Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang maha mengetahui dan maha bijaksana yang telah memberi
petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat serta salam
semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat-Nya degan suri
teladan-Nya yang baik .
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugerah, kesempatan dan
pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan
pengetahuan tentang Epidemiologi Penyakit Menular HIV /AIDS, semua ini dirangkum
dalam makalah ini, agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah dipahami dan lebih
singkat dan akurat .
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi
yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut .Selanjutnya, Pembaca akan masuk pada inti
pembahasaan dan diakhiri dengan kesimpulan, dan saran makalah ini. Diharapkan pembaca
dapat mengkaji berbagai permasalahan tentang Epidemiologi Penyakit Menular HIV/AIDS.
Akhirnya, kami penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna untuk menjadi lebih
sempurna lagi kami membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya
kepada kami demi memperbaiki kekurangan pada makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Payakumbuh, Oktober 2021


Penulis

INSTITUT KESEHATAN
PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
2021
TUGAS 1

Epidemiologi Penyakit
Menular

HIV /AIDS

SRIYANA YOSA
NIM. 201000413201016

KELAS III PROGSUS ( KESMAS )

TAHUN AKADEMIK 2021-2022


INSTITUT KESEHATAN
PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
2021

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Tujuan....................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah...................................................................................................7
B. Trias Epidemiologi..............................................................................10
C. Distribusi.............................................................................................12
D. Frekuensi.............................................................................................12
E. Determinan..........................................................................................13
F. Pencegahan..........................................................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................16
B. Saran...............................................................................................….16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu
syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang
sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya system iserang penyakit-
penyakit lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS
kali oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc
Montagnier pada tahun 1983.

Penyakit dewasa terjangkit dihampir didunia (pandemi), termasuk diantaranya


Indonesia. Hingga November 1996 diperkirakan telah terdapat sebanyak 8.400.000 kasus
didunia 6,7 juta orang dan 1,7 anak-anak. Indonesia data-data bersumber Direktorat
Jenderal P2M dan PLP Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei 1998 jumlah
penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia.
Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan
gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori Gunung Es“
dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya. Untuk itu
WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang
lebih 100-200 penderita HIV yang belum diketahui.

Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu singkat

terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak negara. Dikatakan pula

epidemic yang terjadi tidak saja mengenai penyakit (AIDS ), virus (HIV) tetapi juga
reaksi/dampak negatif berbagai bidang seperti kesehatan, sosial, ekonomi, politik,
kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi baik oleh
negara maju maupun negara berkembang.
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu memecahkan
masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Salah satu alternatif dalam upaya
menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus meningkat adalah upaya
pencegahan yang dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat
dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.

Pengetahuan HIV/AIDS menjadi sangat penting bagi masyarakat dikarenakan


pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi masyarakat dalam
cara mendeteksi dini penyakit HIV. Pemahaman masyarakat tentang deteksi dini penyakit
HIV yang kurang harus menjadi perhatian utama karena hal ini akan memicu munculnya
penularan penyakit infeksi akan lebih luas. Selain ketidakpedulian masyarakat terhadap
kondisi penderita HIV/AIDS, yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa dengan
ketidaktahuan masyarakat, membuat test HIV/AIDS yang harus secara dini dilakukan oleh
masyarakat. Pertama mengevaluasi penyakit kulit yang tidak kunjung sembuh, mengalami
penurunan berat badan secara drastis yang belum pernah dialami dalam riwayat kesehatannya,
terkena sakit flu dan terjadi dalam jangka waktu panjang serta berulang, dan untuk
mengetahui lebih lanjut masyarakat dapat melakukan pemerikasaan laboratorium untuk
menguatkan dugaan terhadap penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan
menghasilkan data apakah penderita posotif HIV atau tidak, dan yang terakhir melalui VCT
(Amirudin, 2013).

