Anda di halaman 1dari 19

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkopneumonia

1. Pengertian Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru yang menyebabkan konsolidasi

subsegmental atau konsolidasi lobus yang nampak pada lapang paru bagian bawah

(Djojodibroto, 2009). Bronkopneumonia adalah radang pada paru-paru yang

menggambarkan pneumonia yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur, dalam

satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru

(Wijayaningsih, 2013). Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim

paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli

(Ringel, 2012).

Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai

bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara

penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke

bronkus (Bennete, 2013).

Kesimpulan dari pernyataan diatas bronkopneumonia disebut juga pneumonia

lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang menyerang bronkiolus dan

juga mengenai alveolus yang sering terjadi pada anak-anak dan balita, yang disebabkan

oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur.

2. Etiologi

Penyebab Bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011)

7
8

a. Faktor Infeksi

1) Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

2) Pada bayi :

a) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

b) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

c) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, Bordetella pertusis.

3) Pada anak-anak :

a) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

b) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

c) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

4) Pada anak besar – dewasa muda :

a) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

b) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

b. Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus

meliputi :

1) Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

2) Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,

termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme

menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,


9

atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang

sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang

terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi

bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit

yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada

bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

c. Faktor Predisposisi

1) Usia

2) Genetik

d. Faktor Presipitasi

1) Gizi buruk/kurang

2) Berat badan lahir rendah (BBLR)

3) Tidak mendapatkan ASI yang memadai

4) Imunisasi yang tidak lengkap

5) Polusi udara

6) Kepadatan tempat tinggal

3. Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis

dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).


10

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru

1) Pneumonia lobaris

2) Pneumonia interstitialis

3) Bronkopneumonia

b. Berdasarkan asal infeksi

1) Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =

CAP)

2) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

1) Pneumonia bakteri

2) Pneumonia virus

3) Pneumonia mikoplasma

4) Pneumonia jamur

d. Berdasarkan karakteristik penyakit

1) Pneumonia tipikal

2) Pneumonia atipikal

e. Berdasarkan lama penyakit

1) Pneumonia akut

2) Pneumonia persisten

4. Tanda dan Gejala

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran

nafas bagian atas selama beberapa hari.

a. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C

b. Mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.


11

c. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan

cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.

d. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk

setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi

produktif (Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia

ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1) Pada inspeksi : terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan

pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah

a) retraksi dinding dada

b) penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung

c) orthopnea

d) pergerakan pernafasan yang berlawanan.

Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan

resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah

terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae

supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting

dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih

mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan

lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae

supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya

akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat
12

“head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan

kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda

distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf

pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya

distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal

(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase

hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain

itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan menc mencegah tekanan

negatif faring selama inspirasi.

2) Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan

getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan

infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

3) Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4) Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan

berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi

ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras

atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung

jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme

terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui

sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.


13

5. Patofisiologi

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.

Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan

mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa

filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan

lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,

komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai

sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila

virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah

melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang

melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi

saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan

respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului

dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan

ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia

bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi

cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan

stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance

paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi

menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching)

yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen

menyebabkan peningkatan kerja jantung.


14

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan

disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus,

resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik

untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi

bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan

terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan,

namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan

(Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

1) Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel

imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan

otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini

mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen

dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan

sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.


15

2) Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari

reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan

pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat

minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat

singkat, yaitu selama 48 jam.

3) Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada

stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi

fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

4) Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.


