Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKIOLITIS

OLEH:

NOR RIFANI 1444012287

POLITEKNIK KESDAM VI BANJARAMSIN


DII KEPERAWATAN
TAHUN 2024
A. TINJAUAN KASUS
1.Pengertian
Bronkiolitis adalah suatu penyakit paru obstruktif pada bayi dan
anak yang paling sering disebabkan oleh infeksi RSV (respiratory
syncytial virus). Bronkiolitis sering diderita bayi atau anak berumur
kurang dari dua tahun paling sering pada usia 6 bulan. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi yang mempengaruhi saluran udara kecil
(bronkiolus) dan mengganggu fungsi paru-paru penderitanya. Pada saat
bronkiolus meradang, saluran ini membengkak dan menghasilkan lender
sehingga menutup jalan napas. Pada anak-anak, bronkiolitis memiliki
beberapa sifat khas, yakni sebagai berikut (Mendri & Sarwo prayogi,
2017) :
a. Paling sering menyerang bayi dan balita karena hidung dan saluran
udara kecil (bronkiolus) lebih mudah terhambat daripada anak-anak
yang lebih tua atau orang dewasa
b. Biasanya terjadi selama 2 tahun pertama kehidupan, yang paling
umum sekitar 3 sampai usia 6 bulan
c. Lebih umum pada laki-laki, bayi premature, anak-anak yang belum
ASI, dan mereka yang hidup dalam kondisi yang penuh sesak
(Mendri
& Sarwo prayogi, 2017)

2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bronkiolitis, yaitu :
a. Sebagian besar oleh Syncytial virus (50-90%)
b. Parainfluenza
c. Rhinovirus
d. Adenovirus
e. Influenza
f. Mycoplasma pneumoniae
g. Metapneumovirus (Dewi, 2018).
3. Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri.
Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh
edema, penimbunan lendir serta debris- jebris seluler. Karena tahanan
terhadap aliran udara di dalam tabung berbanding terrbalik dengan
pangkat tiga dari tabung tersebut, maka penebalan kecil yang pada
dinding brokiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas
aliran udara. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat
baik selama fase inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari
suatu saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi
pernafasan akan mengakibatkan terrperangkapnya udara serta
pengisian udara yang berlebihan.
Proses patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas
normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang semakin menurun pada
alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini. Retensi
karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada
penderita yang terserang 3 hebat. Pada umumnya semakin tinggi
pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia
biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x /
menit yang kemudian meningkat sesuai dengan tachipnea yang terjadi
(Sariasih,2018).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari bronkiolitis akut biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa
hari, biasanya disertai kenaikan suhu atau hanya subfebris. Anak mulai
menderita sesak nafas. makin lama makin berat, pernafasan dangkal dan
cepat, disertai serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping hidung
disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak menjadi gelisah dan
sianotik. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium
memenjang disertai dengan mengi (Wheezing). Ronchi nyaring halus
kadang-kadang terdengar pada akhir ekpirasi atau permulaan ekpirasi.
Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan tidak terdengar
karena kemungk:inan obtruksi hampir total. Foto rontgen menunjukkan
paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter antero posterior
membesar pada foto lateral. Pada sepertiga pasien ditemukan bercak di
sebabkan atelektasis atau radang.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi
dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis
respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora
bakteri normal. Bila menjumpai pasien atau bayi anak di bawah umur 2
tahun yang menunjukkan gejala pasien asma, harus hati-hati karena
dapat terjadi pada pasien dengan bronkiolitis akut. Bedanya, pasien
asma akan memberikan respon terhadap bronkodilator, sedangkan
pasien brokiolitis akut tidak (Dewi, 2018).

5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan
prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
b. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi
dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis
respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora
bakteri normal.
c. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi
paru, pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan
terlihat bercak honsolidasi yang tersebar.
d. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis
metabolik, atau respiratorik

6. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigen 1 – 2 L / menit
b. IVFD dextrose 10 %; Na Cl 0,9 % = 3 : 1 + KCl 10 mq / 500 ml cairan
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feading drip.
d. Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
1) Untuk kasus bronkiolitis community base :
a) Ampicillin 100 mg / Kg BB / hari dalam 4 hari pemberian.
b) Chloramfenikol 75 mg / Kg BB / hari dalam 4 kali pemberian 2)
Untuk kasus bronkiolitis hospital base :
a) Cefotaxim 100 mg / Kg BB / hari dalam 2 hari pemberian.
b) Amikasin 10 - 15 mg / Kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

