Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KESEHATAN GLOBAL (ONE HEALTH)

PERAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DALAM CAPAIAN


GLOBAL HEALTH DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Dr. Ratno Adrianto, SKM., M.Kes

WAHYU NIKMATURROHMI

2211016017

2022 B

UNIVERSITAS MULAWARMAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

MARET 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat serta hidayat-Nya sehingga tugas makalah yang berjudul “Peran
Penanggulangan Penyakit Menular dalam Capaian Global Health di Indonesia” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Kesehatan Global (One Health) dengan dosen pengampu Bapak Dr.
Ratno Adrianto, SKM., M.Kes.

Adapun penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan


terkait kejadian HIV/AIDS di Indonesia serta upaya penanggulangan nya dalam
capaian global. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan berkontribusi dalam pengerjaan makalah ini sehingga dapat tersusun
dengan maksimal.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Namun, penulis tetap berharap agar
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Penulis pun mengharapkan
segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sebagai
perbaikan untuk makalah selanjutnya.

Samarinda, 27 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Umum ..................................................................................................... 2
1.4 Tujuan Khusus .................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Epidemiologi HIV/AIDS .................................................................................... 3
2.1.1 Faktor Risiko dan Penularan HIV/AIDS............................................... 4
2.1.2 Gejala dan Tanda HIV/AIDS ................................................................ 6
2.2 Upaya Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS di Indonesia ................................ 8
2.2.1 Program Pengendalian HIV/AIDS ........................................................ 9
2.2.2 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS ......................... 11
BAB III ....................................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 13
3.2 Saran ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu determinan atau penentu
kesejahteraan penduduk. Dimana, setiap negara pasti menghadapi masalah
kesehatan yang akan terus berkembang, sehingga perlu respon dan upaya
penanganan yang cepat serta tepat terhadap berbagai faktor yang
memengaruhi kesehatan. Untuk mencapai kesetaraan dalam kesehatan
tersebut, maka sistem kesehatan suatu negara dapat ditunjukkan dengan
kemampuannya dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
Penguatan sistem kesehatan menjadi aset terpenting dalam menciptakan
sistem global yang kuat dan berkelanjutan, sehingga dengan adanya sistem
kesehatan global dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan di berbagai
negara.
Saat ini perhatian diberikan lebih besar kepada prevalensi penyakit
menular, salah satunya ialah HIV/AIDS. Mengurangi angka kejadian
HIV/AIDS menjadi salah satu target SDGs 3.3 2030 dalam menanggulangi
penyakit menular termasuk TB dan malaria. WHO mencatat prevalensi
HIV/AIDS di dunia pada tahun 2021 yakni sebanyak 38,4 juta (33,9-43,8 juta)
orang terinfeksi. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data kementerian
kesehatan pada Juni 2022, jumlah orang yang terinfeksi HIV di seluruh
provinsi adalah 519.158 orang.
Banyak faktor yang memengaruhi tingginya kasus HIV/AIDS di
Indonesia, salah satunya adalah hal tersebut masih dianggap tabu oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Isu seks bebas bertentangan dengan
norma masyarakat sehingga menghambat informasi tentang pendidikan
kesehatan seksual, seperti penyakit menular seksual. Infeksi HIV di Indonesia
sebagian besar disebabkan oleh wanita pekerja seks, pecandu narkoba, pria

1
yang berhubungan seks dengan sesama jenis, waria dan narapidana
(Kementerian Kesehatan, 2017).
Kondisi dan angka prevalensi tersebut sudah sepatutnya harus
diwaspadai karena tergolong memprihatinkan. Sehingga perlu dilakukan
upaya penanganan bersama dengan efektif dan efisien untuk menekan angka-
angka prevalensi tersebut, dengan mengoptimalkan peran setiap orang dalam
melaksanakan gerakan penyadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
PHBS dan risiko seks bebas dari berbagai potensi PMS lainnya, serta dengan
membuat program yang ditargetkan pada populasi yang berisiko terkena
HIV/AIDS.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola epidemiologi termasuk faktor risiko, pola penularan,
tanda dan gejala dari HIV/AIDS?
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia?

1.3 Tujuan Umum


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah
adalah untuk mengetahui peran penanggulangan penyakit menular yakni
HIV/AIDS dalam capaian global health di Indonesia.

