Anda di halaman 1dari 8

SISTEMATIKA LAPORAN KASUS KELOMPOK

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada
bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak
kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan
Hemofilus influenza. Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia
pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.1 Anak dengan daya tahan atau imunitas
terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak
mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen
juga memicu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anastesia, pengobatan
dengan antibiotika yang tidak sempurna.2 Insiden penyakit ini pada negara berkembang
termasuk indonesia hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko
kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari
seluruh penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun
di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20
kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun
pada anak balita dinegara berkembang.3

B. Tujuan penulisan
Tujuan umum
Tujuan khusus

BAB II. KONSEP DASAR

A. Pengertian
Bronkopneumonia adalah radang pada paru-paru yang menggambarkan
pneumonia yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur, dalam satu area atau lebih
yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Wijayaningsih, 2013).

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru dimana


peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli (Ringel, 2012).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang meluas
sampaibronkioli atau dengan kata lain peradangan terjadi pada jaringan
paru melalui carapenyebaran langsung dari saluran pernapasan atau hematogen
sampai ke bronkus )Sujonodan Sukarmin 2009 dalam Rufaedah 2010).

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya


menyerang dibronkeoli terminal. Bronkopneumonia termasuk jenis infeksi paru
yang disebabkan ageninfeksius dan terdapat pada daerah bronkus dan sekitar
alveoli (Nurarif dan Kusuma,2013)

Bronkhopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkiolus


terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak- bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.

B. Penyebab / faktor predisposisi


Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut
antara lain:7,8

1. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal


2. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
3. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
4. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
5. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa
hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
6. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
7. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan
PMN

C. Klasifikasi
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:2
1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat
yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak
usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas,
tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

D. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat, 2008). Suhu tubuh meningkat
sampai 39-40oC dan dapat disertai kejang karena demam yang sangat tinggi. Anak
yang mengalami bronkopneumonia sangat gelisah, dipsnea, pernafasan cepat, dan
dangkal disertai pernapasan cuping hidung, serta sianosis disekitar hidung dan mulut,
merintih dan sianosis (Riyadi & Sukarmin, 2009). Bakteri yang masuk ke paru-paru
menuju ke bronkioli dan alveoli melalui saluran napas yang menimbulkan reaksi
peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan
jaringan interstitial (Riyadi & Sukarmin, 2009). Alveoli dan septa menjadi penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit
sehingga kapiler alveoli 8 menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat
berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus
maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan. Perubahan tersebut akan
berdampak pada pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Sehingga
berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat saturasi oksigen yang
menurun dan hiperkapnia. Penurunan itu yang secara klinis menyebabkan penderita
mengalami pucat sampai sianosis.

E. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data
(informasi) yang sistematis dan berkesinambungan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2010). Menurut Wijaya & Putri, 2013, Fokus pengkajian yang dilakukan pada anak
Bronkopneumonia dengan gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut:

1. Identitas klien

2. Keluhan utama : keluhan utama pada pasien Bronkopneumonia adalah sesak napas

3. Keadaan kesehatan saat ini : anak lemah, sianosis, sesak napas, adanya suara napas
tambahan (ronchi dan wheezing), batuk, demam, sianosis daerah daerah mulut dan
hidung, muntah, diare) 15
4. Pemeriksaan fisik:

a. Keadaan umum : tampak lemah, sakit berat

b. Tanda-tanda vital : TD menurun, sesak napas, nadi lemah dan cepat, suhu
meningkat, distress pernapasan, sianosis.

c. Inspeksi: frekuesi irama, kedalaman dan upaya bernapas, seperti takipnea, dipsnea
progresif, pernafasan dangkal.

d. - Auskultasi: suara napas tambahan dan suara paru.

- Perkusi: pekak terjadi bila terisi cairan pada paru.

- Pemeriksaan diagnostik : analisa gas darah, pemeriksaan darah , rontgen thorax.

F. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien, keluarga
dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).

1. Gangguan pertukaran gas merupakan suatu kondisi dimana terjadinya kelebihan


atau kekurangan oksigenasi dan atau eleminasi karbondioksida pada membran
alveolus-kapiler (PPNI, 2017).

2. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya obstruksi,


inflamasi, peningkatan sekresi dan nyeri (Wong, 2003: 1348).

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kehilangan nafsu makan, masukan nutrisi tidak
adekuat (Wong and Whaley’s 1996: 453). 10.

4. Gangguan pengaturan suhu tubuh: hipertermi berhubungan dengan proses


peradangan pada alveoli (Carpenito, 1999: 195)

5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas, prosedur yang belum dikenal dan
lingkungan yang tidak nyaman (Wong 2003: 1348).

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen, kelemahan umum, batuk berlebihan dan dispneu

G. Rencana / intervensi
1. Gangguan pertukaran gas
Setelah di lakukan tidakah keperawatan ...x 24 jam di harapakan pertukaran gas
meningkat dengan kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Dispnea menurun
c. Bunyi napas tambahan menurun
d. Pusing menurun
e. Penglihatan kabur menurun
f. Diaforesis menurun
g. Gelisah menurun
8. Sianosis menurun
9. Gelisah menurun
10. Frekuensi nafas membaik
11. Pola nafas membaik

Intervensi
Pemantauan Respirasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas

Terapi oksigenasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor tanda – tanda hipoventilasi
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Bersihkan jalan nafas tidak efektif
Setelah di lakukan tidakah keperawatan ...x 24 jam bersihan jalan nafas
meningkat dengan criteria hasil :
a. Batuk efektif meningkat
b. Produksi sputum menurun
c. Mengii menurun
d. Wheezing mekonium menurun ( pada neonatus ) menurun
e. Sianosis menurun
f. Gelisah menurun
g. Frekuensi nafas membaik
h. Pola nafas membaik
Intervensi
Latihan Batuk Efektif
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor adanya tanda dan gejala infeksi jalan nafas
- Atur posisi semi-fowler dan fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke 3
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

Manajemen Jalan Nafas


- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usahanapas)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tlit dan chin-lift (jaw thrust
jikacuriga trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler dan fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Berikan oksigen, jika perlu
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

3. Defisit nutrisi

Setelah di lakukan tidakah keperawatan ...x 24 jam status nutrisi meningkat


dengan kriteria hasil

a. Porsi makan yang di habisakan


b. Persaaan kenyang menurun
c. Nyeri abdomen menurun
d. Berat badan membaik
e. Frekuensi makan membaik
f. Nafsu makan membaik
g. Bisisng usus membaik
h. Membarn mukosa memebaik
Intervensi

Manajemen Nutrisi

Observasi

- Identifikasi status nutrisi

- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

- Identifikasi makanan y di sukai

- Monitro asupan makanan

- Monitor berat badan

Terapeuretik

- Lakukan oral hygiene sebelum makan

- Sajikan makan dengan secara menarik dan suhu yang sesuai


Edukasi

- Anjurkan makan posisi duduk

Kolaborasi

- Kolaborasi pemeberian medikasi sebelum makan

- Kolaborasi dengan ahli gizi

7. BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai