Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KARDIOVASKULER


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
PENYAKIT THALASEMIA

DI SUSUN OLEH :
NAMA : Fitri Handayani
NIM : 144012252
TINGKAT : II ( dua )
SEMESTER : IV ( Empat )

DOSEN PEMBIMBING :
Baidah S.Kep Ns.M.Kep

PRODI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESDAM VI BANJARMASIN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi

Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah bawaan yang ditandai


dengan defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin

(Hockenberry & Wilson, 2009). Menurut Potts dan Mandleco (2007) thalasemia
adalah gangguan genetik autosom resesif yang diturunkan, dengan karakteristik
adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin. Thalasemia adalah sekelompok
gangguan darah yang diturunkan, yang disebabkan karena adanya defek pada
sintesis satu atau lebih rantai hemoglobin (Muncie & Campbell, 2009).

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan


secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua

kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan


hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein
dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel
lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis
thalassemia berbahaya setiap tahunnya. Thalassemia terutama menimpa keturunan
Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia dan Afrika. Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha
dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit
ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi
thalassemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau
carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia).
Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat
gen, di mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit
thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak
mewarisi dua sifat gen, atau dengan kata lain mempunyai penyakit thalassemia,
adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50
persen kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa
keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang
bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta
thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. Anak ini memiliki penyakit
thalassemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan
anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah.

Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalasemia major atau disebut juga
dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan

perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalasemia major mulai


menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini
terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di samping
itu, tulang-tulang tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi menjadi
penyebab utama kematian anak-anak penderita thalassemia major yang

tidak mendapat perawatan semestinya. Bagi anak-anak penderita thalassemia


major, transfusi darah dan suntikan antibiotic sangat diperlukan.
Transfusi darah yang rutin menjaga tingkat hemoglobin darah mendekati normal.
Namun, transfusi darah yang dilakukan berkali-kali juga mempunyai efek samping,
yaitu pengendapan besi dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan hati,
jantung dan organ- organ tubuh lain.
Penyakit thalasemia masih kurang dikenal oleh masyarakat. Padahal, di
Indonesia terdapat banyak penderita penyakit kelainan darah yang bersifat
diturunkan secara genetik dan banyak terdistribusi di Asia ini. Pencegahan

thalasemiapun sulit dilakukan karena minimnya perhatian masyarakat dan sarana


yang dimiliki oleh tempat pelayanan kesehatan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan kardiovaskuler pada anak dengan Thalasemia

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan kardiovaskuler pada anak


dengan Thalasemia

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada anak dengan


Thalasemia
b. Mampu mendeskripsikan diagnosis keperawatan pada anak dengan
Thalasemia

c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan


Thalasemia

d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada anak dengan

Thalasemia
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan
Thalasemia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Thalasemia

Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah bawaan yang ditandai


dengan defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin

(Hockenberry & Wilson, 2009). Menurut Potts dan Mandleco (2007) thalasemia
adalah gangguan genetik autosom resesif yang diturunkan, dengan karakteristik
adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin. Thalasemia adalah sekelompok
gangguan darah yang diturunkan, yang disebabkan karena adanya defek pada
sintesis satu atau lebih rantai hemoglobin (Muncie & Campbell, 2009).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat
menunjukkan gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut
thalasemia minor atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang

paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalasemia mayor. Bentuk heterozigot
diturunkan oleh salah satu orang tua yang mengidap thalasemia,
sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap
penyakit thalasemia (Sudoyo, Aru W, 2009)

B. Etiologi Thalasemia

Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada


anaknya. Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orangtua dan gen
normal dari orang tua yang lain adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang
mewarisi gen thalasemia dari kedua orangtuanya akan menderita thalasemia

sedang sampai berat (Muncie & Campbell, 2009).


Kelainan yang akan ditemukan pada penderita thalasemia adalah gangguan
sintesis jumlah hemoglobin pada rantai alpha atau rantai beta sehingga
hemoglobin yang terbentuk dalam sel darah merah mempunyai jumlah rantai protein
yang tidak sempurna (kekurangan atau tidak mempunyai rantai protein). Dalam satu
sel darah merah yang normal mengandung 300 molekul hemoglobin yang akan
mengikat oksigen. Hemoglobin adalah protein sel darah merah (SDM) yang
membawa oksigen. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida
(dua rantai alpha dan dua rantai beta), yang didalamnya terdapat

empat kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen.
Hasil pemeriksaan darah penderita thalasemia akan menunjukkan jumlah
hemoglobin yang kurang dan jumlah SDM yang lebih sedikit dari normal sehingga
akan terjadi suatu keadaan anemia derajat ringan sampai berat. Keadaan anemia ini
yang akan menyebabkan penderita thalasemia membutuhkan tranfusi darah yang
harus dilakukan secara rutin dan teratur.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala thalasemia :

1. Kelesuan.
2. Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.
3. Sesak nafas.
4. Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen.
5. Hemoglobin yang rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.

Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1
tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak

sesuai dengan umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai
adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati

yang diraba. Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak
sipasien karena kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah
rupture karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan
tengkorak, gambaran radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar

korteks tipis dan trabekula besar.


Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan, jika pasien telah sering mendapatkan
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh
seperti pada hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat
tersebut (hemokromatosis).

D. Patofisiologis
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin

tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah
mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).
(Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya

rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa
oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida

ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau
terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan
mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda

urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada
rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)

E. Manifestasi klinis

Pada penderita thalasemia, menurut James dan Ashwill (2007) akan


ditemukan beberapa kelainan diantaranya:
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak
nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran limpa/hati.

2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala,
nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan
anorexia.

3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan


akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada tulang kepala,
frontal, parietal, molar yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi

lebih datar atau masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini
disebut facies cooley, yang merupakan ciri khas thalasemia mayor.

F. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosa thalasemia maka pemeriksaan yang dapat


dilakukan diantaranya:
1. Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-
sel darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-
sel darah), feritin/ serum iron (melihat status/kadar besi), dan analisis
hemoglobin (menegakkan diagnosis dan menentukan jenis thalasemia).

2. Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal pada janin.


3. Bone Marrow Punction (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel-sel darah
berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan membantu membedakan
jenis thalasemia yang diderita pasien.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia

1. Fraktur patologis

2. Hepatosplenomegali

3. Gangguan tumbuh kembang

4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung

6. Hemosiderosis

7. Hemokromatosis
H. patway

Penyebab primer: Penyebab sekunder:


GintetiS Hb A << -Defisiensi asam folat
-Hemodilusi
-Destruksi
- Eritropoisis tidak efektif
eritrosit oleh
Destruksi eritrosit
s.
retikuloendotelial

Mutasi DNA

Poduksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikat O2 berkurang

Kompensator ppaaddaa
rraannttaaii

Rantai β produksi terus menerus

Hb defectif

Ketidakseimbangan polipeptida

MK: Resiko Infeksi


Eritrosif tidak stabil

Anemi Transfusi darah


Hemolisis
a berulang
Berat

Suplay O2 << Hemosiderosi

Penumpukan Besi

Ketidakseimbanga
n suplay O2 Suplay O2 ke MK:
dan
jaringan perifer Ketidakefektifan
perfusi jaringan
kebutuhan <<

Hipoksia
Endokrin Jantung Hepar Limpa
Kulit
Dyspneu menjadi
kelabu
Tumbang Gagal Hepatomegali Splenomegali
Penggunaan otot Terganggu jantung
bantu napas

Mk: Keterlambatan Mk: Resiko Mk:


Kelelahan pertumbuhan dan Cidera Nyeri Mk: Kerusakan
perkembangan
Akut Integritas Kulit
Mk: Intoleransi
Aktivitas

Malas Makan

Intake nutrisi <<

Mk: Defisit Nutrisi

I. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk menyembuhkan thalasemia belum ditemukan, namun


secara umum penatalaksaan untuk penyakit thalasemia (James & Ashwill, 2007;
Potts & Mandleco, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009) adalah :
1. Transfusi darah (TD)

Transfusi darah dilakukan secara teratur dan rutin, untuk menjaga

kesehatan dan stamina penderita thalasemia, sehingga penderita tetap bisa


beraktivitas. Tranfusi akan memberikan energi baru kepada penderita karena
darah dari transfusi mempunyai kadar hemoglobin normal yang mampu
memenuhi kebutuhan tubuh penderita. Transfusi dilakukan apabila kadar
hemoglobin penderita <7 mg/dL (Dubey, Parakh & Dublish, 2008), dan dilakukan
untuk mempertahankan kadar hemoglobin diatas 9,5 gr/dL (Hockenberry &
Wilson, 2009). Durasi waktu antar transfusi darah antara 2-4 minggu, tergantung
pada berat badan anak, usia, dan aktivitas anak.
2. Konsumsi obat kelasi besi

Obat kelasi besi diberikan untuk mengeluarkan zat besi dari tubuh
penderita yang terjadi akibat transfusi darah secara teratur dan rutin dalam
jangka waktu lama. Obat kelasi besi yang umum digunakan adalah desferal
(Morris, Singer & Walters, 2006 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009), yang
diberikan secara sub kutan (dibawah kulit) bersamaan atau setelah transfusi
darah.

3. Cangkok sumsum tulang

Pencangkokan sumsum tulang dilakukan untuk meminimalisasi kebutuhan


seumur hidup penderita thalasemia terhadap transfusi darah (Potts
& Mandleco, 2007). Dengan melakukan pencangkokan sumsum tulang maka
jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan jaringan sumsum donor yang
cocok, yang biasanya adalah saudara kandung atau orangtua penderita.
Pencangkokan sumsum tulang ini sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu
pada saat anak belum mengalami kelebihan kadar zat besi akibat transfusi
darah, karena transfusi darah akan memperbesar kemungkinan untuk terjadinya
penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor.

4. Cangkok `lrd nclld


Sama dengan cangkok sumsum tulang, namun stem sel yang digunakan
diambil dari plasenta atau tali pusat dari donor yang cocok. Donor `lrd nclld
ini tidak harus mempunyai hubungan genetik yang dekat, dan mempunyai
kemungkinan yang lebih kecil terhadap penolakan (CAF & Linker, 2001 dalam
Hockenberry dan Wilson, 2009).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Pengkajian

1. Identitas

Berisi biodata pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, agama,

suku bangsa, nomor rekam medik, serta alamat.


Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor
yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur
sekitar 4 ‐ 6 tahun.

2. Riwayat kesehatan anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.

4. Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap


tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.
Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan
dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan
ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ‐ ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya


faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila
diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang
mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan

diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.


6. Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga


berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

7. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

8. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan


diantaranyaadalah:

a. Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta
tidak selincah aanak seusianya yang normal.

b. Kepala dan bentuk muka: Anak yang belum/tidak mendapatkan


pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.

c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e. Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.

f. Perut : Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran


limpa dan hati ( hepatosplemagali).

g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya.

h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.

i. Kulit : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi
akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

B. Diagnosis

1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin (SDKI, Hal:
37)

2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (SDKI, Hal : 172)

3. Intoleransi Aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen (SDKI, Hal : 128)

4. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (SDKI, Hal:


304)

5. Defisit nutrisi (SDKI, Hal : 56)

6. Gangguan integritas kulit (SDKI, Hal : 282)

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis SLKI SIKI


Keperawatan
1 Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan gkat
tidak efektif b/d keperawatan 3 x 24jam 3. Warna kulit pucat menurun
penurunan diharapkan perfusi perifer
konsentrasi membaik dengan keriteria
hemoglobin hasil:
(SDKI, Hal:37) (SLKI, Hal:84)