1.4 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor risiko dan pola penularan dari HIV/AIDS.
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari HIV/AIDS.
3. Untuk mengetahui upaya dan peran penanggulangan HIV/AIDS di
Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Epidemiologi HIV/AIDS


Human Immunodeficiency Virus atau yang lebih sering dikenal dengan
HIV merupakan salah satu jenis virus yang menginfeksi sel darah putih
(limfosit) dan menyebabkan kekebalan tubuh manusia yang terinfeksi menjadi
turun dan melemah. Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Tidak semua orang yang terinfeksi
HIV mengidap AIDS, tapi perlahan-lahan bisa berubah menjadi AIDS.
Penderita HIV, meskipun terlihat sehat, tetapi juga dapat menularkan virus ke
orang lain.

Terdapat 1,7 juta kasus infeksi HIV baru di dunia pada tahun 2019
(UNAIDS, 2020), dengan jumlah total kematian terkait AIDS di seluruh dunia
mencapai 690.000, dimana sekitar 600.000 adalah orang dewasa dan 95.000
adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus HIV baru tertinggi


ketiga di kawasan Asia-Pasifik setelah India dan Cina. Jumlah kasus HIV baru
pada tahun 2019 di Indonesia sebanyak 50.282, dimana 32.443 laki-laki dan
17.839 perempuan. Jumlah total kasus AIDS di Indonesia adalah 121.101,
termasuk 7.036 kasus baru pada tahun 2019. Jumlah kematian terkait AIDS di
Indonesia pada tahun 2019 adalah 614 (Kemenkes RI, 2020). Banyaknya
jumlah orang yang hidup dengan HIV di Asia Tenggara membuat Indonesia
harus lebih waspada terhadap penyebaran dan penyebaran virus ini.

3
2.1.1 Faktor Risiko dan Penularan HIV/AIDS
Menurut Ditjen P2P (Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS
(SIHA), Laporan Tahun 2019), terdapat sepuluh provinsi dengan kasus
AIDS terbanyak di Indonesia, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI
Jakarta, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kepulauan
Riau, Bali, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat. Jumlah tersebut
tergolong banyak. Sehingga pola-pola epidemiologi pada kejadian
HIV/AIDS haruslah kita ketahui dan dapat dijabarkan melalui faktor-
faktor yang ada pada segitiga epidemiologi sebagai berikut, yakni:
a. Faktor agent: Human Immunodeficiency Virus (HIV) termasuk
dalam kelompok retrovirus yang mengalami mutasi dan
menyebabkan AIDS, sehingga sulit untuk menemukan pengobatan
yang dapat membunuh virus tersebut. Virus HIV sangat rentan dan
sensitif jika berada di luar tubuh manusia, sehingga virus tersebut
perlu hospes untuk berkembang selamanya di tubuh manusia.

b. Faktor lingkungan: berupa kondisi eksternal yang mempengaruhi


kehidupan dan perkembangan seseorang. Hal tersebut dapat berupa
faktor lingkungan sosial atau fisik, antara lain pengaruh pergaulan
bebas, pendidikan (dukungan) orang tua, lingkungan masyarakat
(nilai agama dan kebiasaan budaya), serta kebijakan pemerintah.

c. Faktor penjamu: pola-pola kebiasaan dan perilaku individu yang


mempengaruhi infeksi HIV/AIDS, seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan/pengetahuan, dan pekerjaan. HIV/AIDS lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio adalah
2:1. Selain itu hubungan seks tanpa pengaman,
heteroseksual/homoseksual, perinatal dan pengguna jarum suntik
yang tidak steril juga menjadi faktor risiko dari HIV/AIDS.

4
HIV/AIDS adalah infeksi penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh hubungan seksual. Seks heteroseksual yang tidak
aman seperti tidak menggunakan alat pencegahan (kontrasepsi) dan
sering berganti-ganti pasangan merupakan transmisi utama dalam
penyebaran HIV/AIDS.

Jika dikelompokkan berdasarkan latar belakangnya, penderita


HIV/AIDS rata-rata berasal dari kalangan pekerja seks komersial
(5,3%), homoseksual (25,8%), pengguna narkoba suntik (28,76%),
transgender (24,8%), dan mereka yang ada di tahanan (2,6%)
(Kemenkes, 2018). Pada populasi LSL di Indonesia, prevalensinya
cukup tinggi pada daerah perkotaan, hal ini bisa disebabkan karena
budaya pergaulan dan kebiasaan negatif yang ada di daerah tersebut.

Selanjutnya, jika ditelaah berdasarkan jenis kelamin penderita,


Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 telah menyatakan bahwa
infeksi HIV paling sering ditemukan pada kelompok umur 25-49
tahun. Hal itu bisa terjadi karena umumnya seseorang yang berumur
25-49 kurang memahami bahwa risiko tertular HIV/AIDS bisa
dipengaruhi oleh perilaku dan gaya hidup yang bebas, sehingga
mereka mudah untuk terjerumus dalam perilaku yang buruk seperti
melakukan hubungan seks bebas dan penggunaan narkoba dengan
jarum yang tidak steril. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
pernah dilakukan bahwa infeksi HIV lebih sering ditemukan dan
terjadi pada usia muda, karena masa muda adalah masa mungkin
untuk melakukan dan mencoba-coba banyak hal yang baru misalnya
perilaku seks yang tidak aman (Andi Juhaefah, 2020).

Tingkat pendidikan juga berpengaruh pada pengetahuan


individu terkait pemahaman, wawasan, dan berperilaku baik. Semakin
baik pengetahuan individu, maka individu tersebut juga akan semakin

5
mengerti dan sadar bagaiamana untuk menjaga kesehatan dirinya
(Prawira, Uwan dan Ilmuwan, 2019). Sebagian besar infeksi
HIV/AIDS terjadi pada individu dengan jenjang pendidikan SMA,
yang disebabkan oleh kekurangan pengetahuan dan pemahaman
tentang penularan HIV/AIDS.

Adapun cara penularan HIV/AIDS terbagi menjadi dua jenis,


yakni secara langsung dan tidak langsung.

- Direct contact dari orang ke orang melalui kontak langsung seperti


berciuman atau hubungan seksual. HIV ditemukan dalam cairan
semen, cairan vagina, cairan serviks. Dimana penularan HIV
melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena hanya
terdapat membran mukosa rektum yang tipis dan mudah robek
sehingga anus sering terjadi lesi.
- Indirect contact yakni melalui perantara terlebih dahulu, seperti
darah atau penggunaan jarum, syringes yang terkontaminasi,
transfusi darah atau transplantasi dari organ dan jaringan yang
terinfeksi HIV. Ataupun virusnya dapat ditemukan di air liur, air
mata, urin dan sekret bronkial, dan penularan dari ibu yang
terinfeksi kepada janinnya sewaktu hamil, persalinan, dan setelah
melahirkan melalui pemberian ASI.

2.1.2 Gejala dan Tanda HIV/AIDS


Penderita HIV/AIDS biasanya memiliki tanda dan gejala
penyakit. Untuk infeksi primer akut yang lamanya 1-2 minggu, pasien
merasa sakit seperti flu. Lalu ketika fase supresi imun simptomatik
yang umumnya berjalan setelah 3 tahun, pasien akan merasakan
demam, penurunan berat badan, berkeringat di malam hari, diare,

6
keletihan, sakit leher, radang kelenjar getah bening, nyeri di tubuh dan
ruam-ruam di kulit.

Sedangkan saat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


tersebut telah menjadi AIDS, yang memakan waktu sekitar 1-5 tahun,
akan muncul gejala infeksi opurtunistik, dan yang paling umum adalah
pneumonia. Pneumonia tersebut dapat disebabakan oleh protozoa,
ataupun karena adanya infeksi baru yang lain seperti meningitis,
cytomegalovirus, dan kandidiasis.

Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang tidak


menimbulkan gejala, tanda terkena infeksinya dapat diketahui melalui
pemeriksaan kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang ada di
dalam darah dan diperoleh hasil positif. Menurut World Health
Organization (WHO), ada beberapa gejala dan tanda dari infeksi
HIV/AIDS ini, yakni ada tanda mayor dan minor:

- Gejala Mayor
Gejala mayor atau gejala utama ialah gejala bahwa seseorang telah
terinfeksi HIV, tapi tidak unik dan khas, karena penderita penyakit
lain selain HIV juga merasakan gejala yang serupa. Setidaknya
terdapat dua gejala untuk memastikan bahwa seseorang menderita
HIV. Tanda dan gejala tersebut yaitu:
a. Penderita mengalami penurunan berat badan yang lebih dari
10% dalam kurun waktu satu bulan.
b. Demam yang berkepanjangan selama lebih dari 1 bulan.
c. Mengalami diare yang kronik dalam waktu lebih dari 1 bulan.
d. Kesadarannya mengalami penurunan dan adanya gangguan
neurologis.
e. Mengalami demensia, yakni penurunan daya ingat.

7
- Gejala Minor
Gejala minor adalah gejala-gejala yang jauh lebih spesifik
dibandingkan dengan gejala mayor untuk dikatakan termasuk
infeksi HIV, walaupun juga bisa sama dengan gejala penyakit lain.
Dimana salah satu dari gejala minor ini bila disertai dengan 2
gejala utama maka sudah cukup untuk mencurigai seseorang
terinfeksi virus HIV. Tanda dan gejala tersebut yaitu:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b. Dermatitis generalisata.
c. Adanya herpes Zoster multisegmental dan herpes zoster yang
berulang.
d. Kandidiasis orofaringeal.
e. Herpes simpleks kronis progresif (meluas dan berat).
f. Limfadenopati generalisata (meluas).
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
h. Retinitis virus sitomegalo.

2.2 Upaya Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS di Indonesia


Indonesia memiliki tujuan untuk mengakhiri HIV/AIDS pada tahun
2030 sesuai dengan komitmen yang sudah dibuat bersama negara lain di
tingkat global dengan membuat strategi pencegahan dan pengendalian
HIV/AIDS di Indonesia. Salah satu fokus utama dari upaya nya adalah
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan untuk menuju cakupan
kesehatan seluas-luasnya. Termask peningkatan pengendalian penyakit,
dimana HIV/AIDS menjadi bagian dari arah kebijakan tersebut.

Pengendalian faktor risiko penyebab HIV menjadi hal pertama yang


penting untuk dilakukan dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan
persepsi individu, mengubah perilaku serta sikap dari individu, masyarakat,
dan kelompok yang berisiko agar rantai penularan bisa terputus atau

8
mencegah terjadinya penyakit, dengan cara perubahan perilaku berisiko
tertular HIV menjadi perilaku tidak berisiko, perubahan perilaku masyarakat
dalam mengakses informasi yang benar dan mencari pengobatan terkait
HIV/AIDS, dan meningkatkan motivasi kesehatan dari masing-masing
individu. Terdapat juga intervensi perubahan perilaku yang meliputi konseling
dan pendekatan (perubahan) perilaku individu/kelompok sasaran, didukung
dengan advokasi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam
mengupayakan transformasi sosial sejalan dengan tujuan perubahan perilaku
agar terjadi perubahan nilai, sikap dan perilaku di tingkat kelompok.

2.2.1 Program Pengendalian HIV/AIDS


Upaya yang dilakukan dalam pengendalian HIV adalah
program pencegahan baik untuk populasi umum maupun populasi.
Upaya yang dilakukan juga sudah selayaknya tidak hanya dijalankan
oleh sektor kesehatan saja, melainkan dari beberapa sektor untuk
mendapatkan kolaborasi antara beberapa stakeholder sehingga upaya
bersama akan efisien dan efektif, yang meliputi:

- Peningkatan pengetahuan tentang HIV dan AIDS


Upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman HIV dilakukan
melalui berbagai media social, media cetak dan media elektronik,
kerja sama dengan dunia usaha dan lintas sektor antar kementerian
lembaga. Usaha promotif juga termasuk pada upaya ini dimana
kita berusaha untuk memberikan pesan-pesan atau informasi
kesehatan kepada masyarakat dengan berbagai cara.
- Penggunaan kondom, layanan alat suntik steril (LASS), pemberian
terapi rumatan metadon (PTRM), pre-exposure prophylaxis (PrEP,
PEP.

9
Pemerintah dan sektor yang terlibat memastikan bahwa fasilitas-
fasilitas dan keperluan dalam upaya penanggulangannya itu
tersedia dan terpenuhi dengan baik, agar usaha masyarakat untuk
menurunkan tingat risiko HIV/AIDS juga mendukung tercapainya
tujuan penanggulangan penyakit menular di negara tersebut.
Seperti menyediakan fasilitas konseling HIV/AIDS.
- Peningkatan akses pengobatan sebagai bagian dari pencegahan.
Seperti pemberian pengobatan yang mendukung, pengedalian
penyakit oportunistik, pemberian obat ARV (Antiretroviral)
dengan prioritas CD4, serta juga menangani dampak psikososial
dari penderita HIV/AIDS.

Untuk melaksanakan percepatan menuju akhir dari HIV/AIDS


tahun 2030, maka diperlukan strategi nasional melalui jalur cepat (fast
track) 95-95-95. Strategi ini dirancang setelah dilakukan review pada
pelaksanaan program selama tahun 2014-2018 terutama pada
kesenjangan utama dengan memperhatikan kemajuan yang terjadi
serta perubahan kebijaksanaan untuk mempercepat berakhirnya
epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030. Terdapat 6 strategi nasional
pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS di sektor kesehatan yaitu:

- Penguatan komitmen dari kementerian/lembaga yang terkait di


tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota
- Peningkatan dan perluasan akses masyarakat pada layanan
skrining, diagnostik dan pengobatan HIV AIDS dan PIMS yang
komprehensif dan bermutu
- Penguatan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan
PIMS berbasis data dan dapat dipertanggungjawabkan

10
- Penguatan kemitraan dan peran serta masyarakat termasuk pihak
swasta, dunia usaha, dan multisektor lainnya baik di tingkat
nasional maupun internasional
- Pengembangan inovasi program sesuai kebijakan pemerintah
- Penguatan manajemen program melalui monitoring, evaluasi, dan
tindak lanjut.

Adapun intervensi yang dilakukan pada startegi tersebut


misalnya seperti advokasi kebijakan serta pentingnya dukungan
sumber daya yang cukup untuk pencegahan dan pengendalian
HIV/AIDS agar tercapai eliminasi HIV tahun 2030. Termasuk
penguatan kapasitas kementerian/lembaga terkait dan pemerintah
daerah untuk mencapai terwujudnya eliminasi HIV 2030.

2.2.2 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS


Cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi HIV/AIDS
adalah memutus mata rantai penularan. Sehingga pencegahan
HIV/AIDS perlu difokuskan pada hubungan seksual. Berikut adalah
beberapa upaya yang dapat dilakukan:

- Berperilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu


hanya berhubungan seksual dengan pasangan sendiri. Apabila
salah seorang pasangan sudah terinfeksi HIV, maka dalam
melakukan hubungan seksual harus menggunakan kondom secara
benar.
- Melakukan tindakan seksual yang aman dengan pendekatan
“ABCDE” (Abstinent, Be faithful, Condom, Drugs (no), and
Education), yaitu tidak melakukan aktivitas seksual (abstinent)
merupakan metode paling aman untuk mencegah penularan HIV
melalui hubungan seksual, tidak berganti-ganti pasangan (be

11
faithful), dan penggunaan kondom (use condom), tidak memakai
narkoba (drugs), dan selalu ingin menambah pengetahuan terkait
HIV/AIDS (education).
- Memastikan bahwa darah yang dipakai untuk transfusi tidak
tercemar HIV, termasuk alat suntik dan alat lain yang dapat
melukai kulit.
- Melakukan pembinaan terhadap program pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja.

Sehingga, ini dari strategi Triple 95 yang telah disebutkan di


atas dapat dilakukan dan diperkuat dengan meningkatkan promosi
kesehatan, pencegahan perilaku berisiko, penemuan kasus (screening,
testing, tracing) dan manajemen kasus. Selain itu, Kementerian
Kesehatan juga memasukkan strategi penanggulangan HIV/AIDS
sebagai bagian dari standar pelayanan minimal fasilitas kesehatan.
Strategi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Mutu Dasar Pelayanan Pada
Standar Pelayanan Minimal Industri Kesehatan. Yang mana, selain
tindakan untuk perempuan, anak-anak, dan remaja, mereka
menargetkan semua fase kehidupan bayi baru lahir, anak kecil, anak
sekolah dasar, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Hal ini memastikan
bahwa setiap orang menerima pelayanan preventif dan kuratif sesuai
dengan kebutuhannya.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
HIV/AIDS merupakah salah satu isu terkait masalah kesehatan
penyakit menular yang cakupannya sangat luas, hingga negara-negara di
seluruh dunia. Merupakan penyakit yang menyerang sel darah putih manusia
dan menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia menjadi turun dan
melemah. Terdapat beberapa faktor risiko yang memengaruhi terjadinya
HIV/AIDS di Indonesia, diantaranya ialah yang termasuk latar belakang
individu seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, serta
kebiasaan atau pola hidup individu sehari-hari.

Individu bisa terinfeksi HIV/AIDS melalui salah satu atau keduanya


dari dua mekanisme transmisi yang ada, yakni secara langsung maupun tidak
langsung. Penularan secara langsung dapat terjadi jika seseorang individu
melakukan ciuman atau hubungan seks bebas yang tidak aman (tidak
menggunakan alat kontrasepsi). Sedangkan penularan tidak langsung terjadi
salah satunya ialah karena penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara
bergantian, khususnya pada penggunaan NAPZA. AIDS merupakan
kelanjutan dari HIV, yang memiliki tanda dan gejala seperti flu, demam,
penurunan berat badan, berkeringat di malam hari, diare, keletihan, sakit
leher, radang kelenjar getah bening, nyeri di tubuh dan ruam-ruam di kulit.

Maka dari itu sebagai upaya dalam penanggulangan penyakit menular


HIV/AIDS, diperlukanlah peran pencegahan dan pengendalian yang
dilakukan dari berbagai lintas sektor untuk mencapai tujuan Indonesia pada
2030, yakni Getting To Zeros dengan menurunkan hingga meniadakan infeksi
baru HIV, menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh
keadaan yang berkaitan dengan AIDS, dan meniadakan diskriminasi terhadap

13
ODHA. Kebijakan-kebijakan tersebut diatas akan sulit dicapai jika cakupan
penemuan kasus dan akses pemberian pengobatan masih rendah.

3.2 Saran
Agar bangsa kita bisa berdaya saing di masa mendatang dengan
negara-negara lain, maka penerus bangsa ini haruslah diselamatkan
secepatnya dari risiko-risiko yang nantinya akan mengancam negara kita.
Pemerintah dan pihak berwenang sudah sepatutnya untuk turun tangan dan
menegakkan kebijakan serta strategi, bukan hanya pemerintah saja, tetapi juga
seluruh sektor masyarakat. Serta melakukan monitoring dan evaluasi yang
bertujuan untuk menilai dan memantau keefektifan dari pelaksanaan program-
program yang telah dilakukan terkait penanggulangan HIV/AIDS, terutama
dilihat dari pencapaian kinerja terutama dalam hal menurunkan jumlah infeksi
baru dan meningkatkan kualitas hidup ODHA.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, N. P. (2022). Upaya Pencegahan HIV/AIDS Dalam Mencapai Tujuan


Sustainable Development Goals. Prosiding Seminar Nasional UIMUS Vol. 5.

Handayani, S., Arman, E., & Angelia, I. (Oktober 2018). Hubungan Peranan
Lingkungan Terhadap Kejadian HIV/AIDS. Jurnal Manajemen Kesehatan
Yayasan RS. Dr. Soetomo Vol. 4 (2), 134-143.

Ismayanti, N., & Suryamah, Y. (January, 2022). Kajian Naratif: Faktor Risiko
Kejaidan HIV/AIDS pda Kelompok LSL. Jurnal Sehat Masada Vol. XVI (1),
108-117.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020, November). Rencana Aksi


Nasional HIV AIDS dan PIMS Tahun 2020-2024. Retrieved March 28, 2023,
from hivaids-pimsindonesia.or.id: https://hivaids-
pimsindonesia.or.id/download/file/RAN_AIDS_2024.pdf

Kementrian Kesehatan. (n.d.). Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS.


Retrieved March 29, 2023, from
https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/BUKU_3_PENGENDALIAN_H
IV_COLOR_A5_15x21_cm.pdf

Susilowati, T., Sofro, M. A., & Sari, A. B. (2015). Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Kejaidan HIV/AIDS di Magelang. PROSIDING: SEMINAR NASIONAL
REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN, 85-95.

Sutrasno, M. A., Yulia, N., Rumana, N. A., & Fannya, P. (2022). Literature Review
Gambaran Karakteristik Pasien HIV/AIDS. Jurnal Manajemen Informasi dan
Administrasi Kesehatan Vol. 5 (1).

15
Widyaningtyas, P. A. (March, 2019). Implementasi Kebijakan Pengendalian
Penularan HIV/AIDS melalui Hubungan Seksual. Jurnal Ikesma Vol. 15 (1),
24-30.

16

Anda mungkin juga menyukai