Anda di halaman 1dari 27

HIV/AIDS 2019

REFERAT

HIV/AIDS

Disusun Oleh:

Eninta Sri Ukur (18010001)

Ester Monika Hutapea (18010041)

Pembimbing:

dr. Guntur, MKT

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN PULMONOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN

MURNI TEGUH MEMORIAL HOSPITAL

2019

1
HIV/AIDS 2019

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih setia-Nya, yang telah
memampukan penulis menyelesaikan Referat yang berjudul “HIV/AIDS”. Adapun
penulisan Referat ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
di Bagian Ilmu Pulmonologi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Guntur, MKT yang telah bersedia
membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis selama
menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian ilmu pulmonologi ini. Penulis juga
berterimakasih kepada dokter dan tenaga medis lainnya yang telah membantu penulis
menyelesaikan referat ini.

Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat dan menjadi bekal ilmu untuk
kemajuan pendidikan kedokteran. Demikianlah penyusunan referat ini tidak luput dari
kekurangan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran untuk perbaikan dalam
laporan kasus selanjutnya. Terimakasih.

Medan , Juli 2019

Kelompok 1

2
HIV/AIDS 2019

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAAN PUSTAKA .......................................................... 5
2.1.Defenisi HIV/AIDS ............................................................................ 7
2.2.Situasi HIV/AIDS di Indonesia .......................................................... 8
2.3.Etiologi HIV/AIDS ............................................................................. 8
2.4.Cara Penularan HIV/AIDS ................................................................. 9
2.5. Perjalanan Penyakit dan Patogenesis HIV/AIDS .............................. 10
2.6. Diagnosis HIV/AIDS ......................................................................... 11
2.7.Infeksi Opurtunistik pada AIDS ......................................................... 12
2.8.Penatalaksanaan HIV/AIDS ............................................................... 13
2.9. Konseling HIV/AIDS ........................................................................ 12
BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 27

3
HIV/AIDS 2019

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui
sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak
sistem ketahanan tubuh, sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini
kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi
berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV belum tentu mengidap AIDS.
HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang mengancam hidup manusia. Saat ini
tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu
penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
yang disebabkan oleh virus HIV yang tergolong kepada kelompok retroviriade.
Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi
masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health
Organization) tahun 2012, penemuan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus)
di dunia pada tahun 2012 mencapai 2,3 juta kasus, dimana sebanyak 1,6 juta penderita
meninggal karena AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan 210.000
penderita berusia di bawah 15 tahun. Di Indonesia pada tahun 2013 terdapat 20.413
penderita HIV dan 2.763 penderita AIDS. Dimana terdapat jumlah penderita baru
sebanyak 10.203 penderita HIV dan 1.983 penderita AIDS. Dengan angka kematian
sebanyak 318 orang. Secara global diperkiraan terdapat 35.5 juta orang hidup dengan
HIV dan AIDS.
HIV akan menyerang sel-sel darah putih jika HIV masuk ke dalam peredaran
darah seseorang. Sel darah putih akan mengalami kerusakan yang berdampak pada
melemahnya kekebalan tubuh seseorang. Secara fisik virus HIV yang ditransmisikan
ke dalam tubuh manusia melalui kontak dengan yang terinfeksi cairan tubuh, akan
mengikat reseptor permukaan sel CD4 T dan mereplikasi di dalamnya untuk

4
HIV/AIDS 2019

menghasilkan virus baru dan menginfeksi sel T CD4 lainnya. Hasilnya adalah
penurunan jumlah sel CD4 T yang akhirnya mencapai titik bahwa ia akan secara
signifikan mengurangi system kekebalan tubuh, dan tubuh menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik.
HIV/AIDS akan menimbulkan terjadinya infeksi opportunistic lesi fundamental
pada AIDS ialah infeksi limfosit T helper (CD4+) oleh HIV yang mengakibatkan
berkurangnya sel CD4+ dengan konsekuensi kegagalan fungsi imunitas. HIV/AIDS
merupakan penyakit infeksi yang sangat berbahaya karena tidak saja membawa
dampak buruk bagi kesehatan manusia namun juga pada negara secara keseluruhan.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS (SRAN) 2010-
2014 yang dikukuhkan dalam Permenkokesra Nomor 8 Tahun 2010, menyebutkan
makin memperkuat upaya penanggulangan AIDS di Indonesia yang lebih terarah dan
terkoordinasi.

5
HIV/AIDS 2019

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi HIV/AIDS


Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau
Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia yang kemudian berdampak pada penurunan sistem kekebalan tubuh
sehingga menimbulkan satu penyakit yang disebut AIDS. HIV menyerang sel-sel
darah putih yang dimana sel-sel darah putih itu merupakan bagian dari sitem
kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit. Manusia
yang terinfeksi HIV akan berpotensi sebagai pembawa (carrier) dan penularan virus
tersebut selama hidupnya.
AIDS (Aqquired Immune Deficiency syndrom) merupakan kumpulan gejala
penyakit spesifik yang disebabkan oleh rusaknya system kekebalan tubuh oleh virus
HIV. AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human
Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap
akhir dari infeksi HIV.

2.2 Situasi HIV /AIDS di Indonesia


Prevalensi kejadian adenomiosis sekitar 20-30% pada populasi wanita 40-49
tahun. Hasil pemeriksaan semua specimen pasien dengan histerektomi dijumpai
kejadian adenomiosis sebanyak 8-40%. Sedangkan untuk endometriosis sendiri
diperkirakan 1 dari 10 wanita akan mengalami endometriosis selama masa
reproduktifnya. Dari 1.761.687.000 wanita mendapat endometriosis pada usia 15-49
tahun . Adenomiosis dapat terjadi pada semua wanita yang masih menstruasi, namun
pada umumnya di usia 40-50 tahun. Di Indonesia sendiri insidensi pasti adenomiosis
belum diketahui.

6
HIV/AIDS 2019

Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh


dunia, termasuk di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018,
HIV/ AIDS telah dilaporkan keberadaannya oleh 433 (84,2%) dari 514
kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang
dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi
ODHA jumlah orang dengan HIV AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan
paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun
provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti
Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah
(24.757).
Jumlah kasus HIV yang dilaporkan terus meningkat setiap tahun, sementara
jumlah AIDS relatif stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak
orang dengan HIV /AIDS (ODHA) yang diketahui statusnya saat masih dalam fase
terinfeksi (HIV positif) dan belum masuk dalam stadium AIDS.HIV itu ada obatnya,
antiretroviral (ARV) namanya. Obat ARV mampu menekan jumlah virus HIV di
dalam darah sehingga kekebalan tubuhnya (CD4) tetap terjaga. Sama seperti penyakit
kronis lainnya seperti hipertensi, kolesterol, atau DM, obat ARV harus diminum
secara teratur, tepat waktu dan seumur hidup, untuk meningkatkan kualitas hidup
ODHA serta dapat mencegah penularan.
Data Kementerian Kesehatan tahun 2017 mencatat dari 48.300 kasus HIV positif
yang ditemukan, tercatat sebanyak 9.280 kasus AIDS. Sementara data triwulan II
tahun 2018 mencatat dari 21.336 kasus HIV positif, tercatat sebanyak 6.162 kasus
AIDS. Adapun jumlah kumulatif kasus AIDS sejak pertama kali dilaporkan pada
tahun 1987 sampai dengan Juni 2018 tercatat sebanyak 108.829 kasus.
Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah wilayah terburuk kedua yang terinfeksi
HIV dengan besar 15% - 18% dari total penyakit HIV/AIDS diseluruh dunia. Sekitar
dua per tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5,7 juta
infeksi. Selain India, populasi HIV/AIDS terbesar di Asia juga terdapat di wilayah
Kamboja, Myanmar, dan Thailand

