Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Saat ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling
banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar
2000 orang per tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian
yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit
genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit
sangat umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang
ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan
tepat. Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan globin yang terdiri dari 4
rabtal polipeptida (α β γ δ) atau biasa yang disebut tentramen. Orang dewasa
normal membentuk Hb A (Adult A) kadarnya mencapai lebih kurang 95%
dari seluruh Hemoglobin. Sisanya terdiri dari Hb A2 yang kadarnya tidak
lebih dari 2%. Sedangkan HbF (foetus) setelah lahir senantiasa kadar
menurun dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang
dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal. Tentramenglobin. Hb
A1 terdiri atas rantal polipeptida : 2 rantai α dan 2 rantai β, sedangkan
polipeptida Hb A2 terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai δ (delta). Pada HbF
terdiri atas 2 rantai α dan 2 rantai γ.
Kelompok kami mendapat tugas untuk memenuhi mata kuliah sistem
imun dan hematologi dengan judul Thalasemia. Dimana Thalasemia
merupakan golongan anemia hipokromix yang diwariskan dengan berbagai
tingkat keparahan. Pada beberapa orang kelainan dasar genetik termasu
abnormalitas pemrosesan mesenger RNA serta hilangnya materi genetik pada
yang lain dan menyebabkan berkurangnya sintesis rantai polipeptida
hemoglobin berbagai tipe talasemia dengan berbagai manifestasi klinis dan
biokimia berkaitan dengan kelainan masing-masing polipeptida (α β γ δ).
Genetik paling umum dari talasemia melibatkan gangguan produksi
rantai β (talasemia β). Gen ini prevelen pada golongan etnis dari aerah
sekeliling laut Tengah terutama Itali, Yunani dan juga di temukan di India

1
dan Asia Tenggara. Tiga-8% orang Amerika keturunan Italia,Yunani dan
0,5% kulit hitam Amerika membawa gen talasem. Insidens talasemia pada
orang-orang yang bukan berasal dari laut tengah sangat rendah tetapi kasus
tipikal ditemukan pada berbagai golongan ras. Banyak kasus dapat
diklasifikasikan sebagai talisemia mayor atau minor yang umumnya berkaitan
dengan genotip homozigoot dan heterozigot.
Di negara maju seperti Italia, misalnya, diagnosa gen talasemia bukan
hal baru. Setiap pasangan yang akan menikah melakukan pemeriksaan
kesehatan untuk mengetahui apakah ia memiliki gen pembawa talasemia.
Apapun hasilnya, setiap pasangan diberi kebebasan untuk memilih apakah
tetap ingin menikah atau tidak. Di Indonesia, menurut Sangkot, belum sampai
pada taraf ini.Belum Ada Obatnya
Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa
disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau
kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah
merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan
oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal tentu
saja organ jantung.
Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah.
Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain,
harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan
tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam
hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif
kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti
besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang
mampu berakhir dengan kematian.
Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada
anggapan bahwa penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu
anggapan yang salah. ”Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis
kelamin. Yang membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu,”
ungkap Iswari

2
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini telah mencapai ribuan tanpa
pengobatan optimal. Untuk mengetahui lebih awal apakah janin yang
dikandung mengandung gen talasemia, bisa dilakukan prenatal diagnosa.
Setelah usia 10 minggu, jaringan bakal plasenta diambil untuk diperiksa
direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada usia kehamilan lebih tua pemeriksaan
DNA bisa melalui cairan ketuban.
Sampai hari ini, peneliti di Lembaga Eijkman berhasil menyibak misteri
kelainan molekul talasemia beta pada etnis Batak-Sumatera Utara, Melayu-
Sumatera Selatan, Jawa Tengah, juga Toraja, Bugis Makasar dan Mandar di
Sulawesi Selatan. Obsesi mereka adalah mengurai genom manusia seluruh ras
yang ada di Indonesia yang ditujukan bukan hanya untuk pengobatan
talasemia. Gen terapi talasemia sendiri masih dalam tahap perampungan
mencapai hasil optimal.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi talasemia
b. Dapat mengetahui etiologi talasemia
c. Dapat menjelaskan tanda dan gejala talasemia
d. Dapat menjelaskan patofisiologi talasemia
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan medis pada kasus talasemia
f. Dapat memberikan asuhan keperawatan

3
BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan
secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih
rantai polipeptida hemglobin kurang atau tidak berbentuk, dengan akibat
terjadi anemia hemolitik ( Pedoman Diagnosis dan Terapi : RSUD Dr.
Soetomo Surabaya,1994).
Talasemia secara relatif merupakan anemia yang umum pada orang
keturunan Laut Tengah, terutama mereka dari Italia, Sisilia, Siprus an
Yunani. Talasemia merupakan tipe anemia hemolitik cacat primer pada
sintesis hemoglobin, di mana eritrosit secara abnormal cenderung mengalami
hemolisis ( Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2,1994).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk
dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan
sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009)
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang
ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin
atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ;
dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang
disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin.(Kamus
Dorlan,2000)
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital
herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan
sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin.
(www.pediarik.com)

B. MACAM-MACAM TALASEMIA
a. Thalasemia digolongkan berdasarkan rantai asam amino yang terkena
2jenis yang utama adalah :

4
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling
sering ditemukan pada orang kulit hitam (25%minimal membawa 1
gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada
orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
b. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen
dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai
dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah (memberikan gejala
klinis yang jelas).
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya
jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang
bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,
namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia.
Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia
mayor, yakni batang hidungmasuk ke dalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita
thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan
seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat
ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis), si
individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan

5
thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam
keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan
akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak
memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya. (Ilmu Kesehatan
Anak, FKUI.2007)

C. ETIOLOGI
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin
ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh Gangguan
struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) (Ilmu Kesehatan
Anak.2007.FKUI)

D. PATOFISIOLOGI
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain
yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb
A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b =
a2b2), Hb F (< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi
dapat terjadi pada ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-
g(g-thalassemia), rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan
rantai-d dan rantai-b (bd-thalassemia).
Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan
kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan
dengan rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam
jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodiesdengan
akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis). (www.pediatrik.com)

6
E. TANDA DAN GEJALA
Anemia berat dengan limpa besar dan hepar yang membesar. Pada anak
yng besar bisanya disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya
memperlihatakan fasies Mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah
meningkat. Pada hapusan darah tepi akan didapatkan gambaran anisositosis,
hipokromi, poikilositsis. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya ikat
serum terhadap besi menjadi rendah dapat mencapai nol. Gambaran
Radiologis tulang akan memperlihatakan medula yng lebar, korteks tipis dan
trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan dploe dan pada anak besar
kadag-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan
pneumatisasi rongga sinus paranasalis. Pada keadaan lebih lanjut dapat
terlihat kelainan tulang, fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat
penimbunan besi (apabila melakukan tranfusi). Anak dengan kelainan ini
biasana meninggal pada umur muda sebelum dewasa akibat gagal jantung dan
infeksi. (Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Tanda dan gejala secara umum dapat dilihat :
a. Face Mongoloid
b. Hepatosplenomegali
c. Ikterus atau sub-ikterus
d. Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik. Tengkorak : tampak
struktur “hairs on end”
e. Jantung membesar karena anemia kronik
f. Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai
adolensensi karena adanya anemia kronik
g. Kelainan hormonal, seperti DM, hipotiroid, disfungsi gonid
h. Gizi buruk
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya)

7
F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta sering
terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses
hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll.
Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).
Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang
talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan
trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Komplikasi Talasemia yang dapat terjadi antara lain:
a. Hemosiderosis
b. Hipersplenisme
c. Patah tulang
d. Payah Jantung
e. Infark tulang
f. Nekrosis
g. Hematuria sering berulang-ulang
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya)

G. PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Namun
terdapat cara penanganan yang secara umum untuk menangani penyakit
Talasemia, diantaranya :
a. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis
25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi

8
besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari
untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.Vitamin E 200-400 IU
setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah.
b. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya rupturHipersplenisme ditandai dengan peningkatan
kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC)
melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
c. Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai
9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang
yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 10 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara transfusi :
1. Low Transfusion : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
2. High Transfusion : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
3. Super Transfusion : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
d. Pencegahan
1. Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai sejarah
keluarga menghidap Talasemia.
2. Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting
untuk mencegah lahirnya talasemia mayor. Sedapt mungkin hindari
perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak terjadi bayi
homozigot.

9
e. Pemantauan
1. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan
kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan
transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit
kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi
dihentikan.
2. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang,
karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang
penderita.
3. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan
fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan
endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya, Ilmu
Kesehatan Anak.2007.FKUI dan www.pediatrik.com).

10
.BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Biodata pasien
Nama : An. ZN
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Cot Kupok
Agama : Islam
Suku : Aceh
No. RM : 486152
Diagnosa medis : Anemia

2. Keluhan utama
Keluarga pasien mengatakan pasien pucat.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh BAB cair, batuk
tidak berdahak, lemas, dan nafsu makan menurun

B. Pemeriksaan fisik
a. Tanda – tanda vital
GCS : E : 4 M: 5 V: 6
N: 112 x/i RR: 26 x/i T: 37 oC
Berat badan dan tinggi badan
Berat badan dan tinggi badan telah dikaji namun keluarga pasien
tidak tahu dan pasien tidak bersedia untuk dilakukan pengukuran
berat badan dan tinggi badan.

11
A. Analisa data
No. Data Etiologi Masalah
1. Ds : - Kekurangan jumlah Gangguan rasa
Keluarga sel darah merah nyaman nyeri
pasien didalam tubuh
mengatakan - Pengangkutan sel
pasien pusing darah merah ke
pada bagian seluruh tubuh tidak
depan atas optimal
kepala. - Sedangkan sel
Do : darah merah
Pasien tampak diperlukan untuk
meringis mengangkut
kesakitan, oksigen ke dalam
mengeluh, otak
tampak tidak - Sehingga suplai
nyaman pada oksigen ke dalam
sakit pada otak pun berkurang
kepalanya, - Sakit kepala
skala nyeri : 3 (pusing)
(nyeri - Gangguan rasa
sedang). nyaman nyeri
2. Ds : - Mual Gangguan
Keluarga - Mual dapat pemenuhan
pasien merangsang output kebutuhan
mengatakan dari dalam tubuh nutrisi
pasien belum - Muntah – muntah
makan, lemas, - Tubuh kekurangan
mengeluh nutrisi
mual. - Intek tidak
Do : terpenuhi
Pasien tampak - Gangguan

12
mual dan pemenuhan
muntah – kebutuhan nutrisi
muntah,
lemas, muka
pucat.
3. Keluarga - Tangan kiri Gangguan
pasien dipasang infus aktivitas
mengatakan - Tangan kiri tidak
pasien lemah, dapat bergerak
lemas. bebas dengan
Do : leluasa
pasien tidak - Keterbatasan dalam
bisa melakukan
beraktivitas aktivitas
dengan leluasa - Gangguan aktivitas
karena
badanya
lemah, tangan
kiri tidak bisa
digerakan
dengan bebas
karena
terpasang
infus.

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut prioritas


masalah
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan berkurangnya
pengangkutan sel darah merah ke seluruh tubuh.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual dan
muntah.
3. Gangguan aktivitas berhubungan dengan terpasang infus pada tangan kiri.

13
14

Anda mungkin juga menyukai