A. Pengertian
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli).
Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkim paru. Pada umumnya pneumonia
pada masa anak digambarkan sebagai bronkopneumonia yang mana merupakan suatu
kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular atau adanya infiltrat pada sebagian
area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronchi.
Pneumonia yaitu infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah secara spesifik
mempengaruhi paru-paru dan menyebabkan area tersebut dipenuhi dengan cairan,
lendir atau nanah (Karisma, 2020).
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pnemonia yang mempunyai pola
penyebaran, teratur dalam satu atau lebih area didalam bronkus dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan disekitarnya (Puspitaningsih et al., 2019)
Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut sebagai
pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai dalam tabung
bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar dan
saluran alveolar (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).
B. Etiologi
Pneumonia yang terjadi pada anak disebabkan oleh infeksi yang berasal dari virus,
bakteri, serta jamur. Penyebab lainnya juga bisa karena menghirup isi lambung
misalnya karena refluks isi lambung atau muntah ini yang disebut aspirasi pneumonia
(Rokom, 2021). Kondisi ini bisa membuat pasien khususnya pada anak-anak
mengalami kesulitan bernapas (UNICEF, 2006). Pneumonia merupakan penyakit
menular yang dapat tersebar melalu udara seperti batuk dan bersin, serta melalui
darah. Selain penyakit yang menular, pneumonia menjadi penyebab kematian anak
terbesar jika dibandingkan penyakit menular lainnya
C. Manifestasi Klinis
Pneumonia memiliki gejala antara lain seperti sesak napas, demam, batuk, dan
wheezing (mengi) (UNICEF, 2020). Pada awal penyakit, ditandai dengan batuk tidak
produktif, tapi selanjutnya akan mengalami perkembangan menjadi batuk produktif
dengan mucus purulent yang berwarna kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan
seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan
menggigil. Adanya rasa nyeri dada, sesak napas, meningkatnya frekuensi pernapasan,
lemas, dan nyeri pada kepala (Jeremy, 2007). Bagi penderita pneumonia, akan sulit
dan sakit untuk bernapas dikarenakan pada paru-parunya berisi nanah dan cairan.
Oksigen yang seharusnya disuplai ke dalam darah akan hilang, sehingga
menyebabkan sel-sel organ tubuh lainnya menjadi tidak berfungsi (Velishya, 2020).
Dampak keparahan penyakit ini berbeda, tergantung dari bakteri atau virus yang
masuk, seberapa cepat didiagnosa dan diobati, usia, kondisi kesehatan secara
menyeluruh, serta ada tidaknya komplikasi.
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia yaitu :
1. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi satu atau beberapa
lobus yang bercak-bercak
2. Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kaardiopulmuner yang berhubungan
dengan oksigen.
4. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab dan obat yang cocok diberikan (Chairunisa, 2018).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
- Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg
BB/hari atau diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas seperti ampisilin,
pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti kombinasi beta
laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga (Ridha,
2014)
- Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi cairan dan,
antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien adalah paracetamol.
Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc sehari) atau dengan
peroral/ sirup. Indikasi pemberian paracetamol adalah adanya peningkatan suhu
mencapai 38ºC serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.
- Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada pasien ini dengan dosis
1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB.
Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan
nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol merupakan suatu
obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif terutama pada otot bronkus.
Salbutamol menghambat pelepas mediator dari pulmonary mast cell 9,11 Namun
terapi nebulisasi bukan menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumonia.
Gold standar pengobatan bronkopneumonia adalah penggunaan 2 antibiotik
(Alexander & Anggraeni, 2017)
2. Penatalaksanaan keperawatan
- Melakukan fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif pada anak yang
mengalami gangguan bersihan jalan nafas
- Mengatur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
- Memberikan kompres untuk menurunkan demam
- Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan
- Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADLs
- Monitor tanda-tanda vital
- Kolaborasi pemberian O2
- Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi (Chairunisa,2018).
G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Tampubolon, (2020) pengkajian adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan.
Pada tahap ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
kesehatan klien. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Meliputi
pengkajian awal identitas anak secara lengkap. Usia merupakan faktor yang
memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan bronkopneumonia pada
anak, terutama dalam spektrum, etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan
(Mulia, 2020).
Menurut Setiyawan, (2013) proses pengkajian meliputi langkah – langkah
sebagai berikut:
a. Usia: Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada
anak berusia di bawah 3 tahun.
b. Keluhan utama: Saat dikaji biasanya penderita bronkopneumonia mengeluh sesak
nafas.
c. Riwayat penyakit sekarang: Pada penderita bronkopneumonia biasanya merasakan
sulit untuk bernafas, dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu
pernafasan, adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya juga lemah dan tidak
nafsu makan, kadang disertai diare
d. Riwayat penyakit dahulu : Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan
bagian atas, memiliki riwayat penyakit campak atau pertussis serta memiliki
faktor pemicu bronkopneumonia misalnya riwayat terpapar asap rokok, debu atau
polusi dalam jangka panjang.
e. Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi: Perlu diperhatikannya bentuk dada simetris, adanya sianosis,
dispneu, pernafasan cuping hidung, batuk semula non produktif menjadi
produktif. Batasan takipnea pada anak 2 bulan – 12 bulan adalah 50 kali/menit
atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40
kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam
pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam akan
tampak jelas.