1. Kekuatan nadi
perifer meningkat

2.
Pe
ny
em
bu
ha
n
luk
a
me
nin
Perawatan sirkulasi
(SIKI, Hal:345)

1. Periks
a
sirkulasi
perifer
(misalny
a nadi
perifer,
edema,
pengisia
n
kapiler,
warna,
suhu,
(Œnckl9
bVŒchiŒl ind9£)

2. Monit
or
panas,
kemerah
an, nyeri
atau

bengkak pada
4. Edema perifer ekstermitas
menurun
3. Hindari
5. Nyeri ekstermitas
pemasangan infus atau
menurun
pengambilan darah di
6. Kelemahan otot
area keterbatasan
menurun perfusi
7. Kram otot menurun
4. Hindari pengukuran
8. Akral membaik
tekanan darah pada
9. Turgor kulit
ekstermitas dengan
membaik
keterbatasan perfusi
10. TD Sistol dan
Diastol membaik 5. Hindari penekanan
dan pemasangan
torniket pada daerah

yang cedera

6. Lakukan
pencegahan infeksi

7. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
2 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen
intervensi keperawatan Nyeri (SIKI,
agen pencedera
selama 3 x 24 jam Hal : 201)
fisiologis Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat

karakteristik, durasi,
(SDKI, Hal : nyeri menurun
kriteria : (SLKI,dengan
Hal : frekuensi, kualitas,
172) intensitas nyeri
145) • Identifikasi skala nyeri
• Keluhan nyeri • Identifikasi respon nyeri
menurun non verbal
• Meringis menurun • Identifikasi faktor
• Sikap protektif yang memperberat
menurun dan yang
memperingan nyeri
• Gelisah menurun
• Berikan teknik
• Kesulitan tidur nonfarmakologis
menurun pereda nyeri
• Anoreksia menurun • Kontrol lingkungan
• Mual menurun
Muntah menurun
ryaasnagnmyeermi

perberat
• Frekuensi nadi • Fasilitasi istirahat tidur
membaik • Jelaskan penyebab,
• Pola napas membaik periode, pemicu nyeri
• Tekanan darah • Jelaskan strategi
membaik pereda nyeri
• Nafsu makan • Anjurkan menggunakan
membaik teknik nonfarmakologis

unnyteurik mengurangi rasa


• Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi (SIKI,
Aktivitas b/d intervensi keperawatan Hal : 176)
ketidakseimbang selama 3 x 24 jam • Identifikasi gangguan
an antara suplai diharapkan Intoleransi fungsi tubuh yang
dan kebutuhan Aktivitas meningkat mengakibatkan
oksigen (SDKI, dengan kriteria : (SLKI, kelelahan
Hal : 128) Hal : 149) • Monitor pola dan jam

• Kemudahan tidur

melakukan aktivitas • Sediakan lingkungan

sehari-hari meningkat nyaman dan rendah

• Keluhan lelah stimulus (misalnya

menurun cahaya,suara)

• Warna kulit membaik • Latihan rentang gerak


pasif/aktif
• TD membaik
• Berikan aktivitas
• Saturasi oksigen
distraksi yang
membaik menyenangkan
• Frekuensi
• Anjurkan tirah baring

• Anjurkan melakukan
napas membaik aktivitas secara bertahap
• Ekg iskemia membaik

• Dispnea saat aktivitas

menurun
DAFTAR PUSTAKA

Hockenberry, M.L. & Wilson, D. (2009). Wong's essentials of pediatric nursing, (8th
ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Hoffbrand. A.V & Petit, J.E, (1996), Kapita Selekta Haematologi, edisi ke 2,
EGC, Jakarta.

James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children: Principles &
practic (3rd ed.) St.Louis: Saunders Elsevier.
Olivieri NF, Weatherall DJ. Thalassemias. In: Arceci RJ, Hann IM, Smith OP,
editors. Pediatric hematology. Australia: Blackwell Publishing; 1999. h.281-301 .
Potts, N.L. & Mandleco, B.L. (2007). Pediatric nursing: Caring for children and
their families (2nd ed.). New York: Thomson Coorporation.
Suriadi S.Kep dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Wilkelstein, M.L., Schwartz, P.

(2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong (edisi 6 vol 2). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi I, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi I, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2019), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai