Anda di halaman 1dari 16

1

BAB II
TINJAUAN LITERATUR

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertin Bronkopneumonia
Bronkopneumonia juga disebut sebagai pneumonia loburalis dimana terjadi peradangan
pada parenkim paru yang dapat dilokalisir dan biasanya dapat terkena bronkiolus dan
alveolus yang berada disekitarnya, hal ini disebabkan oleh berbagai macam penyebab atau
etiologi seperti bakteri,jamur, virus,dan benda asing yang dapat masuk kedalam saluran
pernapasan(Waseem, 2020).
Bronkopneumonia ini merupakan mucus yang tersebar pada kedua belahan paru, dimulai
pada bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat cairan sputum (Ridha, 2017).
Bronkopneumonia merupakan klasifikasi pneumonia dengan pola penyebaran berbecak,
teratur pada satu area atau lebih yang berada dalam bronki dan meluas ke jaringan paru lainya
yang berdekatan disekitarnya. Bronkopneumina disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
benda asing dengan gejala yang muncul seperti demam tinggi, gelisah, kesulitan bernafas,
pernafasan cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Wulandari
dan Erawati, 2016).
2. Etiologi
Penyebab terbanyak Bronkopneumonia pada anak adalah bakteri pneumokokus dan virus.
Sedangkan pada bayi dan anak kecil sering ditemukan staphylocomulus aureus sebagai
penyebab terberat, paling serius dan sangat progresif dengan angka kematian yang tinggi,
proses terjadinya Bronkopneumonia didahului oleh terjadinya peradangan pada jaringan
paru atau alveoli yang biasnya di awali oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama
beberapa hari (Ridha, 2017).
Bronkopneumonia disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah :
a. Bakteri (Pneumokokus, streptokokus, Staphylocomlus, H. Influenza, Klebsiela
mycoplasma pneumonia)
b. Virus (virus adena, virus parainfluenza, virus influenza).
c. Jamur (Histoplasma, Capsulatum, Koksidiodes).
d. Protozoa (Pneumokistis karinti) (Wulandari & Erawati, 2016)
2

3. Klasifikasi
Bronkopneumonia dikelompokan berdasarkan pedoman dan tatalaksana sebagai berikut :
a. Bronkopneumonia sangat berat
b. Bronkopneumonia berat
c. Bukan Bronkopneumonia
4. Patofisiologi
Bronkhopneumonia Sebagian besar disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti
(jamur, bakteri, virus) pada awalnya mikroorganisme ini masuk melalui percikan ludah atau
droplet proses invasi ini masuk melalui kesaluran pernafasan atas sehingga terjadi reaksi
imonologis dari tubuh. Dimana reaksi ini menimbulkan peradangan, ketika terjadi
peradangan tubuh akan berespon dengan menyesuaikan suhu tubuh sehingga menimbulkan
gejala demam pada penderita bronkopneumonia.
Reaksi peradangan ini juga menimbulkan produksisecret yang berlebih, lama kelamaan
sekret ini semakin menumpuk di dalam bronkus sehingga mengakibatkan bronkus jadi
semakin sempit dan pasien dapat merasakan sesak napas. Bukan hanya terkumpul diarea
bronkus saja tetapi lama-kelamaan secret ini bias sampai ke alveolus sehingga mengganggu
proses pertukaran gas di paru-paru. Selain menginfeksi saluran pernafasan, bakteri ini juga
bias sampai ke saluran pencernaan dan menginfeksi saluran cerna hal ini terjadi ketika bakteri
terbawa oleh darah masuk kedalam system pencernaan bakteri ini membuat flora normal
dalam usus menjadi agen patogen yang menimbulkan masalah GI.
Dalam kondisi yang sehat, paru-paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme.
Karena keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. adanya bakteri
didalam paru daapt menunjukkan adanya gangguan pada daya tahan tubuh manusia, dapat
berkembang biak serta mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan bias melalui berbagai cara antara lain : inhalasi
langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada dalam dinasofaring dan orofaring
serta perluasan langsung dari tempat yang lain, penyebaran secara hematogen(Nurarif &
Kusuma, 2015; Kowalak, Welsh, & Mayer, 2012).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang lazim muncul pada anak dengan bronkopneumonia menurut
(Nurarif & Kusuma, 2015), adalah :
a. Biasanya dimulai dari infeksi traktus respiratori pada bagian atas
b. Demam (39 -40 derajat celcius) dan terkadang disertai dengan kejang akibat demam
yang terlalu tinggi.
3

c. Adanya sensasi nyeri dada yang seperti ditusuk-tusuk sehingga anak menjadi sangat
gelisah, terjadi ketika bernapas atau batuk
d. Pernapasan menjadi cepat dan dangkal disertai cupping hidung dan sianosis yang
berada disekitar mulut dan hidung
e. Biasanya disertai muntah dan diare.
f. Terdapat suara saat bernapas yaitu bunyi tambahan seperti ronkhi basah (crackles),
wheezing.
g. Terjadi kelelahan akibat reaksi peradangan dan hipoksia jika infeksinya berat atau
serius
h. Terjadi penimbunan mucus akibat kurangnya ventilasi sehingga menyebabkan
atelectasis absorbsi.
6. Komplikasi
Menurut Smeltzer & Suzanne C, (2013)Komplikasi dari bronkopneumonia yaitu :
a. Kolaps paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang
karena terjadi atelektasis yaitu pengembangan paru yang tidak sempurna.
b. Empyema adalah keadaan berkumpulnya nanah di dalam rongga pleura yang terdapat
pada satu titik atau keseluruhan rongga pleura.
c. Pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang atau biasa disebut abses
parupada setiap katup endocardial atau endokarditis
d. Infeksi Sistemik
e. Meningitis
7. Pencegahan
Menurut (Ridha, 2014)terdapat 3 pencegahan yang dapat dilakukanuntuk mencegah
terjadinya bronkopnuemonia yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama atau mencegah sebelum terjadi suatu peyakitadalah upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, pencegahan ini berupa
pencegahan umum dan juga pencegahan khusus.
Tujuan dari pencegahan primer adalah menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
bronkopneumonia. Adapun upaya yang bias dilakukan yaitu :
1) Melakukan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Hepatitis B sebanyak
3 kali (0-9 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-
11 bulan), Poliosebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Campak satu kali
(pada usia 9-11 bulan).
2) Memberika ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang
4

bergizi pada balita. Untuk menjaga daya tahan tubuh anak.


3) Mengurangi polusi udara lingkungan baik di dalam ataupun diluar ruangan.
b. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan ini merupakan pencegahan tingkat kedua dimana manusia
berupaya mencegah orang telah sakit agar segera sembuh, menghambat perkembangan
penyakit, dan menghindari komplikasi, serta mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan
sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah
meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Pencegahan ini adalah pencegahan
ketigabertujuan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan kegiatan
rehabilitasi. Upaya yang bisa dilakukan yaitu :
1) Memberi makanan yang cukup selama anak sakit dantingkatkan pemberian
makanan setelah sakit.
2) Membersihkan hidung kalau terdapat sumbatan pada jalan napas yang menganggu
proses pemberian makan.
3) Memberikan air minum yang banyak sebagai cairan tambahananak
4) Tingkatkan pemberian ASI untuk meningkatkan imunitas anak
5) Sembuhkan batuk dengan obat yang aman. Seperti pelega tenggorokan
6) Memperhatikan tanda sebaai berikut: pernapasan menjadi cepat, bernapas menjadi
sulit, anak tidak mampu minum, kondisi anak semakin memburuk, jika terdapat hal
seperti disatas segera membawa anak ke petugas kesehatan.

8. Penatalaksanaan
Ada dua jenis penatalaksanaan pada pasien bronkopneumonia yaitu secara asuhan
keperawatan dan medis (Nugroho, 2015) :
a. Asuhan keperawatan
1) Melakukan fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif pada anak yang
mengalami gangguan bersihan jalan nafas
2) Mengatur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
3) Memberikan kompres untuk menurunkan demam
4) Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan
5) Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADLs
6) Monitor tanda-tanda vital
7) Kolaborasi pemberian O2
8) Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi
5

b. Medis
1) Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, dan gentamicin.
Pemberian antibiotik ini berdasarkan usia, keaadan penderita, dan kuman penyebab.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic penyakit Bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Foto thoraks
Ditemukan penyebaran bercak konsolidasi pada satu satu atau beberapa lobus.
b. Labolatorium
1) Kadar Leukositosis mencapai 15.000-40.000 mm3 dengan pergeseran ke kiri.
2) GDA : kemungkinan tidak normal, tergantung ;uas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Analisa gas darah arteri menunjukan asidosis
metabolic dengan atau tidak ada retensi CO2.
3) LED meningkat.
4) WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3.
5) Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
6) Bilirubin kemungkinan meningkat.
7) Aspirasi perkutan/biopsy jaringan paru terbuka menunjukan intranuklear
tipikal dan keterlibtan sistoplasmik. (Wulandari & Erawati, 2016).
6

10. Patway
7

B. Konsep Teori Inhalasi


1. Pengertian
Terapi inhalasi yaitu memberikan obat secara hirupan/inhalasi yang berbentuk bentuk
aerosol dan langsung menuju dalam saluran pernapasan. Terapi inhalasi ini masih menjadi
pilihan yang utama dalam pemberian obat yang bekerja langsung pada saluran napas terutama
pada kasus seperti asma dan PPOK. Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan
secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran respiratorikatau saluran pernapasan (Nanda Yudip,
2016).
Prinsip dari alat nebulizer yaitu merubah obat yang sebelumnya berbentuk larutan
menjadi aerosol agar dapat dihirup dengan mudah oleh pasien dengan menggunakan alat
mouthpiece atau masker. Nebulizer ini dapat membentuk partikel-partikel kecil yang disebut
aerosol berukuran antara 2-5 μ. Alat nebulizer ini terdiri dari beberapa bagian yang terpisah.
Yaitu terdiri dari generator aerosol, alat bantu inhalasi (kanul nasal, masker, mouthpiece), cup
(tempat obat)(Sapariah Angraini & Relina, 2020).
2. Tujuan
a. Untuk melebarkan lumen bronkus dan memberikan efek bronkodilatasi pada saluran
napas.
b. Dahak/secret menjadi lebih encer sehingga mudah untuk dikeluarkan
c. Mampu mengatasi infeksi dan menurunkan hiperaktifitas pada bronkus (Astuti et al.,
2019)
3. Indikasi
a. Asma Bronkialis
b. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
c. Sindroma Obstruksi Post TB
d. Mengeluarkan dahak(Sapariah Angraini & Relina, 2020)
4. Kontraindikasi
a. Hipertensi
b. Takhikardia
c. Adanya riwayat alergi
d. Trakeostomii
e. Fraktur di daerah hidung, maxilla, palatum oris
f. Terjadinya kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk nebulisasi(Sapariah
8

Angraini & Relina, 2020).

5. Prosedur pemberian
a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan dan prosedur dari tindakan yang
akan berikan, dan berikan kesempatan untuk bertanya bertanya
b. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan (main unit, Air hose/selang, Nebulizer kit :
masker, mouthpiece, cup serta obat- obatan)
c. Anjurkan pasien duduk, jika bayi/anak kecil sebaiknya dipangku dan anak besar duduk
d. Menghubungkan nebulizer dengan sumber tegangan listrik
e. Menghubugkan air nose, nebulizer dan juga masker / mouthpiece pada main kit
f. Buka tutup cup kemudian masukkan obat kedalam alat untuk penguapan sesuai dosis
yang ditentukan
g. Menempelkan masker dengan tepat sesuai dengan bentuk muka dan menggunakan tali
pengikat, bila menggunakan mouthpiece harus dimasukkan kedalam mulut dan mulut
tertutup
h. Mengaktifkan alat nebulizer dngan cara menekan tombol pada main kit. Dan
perhatikan jenis alatpada nebulizer tertentu pengeluaran uapnya harus dengan menekan
tombol pengeluaran obat yang berapa pada nebulizer kit Biarkan anak menghirup uap
yang keluar secara perlahan-lahan selama 10-15 menit dalam hingga obat habis
i. Tekan tombol off pada main kit dan melepas masker, nebulizer, dan air hose.
j. Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa tindakan ini telah selesai dan
mengevaluasi pasien apakah pengobatan yang dilakukan memberikan perbaikan /
mengurangi keluhan
k. Lepaskan dan bersihkan alat dan bahan yang telah
digunakan(Sapariah Angraini & Relina, 2020).

C. Konsep Masalah Keperawatan


Konsep masalah keperawatan meliputi definisi, kriteria masalah, dan faktor yang
berhubungan, berikut ini merupakan penjelasan dari masalah masalah keperawatan pada
penyakit bronkopneumonia:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0149)
a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten.
9

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan bersihan jalan napas (L.01001)
meningkat.
Dengan kriteria hasil:
a. Batuk efektif
b. Produksi sputum menurun
c. Mengi menurun
d. Wheezing menurun
e. Dispnea menurun
f. Ortopnea menurun
g. Gelisah menurun
h. Frekuensi napas membaik
i. Pola napas membaik
b. Penyebab

1) Hipersekresi jalan napas


2) Benda asing dalam jalan nafas
3) Sekresi yang tertahan
4) Proses infeksi
5) Situasional
6) Merokok aktif
7) Merokok pasif
8) Terpajan polutan

c. Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : -
Objektif : batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, sputum berlebih/obstruksi dijalan
napas/mekonium dijalan napas (pada neonatus), mengi,wheezing dan /atau ronkhi
kering.
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Dyspnea, Sulit bicara
Objektif : Gelisah, Sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas
berubah.
e. Kondisi Klinis Terkait
1) Gullian barre syndrome
2) Sklerosis multiple
3) depresi system saraf
4) stroke
5) cedera kepala
10

6) infeksi saluran napas

f. Intervensi Keperawatan:
Observasi
1) Identifikasi kemampuan batuk
2) Monitor adanya retensi sputum
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4) Monitor pola napas
5) (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
6) Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
1) Atur posisi semi fowler atau fowler
2) Berikan minum hangat
3) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2) Ajarkan teknik batuk efektif
3) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3 Kolaborasi
4) Kolaborasi
5) pemberian bronkodilator, mukolitik
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)

a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Tujuan : Setelahdilakukan intervensi, maka diharapkan pola napas (L.01004)
membaik.
1) Dengan kriteria hasil :
2) Tekanan ekspirasi meningkat
3) Tekanan inspirasi meningkat
4) Dispnea menurun 40
5) Penggunaan otot bantu napas menurun
6) Frekuensi napas membaik
7) Kedalaman napas membaik
11

b. Penyebab
1) Depresi pusat pernafasan
2) Hambatan upaya nafas
3) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
4) Kecemasan
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Dispnea
Objektif : Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspansi memanjang, pola nafas
abnormal.
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-
posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi
menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah
e. Intervensi Keperawatan :
Observasi
1) Monitor bunyi napas
2) Monitor sputum
3) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
4) Monitor kemampuan batuk efektif
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas
2) Posisikan semi fowler atau fowle
3) Berikan minum air hangat
4) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
5) Lakukan fisioterapi dada
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
12

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik

D. Dasar Intervensi Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan
informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respons
kesehatan klien. Dengan demikian hasil pengkajian dapat mendukung untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien dengan baik dan tepat. Tujuan dari dokumentasi pada intinya untuk mendapatkan data
yang cukup untuk menentukan strategi perawatan. Dikenal dua jenis data pada pengkajian yaitu data
objektif dan subjektif. Perawat perlu memahami metode memperoleh data. Dalam memperoleh data
tidak jarang terdapat masalah 33 yang perlu diantisipasi oleh perawat.
Data hasil pengkajiian perlu didokumentasikan dengan baik (Yustiana & Ghofur, 2016)
Identitas: Nama, usia, jenis kelamin
Riwayat sakit dan kesehatan
Keluhan utama : pasien mengeluh demam, batuk dan sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang : pada awalnya keluhan demam dan batuk, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulent kekuning- kuningan dan sedikit
berbau. Klien biasanya mengeluh demam tinggi dan kadang menggigil (onset mungkin tiba-
tiba dan berbahaya). Adanya keluhan sesak napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien ada riwayat penyakit saluran pernapasan di
bagian atas, dan memiliki riwayat penyakit campak, pertussis serta mempunyai factor yang
dapar memicu timbulnya bronkopneumonia seperti sering terkena asap rokok, polusi
dilingkungan anak kurang baik dalam jangka waktu Panjang.
Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir ISPA.
Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap beberapa obat,
makanan, udara, debu.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: tampak lemas dan sesak napas
Kesadaran: tergantung tingkat keparahan penyakit, bisa samnolen
Tanda-tanda vital
TD: biasanya normal
Nadi: takikardi
RR: takipneu, dispneu,napas dangkal
Kepala: tidak ada kelainan Mata: konjungtiva bisa anemis
13

Hidung: jika sesak, ada pernapasan cuping hidung dan secret pada hidung.
Paru-paru:

Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada penggunaan otot bantu napas
Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada daerah yang terkena
Perkusi: apabila ada cairan, normalnya tyhmpani
Auskultasi: bias terdengar ronchi
Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguann.
Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan.
2. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status
kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok, dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. Diagnosa keperawatan
adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan, sangat perlu
untuk didokumentasikan dengan baik (Yustiana & Ghofur, 2016)
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan secret yang tertahan.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

6. Evidence Based Practice in Nursing


Identifikasi Artikel
Judul Artikel : Penerapan terapi inhalasi nebulizer untuk mengatasi Bersihan jalan napas pada
pasien brokopneumonia
Nama Peneliti : Wahyu Tri Astuti, Emah Marhamah, Nasihatut Diniyah.
Tahun : 2019.
Penerbit : Jurnal Keperawatan nasional
Pico/Picot :
1.) P (Problem)
Dalam jurnal ini, populasi atau problem yang ditemukan yaitu pasien yang terdiagnosa akut
brokopneumonia. terapi yang digunakan bertujuan dilakukan pada anak dengan keluhan
brokopneumonia untuk mengeluarkan sputum yang tidak bisa keluar sehingga menyebabkan
bersihan jalan napas tidak efektif.
14

