesehatan pada penderita diabetes mellitus
j. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
k. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberculosis
l. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang
melemahkan daya tahan tubuh manusia (HIV)
Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan ditingkat kabupaten/kota
menjadi tanggung jawab kepala daerah dalam hal ini walikota/bupati.
Puskesmas berperan penting sebagai fasilitas tingkat pertama dalam
menjalankan dan mencapai indikator-indikator SPM Kesehatan. Dinas
kesehatan kabupaten/kota berperan penting dalam pelaksanaan monitoring
dan evaluasi. Puskesmas melaporkan hasil capaian SPM Kesehatan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota yang selanjutnya disampaikan kepada dinas
kesehatan provinsi. Materi muatan laporan SPM berisi: hasil penerapan SPM,
kendala penerapan SPM dan ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM.
Gubernur menyampaikan laporan kepada Kementrian Kesehatan.
2.3. Pelayanaan Kesehatan Orang Terduga Tuberkulosis sebagai SPM
Kesehatan
Pelayanan kesehatan orang terduga Tuberkulosis (TB) sebagai SPM
Kesehatan mewajibkan setiap orang terduga tuberkulosis mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar. Pelayanan kesehatan untuk orang terduga
6
TB yang dimaksud sesuai standar meliputi (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2019b):
a. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis orang terduga TB dilakukan minimal 1 kali
dalam setahun. Pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan gejala dan
tanda.
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan dahak, bakteriologis
atau radiologis.
c. Edukasi
Edukasi yang dilakukan berupa perilaku berisiko dan pencegahan
penularan.
Mekanisme pelayanan orang terduga TB terdiri dari:
a. Penetapan sasaran orang terduga TB menggunakan data orang yang
kontak erat dengan penderita TB dan ditetapkan oleh Kepala Daerah
b. Pemeriksaan klinis
c. Pemeriksaan penunjang
d. Edukasi
e. Melakukan rujukan jika diperlukan
Puskesmas sebagai fasilitas pelayana kesehatan tingkat pertama, memiliki
tanggung jawab dalam mencapai target-target dan indikator SPM Kesehatan.
Sehingga, pelayanan kesehatan orang terduga TB menjadi tanggung jawab
puskesmas dalam pelaksanaannya.
Capaian kinerja puskesmas dalam memberikan pelayanan sesuai standar
bagi pasien terduga TB dinilai dari persentase jumlah orang terduga TB yang
mendapatkan pelayanan TB sesuai standar di wilayah kerja puskesmas dalam
kurun waktu satu tahun. Capaian kinerja puskesmas pada pelayanan
kesehatan untuk orang terduga TB adalah 100%. Rumus perhitungan capaian
kinerja pelayanan kesehatan bagi orang terduga TB sebagai berikut:
7
Keterangan:
a. Orang terguda TB adalah seseorang yang menunjukkan gejala batuk >
2 minggu disertai dengan gejala lainnya
b. Nominator : Jumlah orang terduga TBC yang dilakukan pemeriksaan
penunjang dalam kurun waktu satu tahun
c. Denominator : Jumlah orang yang terduga TBC dalam kurun waktu
satu tahun yang sama
2.4. Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB)
Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) merupakan aplikasi yang
digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan mulai dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, Dokter Praktek Mandiri, Klinik,
Laboratorium, Instalasi farmasi, sll), Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota/Provinsi dan Kementrian Kesehatan, untuk melakukan
pencatatan dan pelaporan kasus TB Sensitif, TB Resistan Obat, Laboratorium
dan logistic dalam satu platform yang terintegrasi (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2022).
SITB baru dikembangkan pada tahun 2020 menggantkan Sistem Informasi
Tuberkulosis Terpadu (SITT). Sistem informasi ini dikembangkan untuk
mempercepat proses pengumpulan data ditingkat kabupaten/kota, provinsi
dan nasional dengan harapan SITB mampu memudahkan analisis data
sehingga terjadi peningkatan dalam manajemen informasi TB berbasis bukti.
Harapannya dengan adanya sistem informasi ini maka akan memberikan
dampak positif terhadap program pengendalian TB di Indonesia.
SITB bisa diakses oleh 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota dengan
jumlah unit TB sebanyak 14.335 unit TB yang terdiri dari Rumah Sakit,
8
Puskesmas, Balai Pengobatan, BP4/BBKPM/BKPM, Laboratorium, Lembaga
Pemasyarakatan, dan Klinik di seluruh Indonesia.