- Palpasi: Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat cairan
atau sekret, getaran hanya teraba pada sisi yang tidak terdapat sekret.
- Perkusi: Normalnya perkusi pada paru adalah sonor, namun untuk kasus
bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi redup.
- Auskultasi: Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan terdengar
stridor, ronkhi atau wheezing. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar
suara nafas akan berkurang, ronkhi halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi
basah pada masa resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-
kadang terdengar bising gesek pleura.
f. Penegakan diagnosis:
Pemeriksaan laboratorium : Leukosit meningkat dan LED meningkat, Xfoto dada:
Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar (bronkopneumonia) atau yang
meliputi satu atau sebagian besar lobus.
2. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual atau potensial, dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien
(Rusdianti, 2019). Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data
subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk
menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkaan dari klien, keluarga,
rekammedis, dan pemberi pelayanan kesehatan lain (Perdani & Sari, 2018) .
Masalah keperawatan yang muncul pada penyakit Bronkopneumonia
menurut Chairunisa, (2018) sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas d.d
terdapat sekret pada hidung klien, klien tampak sesak, klien tidak mampu
mengeluarkan sekret secara mandiri.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas d.d
pernapasan cepat dan dangkal, RR 75x/menit, terdapat bunyi suara napas
tambahan ronkhi, terdapat pernapasan cuping hidung.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis keengganan untuk makan d.d
selera makan klien berkurang, klien tidak menghabiskan porsi makannya, klien
makan 3-5 sendok.
d. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakmampuan fisik d.d klien
hanya berbaring di tempat tidur, klien belum bisa duduk, berdiri dan berjalan,
klien masih belajar tengkurap dan berguling.
e. Risiko jatuh berhubungan dengan riwayat jatuh
3. Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas d.d
terdapat sekret pada hidung klien, klien tampak sesak, klien tidak mampu
mengeluarkan sekret secara mandiri.
Intervensi :
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor sputum
- Atur posisi klien
- Lakukan fisioterapi dada
- Berikan oksigen
- Kolaborasi pemberian bronkodilator dan ekspektoran
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas d.d
pernapasan cepat dan dangkal, RR 75x/menit, terdapat bunyi suara napas
tambahan ronkhi, terdapat pernapasan cuping hidung.
Intervensi:
- Monitor pola napas
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Berikan oksigen
- Dokumentasi hasil pemantauan
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Intervensi :
- Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
- Identifikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang ditunjukkan bayi
- Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu ragu
- Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
-
e. Risiko jatuh berhubungan dengan riwayat jatuh
Intervensi :
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
- Sediakan pencahayaan yang memadai
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat inap
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
4. Implementasi
5. Evaluasi
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan secret
S : Ibu klien mengatakan klien sudah tidak sesak dan batuk berdahak
O : Klien tampak tidak sesak, tidak ada bunyi suara napas tambahan dan tidak ada
pernapasan cuping hidung
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan (Pasien pulang)
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
S : Ibu klien mengatakan klien sudah tidak sesak
O : RR 60 x/menit, tidak ada pernapasan cuping hidung, klien tampak tidak
sesak, tidak ada bunyi suara napas tambahan
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan ( Pasien pulang)
c. Defisit nutrisi berhubungan denga faktor psikologis keengganan untuk makan
S : Ibu klien mengatakan selera makan klien meningkat
O : Klien tampak menghabiskan porsi makannya, klien tampak tidak lemas
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dihentikan (Pasien pulang)
d. Risiko jatuh berhubungan dengan riwayat jatuh
S : Ibu klien mengatakan sudah mengetahui faktor terjadinya risiko jatuh
O : Ibu klien tampak paham dan mengerti, ibu klien tampak memantau
aktivitas klien, tampak kejadian jatuh dan luka atau lecet berkurang
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan (Pasien pulang)
e. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
S : Ibu klien mengatakan klien masih belajar tengkurap dan berguling
O : Klien tampak berbaring di tempat tidur, klien tampak belum bisa berjalan
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dihentikan (Pasien pulang)
Referensi:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/download/2210/2179
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI_FAUZAN.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1063/1/KTI%20INTAN%20WIDYASARI
%20PARAMITHA.pdf
https://jurnalku.org/index.php/ijhs/article/download/139/132