THALASEMIA
DI SUSUN OLEH:
ANNIESA FITRIANINGRUM
4399814901210013
2. ETIOLOGI
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia); dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang di sebabkan oleh:
1) gangguan structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)
misalnya pada Hb S, Hb F, Hb D dan sebagainya.
2) gangguan jumlah (salah satu/ beberapa) globin seperti pada talasemia.
Kedua kelainan ini sering dijumpai bersama-sama pada orang seorang pasien
seperti talasemia Hb S atau talasemia Hb F. penyakit ini banyak di jumpai pada
bangsa- bangsa disekitar laut tengah seperti turki, yunani, Cyprus dan lain-
lain. Di Indonesia talasemia cukup banyak di jumpai bahkan dikatakan merupakan
yang paling banyak penderitanya dai pasien penyakit darah lainnya. Penyakit
thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak
diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel –
selnya/ Faktor genetic.
3. MANIFESTASI KLINIS
1) Hypoksia kronik ditandai dengan sakit kepala, suka marah-marah, nyeri
tulang, daya tahan menurun, anoreksia.
2) Mudah terjadi fraktur tulang karena tulang tipis.
3) Ekspansi massif sumsum tulang wajah dan kranium.
4) Muka mongoloid.
5) Pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek).
6) Pembesaran hati dan limpa.
7) Perubahan pada tulang karena hyperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan.
8) Anemia berat menjadi nyata pada 3-6 bulan setelah lahir.
9) Tengkorak besar dengan tulang frontal dan parietal menonjol.
10) Maxilla membesar.
11) IQ kurang baik jika tidak mendapatkan transfusi darah secara teratur.
12) Anak tampak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur.
13) Berat badan menurun, gizi buruk dan perut membuncit, hepatosplenomegali.
4. KLASIFIKASI
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis
yang utama adalah :
a. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam
(25% minimal membawa 1 gen).
b. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1) Thalasemia Mayor
Karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit
yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak
dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan
transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia
mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai
terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain
seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley
adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam
dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor
akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan
pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita
thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat
ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering
pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2) Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor
sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya,
tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah lengkap
Retikulosit (jumlah bervariasi dari 30-50%)
Leukositosis, penurunan Hb? Ht dan total SDM
Trombositosis
MCV normal sampai menurun.
b. Pemeriksaan pewarnaan SDM menunjukkan :
Sabit sebagian atau lengkap
Sel bentuk bulan sabit
Aniositotis
Polikositosis
Polikromania
Sel target
Korpes Howell-Jolly
Basofil
Kadang inti sel berinti sel (normoblast).
6. KOMPLIKASI
1) Fraktur patologi
2) Hepatosplenomegali
3) Gangguan tumbuh kembang
4) Disfungsi organ
5) Transfusi berulang berakibat kadar besi dalam darah tinggi
7. PENATALAKSANAAN
Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien
thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang
dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan. Pemberian
transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi
darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang
disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian
Deferoxamine(desferal).
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi
pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan
Berbagai vitamin tanpa preparat besi.
11) Penatalaksanaan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus
1) Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6
gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun
dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang
berakibat perdarahan cukup besar.
3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis
yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui
usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya yang
belum memadai.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perfusi Jaringan tidak efektif berhubungan dengan suplay oksigen berkurang
b. Intolerensi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay oksigen
dan kebutuhan
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, kelemahan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnos Keperawatan Intervensi
1. Perfusi Perifer tidak Perawatan Sirkulasi
efektif Observasi
- Periksa sirkulasi
perifer (mis. Nadi
perifer, edema,
pengisi kapiler,
warna, suhu, ankle
brachial index)
- Monitor panas,
kemerahan, nyeri atau
bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
- Hindari pemasangan
infus atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
- Lakukan pencegahan
infeksi
Edukasi
- Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus di
laporkan (mis. Rasa
sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
2. Intolerasi aktifitas Manajemen energi
Observasi
- Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan
kelelahan
- Monitor kelelahan
fisik dan fungsional
Terapeutik
- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis.
Cahaya, suara,
kunjungan)
- Berikan aktifitas
distraksi yang
menyenangkan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
- Ajarkan strategi
koping untung
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
3. Defisit nutrisi Manajemen nutrisi
Observasi
- Identifikasi nutrisi
- Identifikasi makanan
yang disukai
- Monitor asupan
makanan
- Monitor berat badan
Terapeutik
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
- Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
- Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang di
butuhkan, jika perlu