Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

SEKSUAL/AIDS
“ANALISIS DAMPAK SOSIAL, EKONOMI DAN POTENSI SDM KARENA
AIDS”

Dosen Pengampu:
dr. Wihardi Triman, MQIH

KELOMPOK 3
RIZKI AMALIA NURRAHMI (1511211020)
TULUS JULFI (1511211030)
AULIA RAHMA SEPTIADI (1511212004)
DEVY SHINTYA (1511212064)
SURY SAGITA RIZKI (1611216035)
NEFI HILDAYELTI (1611216060)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
dengan judul “Analisis Dampak Sosial, Ekonomi dan Potensi SDM karena AIDS”.
Selanjutnya, shalawat beserta salam kami sampaikan kepada junjungan umat
muslim sedunia, yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari
zaman jahiliyah hingga zaman berilmu yang dapat kita rasakan seperti saat sekarang
ini.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Seksual/AIDS. Dalam penulisan makalah ini,
kami banyak mengalami rintangan, tantangan, dan hambatan. Namun hal itu dapat
dilalui berkat petunjuk dari Allah SWT serta pihak lain yang ikut membantu. Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
dr. Wihardi Triman, MQIH. dan semua rekan kelompok 3 yang telah bekerja keras
untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, saran dan kritikan pembaca terhadap makalah ini kami harapkan untuk perbaikan
di masa yang akan datang.

Padang, April 2018

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 5

2.1 Dampak Sosial, Ekonomi, dan Potensi SDM karena AIDS ........................... 5

2.1.1 Dampak Sosial ........................................................................................ 6

2.1.2 Dampak Ekonomi.................................................................................... 7

2.1.3 Dampak Potensi SDM ............................................................................. 9

2.2 Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan dalam Upaya Penanggulangan


Dampak ................................................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 13

3.2 Saran ............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan
bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Ketentuan dalam konstitusi tersebut dapat dimaknai bahwa Negara
memiliki tanggung jawab atas keberlangsungan kesehatan dan hidup setiap warga
negaranya dari segala ancaman khususnya yang berkaitan dengan gangguan
kesehatan warga Negara terhadap penyakit ataupun virus.
Adapun ancaman terbesar saat ini yang dihadapi khususnya oleh Indonesia
adalah HIV dan AIDS. AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome yaitu suatu kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh virus kekebalan tubuh
manusia. Virus tersebut dinamakan HIV (Human Immunodeficiency Virus).
HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif untuk dibicarakan.
Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini. Selain kasusnya yang
seperti fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi juga banyak dialami oleh
penderita dan keluarganya. Tingginya stigma masyarakat terhadap penderita
HIV/AIDS menyebabkan banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal pekerjaan,
perawatan, pengobatan, pendidikan maupun dalam hal lainnya. Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Edi Suharto, 2015; 190)
Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang menjangkiti
sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan makrofag
komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem
kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan berbagai

3
gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi
HIV telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS, tingkat HIV dalam tubuh dan
timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah
berkembang menjadi AIDS (Hoyle, 2016; 12)
Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS tidak dapat dipisahkan
dari aspek hukum dan hak Asasi manusia (HAM). Permasalahan pokok yang
menyangkut hukum berkaitan dengan maraknya kasus HIV/ AIDS adalah bagaimana
menyeimbangkan antara perlindungan kepentingan masyarakat dan kepentingan
individu pengidap HIV dan penderita AIDS (Indar, 2010; 12) Aspek hukum dan
HAM merupakan dua komponen yang sangat penting dan ikut berpengaruh terhadap
berhasil tidaknya program penanggulangan yang dilaksanakan. Telah diketahui
bahwa salah satu sifat utama dari fenomena HIV & AIDS terletak pada keunikan
dalam penularan dan pencegahannya. Berbeda dengan beberapa penyakit menular
lainnya yang penularannya dibantu serta dipengaruhi oleh alam sekitar, pada HIV &
AIDS justru penularan dan pencegahannya berhubungan dengan dan atau tergantung
pada perilaku manusia. Perilaku manusia selalu bersentuhan dengan hukum dan
HAM. Hukum adalah suatu alat dengan dua fungsi utama, yakni sebagai social
control dan social engineering. Sebagai social control, hukum dipakai sebagai alat
untuk mengontrol perilaku tertentu dalam masyarakat sehingga perilaku tersebut tidak
merugikan diri sendiri dan anggota masyarakat lainnya. Sebagai social engineering,
hukum dijadikan sebagai alat yang dapat merekayasa sebuah masyarakat sesuai
keinginan dan cita-cita hukum (Asa, Simplexius, dkk, 2009)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana dampak sosial, ekonomi dan potensi SDM karena AIDS?
2. Bagaimana langkah-langkah untuk menanggulangi hal tersebut?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dampak sosial, ekonomi dan potensi SDM karena AIDS.
2. Mengetahui langkah-langkah untuk menanggulangi hal tersebut.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dampak Sosial, Ekonomi, dan Potensi SDM karena AIDS


Indonesia memiliki target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun
2015 adalah mengendalikan penyebaran HIV/AIDS. Jumlah kasus HIV kumulatif
sampai dengan Juni 2014 di Indonesia sebesar 142.950 kasus, sementara jumlah
kasus AIDS kumulatif sampai Juni 2014 sebanyak 55.623 kasus, dengan jumlah
kematian 9.760 kasus. Faktor risiko penularan HIV/AIDS di Indonesia adalah
heteroseksual (86,4%), homoseksual (4,8 %), pengguna narkoba suntik (2,6 %), dan
transmisi perinatal (3,6 %). Presentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada
kelompok umur 20-29 tahun (34,5 %), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (28,7 %),
40-49 tahun (10,6 %). Jumlah kumulatif AIDS pada golongan umur kurang dari 1
tahun sebesar 238 kasus (0,45 % dari total kasus) (Spritia, 2016; 97)
Kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga akhir Maret 2008 telah mencapai 17,990
kasus (6,130 kasus HIV dan 11,868 kasus AIDS). Sekitar 82 % penderitanya adalah
pria. Menurut golongan umur, proporsi penderita AIDS terbesar terdapat pada
kelompok usia 20–29 tahun (53.6 %), kelompok umur 30–39 tahun (27.8%), dan
kelompok umur 40–49 tahun (7.9 %). Walaupun epidemi HIV di Indonesia biasanya
dihubungkan dengan penggunaan jarum suntik (Penasun) dan pekerja seks
perempuan (WPS), ternyata situasi epidemi HIV dan AIDS telah berubah. Pada tahun
tahun mendatang, jumlah terbesar infeksi HIV baru akan terjadi diantara laki-laki
yang laki-laki yang berhubungan seks dengan laki laki (LSL), dikuti oleh perempuan
pada populasi umum (perempuan resiko rendah), yang terdiri dari perempuan
terinfeksi melalui berhubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi serta wanita
yang mereka sendiri mungkin telah terlibat dalam perilaku beresiko pada tahun
sebelumnya dan mereka yang sebenarnya telah terinfeksi HIV dan baru dapat
terdeteksi di kemudian hari. Jumlah infeksi yang cukup besar terjadi pada laki-laki
yang merupakan pelanggan pekerja seks dan laki-laki populasi umum, yang terdiri
dari laki-laki yang terinfeksi melalui hubungan seksual dengan isteri-isteri mereka

5
ditambah dengan laki-laki yang berhubungan seks dengan WPS pada tahun
sebelumnya (Kementrian Kesehatan RI, 2016; 20).
Penyakit HIV AIDS menimbulkan stigma tersendiri bagi penderita dan
masyarakat. Dampak sosial, ekonomi, dan psikologis dirasakan sangat mendalam
seperti yang diungkapkan oleh Kemensos (2011) bahwa, seseorang yang terjangkit
HIV AIDS dapat berdampak sangat luas dalam hubungan sosial, dengan keluarga,
hubungan dengan teman-teman, relasi dan jaringan kerja akan berubah baik kuantitas
maupun kualitas. Orang-orang yang terjangkit HIV AIDS secara alamiah hubungan
sosialnya akan berubah. Dampak yang paling berat dirasakan oleh keluarga dan
orang-orang dekat lainnya. Perubahan hubungan sosial dapat berpengaruh positif atau
negatif pada setiap orang.Reaksi masing -masing orang berbeda, tergantung sampai
sejauh mana perasaan dekat atau jauh, suka dan tidak suka seseorang terhadap yang
bersangkutan.

2.1.1 Dampak Sosial


ODHA menghadapi berbagai masalah dan penderitaan sehubungan dengan
penyakit yang ia derita. ODHA menderita akibat gejala penyakitnya seperti demam,
batuk, sesak napas, diare, lemas, dan lain sebagainya. Selain itu masalah sehari-hari
lainnya yang dihadapi penderita penyakit berat pun dialami oleh ODHA. Mereka
pada umumnya mengalami depresi, merasa tertekan dan merasa tidak berguna,
bahkan ada yang memiliki keinginan untuk bunuh diri. Ini adalah akibat dari
stigmatisasi atau hukuman sosial dan diskriminasi masyarakat terhadap informasi
mengenai AIDS dan ODHA. Penolakan dan pengabaian yang dilakukan oleh orang
lain, terutama oleh keluarga akan menambah depresi yang dialaminya (Djoerban,
1999) dalam Apri Astuti dan Kondang Budiyani (2008).
Pardita (2014) menyatakan bahwa ODHA pada umumnya berada pada kondisi
yang membuat penderita merasakan menjelang kematian dalam waktu dekat.
Seseorang yang dinyatakan telah terinfeksi HIV, pada umumnya menunjukkan
perubahan karakter psikososial. Pasien yang dinyatakan telah terinfeksi HIV akan

6
mengalami masalah fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Masalah psikologis yang
muncul adalah stres, keyakinan diri yang rendah dan kecemasan.
Indikator sosial yang mengalami perubahan setelah responden terkena
penyakit HIV/AIDS adalah intensitas keikutsertaan dalam rapat, intensitas
berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat, intensitas keikutsertaan gotong royong di
lingkungan sekitar tempat tinggal, dan intensitas menghadiri undangan adat.
Sedangkan indikator sosial yang tidak mengalami perubahan setelah responden
terkena HIV/AIDS adalah variabel komunikasi, intensitas sembahyang/ibadah
bersama keluarga atau masyarakat, dan interaksi dengan keluarga.
Latri Mumpuni (2001) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa perilaku
sosial penderita menunjukkan perilaku yang berubah-ubah dan sangat situasional,
mengalami kesulitan melaksanakan adaptasi sosial terhadap lingkungannya.
Ketidakmampuan melaksanakan penyesuaian sosial terhadap lingkungan berpijak
pada dua aspek, yaitu perilaku situasional yang dilakukannya menyebabkan yang
bersangkutan tidak berkemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
dan ketidakmampuan masyarakat untuk melakukan penyesuaian sosial terhadap
penderita. Penemuan lain dalam penelitian ini, terjadi perubahan perilaku yang
sedemikian cepat oleh para penderita. Perilaku yang ditampilkan tergantung pada
kemampuannya untuk menafsirkan stimuli yang berasal dari lingkungannya, jika
lingkungan memberikan dukungan, maka yang terjadi adalah penampilan perilaku
secara konstruktif dan optimistik. Sebaliknya, jika menurut penafsirannya, ternyata
lingkungan menolak, maka penderita akan menampilkan dirinya sebagai orang yang
menarik diri, mengasingkan diri dan bahkan disertai dengan sikap menutup diri
terhadap lingkungan sosialnya.

2.1.2 Dampak Ekonomi


Dampak ekonomi yang disebabkan oleh penyakit HIV AIDS dipertegas oleh
Carlos Avila-Figueroa dan Paul Delay (2009), yang menyatakan bahwa krisis
ekonomi global yang terjadi diperparah dengan keadaan empat juta penderita
berpenghasilan rendah dan menengah menerima pengobatan antiretroviral. Keadaan

7
ini menyebabkan meningkatnya pengangguran, mengurangi kesejahteraan penderita
HIV AIDS, khususnya di negara-negara miskin dengan penderita HIV AIDS yang
tinggi, sedangkan bagi negara maju Produk Domestik Bruto yang dimiliki
diproyesikan menyusut rata -rata 3.8 persen untuk pengobatan antiretroviral ini. IMF
memproyesikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang akan turun
dari 6.1 persen di tahun 2008 menjadi 1.6 persen pada 2009, sehingga hal ini
mengharuskan pemerintah mengurangi ruang fiskal untuk pengeluaran dalam bidang
kesehatan. Dana yang diperlukan bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah untuk terapi bagi penderita HIV AIDS diperkirakan akan terus bertambah
walaupun mendapat bantuan bilateral dari negara lain atau dari IMF.
Menurut Pardita (2014) dampak HIV/AIDS di bidang ekonomi dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu dampak secara langsung dan secara tidak langsung. Dampak ini
dimulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat dan akhirnya pada negara bahkan
dunia.
a. Dampak Ekonomi Secara Langsung
Epidemi HIV/AIDS akan menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak ODHA
maupun rumah sakit. Hal ini dikarenakan belum ditemukan obat penyembuh
HIV/AIDS, sehingga ODHA dan atau anggota keluarganya harus
menanggung biaya perawatan untuk memperpanjang usia ODHA. Dana yang
diperlukan untuk pengobatan dan perawatan semakin lama semakin besar,
sementara penghasilan tetap atau bahkan berkurang. Akhirnya ODHA
mengalami kesulitan memperoleh pendapatan. Hal ini terjadi karena ODHA
kehilangan pekerjaan, tabungan habis dan keluarga tidak mau memberikan
bantuan lagi.
b. Dampak Ekonomi Secara Tidak Langsung
HIV/AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan merusak jumlah
penduduk yang mempunyai kemampuan produksi (human capital) yang baik.
ODHA tidak hanya tidak bisa bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas
kesehatan yang memadai. Daerah yang memiliki jumlah penderita yang
banyak telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek

8
dan neneknya yang telah tua (Greener, R : 2002) dalam Pardita (2014).
Semakin tinggi tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan
mengakibatkan menurunnya tenaga kerja dan orang-orang yang memiliki
keterampilan. Tenaga kerja yang menurun ini akan didominasi oleh anak
muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih rendah sehingga
produktivitas menurun. Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya cuti
pekerja yang digunakan untuk menjenguk anggota keluarga yang sakit atau
bahkan tenaga kerja tersebut cuti karena sakit juga akan mengurangi
produktivitas. Tingkat kematian yang meningkat juga akan melemahkan
mekanisme produksi dan investasi sumber daya manusia (human capital) pada
masyarakat, karena hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua.
Akibatnya HIV/AIDS dapat menurunkan pembayaran pajak, menguras dana
publik yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan dan fasilitas kesehatan
lain akan tetapi pada akhirnya digunakan untuk mengatasi HIV/AIDS.
Keadaan ini akan membebani keuangan negara dan memperlambat
pertumbuhan ekonomi.
Indikator ekonomi yang mengalami perubahan setelah responden terkena
penyakit HIV/AIDS adalah variabel jam kerja, artinya ada perbedaan jam kerja,
sebelum dan sesudah terkena HIV/AIDS di Kota Denpasar. Sedangkan indikator
yang tidak mengalami perubahan setelah responden terkena penyakit HIV/AIDS
adalah variabel keadaan bekerja atau tidak, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, dan
pendapatan.

2.1.3 Dampak Potensi SDM


HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, orang
tua maupun anak muda dan bayi. Data selama ini menunjukkan bahwa AIDS banyak
menyerang usia produktif (83%) bahkan 65% diantaranya berusia muda (15-30
tahun). Keadaan ini membawa dampak yang sangat besar terhadap pengembangan
SDM (Sumber Daya Manusia), antara lain:
 Mempengaruhi mutu SDM

9
 Menurunkan mutu SDM masa yang akan datang
 Menurunkan produktivitas tenaga kerja yang sedang aktif.

2.2 Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan dalam Upaya Penanggulangan


Dampak
Secara teoretis, pendekatan horizontal dalam bidang kesehatan (seperti
penanggulangan HIV & AIDS) dengan pengandaian adanya integrasi lintas sektor
dan lintas program dalam merespons problem epidemi bisa menjadi visi
pembangunan kesehatan ke depan yang komprehensif dan berkesinambungan,
sehingga layanan yang diberikan lebih efektif dan efisien harus dilakukan antara lain;
Pertama, di samping kebijakan yang progresif dan ketersediaan sumber daya
(manusia, biaya, teknologi, dan pengetahuan) yang pada galibnya masih bersifat
vertikal, faktor penentu keberhasilan intervensi kesehatan dalam penanggulangan
HIV & AIDS adalah rasa kepemilikan dan komitmen dari berbagai pihak terhadap
program. LKB dirancang untuk semakin mendekatkan layanan hingga ke tingkat
komunitas dengan membangun keterlibatan stakeholders lintas sektor. Tantangan
yang cukup besar: ketersediaan sumber daya kesehatan yang memenuhi kualitas,
sumber pembiayaan yang jelas, dan komitmen dari para pemangku kepentingan.
kepentingan. Rasa kepemilikan terhadap LKB dapat dilihat dari sejauh mana setiap
pihak berkoordinasi dan memberikan kontribusi secara nyata untuk mewujudkan
layanan yang berkesinambungan dan komprehensif, misalnya dalam hal cost sharing
proses intervensi yang diberikan oleh Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan
AIDS (KPA). Kedua, masalah jaminan kualitas layanan dari tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan menjadi krusial dalam rangka memberikan layanan yang efektif
dan berkualitas. Komitmen para pemangku kepentingan untuk memberikan layanan
yang responsif dan sensitif terhadap kebutuhan pasien merupakan prasyarat yang
penting. Kualitas ini berbanding lurus dengan kapasitas dari semua pemangku
kepentingan. Kapasitas dan pengetahuan yang baik akan berdampak langsung pada
peningkatan kualitas layanan. Ketiga, indikasi efektivitas dari integrasi program LKB
dalam sistem kesehatan umum adalah meningkatnya kepuasan pasien dalam beberapa

10
aspek layanan, seperti tingkat kecepatan layanan, kapabilitas tenaga kesehatan dalam
memberikan layanan, perlakuan yang lebih ramah dari tenaga kesehatan, dan
terjaganya kerahasiaan pasien.
Secara nyata langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya
penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Surakarta adalah melalui program –
program terpadu baik Satuan Kerja Perangkat Daerah (KPAD, Stake Holder (WPS,
LSL, PPS, Waria, IDU’S) dan Masyarakat (WPA, LSM, Perusahaan dsb).
1. ASPEK HUKUM
Dari aspek substansi hukum antara lain dengan lebih memperkuat landasan
operasional terutama petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang mengatur
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, monitoring, sanksi) . Dari aspek
struktur/kelembagaan antara lain meningkatkan fungsi dan tugas KPA baik secara
kualitas, manegement serta kelembagaan KPA dan program pendukung berupa
pendanaan/pengalokasian anggaran pada setiap SKPD terkait . Meningkatkan akses
dan kualitas pelayanan kesehatan bagi ODHA dan anak dengan HIV dan
AIDS/ADHA, dan kelompok yang beresiko tinggi tertular (RISTI), dan Orang Yang
Hidup dengan HIV dan AIDS/OHIDHA) . Meningkatkan keterlibatan swasta dan
pelaku usaha/industri/perusahaan khususnya terhadap karyawan dan penggalangan
dana, sarana dan prasarana yang mendukung program penanggulangan HIV dan
AIDS di lingkungannya.
Pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia dilakukan melalui pengadaan
tenaga kerja multiplier, pengalihan tugas, dan penambahan jumlah staf melalui jalur
reguler atau pengadaan khusus lewat tenaga honorer maupun jalur proyek. Tenaga
outreach, konselor, dan manajer kasus, misalnya, dapat direkrut sebagai tenaga
kesehatan melalui skema PNS atau tenaga honorer. Memberikan kesempatan sektor
non pemerintah atau masyarakat sipil yang terlatih, pemerintah turut andil
mewujudkan pengakuan terhadap kesetaraan serta mengurangi stigma dan
diskriminasi.

2. ASPEK BUDAYA/KULTUR

11
Dari aspek budaya/kultur baik petugasmaupun stake holder dan masyarakat
antara lain meningkatkan pemahaman masyarakat tentang HIV dan AIDS dengan
benar dan peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS.
Meningkatkan keterlibatan PopulasiKunci dengan cara mengundang Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) peduli HIV dan AIDS dan kelompok resikotinggi
dalam perencanaan program danmenjalankan program serta evaluasiprogram sebagai
petugas lapangan (PL), Konselor, Manager Kasus dalam Komisi Penanggulangan
AIDS. Dalam pembentukan budaya/kultur dilakukan dengan cara mempengaruhi
sikap dan perilaku secara terus menerus/rutin agar dapat memahami, menyikapi
prosespenanggulangan dan empati, sehingga diharapkan memperkecil diskriminasi
terhadap ODHA.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dampak sosial, ekonomi, dan psikologis dirasakan sangat mendalam seperti
yang diungkapkan oleh Kemensos (2011) bahwa, seseorang yang terjangkit HIV
AIDS dapat berdampak sangat luas dalam hubungan sosial, dengan keluarga,
hubungan dengan teman-teman, relasi dan jaringan kerja akan berubah baik kuantitas
maupun kualitas. Orang-orang yang terjangkit HIV AIDS secara alamiah hubungan
sosialnya akan berubah. Dampak yang paling berat dirasakan oleh keluarga dan
orang-orang dekat lainnya.
Indikator sosial yang mengalami perubahan setelah responden terkena
penyakit HIV/AIDS adalah intensitas keikutsertaan dalam rapat, intensitas
berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat, intensitas keikutsertaan gotong royong di
lingkungan sekitar tempat tinggal, dan intensitas menghadiri undangan adat.
Sedangkan indikator sosial yang tidak mengalami perubahan setelah responden
terkena HIV/AIDS adalah variabel komunikasi, intensitas sembahyang/ibadah
bersama keluarga atau masyarakat, dan interaksi dengan keluarga. Indikator ekonomi
yang mengalami perubahan setelah responden terkena penyakit HIV/AIDS adalah
variabel jam kerja, artinya ada perbedaan jam kerja, sebelum dan sesudah terkena
HIV/AIDS di Kota Denpasar. Sedangkan indikator yang tidak mengalami perubahan
setelah responden terkena penyakit HIV/AIDS adalah variabel keadaan bekerja atau
tidak, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, dan pendapatan.
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, orang
tua maupun anak muda dan bayi. Data selama ini menunjukkan bahwa AIDS banyak
menyerang usia produktif (83%) bahkan 65% diantaranya berusia muda (15-30
tahun). Keadaan ini membawa dampak yang sangat besar terhadap pengembangan
SDM (Sumber Daya Manusia).

13
3.2 Saran
Makalah ini telah disusun dengan sebaik mungkin, namun masih ada hal-hal
yang masih kurang untuk dijelaskan. Diharapkan kepada pembuat makalah
selanjutnya bisa mengembangkan dan menambahkan lagi hal-hal yang dirasa perlu
agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Siti. 2017. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan


Penanggulangan Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency
Syndrome (HIV/AIDS) di Kota Surakarta dalam Jurnal Pasca Sarjana Hukum
UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017.
Khasanah, Nur. Dampak Ekonomi, Sosial dan Psikologi HIV/AIDS pada Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kabupaten Kebumen.
Dewa Putu Yudi Pardita, dkk. 2014. Analisis Dampak Sosial, Ekonomi dan
Psikologis Penderita HIV/AIDS di Kota Denpasar dalam Jurnal Buletin Studi
Ekonomi Vol. 19, No. 2, Agustus 2014.
https://gustiarab.files.wordpress.com/2012/09/hiv-aids.pdf diunduh pada Senin, 23
April 2018 pukul 18:00 WIB.

15

Anda mungkin juga menyukai