SITB merupakan sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah terintergrasi
antar petugas pelayanan kesehatan terduga TB. Layanan SITB yang bisa
ditawarkan terdiri dari:
a. Login
9
Gambar 3 Tampilan dashboard output olah data SITB bentuk grafik
(Sumber: sitb.id)
c. Data Petugas
Bagian data petugas menampilkan data petugas Pelayanan
Kesehatan Pasien Terdugas TB yang terdiri dari Dokter, Perawat
hingga petugas lab.
d. Kasus
10
Gambar 5 Tampilan pilihan logistik SITB
(Sumber: sitb.id)
11
Bagian keuangan memberikan pilihan pengajuan klaim
laboratorium, pengajuan klaim suntik dan pengajuan klain enabler.
h. Laporan
Bagian laporan memberikan akses kepada petugas laporan tahunan
sesuai dengan data pelaporan dan pencatatan. Laporan tersebut juga
bisa diunduh dalam bentuk excel. Sehingga bagian ini sangat
memudahkan petugas dalam pelaporan.
12
BAB III
DESKRIPSI TEMPAT PRAKTIKUM
KESEHATAN MASYARAKAT
3.1. Gambaran Umum Puskesmas Multiwahana Palembang
3.1.1. Keadaan Geografis
Puskesmas Multiwahana Palembang terletak di Jl. Mitra Raya
Komplek RSSB Blok H RT. 084 RW. 032 Kelurahan Sako, Kecamatan
Sako, Palembang. Pada maret 2020, Puskesmas Multiwahana menempati
gedung baru yang beralamat di Jl. Musi Raya Nomor 1 RT. 013 RW. 005,
Kelurahan Sialang, Kecamatan Sako dengan titik koordinat – 2,928979;
104,78053. Puskesmas Multiwahana terletak didalam Komplek
Perkantoran Kecamatan Sako, dan berjarak ± 75 meter dari jalan besar dan
dapat ditempuh dengan mobil ataupun sepeda motor.
Luas wilayah kerja Puskesmas Multiwahana adalah ±1.061 Km2.
Wilayah kerja Puskesmas Multiwahana mencakup 2 (dua) Kelurahan di
Kecamatan Sako yaitu Kelurahan Sialang dan Kelurahan Sukamaju.
Kelurahan sialang memiliki luas wilayah 291.00 Km2 dengan 69 rukun
tetangga (RT) dan 11 rukun waega (RW). Sementara kelurahan Sukamaju
memiliki luas wilayah 770.000 Km2 engan 67 rukun tetangga (RT) dan 12
rukun warga (RW).
13
Sebelah Barat : Kecamatan Sukarami
Sebelah Timur : Kecamatan Sukamulya dan Kecamatan
Sematang Borang
14
e. Penanggung Jawab UKM Pengembangan yang dibantu oleh
koordinator-koordinator Pelayanan Terkait
f. Penanggung Jawab UKP Kefarmasian dan Laboratorium yang
dibantu oleh koordinator-koordinator Pelayanan Terkait
g. Penanggung jawab Jaringan Puskesmas dan Jejaring
Puskesmas yang dibantu oleh Koordinator Jaringan dan atau
Jejaring Puskesmas
h. Penanggung Jawab Bangunan, Prasarana dan Peralatan
i. Penanggung Jawab Mutu
15
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Pelayanan Kesehatan Orang Terduga TB di Puskesmas Multiwahana
Kasus TB merupakan kasus gunung es yang artinya kasus yang
sebenarnya terjadi jauh lebih banyak dibandingkan dengan kasus yang
ternotifikasi. Menurut Kemenkes RI, kasus TB yang ternotifikasi di Indonesia
tahun 2018 mencapai 570.289 kasus yang mana diperkirakan jumlah kasus
ada 842.000. Artinya, terdapat 271.711 kasus yang tidak ternotifikasi (TB
Indonesia, 2021). Hal ini diperparah pada tahun 2020, Indonesia dilanda
bencana biologi yaitu penyakit COVID-19 yang menyebabkan upaya skrining
penyakit TB terhambat sehingga hanya sebagian kecil kasus TB yang
ternotifikasi di Indonesia.
Urgensi kasus TB di Indonesia masih sangat tinggi karena, Indonesia
masih menjadi negara ketiga dengan beban kasus TB tertinggi didunia.