Masyarakat yang beresiko tinggi terkena HIV/AIDS adalah kaum homosex (gay),
pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik, penerima transfusi darah terutama pasien
yang berpenyakit darah seperti hemofilia, bayi-bayi yang orang tuanya menderita AIDS
(Willy F. Pasuhuk, 2000). Hal ini akan mempengaruhi peningkatan prevalensi HIV
(Wulandari, 2013). Prevalensi kasus HIV menurut WHO (2015) menunjukkan, jumlah orang
dengan HIV berjumlah 17.325 jiwa dan AIDS tercatat berjumlah 1.238 jiwa. Setiap hari
sekitar 6.300 orang terinveksi HIV, 700 orang pada anak-anak berusia dibawah 15 tahun,
sekitar 5.500 infeksi pada orang remaja/dewasa muda berusia 15 tahun keatas, yaitu 47%
wanita, 39% remaja usia 15-24 tahun (WHO: 2013). Berdasarkan data WHO 2013, sekitar
95% orang terinfeksi HIV adalah dari negara berkembang. Negara Indonesia jumlah HIV
mengalami peningkatan sejak tahun 2006 sampai 2013. Profil kesehatan tahun 2013
menyebutkan, jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 118.787 orang
(Kementrian Kesehatan 2013).
Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, maupun oral), trasfusi
darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut (Pratiwi, 2011).
Tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas. Secara
imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helpar, disebut limfosit CD4+ akan mengalami
perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik
akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV
yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian
menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen. Setelah HIV melekat melalui
reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran
sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti tersebut enzim reverse
transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan ribonuclease. Pada inti yang
mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun DNA dari RNA tersebut.
Enzim ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk DNA
kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan. HIV provirus yang berada pada
limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami
sitolisis. Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh, juga menginfeksi berbagai
macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel - sel hobfour plasenta,
sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek
dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel usus adalah
diare yang kronis. Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru
disadari setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Virus HIV tidak
memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahun- tahun. Sepanjang perjalanan penyakit
tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi menjadi
sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Dian, 2007).

Upaya untuk mengurangi semakin tingginya angka penularan HIV/AIDS juga


dilakukan oleh pemerintah. Upaya yang di berikan pada kalangan masyarakat antara lain,
pemerintah melakukan sosialisasi HIV/AIDS berupa informasi-informasi tentang deteksi dini
HIV/AIDS. Informasi – informasi tersebut di sediakan untuk menambah pengetahuan
masyarakat tentang deteksi dini HIV/AIDS. Pada kenyataannya, meskipun pemerintah telah
banyak melakukan sosialisasi tentang HIV/AIDS yang ditujukan untuk menurunkan angka
penularan HIV/AIDS, namun hal tersebut tidak memperoleh hasil secara maksimal. Hal ini
dibuktikan dengan masih tingginya angka HIV/AIDS di kalangan masyarakat. Sementara itu,
kondisi tersedianya berbagai sarana informasi tentang deteksi dini HIV/AIDS masih kurang,
baik itu berupa bacaan yang mendidik maupun penyuluhan dari pihak-pihak yang terkait.
Pengetahuan yang minim tersebut akan menyebabkan keingintahuan masyarakat tersebut
lebih besar tentang HIV/AIDS, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu
penyimpangan dalam proses pencarian pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS. Hal ini
yang akan mempertinggi angka kejadian HIV/AIDS (Wulandari, 2013).

Pemerikasaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan karena HIV/AIDS belum ditemukan
obatnya, dan cara penularannya pun sangat cepat dan bersifat asimtomatik. Memulai
menjalani VCT tidaklah perlu merasa takut karena konseling dalam VCT dijamin
kerahasiaannya karena tes ini dilakukan dengan berdialog dengan petugas kesehatan
langsung. Maka dari itu, hendaknya masyarakat mengetahui hal-hal apa saja yang harus
dilakukan untuk deteksi dini penyakit HIV/AIDS agar terhindar dari HIV/AIDS.

2. Tujuan
a. Menjelaskan pengertian HIV/AIDS
b. Menjelaskan Etiologi HIV/AIDS
c. Menjelaskan Penularan HIV/AIDS
d. Menjelaskan Tanda dan Gejala HIV/AIDS
e. Cara Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah HIV/AIDS
Virus HIV diyakini pertama kali ditemukan di Kinshasa, Republik Demokratik
Kongo pada tahun 1920, ketika dilaporkan adanya penyebaran infeksi virus simian
immunodeficiency viruses (SIV)dari simpanse dan gorila kepada manusia. Semenjak itu
kasus kematian mendadak dengan gejala-gejala khas hilang dan dianggap tidak menjadi
ancaman.
Keresahan kembali terjadi pada awal tahun 80-an, dimana pada tahun 1981
ditemukan infeksi paru yang amat jarang yang disebut pneumocystis carinii pneumonia (PCP)
pada lima orang pemuda homoseksual yang sebelumnya tidak memiliki masalah kesehatan di
Los Angeles. Pada saat yang bersamaan, New York dan California turut melaporkan adanya
jangkitan kanker ganas yang disebut dengan sarcoma kaposi, penyakit ini juga menyerang
sekelompok pria homoseksual. Penyakit-penyakit yang dilaporkan tersebut ternyata memiliki
hubungan dengan adanya kerusakan berat pada sistem kekebalan tubuh. Pada akhir tahun
1981, infeksi semakin meluas, dilaporkan 270 kasus pasien dengan kerusakan kekebalan
tubuh yang parah pada pria homoseksual dan 121 orang diantaranya meningal dunia. Pada
akhir tahun ini pula pertama kali didapati kasus PCP pada orang yang menggunakan narkoba
suntik.
Terkait cara penularan yang diketahui selama ini, pada awal tahun 1982 pakar
menyebut penyakit ini dengan  gay-related immune deficiency (GRID). Namun pada bulan
september CDC menamakan penyakit tersebut dengan Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) karena diperkirakan penyebaran penyakit ini tidak semata-mata dapat
ditularkan oleh perilaku seksual sesama jenis semata. Benar saja, pada awal tahun 1983
ditemukan adanya penularan virus ini melalui hubungan heteroseksual dari laki-laki kepada
perempuan. Pada tahun ini pula diketahui pertama kali bahwa penyakit ini dapat ditularkan
melalui ibu yang menderita HIV/AIDS pada bayi yang dikandungnya.
Tahun 1984 dikampanyekan bahwa penyakit ini sangat menular melalui penggunaan
jarum suntik bersama. Hal tersebut menjadi pukulan telak bagi dunia kesehatan yang pada
saat itu masih sering menggunakan satu jarum suntik untuk beberapa pasien. 
Berbagai cara dilakukan untuk menghentikan penyebaran penyakit mematikan ini.
Namun setiap tahun jumlah penderita semakin meningkat. Untuk itu pada tanggal 1 Desember
1988, WHO mencanangkan tanggal tersebut sebagai hari AIDS sedunia dan peringatan ini
diperingati setiap tahunnya agar masyarakat dunia senantiasa waspada akan penyakit tersebut.
Saat ini, lebih dari 36,7 juta orang hidup dengan HIV/AIDS, penting bagi kita untuk
menjaga diri dan keluarga dari infeksi penyakit tersebut. Selain itu penting bagi kita untuk
senantiasa merangkul mereka yang hidup dengan HIV/AIDS agar memiliki semangat hidup
yang tinggi untuk melawan penyakit yang mereka derita.
Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
Periode Awal (1987 – 1996)
Berawal dari penemuan kasus AIDS pertama kali di Indonesia tahun 1987. Dalam
kurun waktu 10 tahun sejak AIDS pertama kali ditemukan, pada akhir 1996 jumlah kasus
HIV positif mencapai 381 dan 154 kasus AIDS. Kasus AIDS mendapat respon dari
pemerintah setelah seorang pasien berkebangsaan Belanda meninggal di Rumah Sakit
Sanglah Bali. Kasus ini dilanjutkan dengan pelaporan kasus ke WHO sehinga Indonesia
adalah negara ke 13 di Asia yang melaporkan kasus AIDS ditahun 1987. Sebenarnya pada
tahun 1985, sudah ada pasien Rumah Sakit Islam Jakarta yang diduga menderita AIDS. Oleh
karena kasus pertama kali ditemukan pada seorang homoseksual, ada dugaan bahwa pola
penyebaran AIDS di Indonesia serupa dengan di negara-negara lain. Dalam perkembangan
berikutnya, gejala AIDS ini ditemukan pada pasien-pasien yang memiliki latar belakang
sebagai sebagai Pekerja Seks Perempuan (WPS) serta pelanggannya.
Penyebaran HIV di Indonesia memiliki dua pola setelah masuk pada tahun 1987
sampai dengan 1996. Pada awalnya hanya muncul pada kelompok homoseksual. Pada tahun
1990, model penyebarannya melalui hubungan seks heteroseksual. Prosentase terbesar
pengidap HIV AIDS ditemukan pada kelompok usia produktif (15-49 tahun): 82,9%,
sedangkan kecenderungan cara penularan yang paling banyak adalah melalui hubungan
seksual berisiko (95.7%), yang terbagi dari heteroseksual 62,6% dan pria
homoseksual/biseksual 33,1%. (Stranas 1994).
 
Periode 1997-2006
Hingga 31 Desember 2006, jumlah kumulatif ODHA yang dilaporkan mencapai
13.424 kasus. Jumlah tersebut terdiri dari 5.230 kasus HIV dan 8.194 kasus AIDS. Selama 10
tahun, yaitu sejak tahun 1997-2006, jumlah kematian karena AIDS mencapai 1.871 orang.
Jumlah kasus AIDS yang ada yaitu 8.194 kasus, dapat dibedakan menurut jenis kelamin.
Laki-laki dengan AIDS berjumlah 6.604 (82%), perempuan dengan AIDS berjumlah 1.529
(16%), dan 61 (2%) kasus tidak diketahui jenis kelaminnya.i rasio kasus AIDS antara laki-laki
dengan perempuan aalah 4,3 : 1. Meskipun jumlah perempuan penderita HIV/AIDS lebih
sedikit, dampak pada perempuan akan selalu lebih besar, baik dalam masalah kesehatan
maupun sosial ekonomi. Perempuan lebih rentan tertular dan lebih menderita akibat infeksi
ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa penularan HIV dari laki-laki ke perempuan melalui
hubungan seks adalah dua kali lipat dibandingkan dari perempuan ke laki-laki.
Penularan pada perempuan akan berlanjut dengan penularan pada bayi pada masa
kehamilan. Risiko penularannya berkisar 15-40%. Selain itu bayi yang lahir dari seorang ibu
dengan HIV mungkin akan terinfeksi HIV sebelum, selama, atau sesudah proses
kelahirannya. Penularan juga dapat terjadi melalui Air Susu Ibu (ASI). Pelaporan kasus AIDS
HIV/AIDS pada tahun 1997 baru dilakukan oleh 22 propinsi, sedangkan pada tahun 2006
pelaporan kasus HIV/AIDS sudah mencapai 33 propinsi. Yang menarik adalah distribusi
prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk berdasarkan propinsi dimana Propinsi Papua
menempati urutan pertama (51,45) diikuti dengan DKI Jakarta (28.15). Hal ini terjadi karena
kepadatan penduduk Propinsi Papua lebih kecil dibanding dengan kepadatan penduduk DKI
Jakarta. Tampak bahwa peningkatan kasus AIDS di Propinsi Papua sangat tinggi sampai
tahun 2006. Selanjutnya, proporsi kasus AIDS terbanyak dilaporkan pada kelompok umur 20-
29 tahun yaitu sebanyak 54,76%. Disusul kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 27,17% dan
kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 7,90%. Dengan demikian, sebagian besar kasus AIDS
terjadi pada kelompok usia produktif yaitu 20-49 tahun. Jumlahnya mencapai 7.369 kasus
atau 89,93%.
Mencermati kasus pada periode ini adalah munculnya kasus AIDS pada bayi atau
anak kurang dari 15 tahun. Anak-anak dengan HIV/AIDS kemungkinan tertular melalui
ibunya saat kehamilan, persalinan ataupun saat pemberian ASI, transfusi darah/komponen
darah (misalnya pada penderita hemofilia) atau akibat pemaksaan seksual oleh orang-orang
yang tidak bertanggungjawab. Selain itu, anak-anak juga mempunyai risiko besar terinfeksi
karena pengetahuan mereka tentang cara penularan dan melindungi diri dari HIV sangat
terbatas. Kasus AIDS menurut cara penularannya yang dilaporkan sampai dengan 31
Desember 2006, ternyata paling banyak terjadi melalui penggunaan NAPZA suntik (IDU),
disusul penularan melalui hubungan heteroseksual. Ke-4 cara penularan lainnya adalah
melalui hubungan homoseksual, transfusi darah, transmisi perinatal, dan penularan lain yang
tidak diketahui.
Berdasarkan faktor risiko, penyebaran HIV/AIDS di Indonesia terjadi karena
hubungan seksual berisiko yaitu pada pekerja seks komersial (PSK) beserta langganannya dan
kaum homoseksual. Berdasarkan Data Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1997,
jumlah kasus AIDS kumulatif adalah 153 kasus dan HIV positif sebanyak 466 orang yang
diperoleh dari serosurvei di daerah sentinel. Penularan sebesar 70% melalui hubungan seksual
berisiko
Epidemi HIV meningkat secara nyata diantara pekerja seks (PS) pada tahun 2000.
Epidemi ini bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Di Tanjung Balai Karimun,
Propinsi Riau misalnya, pada tahun 1995/1996 hanya ada 1% PS dengan HIV, sedangkan
tahun 2000 menjadi 8,38% PS dengan HIV. Prevalensi PS dengan HIV di Merauke sebesar
26,5%, Jakarta Utara sebesar 3,36%, dan di Jawa Barat sebesar 5,5%.

Periode 2007-2013
Pada akhir tahun 2007 diperkirakan 4,9 juta orang telah terinfeksi HIV di Asia. Dari
jumlah ini, 440.000 adalah orang-orang dengan infeksi HIV baru, dimana 300.000 sudah
meninggal. Meskipun cara penularan HIV bervariasi di Asia, epidemi umumnya didorong
oleh hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV dan tanpa menggunakan
kondom, dan melalui jarum suntik. Lebih dari dua dekade sejak kasus pertama HIV di
Indonesia hingga saat ini telah terdapat 3.492 orang meninggal akibat penyakit ini. Dari
11.856 kasus yang dilaporkan pada tahun 2009, 6962 diantaranya berusia produktif (< 30
tahun), termasuk 55 orang bayi di bawah 1 tahun. Kasus yang tinggi terkonsentrasi pada
kelompok berisiko termasuk penasun, pekerja seks dan kliennya, pria homoseksual, dan bayi
yang tertular melalui ibunya. Pada tahun  2009 diperkirakan jumlah ODHA meningkat
menjadi 333.200 orang, yang 25% diantaranya adalah perempuan. Angka ini menunjukkan
feminisasi epidemi AIDS di Indonesia.
2. Trias Epidemiologi ( Agent, Host dan Environment )
1. Agent ( virus HFV-1 dan HFV-2 )
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus  yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali di isolasi oleh
Montagnier dan kawan– kaa i Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan  Gallo di Amerika Serikat
pada Tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas ksepakatan internasional
padaTahun 1986 nama firus  dirubah menjadi HIV. Muman Immunodeficiency
Virus adalah sejenis Retrovirus  RNA. Dalam   Bentukny yang asli merupakan
partikel yang inert, tidak apat berkembang atau Melukai sampai ia suk ke sel
target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T,Karena ia mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang  dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap Hidup lama dalam
sel  dengan keadaan in aktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh Pengidap
HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat
Ditularkan  selama hidup  penderita tersebut. Secara mortologis HIV  terdiri atas
2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan Bagian selubung (envelop). Bagian inti
berbentuk silindris  tersusun  atas  dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim
reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid
dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120).Gp 120 Berhubungan dengan reseptor
Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas,
bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap Pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan Dengan berbagai
disinfektan seperti eter , aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan Sebagainya, tetapi
telatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.
Virus  HIV hidup dalam darah, savila,  semen, air mata dan mudah mati diluar
Tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia
jaringan otak.  
2. Host (Manusia)
KERENTANAN WANITA PADA INFEKSI HIV :Wanita lebih rentan terhadap
penularan HIV akibat faktor anatomis-biologis dan faktor sosiologis-gender.Kondisi
anatomis-biologis wanita menyebabkan struktur panggul wanita dalam posisi
“menampung”, dan alat reproduksi wanita sifatnya “masuk kedalam” dibandingkan
pria yang sifatnya “menonjol keluar”. Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi
infeksi khronik tanpa diketahui oleh ybs. Adanya infeksi khronik akan memudahkan
masuknya virus HIV.Mukosa (lapisan dalam) alat reproduksi wanita juga sangat halus
dan mudah mengalami perlukaan pada proses hubungan seksual. Perlukaan ini juga
memudahkan terjadinya infeksi virus HIV. Faktor sosiologis-gender berkaitan dengan
rendahnya status sosial wanita (pendidikan, ekonomi, ketrampilan). Akibatnya kaum
wanita dalam keadaan rawan yang menyebabkan terjadinya pelcehan dan penggunaan
kekerasan seksual, dan akhirnya terjerumus kedalam pelacuran sebagai strategi
survival.
Status yang rawan terjangkit HIV ;
(1) Bayi dan anak dari ibu yang menderita HIV 
(2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda, karena maraknya pergaulan bebas.
(3) PSK ( Pekerja Seks Komersial) dan pelanggannya
(4) TKI/TKW
(5) Biseksual yang sering berganti-ganti pasangan.