B. TINJAUAN ASKEP A. Pengkajian


1. Identitas Pasien
Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat
menunjukkan tahap perkembangan baik pasien secara fisik maupun
psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya
masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh
terhadap pengetahuan klien masalah atau penyakitnya.
2. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji meliputi data saat ini dan
masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan
berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian
yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu,
dan riwayat kesehatan keluarga.
3. Keluhan utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan
mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan
utama yang biasa muncul pada pasien Bronchiolitis adalah sering
bersin dengan lender, demam, serta tidak dapat makan dan tidur
terganggu.
4. Pengkajian Data Fokus
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien
sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pada
tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan data, penganalisaan
data, perumusan masalah dan diagnosa keperawatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien,
Bronkiolitis adalah : tanda-tanda distres pernafasan (nafas cepat,
dyspnea, tarikan dada, cuping hidung, cyanosis) selama fase akut,
selain itu data yang bisa didapat pada pasien bronkiolitis yaitu : data
subyektif seperti : orang tua mengeluh anaknya sesak nafas, batuk,
bernafas dengan cepat (takipnea), tidak mau makan dan orang tua
mengatakan khawatir dengan keadaan anaknya. Data obyektif
didapat data cyanosis, batuk-batuk, nafas cuping hidung, demam
ringan, bernafas dengan cepat (takipnea, wheezing, ronchi, retraksi
otot dada) pada pemeriksaan darah Hb dan Ht meningkat, foto
rontgen menunjukkan hiperinflasi dan atelektasis.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran anak, tanda-tanda vital, biasanya pada
pernapasan didapatkan hasil tachipnea dan nadi meningkat.
b. Pernapasan
c. Gejala : Nafas pendek, batuk menetap disertai produksi sputum
tiap hariminimal selama 3 bulan, terpajan padapolusi kimia
(rokok), debu/asap. Tanda : Menggunakan otot bantu
pernapasan, nafas cuping hidung, bibir dandasar kuku sianosis,
krekels lembab.
d. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda :
Peningkatan tekanan darah, takhikarida, disritmia, edema,
bunyi jantungredup, warna kulit/ membran mukosa sianosis.
e. Makanan/ Cairan
Gejala : Mual/ muntah, nafsu makan menurun,
ketidakmampuan untuk makankarena disress pernapasan,
peningkatan berat badan akibat oedema. Tanda : Turgor kulit
buruk, berkeringat.
f. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelelahan, malaise, aktivitas menurun,
ketidakmampuan untuk tidur,dispnea. Tanda : Keletihan,
gelisah, kelemahan.

B. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2016)


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema bronkial
dan peningkatan produksi mucus
2. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungan dengan meningkatnya
sekresi sekret.
3. Hiperermi berhubungan dengan infeksi
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
C. Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018)
No Diagnosa Rencana Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional Tindakan
Keperawatan
Hasil

1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji frekuensi pernafasan 1. Pengkajian yang sering akan
pertukaran keperawatan, diharapkan anak dan iramanya setiap menjamin fungsi pernafasan
gas gangguan pertukaran gas jam. Jika anak mengalami yang adekuat.
berhubungan membaik dengan criteria hasil : gangguan pernafasan, 2. Takikardia dapat disebabkan
dengan edema 1. Tachipnea berkurang (30-60 auskultasi bunyi nafas, adanya hipoksia atau pengaruh
bronkial dan x/menit) lakukan fisioterapi dada, penggunaan bronkodilator.
peningkatan 2. Bunyi napas tambahan dan informasikan Oksigen akan membantu
produksi mucus 3.
menurun pengobatan pernafasan mengurangi kegelisahan

3. Pola napas membaik Monitor denyut apikal berhubungan dengan


2. pada anak; jika kesukaran pernafasan dan
4. Sianosis berkurang
mendeteksi adanya hipoksia
takikardia 4. Posisi ini mempertahankan
(dasarkan pada usia terbukanya jalan nafas dan
anak), laporkan pada memudahkan respirasi oleh
dokter karena menurnnya tekanan
kejadian tersebut diaphragma
3.
Berikan oksigen melalui 5. Fisoterapi dada membantu
sungkup muka, kanule
hidung, atau oksigen menghilangkan
tenda, sesuai petunjuk. dan mengeluarkan
Posisikan anak dengan mukus yang dapat
kepala dan dada lebih menghambat jalan nafas yang
4.
tinggi dan leher agak lebih kecil
enstensi. Mengeluarkan lendir akan
Lakukan fisioterapi dada membantu
6.
setiap 4 jam, atau sesuai membersihkan
5. petunjuk.
bronkiolus, akan meningkat
Lakukan pengisapan lendir pertukaran gas.
sesuai kebutuhan Meningkatkan istirahat akan
6. untukmengeluarkan secret 7. mengurangi
Berikan istirahat yang kesukaran pernafasan
adekuat yang berhubungan dengan
7. dengan bronkiolitis.
mengurangi 8. Obat anti virus, seperti
kegaduhan dan respiratory syncytial virus
pencahayaan dan berikan immune globulin (RespiGam),
kehangatan dan digunakan untuk pengobati
kenyamanan RSV
Kolaborasi dalam Walaupun sering digunakan
8. 9. untuk menangani spasme otot,
9. pemberian oksigenasi bronkodilator juga secara efektif
mengobatan edema bronkiolus
Kolaborasi
dalam pemberian
bronkodilator sesuai
petunjuk