Sementara jumlah pasien TB yang ternotifikasi masih jauh dari perkiraan
jumlah kasus yang ada. Maka dari itu, pelayanan kesehatan orang terduga TB
masih menjadi salah satu prioritas dan standar pelayanan minimum bidang
kesehatan.
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
bertanggung jawab mencapai target-target dan indikator SPM bidang
Kesehatan. Puskesmas Multiwahana bertanggung jawab mencapai target
pelayanan kesehatan orang terduga TB di wilayah kerjanya, Kelurahan
Sukamaju dan Kelurahan Sialang. Puskesmas Multiwahana memiliki
beberapa kegiatan dalam mencapai target indikator pelayanan kesehatan
orang terduga TB diantaranya adalah:
a. Pelaksanaan Kelas Pengawas Menelan Obat (PMO)
16
Pelaksanaan kelas Pengawas Menelan Obat (PMO) ini merupakan
kegiatan pertemuan keluarga pasien TB yang berperan sebagai
pengawas menelan obat. Pengawas Menelan Obat (PMO) ini
merupakan seseorang yang berada disekitar pasien TB. PMO bertugas
mengawasi pasien apakah benar obat diminum atau tidak,
mengingatkan pasien TB untuk minum obat dan memberikan motivasi
kepada pasien TB untuk tetap meneruskan minum obat.
Pertemuan ini berisi sosialisasi tentang penyakit TB, tugas
pengawasan obat hingga pentingnya pengobatan TB. Penyakit TB
memang penyakit infeksius yang menjadi penyakit mematikan
menular nomor dua di dunia. Namun penyakit TB tetap bisa diobati
dengan aturan dan prosedur yang ada. Sehingga sangat penting bagi
pasien TB untuk minum obat sesuai aturan agar pasien dapat
disembuhkan. Pertemuan ini dilakukan satu tahun sekali.
Pengobatan TB paru dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif dan
fase lanjutan. Fase intensif berada pada periode 2-3 bulan pertama
pengobatan. Fase lanjutan berada pada periode 4-7 bulan pengobatan
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Dampak putus
obat TB bisa menyebabkan kegagalan pengobatan dan menyebabkan
penularan TB terus terjadi. Penyebab pasien TB putus obat adalah
adanya kejenuhan karena waktu pengobatan yang lama (Atmaja et al.,
2014). Maka dari itu sangat penting adanya pengawasan pasien TB
dalam menjalankan pengobatannya. Selain waktu pengobatan yang
cukup lama, pasien tb harus patuh pada aturan OAT (Obat Anti TB).
b. Sosialisasi Peran Kader dan Pertemuan Berkala Kader Kesehatan
17
Sosialisasi peran kader dan pertemuan berkala kader kesehatan
merupakan kegiatan secara berkala bersama kader posyandu di
wilayah kerja Puskesmas Multiwahana. Sosialisasi peran kader ini
berupa pelatihan tentang urgensi TB, konsep penyakit TB, cara
menjaring suspek TB, PMO dan keterampilan komunikasi.
Kader kesehatan merupakan sekelompok orang yang dipilih oleh
dan dari masyarakat yang mau dan mampu bekerjasama dalam
menangani berbagai persamalahan kesehatan perorangan dan
pelayanan posyandu di wilayah kerjanya. Kader kesehatan sangat
berperan penting dalam penemuan kasus terduga TB. Peran kader
kesehatan dalam penangulangan TB diantaranya adalah (Depkes RI,
2009):
1. Membantu memberikan penyuluhan tentang TB dan
penanggulangannya kepada masyarakat
2. Membantu menemukan orang yang dicurigai sakit TB dan
pasien TB diwilayahnya
3. Membantu Puskesmas atau sarana kesehatan lainnya dalam
membimbing dan memberikan motivasi kepada PMO untuk
selalu melakukan pengawasan menelan obat
4. Menjadi Koordinator PMO (KPMO)
5. Jika pasien tidak memiliki PMO, maka seorang kader bisa
menjadi PMO
Pada tahun ini, kader dibantu oleh kemajuan teknologi yaitu
aplikasi Sobat TB. Aplikasi Sobat TB merupakan aplikasi yang
dikembangkan oleh Yayasan KNCV dan Kementrian Kesehatan RI
yang dapat diunduh oleh masyarakat umum (KNCV Indonesia, 2022).
Ada beberapa fitur yang ada dalam aplikasi Sobat TB ini, salah
satunya adalah fitur skrining. Fitur skrining berisi formulir skrining
untuk mengetahui seseorang dicurigai terkena TB atau tidak dan
mendapatkan hasil yang cepat. Kader bisa melakukan skrining melalui
aplikasi Sobat TB, jika hasil skrining tersebut menghasilkan bahwa
18
orang tersebut dicurigai terkena TB. Maka, kader wajib melaporkan
ke pihak Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
c. Pelacakan TB Mangkir
19
Gambar 13 Investigasi Kontak Pasien TB TBA (+)
(Sumber: Petugas Pelayanan Terduga TB Puskesmas Multiwahana)
20
(Sumber: Petugas Pelayanan Terduga TB Puskesmas Multiwahana)
21
𝐸𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑠𝑖 𝐾𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑇𝐵
× 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑁
Keterangan:
Kota Palembang
Keterangan:
a. Orang terguda TB adalah seseorang yang menunjukkan gejala batuk >
2 minggu disertai dengan gejala lainnya
22
b. Nominator : Jumlah orang terduga TB yang dilakukan pemeriksaan
penunjang dalam kurun waktu satu tahun
c. Denominator : Jumlah orang yang terduga TB dalam kurun waktu satu
tahun yang sama
Perhitungan capaian kinerja pelayanan kesehatan orang dengan TB di
Puskesmas Multiawahan adalah sebagai berikut:
1336
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 ≡ × 100%
1507
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 88,65%
Keterangan:
a. Jumlah orang terduga TB yang dilakukan pemeriksaan penunjang
dalam kurun waktu tahun 2022 di Puskesmas Multiwahana berjumlah
b. Jumlah orang yang terduga TB dalah kurun waktu tahun 2022 di
Puskesmas Multiwahana sebanyak 1507 orang
Persentase capaian program ini tahun 2022 adalah 88,65% per bulan
November 2022, sementara capaian program SPM harus 100%, artinya
Puskesmas Multiwahana belum berhasil mencapai indikator target pelayanan
kesehatan orang terduga TB.
23
keadaan kesehatan keluarga. Hal ini sangat menghambat petugas
dalam penemuan kasus terduga TB.
Masyarakat seharusnya berperan aktif dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan penanggulangan TB. Peran serta
masyarakat dalam penanggulangan tuberkulosis dapat berupa
mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
mengupayakan tidak terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap
kasus TB di masyarakat dan membentuk warga peduli Tuberkulosis
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Masyarakat yang kurang berkerjasama diakibatkan karena adanya
pandangan negatif atau stigma terhadap penderita tuberkulosis.
Penyingkapan status penyakit dapat menimbulkan diskriminasi
terhadap pasien tuberkulosis (Suandi et al., 2012). Diskriminasi
terhadap penderita tuberkulosis ditandai dengan pengucilan,
penolakan dan celaan. Diskriminasi muncul akibat adanya anggapan
sosial yang merugikan tentang individu maupun kelompok berkaitan
dengan masalah kesehatan tersebut (Kipp et al., 2011). Alasan
munculnya stigma pada penderita TB adalah penularannya dan
pengetahuan yang kurang tepat akan penyebabnya (Hidyati, 2015).
Maka dari itu perlu peningkatan pengetahuan kepada masyarakat
tentang tuberkulosis untuk menurunkan stigma terhadap penderita TB
agar mampu memaksimalkan peran serta terhadap penanggulangan
tuberkulosis.
24
diberikan kepada pasien untuk nantinya ketika pasien bisa
mengeluarkan dahak langsung ditampung didalam pot dahak. Namun
kenyataan dilapangan masih banyak pasien yang tidak
mengembalikan pot dahak setelah dibawa ke rumah. Sehingga,
pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan dan terhenti. Hal ini tentunya
menghambat pelaksanaan penemuan orang terduga TB.
c. Pemeriksaan TB Sesuai Standar
Pemeriksaan pasien terduga TB yang sesuai standar merupakan
pemeriksaan dahak maupun radiologis. Pada saat pelaksanaan
pemeriksaan dahak masih banyak pasien yang tidak mengeluarkan
dahak untuk pemeriksaan sehingga pemeriksaan tidak valid.
d. Upaya Lintas Program
Upaya lintas program dilakukan agar pelaksanaan program lebih
masif. Upaya lintas program dilakukan bersama dengan tenaga
promosi kesehatan untuk melakukan penyuluhan.
Kendala lainnya yang dihadapi oleh petugas pemegang program TB adalah
kurangnya sumber daya manusia dalam pelaksanaan pelayanan terduga TB.
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, standar jumlah sumber daya manusia
kesehatan untuk pelayanan kesehatan terdiri dari:
a. Dokter/ dokter spesialis penyakit dalam/ dokter spesialis paru
b. Perawat
c. Analisis teknik laboratorium medik
d. Penata rotgen
e. Tenaga kesehatan masyarakat
25
Variabel n (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 661 (49,5%)
Laki-laki 675 (50,5%)
Hasil Diagnosis
Bukan TB 1308 (97,9%)
TBC 27 (2,1%)
Umur
Produktif (16-64 tahun) 1102 (82,5%)
Tidak Produktif (<16 dan >64 234 (17,5%)
tahun)
26
Usia paling banyak adalah usia produktif yaitu 16-64 tahun sebanyak 1102
(82,5%). Usia produktif berada pada rentang 16-64 tahun (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Tuberkulosis tidak pandang bulu dapat
menyerang siapa saja khususnya usia produktif (16-64 tahun) dan anak-anak
(Depkes RI, 2009). Pangaribuan et al. (2020) menemukan bahwa kelompok
umur produktif beresiko 1,4 kali terjadi TB dibanding kelompok umur tidak
produktif. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Korua,
Kapantow and Kawatu (2014) menunjukkan bahwa kelompok umur produktif
memiliki risiko 1,5 kali terjangkit tuberkulosis. TB banyak menyerang usia
produktif dan meningkatkan angka kematian dini khususnya di negara
berkembang (World Health Organization, 2013). Tingginya penyakit
Tuberkulosis pada usia produktif meningkatkan potensi kehilangan
produktivitas sangat besar apalagi jika tidak ditangani dengan baik dan benar.
27
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penyakit tuberkulosis masih menjadi salah satu beban penyakit menular
didunia. Tuberkulosis juga menjadi penyakit menular nomor dua paling
mematikan setelah COVID-19. Selain itu juga, Indonesia menjadi negara
ketiga dengan beban penyakit TB terbanyak didunia. Maka dari itu,
Kementrian Kesehatan RI menjadikan permasalahan TB sebagai prioritas
permasalahan kesehatan di Indonesia. Pelayanan kesehatan terduga TB
menjadi salah satu dari 12 SPM bidang kesehatan. SPM bidang kesehatan
menjadi tanggung jawab Puskesmas dalam pencapaian target dan indikator
SPM kesehatan.
Puskesmas Multiwahana memiliki berbagai upaya dalam meningkatkan
penemuan kasus terduga TB di wilayah kerjanya. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam meningkatkan penemuan kasus adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Kelas PMO
b. Sosialisasi Peran Kader dan Pertemuan Berkala Kader Kesehatan
c. Investigasi Kontak Pasien TB TBA
d. Pelacakan TB Mangkir
e. Gerakan Ketuk Pintu TB
f. Pengambilan Data TB di Klinik
Upaya-upaya yang dilakukan menemukan berbagai kendala yang
menghambat Puskesmas Multiwahana dalam mencapai target SPM Pelayanan
Terduga TB Sesuai Standar. Masyarakat yang sulit diajak bekerja sama dalam
investigasi dan penemuan kasus terduga TB, pemeriksaan yang tidak valid
akibat yang ditampung berupa air liur bukan dahak dan klinik-klinik yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Multiwahana belum memiliki sistem
pendataan tersendiri untuk pasien terduga TB merupakan hambatan-hambatan
yang terjadi dilapangan dalam pelaksanaan penemuan pasien terduga TB.
5.2. Saran
a. Perencanaan penambahan sumber daya manusia perlu dilakukan,
karena jumlah anggota pemegang pelayanan terduga TB masih belum
sesuai dengan standar yang ada. Sehingga, implementasi program
28
kurang maksimal akibat tumpang tindih tanggung jawab dan
pekerjaan.
b. Penguatan tim perlu dilakukan agar upaya pelayanan kesehatan
terduga TB lebih terkoordinasi lagi dan implementasi dilakukan sesuai
dengan standar.
c. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat perlu dilakukan, karena
masyarakat yang masih sulit untuk bekerjasama. Maka dari itu,
petugas Puskesmas Multiwahana perlu mengedukasi dan sosialisasi
permasalahan TB agar masyarakat memahami bahaya TB hingga
pentingnya penemuan TB secepat mungkin. Proses edukasi bukan
suatu hal yang bisa diukur secara kuantitatif tingkat keberhasilannya,
namun proses edukasi memberikan dampak yang besar. Khususnya
membantu program penemuan kasus terduga TB.
29
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, K. and Perwitasar, D. (2013) ‘Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku dengan
Prevalensi TB Paru di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Sulawesi Utara’,
Media Litbangkes, 23(4), pp. 172–181.
Depkes RI (2009) ‘Buku Saku Kader Program Penanggulangan TB’, Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI, pp. 1–79.
Hidyati, E. (2015) ‘Pengetahuan dan Stigma Masyarakat Terhadap TBC Setelah
Diberikan Pendidikan Kesehatan Pencegahan dan Penularan’, Jurnal
Keperawatan Soedirman, 10(2), pp. 76–82.
Irwan (2017) Epidemiologi Penyakit Menular. 1st edn. Yogyakarta: Absolute
Media.
Kementerian Kesehatan RI (2018) ‘Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS)’, 44(8), pp. 1–200. doi: 10.1088/1751-8113/44/8/085201.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) Profil Data Kesehatan
Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2016) ‘Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan
Tuberkulosis’. doi: 10.1056/nejm195106282442609.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2018) ‘Tuberkulosis ( TB )’,
Tuberkulosis, 1(april), p. 2018. Available at: www.kemenkes.go.id.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2019a) Keputusan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/755/2019 Tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2019b) Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2022) Sistem Informasi Tuberkulosis
(SITB). Available at: sitb.id.
Kipp, A. M. et al. (2011) ‘Socio-demographic and AIDS-related factors
associated with tuberculosis stigma in southern Thailand: A quantitative,
30
cross-sectional study of stigma among patients with TB and healthy
community members’, BMC Public Health, 11, pp. 1–9. doi:
10.1186/1471-2458-11-675.
KNCV Indonesia (2022) Sobat TB. Available at: https://sobattb.id/ (Accessed: 8
December 2022).
Korua, E. S., Kapantow, N. H. and Kawatu, P. A. T. (2014) ‘Hubungan Antara
Umur, Jenis Kelamin dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian TB Paru
Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Noongan’, Jurnal
Kesmas.
Kusuma Atmaja, H. et al. (2014) ‘Analisis Faktor-Faktor Penyebab Masalah
Putus Obat Pada Program Kontrol Tuberkulosis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Gerung Lombok Barat’, Jurnal Kesehatan Prima, 8(2), pp.
1345–1354.
Pangaribuan, L. et al. (2020) ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Tuberkulosis Pada Umur 15 Tahun Keatas di Indonesia (Analisis Data
Survei Prevalensi Tuberkulosis (SPTB) di Indonesia 2013-2014)’, Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 23(1), pp. 10–17. doi:
https://doi.org/10.22435/hsr.v23i1.2594.
Suandi, D. et al. (2012) ‘Stigma Orang Tua Terhadap Tuberkulosis Di Balai Besar
Kesehatan Paru (Bbkpm) Bandung’, Students e-Journal, 1(1), p. 32.
Available at: http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/751/797.
TB Indonesia (2021) Situasi TBC di Indonesia - TBC Indonesia. Available at:
https://tbindonesia.or.id/pustaka-tbc/informasi/tentang-tbc/situasi-tbc-di-
indonesia-2/ (Accessed: 30 August 2022).
Tika Maelani dan and Cahyati, widya hary (2019) ‘Karakteristik Penderita, Efek
Samping Obat dan Putus Berobat Tuberkulosis Paru’, Higeia Journal of
Public Health Research and Development, 3(2), pp. 227–238.
WHO (2018) What is TB? How does It Spread? How Is It Treated? Available at:
https://www.who.int/health-topics/tuberculosis#tab=tab_1 (Accessed: 5
December 2022).
WHO International (2022) Tuberculosis. Available at: https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/tuberculosis (Accessed: 30 August 2022).
31
World Health Organization (WHO) (2013) ‘Global Tuberculosis Report 2012’.
32
LAMPIRAN
33
Absensi
34
35
36
Logbook Kegiatan
37
38
39
40
41
Dokumentasi Kegiatan Dalam Gedung
42
Dokumentasi Kegiatan Luar Gedung
43