3. Environment

Kondisi lingkungan dapat pula menjadi faktor penyebab penularan HIV. Kondisi
lingkungan yang selau berubah dapat menurunkan kondisi fisik manusia sehingga dia
rentan terhadap penyakit atau kondisi lingkungan yang berubah sehingga agent dapat
berkembang biak dengan pesat pada lingkungan tersebut yang menyebabkan timbulnya
penyakit.
Seseorang yang tinggal dengan lingkungan orang-orang yang terjangkit HIV akan
beresiko lebih tinggi untuk tertular Virus HIV.

3. Distribusi Penyakit HIV/AIDS


Virus HIV terdapat dalam darah, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua yang
berupa cara tubuh yang bersal dari tubuh penderita HIV dapat dipastikan infeksius dan
sangat berpotensial untuk menularkan virus ini pada orang lain, termasuk ketika seseorang
penderita HIV positif melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Dan bukan tidak
mungkin jika pasangan seksual itu juga terjangkit penyakit HIV/AIDS apalagi tidak
menggunakan kondom. Baik penderita pria maupun wanita sangat beresiko menularkan
virus HIV ini ketika pasangan melakukan hubungan badan, yakni melalu cairan sperma
(laki-laki) dan melalu darah menstruasi pada vagina (perempuan).
Selain itu HIV juga ditularkan melalui jarum suntik yang digunakan bersamaan
dengan penderita HIV dengan yang bukan penderita (kemungkinan besar akan terinfeksi).
Dan juga virus HIV bias ditularkan oleh seorang ibu yang positif menderita HIV/AIDS
ketika ia hamil dan memberi ASI untuk anakanya.

4. Frekuensi Penyakit HIV/AIDS


HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) telah menjadi masalah darurat global. Di seluruh dunia, 35 juta orang hidup
dengan HIV dan 19 juta orang tidak mengetahui status HIV positif mereka (UNAIDS,
2014). Di kawasan Asia, sebagian besar angka prevalensi HIV pada masyarakat umum
masih rendah yaitu < 1 0/0, kecuali di Thailand dan India Utara (Kemenkes, 2011). Pada
tahun 2012, di Asia Pasifik diperkirakan terdapat 350.000 orang yang baru terinfeksi HIV
dan sekitar 640/0 dari orang yang terinfeksi HIV adalah laki-laki (UNAIDS, 2013).
Epidemi HIV/AIDS juga menjadi masalah di Indonesia yang merupakan negara
urutan ke-5 paling berisiko HIV/AIDS di Asia (Kemenkes, 2013). Laporan kasus baru HIV
meningkat setiap tahunnya sejak pertama kali dilaporkan (tahun 1987). Lonjakan
peningkatan paling banyak adalah pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu
sebesar 10.315 kasus.

5. Determinan / Penyebab Penyakit HIV/AIDS


Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan
kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated
Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III.
Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi
HIV. Muman Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai
reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan
keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita
tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid).Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian
selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120).Gp 120 berhubungan
dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan
panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan
seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten
terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata
dan mudah mati diluar tubuh.HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan
sel glia jaringan otak.

6. Pencegahan Penyakit HIV/AIDS


a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan garda terdepan dimana pencegahan ini
bertujuan untuk mengurangi insiden dari suatu penyakit. Pencegahan ini lebih
mensasar pada pendekatan perseorangan dan komunitas seperti promosi kesehatan
dan upaya proteksi spesifik (Porta 2008).
Pencegahan ini hanya dapat efektif apabila dilakukan dan dipatuhi dengan komitmen
masyarakat dan dukungan politik yang tinggi
Dalam permasalahan HIV/AIDS , pencegahan primer sangatlah diharapkan untuk
menjadi upaya terbaik dalam menekan peningkatan kejadian kasus HIV/AIDS.
Biasanya pencegahan primer lebih menitikberatkan pada peningkatan
pengetahuan,sikap dan perilaku seseorang dan komunitas terhadap penyakit
HIV/AIDS dan metode penularannya. Berikut contoh upaya pencegahan primer
untuk penyakit HIV/AIDS yang dapat dilakukan adalah
PROMOSI KESEHATAN seperti :
a) Penyuluhan Kesehatan menjadi upaya yang sering dilaksanakan dalam pencegahan
HIV/AIDS. Upaya ini sebagai upaya pencerdasan bagi sasaran komunitas untuk
memperbaiki pengetahuan dan persepsi tentang penyakit,Faktor risiko,metode
penularan dan pencegahan dari Penyakit HIV/AIDS (Chin & Editor 2000).
b) Pada negara afrika tepatnya di morogoro, ada sebuah program sosial yang
bersinergi dengan puskesmas setempat untuk memberikan penyuluhan terkait
penyakit HIV/AIDS kepada kelompok ibu-ibu khususnya ibu hamil pada program
Integrated maternal and newborn health care. Program ini diimplementasikan oleh
kementerian kesehatan dan keadilan sosial negara melalui Jhpiego, dan seluruh 18
departemen kesehatan di 4 wilayah rural dan peri-urban. Jadi program ini dilakukan
pada daerah rural dan periurban. Jadi program ini diintegrasikan dengan
dilakukannya tes HIV dan dilanjutkan pada upaya edukasi (An et al. 2015).

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan lini kedua dari teori pencegahan
penyakit. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi dan meminimalisir
prevalensi penyakit dengan durasi waktu yang cukup singkat. Pencegahan sekunder
terdiri dari deteksi dini dan pengobatan tepat (Porta 2008). Berikut salah satu contoh
upaya pencegahan sekunder yaitu
 DETEKSI DINI
Salah satu deteksi dini yang dapat diupayakan adalah perlindungan buruh migran
Indonesia khususnya BMI ( Buruh Migran Indonesia ) melalui upaya deteksi dini di
bandara dan pelabuhan. Deteksi dini yang dilakukan berupa mencermati aktivitas
oleh BMI ketika proses pemberangkatan dan kedatangan di bandara dan pelabuhan di
Surabaya Jawa timur. Pengamatan dilakukan dengan pemberian pertanyaan terkait
permasalahan kesehatan dan cek kesehatan berdasarkan risiko HIV/AIDS yang ada.
Selanjutnya hasil dari pengamatan tersebut di laporkan oleh petugas di Gedung
Pendataan Kepulangan Khusus Tenaga Kerja Indonesia ( GPKTKI ). Harapannya
hasil dari pengamatan tersebut bisa menjadi dasa ran utama untuk intervensi dini dan
pengaturan langkah selanjutnya untuk pengobatan lebih dini (Kinasih et al. 2015).
Contoh dalam upaya deteksi dini HIV/AIDS adalah pada sasaran kelompok berisiko
tinggi yaitu kelompok pekerja seks. Upaya yang dilakukan hampir sama pada
penjelasan sebelumnya. Beda nya dalam pemantauan ini , pihak dari puskesmas
setempat yang berwewenang untuk melakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan
dengan mendata tempat-tempat yang digunakan sebagai lokalisasi masyarakat
(Kakaire et al. 2015).
 PENGOBATAN TEPAT
Pengobatan yang spesifik merupakan upaya tepat setelah mendapatkan pelaporan
dari deteksi dini. Walaupun HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat paten
untuk menyembuhkan HIV/AIDS, namun peranan obat ini dapat menjadi
penghambat dan memperpanjang perkembangan virus HIV di dalam tubuh.
Sebelum ditemukan pengobatan ARV ( Anti Retrovirus ) yang ada saat ini,
pengobatan yang ada hanya disasarkan pada penyakit opportunistik yang diakibatkan
oleh infeksi HIV. Berikut macam-macam pengobatan yang digunakan :
- Penggunaan TMP-SMX oral untuk profilaktif
- Pentamidin aerosol untuk mencegah pneumonia P. Carinii.
- Tes tuberkulin pada penderita TBC aktif.