2 Bersihan Setelah dilakukan asuhan 1. Auskultasi area paru 1. Penurunan aliran udara terjadi
Jalan Nafas keperawatan, diharapkan 2. Auskultasi bunyi nafas kaji pada area konsolidasi dengan
tak efektif
berhubungan gangguan pertukaran gas frekuensi /kedalaman cairan.
dengan membaik dengan criteria hasil : pernafasan dan 2. Takipnea, pernafasan dangkal
meningkatnya
1. Produksi sputum menurun pergerakan dada. dan gerakan dada tidak
sekresi
sekret/lendir. 2. Mengi berkurang Observasi vital sign simetris, sering
3.
3. Frekuensi napas membaik terutama respirasi tiap 4 terjadi karena
jam. ketidaknyamanan dinding dada
(30-60 x/menit)
Beri posisi fowler / semi dan cairan paru.
4. 3.
fowler sesuai kebutuhan Membantu mengetahui
toleransi pasien perkembangan pasien
Kolaborasi dalam 4. Memungkinkan upaya nafas
5. pemeriksaan DL tiap hari lebih dalam dan kuat serta
Berikan minuman air menurunkan ketidaknyamanan
6. hangat dada.
5. Mengetahui perkembangan
7. Delegatif atau kolaboratif 6. kondisi pasien
dalam pemberian obat 7. Air hangat memobilisasi dan
bronkodilator sesuai mengeluarkan sekret.
indikasi Alat untuk menurunkan spasme
bronkus dengan memobilisasi
sekret.

3 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Memonitori suhu tubuh 1. Peningkatan


berhubungan keperawatan, diharapkan suhu tiap 6 jam. suhu/memanjangnya demam
dengan proses tubuh anak membaik dengan 2. Tingkatan intake cairan meningkatkan laju metabolik
infeksi criteria hasil : supaya adekuat Beri 2. Peningkatan pemberian cairan
1. Suhu tubuh dalam rentang 3. kompres hangat menurunkan peningkatan suhu
normal (36,5-37,5°C) Anjurkan untuk tirah tubuh.
4.
2. Menggigil menurun baring Tirah baring dapat membuat
3.
3. Warna kulit normal Kolaborasi pemberian anak beristirahat sehingga suhu
5.
antipiretik sesuai program tubuh dapat menurun karena
tidak ada aktivitas berlebihan

4. Menurunkan suhu tubuh lewat


vasodilatasi dan pemindahan
panas dari tubuh keluar tubuh.

5. Digunakan sebagai alat


penurun panas.
4 Kurang Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui sejauh mana
pengetahuan keperawatan, diharapkan suhu orang tua, tentang tingkat pengetahuan orang tua
berhubungan
dengan kurangnya tubuh anak membaik dengan penyakit dan perawatan mengenai penyakit dan
informasi criteria hasil : anak. perawatan anak.
mengenai
1. Suhu tubuh dalam rentang Beri HE tentang keadaan Memberi informasi untuk
perawatan 2. 2.
anaknya normal (36,5-37,5°C) cara perawatan pasien menambah
2. Menggigil menurun Beri kesempatan pada pengetahuan keluarga
3.
3. Warna kulit normal keluarga untuk bertanya dan dapat memahami keadaan
tentang hal-hal yang anaknya.
belum diketahui. 3.
Keluarga bisa memperoleh
Lakukan evaluasi setelah informasi yang lebih jelas.
4. memberi penjelasan pada 4. Mengetahui apakah keluarga
keluarga.
sudah benar-benar mengerti
tentang penjelasan yang
diberikan.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Mulyanti, 2017).

4. Evaluasi
Dokumentasi pada tahap evaluasi adalah membandingkan secara
sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada klien, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
Evaluasi keperawatan diklasifikasikan menjadi 2, evaluasi formatif dan
sumatif. Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan serta harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Sedangkan evaluasi
sumatif merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan (Dinarti & Mulyanti,
2017).
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, L.P.R. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Bronkiolitis


dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Abimanyu RSUD
Sanjiwani Gianyar Tahun 2018. Diploma thesis, Jurusan Keperawatan
2018. Poltekes Denpasar.
Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : BPPSDMK.
Mendri, N.K. & Sarwo prayogi, A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit
dan Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Sariasih, P.D. (2018). Laporan Pendahuluan Bronkiolitis. Program Profesi Ners.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.

Anda mungkin juga menyukai