2.) I (Intervensi)
Intervensi yang diberikan pada pasien dengan brokopneumonia adalah terapi inhalasi
nebulizer. Dimana terapi inhalasi nebulizer adalah pemberian obat secara inhalasi (hirupan)
ke dalam saluran respiratori. Pemberian terapi inhalasi yaitu tehnik yang dilakukan dengan
pemberian uap dengan menggunakan obat. tindakan terapi inhalasi nebulizer tujuan untuk
menghantarkan obat ke target organ dengan efek samping minimal dengan keamanan dan
efektifitas yang tinggi. Spektrum partikel obat-obatan yang biasanya
digunakan dalam pengobatan terletak dalam diameter yang berkisar antara 0.5-10 mikro
(berbentuk asap). Partikel uap air atau obat- obatan dibentuk oleh suatu alat yang disebut
nebulizer atau aerosol generator. Aerosol yang terbentuk akan dihirup pasien melalui mouth
piece atau sungkup dan masuk ke paru-paru untuk mengencerkan sekret, untuk melihat
efektifitasnya terapi bronkopneumoia dilakukan dengan membandingkan Respiration Rate
(RR) sebelum dan sesudah terapi.
3.) C (Comparison)
Hasil metode perbandingan dalam Bersihan jalan napas pada pasien brokopneumonia adalah :
bahwa trapi inhalasi uap jauh lebih unggul dibandingkan terapi semi fowler dalam hal
komplikasi yang timbul di kasus brokopneumonia. Keuntungan utama dari terapi inhalasi
nebulizer adalah dalam meminimalkan terjadinya sesak dan mengencerkan dahak. Selain itu,
teknik terapi inhalasi nebulizer ini lebih efisien, efisien. hasil jurnal didapatkan hasil setelah
penerapan dengan pemberian terapi Sebelum pemberian terapi nebulizer dengan NaCl 1 cc +
Ventolin 1 cc + Bisolvon 10 tetes, frekuensi pernapasan 43 kali/menit, batuk terus- menerus,
pernapasan cuping hidung, ronkhi, setelah dilakukan terapi, frekuensi pernapasan menjadi 26
kali/menit, batuk berkurang, napas norma dan hasil penerpan yang sudah dilakukan peneliti
didapatkan hasil yang signifikan penerpan NaCl 1 cc +
Ventolin 1 cc + Bisolvon 10 tetes, frekuensi pernapasan 43 kali/menit didapatkan sesak
berkurang dan napas Kembali normal
4.) O (Outcome)
Dibahas membandingkan jurnal dan penerapan yg sudh lakukan Hasil penerapan dari jurnal
yang di ambil didapatkan penerpan inhalsi nebulizer menggunakan pemberian terapi
nebulizer dengan NaCl 1 cc + Ventolin 1 cc + Bisolvon 10 tetes, tindakan nebuliser
dilakukan selama 3 x 24 jam didapatkan hasil Pemberian terapi inhalasi nebulizer efektif
namun dalam penatalaksanaannya peneliti menggunakan tehnik yang dilakukan dengan
15

pemberian uap dengan menggunakan obat Ventolin 1 ampul. Yang dilakukan selama 3 x 24
jam selama 5 hari didapatkan hasil yang signifikan dengan lender berkurang dan pasien sudah
tidak sesak.
5.) T (Time)
Penelitian dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2022
7. Gap Of knowledge
Berdasarkan hasil study evaluasi kasus didapatkan pada pasien anak dengan bersihan jalan
nafas tidak efektif dikarenakan belum bisa mengeluarkan spuntum dengans sendirinya,
sehingga spuntum dapat dikeluarkan dengan pemberian beberapa terapi yang diperlukan pada
anak. Pada anak biasanya terapi yang bisa dilakukan adalah dengan pemberian terapi inhalasi
nebulizer, batuk efektif dan fisio terapi dada yang bertujuan untuk mengencerkan dahak dan
mempermudah dahak untuk keluar pada pasien anak.
Justifikasi Intervensi

Terapi inhalasi nebulizer sudah terbukti bahwa bisa menurunkan frekuansi pernapasan
serta dapat mengencerkan dahak sehingga batuk berdahak berkurang.
Hasil Penelitian

Tindakan terapi inhalasi nebulizer ini dilakukan selama 3 x 24 jam, keluarga serta anak
sangat kooperatif ketika diberikan terapi tersebut, sebelum diberikan terapi inhalasi
nebulizer dengan Nacl 1cc + Ventolin 1 cc + Bisolvon 10 tetes, terdapat perubahan pada
An.M, frekuensi pernapasan 20 x/m, serta sudah tidak sesak napas, dan batuk berdahak
berkurang.

Anda mungkin juga menyukai