c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan lini terakhir dari tahap pencegahan penyakit.
Pencegahan tersier bertujuan untuk membatasi akibat dari penyakit yang dapat
terjadi pada jangka waktu yang relatif lama dan juga memperbaiki kualitas hidup
seseorang untuk bisa lebih membaik (Porta 2008).
Dalam topik penyakit HIV/AIDS hampir dipastikan orang yang terinfeksi HIV/AIDS
akan berujung pada kematian. Beberapa contoh yang bisa diterapkan adalah
penggunaan terapi ARV. Hingga sampai saat ini, hanya ARV yang masih menjadi
terapi efektif untuk menghambat perkembangan virus HIV dalam menyerang
CD4+T. Keterlambatan dalam penggunaan terapi ARV akan meningkatkan
mortalitas (Rumah & Sanglah 2011).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 HIV /AIDS merupakan masalah kesehatan Internasional yang perlu segera
ditanggulangi. AIDS berkembang secara pandemi hampir di setiap negara di Dunia,
termasuk Indonesia.
 Epidemi yang terjadi meliputi penyakit (AIDS), virus (HIV) dan epidemi reaksi /
dampak negatif diberbagai bidang seperti kesehatan, sosial, ekonomi, politik,
kebudayaan, dan demografi.
 Sampai saat ini obat dan vaksin untuk menanggulangi penyakit HIV/AIDS belum
ditemukan. Untuk itu alternatif lain yang lebih mendekati dalam upaya pencegahan.
 Upaya pencegahan dapat dilakukan oleh semua pihak asal mengetahui cara-cara
penularan AIDS.
 Penularan AIDS terjadi melalui hubungan seksual, parental dan transplasental,
sehingga upaya pencegahan perlu diarahkan untuk merubah perilaku seksual yang
tinggi), menghindari melalui donor darah, dan upaya pencegahan infeksi perinatal
sebelum ibu hamil.
 Perubahan perilaku dilakukan dengan penyuluhan kesehatan.

B. Saran
Sebagai insan yang yang berpendidikan sudah menjadi sebuah kewajiban untuk
berpartisipasi dalam memerangi HIV/ AIDS. Untuk memerangi hal itu dapat dimulai dari
kesadaran diri sendiri untuk selalu menjaga diri agar terhindar dari HIV/ AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

- Berita AIDS III No. 3/ 1994. Berita AIDS III No. 4/1994. Departemen Kesehatan RI
”Petunjuk Pengembangan Program Nasional Pemberantasan dan Pencegahan AIDS,
Jakarta 1992.
- Syarifuddin Djalil “Pelayanan Laboratorium Kesehatan Untuk Pemeriksaan Serologis
AIDS” AIDS; Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
1989.
- Untuk Petugas Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jakarta 1989. Wibisono Bing
“Epidemologi AID AIDS; Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan RI Jakarta 1989.
- Modul Penyakit Menular Fakultas Kedokteran Udayana, 2017
- Info Datin Laporan SIHA Tahun 2013 – 2017
- http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/03/epidemiologi-hivaids.html
- Buku Epidemiologi Penyakit Menular Dr. Irwan,SKM.MKes, Cetakan 1 Maret 2017
- https://id.scribd.com/doc/114858783/Makalah-Hiv-Aids

Anda mungkin juga menyukai