Haemophilus
Influenza,
Basilus
Friendlander
(Klebsial
Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis.
Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Jamur
Citoplasma
Capsulatum,
Criptococcus
Nepromas,
Blastomices
mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura.
Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,
acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan
pada skema proses.
4. Manifestasi klinis
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya
timbul mendadak, suhu meningkat 39-40 O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat,
batuk-batuk yang non produktif napas bunyi pemeriksaan paru saat perkusi redup,
saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan
dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala,
nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.
1.
Pemeriksaan penunjang
1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari
etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus.
1.
Penatalaksanaan
kasus
yang
berat.
Obat-obat
penghambat
sintesis
SNA
(Sintosin
Istirahat,
umumnya
penderita
tidak
perlu
dirawat,
cukup
istirahat
dirumah.
2.
3.
4.
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
5.
7. Dampak
hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung
pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
1. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan
peran
2. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
3. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
4. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
1. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
2. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
3. Selalu ingin tahu alasan tindakan
4. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
1. Kecemasan
dan
ketakutan
akibat
dari
seriusnya
penyakit,
prosedur,
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek,
demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal,
gelisah, sianosis
b. Pemeriksaan fisik
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d. Pengetahuan keluarga / orang tua
3. Intervensi
Diagnosa 1
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
KH : sekret dapat keluar.
Rencana tindakan :
1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan
dan bunyi napas abnormal.
2. Lakukan suction sesuai indikasi.
3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam
4. Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang
5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien
6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan
7. Lakukan perkusi dada
8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas
Diagnosa 2
Tujuan : pertujaran gas kembali normal.
KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal
dan oksigenisasi jaringan secara adekuat
Rencana tindakan :
1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis
2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler
3. Beri oksigen sesuai program
4. Monitor AGD
5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman
6. Cegah terjadinya kelelahan
Diagnosa 3.
Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompresdengan air pada
daerah dahi dan ketiak
3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
4. Berikan minum per oral
5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.
Diagnosa 6
Tujuan
: Pengetahuan
orang
tua
klien tentang
proses
penyakit
anaknya
KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat
klien.
3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan sertamerawat anaknya
4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien
5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien
6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah
4. Evaluasi
BRONCHOPNEUMONIA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai
penerus keturunan , anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu,
tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya
mengalami bronchopneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 3 tahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah
utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura,
nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa
penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001,
penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun
kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela
dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu.
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantungkantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan
menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja. Gara- gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita
BAB II
TINJAUAN MEDIS
A. PENGERTIAN
Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Paru-paru
dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3
lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.
b. Fisiologi
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan
oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu
vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke
belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru
kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer
dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi,
refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya
permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung
(kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.
C. ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan
mekanisme
pertahanan
tubuh
terhadap
virulensi
organisme
patogen.Penyebab
Influenza,
Basilus
Friendlander
(Klebsial
Pneumoni),
Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah
a) Faktor predisposisi
-usia /umur
-genetik
b) Faktor pencetus
-gizi buruk/kurang
-berat badan lahir rendah (BBLR)
-tidak mendapatkan ASI yang memadai
-imunisasi yang tidak lengkap
-polusi udara
-kepadatan tempat tinggal
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan
alveolus dan jaringan sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan
napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga
fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis
respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan
terjadinya gagal napas.
E. MANIFESTASI KLINIK
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang
berbercak-bercak infiltrat
Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi.
Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigen.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya.
H. PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman
penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus
influenza atau stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis
dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau
kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama
dengan diatas).
2. Anak anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia:
o Penisilin prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o
Eritromisin atau o Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. o Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 5 % NaCl 0,225% 350cc / 24 jam ASI/PASI 8 x 20cc per sonde B. Non
farmakologi 1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. 2.
Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif 4. Bila
terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian
oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik
adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya.
I. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia
ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: 1. Vaksinasi
Pneumokokus 2. Vaksinasi H. Influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan
daya tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN/ASKEP
1.1 PENGKAJIAN
a)
Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak
dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat
KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang
tidak sempurna.
b)
Riwayat Keperawatan.
i.
Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng,
serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja
berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
ii.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama
beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.
iii.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan
kepada anggota keluarga yang lainnya.
c)
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal
musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa
menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
d)
Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder.
e)
f)
Nutrisi.
Pemeriksaan persistem.
a.Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b.Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki,
wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan
tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya
konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak
dan pilek.
c.Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang
dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara
pemberian makanan/cairan personde.
d.Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan
anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e.Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas
minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
pengeluaran oksigen.
(4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
(5)
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
Tujuan : Bersihkan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
efektif dengan kriteria pernafsan spontan suara nafas Vesikuler, frekuensi pernafasan normal (3060 X/menit pada bayi dan 15-30 X/menit pada anak). Tidak sesak dan tidak sianosis, batuk
spontan, AGD normal (Pa O2 80 100 dan CO2 35 45).
Intervensi
-
R/ mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestainya pada suara nafas.
-
Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R/ batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas
dengan baik dan benar.
-
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan
pada lobus yang berada di bagian bawah.
-
R/ kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh dapat dibantu dengan tambahan oksigen yang
diberikan.
-
Lakukan pemijatan dinding dada dan perut serta pemberian nebulizer hati. Hati pada anak
R/ pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan mempermudah klien bernafas, deteksi
sejauh mana kebutuhan O2 dapat diberikan dengan pemeriksaan penunjang.
R/ kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak langsung dengan
obyek.
-
pengeluaran oksigen
Tujuan :
(4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
Tujuan :
volume cairan tubuh sumbang antara intake dan output dengan kriteria kebutuhan
cairan terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi :
-
Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses penyakit, penyebab dan penyegahan
penyakit dengan kriteria keluarga menunjukkan pemahaman menganai instruksi evaluasi dan
mengatakan rencana keperawatan untuk istirahat cairan diet dan perawatan evaluasi.
Intervensi :
- Berikan penjelasan pada keluarga tentang perlunya istirahat
R/ Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
- Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai dengan usia dan cairan tambahan
R/ Diet bergizi dapat menimbilkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
-Diskusikan tanda dan gejala distres pernafasan
R/ keluarga mengetahui lebih dini gejala distres pernafasan
- Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
R/ Keluarga dapat melakukannya.
-Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
R/ menghindari kesalah pahaman dalam tindakan dan membantu peran aktif keluarga.
- Ajarkan nama antibiotik dan antibiotik, dosis waktu pemberian dan tujuan serta efek
sampingnya pada keluarga.