16

6. Pathway
Jamur, virus,bakteri
(etiologi)

Infeksi saluran Infeksi saluran


pernafasan bawah pernafasan atas

edema antara kapiler kuman berlebih di


dan alveoli bronkus

mucus bronkus
iritan PMN eritrosit meningkat proses peradangan
pecah
bau mulut tidak sedap akumulasi secret
bronkus
edema paru
anoreksia
ketidakefektifan
pergeseran dinding bersihan jalan nafas
paru intake berkurang

ketidakseimbangan
suplai O2 menurun ketidakefektifan pola nutrisi kurang dari
nafas kebutuhan tubuh

Hipoksia Hiperventilasi

metabolic anaerob Dyspneu


meningkat

retraksi dada, nafas,


akumulasi asam lactat cuping hidung

intoleransi aktivitas gangguan pertukaran


gas

Keterangan :
Sumber :Riyadi & Sukarmin 2009

yang diteliti
17

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) untuk dapat menegakkan diagnosa

keperawatan dapat digunakan cara :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah neutrofil).

b. Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.

Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes

sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.

c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.

d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia

e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen

mikroba.

2. Pemeriksaan Radiologi

a. Rontgenogram Thoraks

Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi

pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi

stafilokokus dan haemofilus

b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat

oleh benda padat.


17

B. Bayi

1. Definisi Bayi

Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan

dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003). Bayi merupakan mahluk yang

sangat peka dan halus (Choirunisa, 2009). Masa bayi adalah saat bayi

berumur satu bulan sampai dua belas bulan (Anwar, 2011). Masa bayi

dimulai dari usia 0–12 bulan ditandai dengan pertumbuhan dan

perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan

gizi (Notoatmodjo, 2007).

Tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus

dengan usia 0-28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29 hari-12

bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan

kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan

sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca

neonatus bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry &

Potter, 2005).

2. Gambaran Pertumbuhan Bayi

a. Berikut gambaran umum tumbuh kembang bayi umur 0-6 bulan.

1) Mulai mampu mengontrol gerakan-gerakan otot-ototnya,

menggerakkan
18

2) tangan dan kakinya, ketika dia bergerak seolah-olah kejang itu

adalah cara dia

3) belajar mengendalikan diri.

b. Tumbuh kembang bayi usia 1,5 – 3 bulan

1) Umumnya sudah mulai mampu mengangkat kepala di posisi

telungkup. Aktif

2) belajar mengontrol dan mengendalikan gerakan otot tangan dan kaki

3) menggenggam benda-benda kecil disekitar atau yang diberikan

kepadanya.

c. Tumbuh kembang bayi usia 3 – 6 bulan

1) Motorik kasar

a) Mampu mengangkat dan menahan kepalanya beberapa saat

lamanya.

b) Mampu menggunakan kedua tangan untuk menahan tubuhnya

sambil

c) bergerak maju pada posisi ditelungkupkan.

2) Motorik halus

a) Mampu menggunakan kedua tangan untuk meraih dan

menggenggam

b) sebuah benda. Mulai memasukkan semua benda yang

dipegangnya ke dalam
19

c) mulut untuk mengenal benda-benda/mainannya (Rahman,

2012).

C. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

1. Definisi Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Pengertian Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu keaadaan

dimana individu mengalami ancaman yang nyata atau potensial

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif

(Carpenito & Moyet, 2013). Pengertian lain juga menyebutkan bahwa

bersihanjalan napas tidak efektifmerupakan ketidakmampuan

membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan

jalan napas tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Adanya

gangguan pada sistem pernafasan dapat mengganggu oksigenasi dan

menyebabkan hipoksema dan selanjutnya berkembang dengan cepat

menjadi hipoksia yang berat, serta penurunan kesadaran (Djuantoro, 2014).

2. Penyebab

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI(2016), penyebab dari bersihan

jalan napas tidak efektifantara lain :

a. Spasme jalan napas

b. Hipersekresi jalan napas

c. Disfungsi neuromuscular

d. Benda asing dalam jalan napas


20

e. Adanya jalan napas buatan

f. Sekresi yang tertahan

g. Hyperplasia dinding jalan napas

h. Proses infeksidan respon alergi

i. Efek agen farmakologis

3. Komplikasi

Komplikasi menurut Bararah & Jauhar (2013), komplikasi yang

dapat terjadi pada bersihan jalan napas tidak efektif jika tidak ditangani

antara lain :

a. .Hipoksemia

Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi

oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi oksigen arteri

(SaO2) di bawah normal (normal PaO285-100 mmHg, SaO2 95%).

Pada neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak,

dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan

oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada

pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia,

tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan

pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh

darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di


21

antaranya : sesak napas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali per

menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.

b. Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau

tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat

defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan

oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit

ventilasi berhenti spontan.

Penyebab lain hipoksia yaitu :

1) Menurunnya hemoglobin

2) Berkurangnya konsentrasi oksigen.

3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen

4) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah

seperti pada pneumonia

5) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok

6) Kerusakan atau gangguan ventilasi

Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan,

menurunnya kemampuan konsentrasi,nadi meningkat, pernapasan

cepat dan dalam,sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing finger)
22

c. Gagal napas

Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh

memenuhi kebutuhan karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi

secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas

karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya

peningkatan karbondioksida dan penurunan oksigen dalam darah

secara signifikan. Gagal napas disebabkan oleh gangguan system

saraf pusat yang mengontrol pernapasan, kelemahan neuromuskular,

keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan,

dan obstruksi jalan napas

d. Perubahan pola napas

Frekuensi pernapasan normal pada anak berbeda pada

masing –masing usia. Perubahan pola napas adalah suatu keadaan

dimana frekuensi pernapasan tidak berada pada rentang normal.

Perubahan pola napas dapat berupa hal –hal sebagai berikut :

a) Dispneu yaitu kesulitan bernapas

b) Apneu, yaitu tidak bernapas atau berhenti bernapas

c) Takipneu, pernapasan yang lebih cepat dari normal

d) Bradipneu, pernapasan lebih lambat dari normal

e) Kussmaul, pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi

sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam.


23

f) Cheyney-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam

kemudian berangsur –angsur dangkal dan diikuti periode apneu

yang berulang secara teratur.

g) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apneu

dengan periode yang tidak teratur

D. Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada secara umum bertujuan untuk membantu

membersihkan dan mengeluarkan sekret serta melonggarkan jalan nafas,

fisioterapi dada dilakukan dengan 3 teknik yaitu postural drainage, perkusi

(clapping) dan getaran (vibrating) (Maidartati, 2014).

Berikut adalah cara melakukan fisioterapi dada yaitu :

1. Kenali ada tidaknya kontra indikasi dilakukannya fisioterapi dada pada

pasien

2. Lakukan fisioterapi dada minimal 2 jam setelah pasien makan

3. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan fisioterapi dada pada pasien/orang

tua

4. Dekatkan alat kedekat pasien

5. Monitor status respirasi pasien

6. Monitor jumlah dan karakteristik sputum

7. Lakukan auskultasi untuk menentukan segmen paru mana yang berisi sekret

berlebih
24

8. Gunakan bantal untuk menopang pasien

9. Lakukan Clapping dengan cara menepuk-nepukkan tangan yang dibentuk

seperti mangkuk (cupping hand) pada posisi yang ditentukan, secara

berirama, sementara bagian tubuh lain dalam posisi rileks, clapping

dilakukan selama 1-2 menit pada pasien dengan tingkat sekret ringan, 3-5

menit untuk sekret berat, kemudian anjurkan pasien menarik nafas dalam

secara perlahan lalu lakukan vibrating (Hidayati dkk, 2014).

10. Vibrating dilakukan dengan meletakan tangan dengan menghadap ke

bawah didaerah dada yang akan didrainase dengan tangan dan lengan

menempel dan jari yang merapat, kemudian anjurkan pasien menarik nafas

dan mengeluarkannya lewat mulut, lakukan getaran pada saat pasien

ekspirasi

11. Anjurkan pasien batuk dan mengeluarkan sekret kedalam pot sputum

monitor kemampuan napas pasien sebelum dan sesudah prosedur

(Sigalingging, 2013).

Anda mungkin juga menyukai