7
HIV/AIDS 2019

Data terakhir yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia


mengenai epidemiologi penyakit HIV/AIDS di Indonesia, sampai 31 Maret 2010
tercatat sekitar 20.564 kasus AIDS dan 3936 meninggal yang tersebar di seluruh
provinsi. Jumlah tersebut tentu saja diyakini masih jauh dari jumlah penderita yang
sebenarnya, mengingat fenomena gunung es pada penyakit ini
Provinsi Sumatera Utara, termasuk dalam sepuluh besar provinsi dengan kasus
AIDS terbanyak di Indonesia, sampai 31 Maret 2010 tercatat 485 kasus AIDS dan 93
kasus diantaranya meninggal dunia. Dari hasil ini, didapatkan data bahwa jumlah
kumulatif kasus AIDS per seratus ribu penduduk di Sumatera Utara mencapai kisaran
angka 3,71 %. Medan menduduki urutan pertama dengan kasus HIV/AIDS terbanyak
di Provinsi Sumatera Utara , tercatat sejak tahun 1994 – April 2009 terdapat 581 orang
penderita AIDS dan 600 orang penderita HIV.

2.3.Etiologi
Kasus AIDS pertama kali ditemukan Centre of Disease Control (CDC) Amerika
serikat tahun 1981 pada lima pemuda homoseksual yang menderita peradangan paru
pneumocystic carinii di California. Pada tahun 1983, Luc Montagnier dkk dari Institut
Pasteur Perancis, telah menemukan penyebab AIDS yang disebut Lymphadenophaty
Associated Virus (LAV) karena virus ini dapat menyebabkan limfadenopati pada
penderita. Penelitian mengenai virus penyebab AIDS kemudian dilanjutkan oleh Robert
Gallo, pada Maret 1984, yang menemukan adanya perkembangan sel yang tetap
berlangsung dan produktif pada pasien setelah terinfeksi virus, sehingga disebut Human
T-cell Lymphotropic Virus Type III (HLTV-III). Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan
bahwa kedua virus ini sama, sehingga pada bulan Mei tahun 1986, Komisi Taksonomi
WHO (The International Community on Taxonomy of Viruses) sepakat untuk
memberikan nama baru ntuk virus penyebab AIDS yaitu HIV.

2.4. Cara Penularan


Cara Penularan HIV/AIDS Menurut Departemen kesehatan RI (2008) penularan
HIV/AIDS melalui 3 cara yaitu :

8
HIV/AIDS 2019

1. Penularan Seksual
Secara umum dapat dikatakan, hubungan seksual adalah cara penularan
HIV/AIDS yang paling sering terjadi. Virus dapat ditularkan dari seseorang yang
terinfeksi kepada pasangan seksualnya, baik itu sesama jenis (Homoseks) kelamin
atau sebaliknya berbeda jenis kelamin (Heteroseks), atau ada yang mendonorkan
semennya kepada orang lain. Hubungan seksual tersebut adalah hubungan seksual
dengan penetrasi penis-vagina, penis-anus atau kontak mulut. Resiko terinfeksi
HIV/AIDS melalui hubungan seksual tergantung kepada beberapa hal:
a. Kemungkinan Bahwa Pasangan Seksual Terinfeksi HIV. Angka kejadian
infeksi HIV pada penduduk seksual aktif sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lainnya, juga berbeda antara satu kelompok penduduk dengan
kelompok penduduknya lainnya dalam satu daerah.Kemungkinan proporsi
seseorang terinfeksi HIV terbanyak melalui hubungan heteroseksual maka
kelompok masyarakat yang beresiko untuk terinfeksi HIV adalah PSK dan laki- 3
laki yang sering kali melakukan hubungan seks dengan PSK.
b. Penularan HIV/AIDS melalui Hubungan Seksual Berganti-ganti Pasangan.
Semua hubungan seksual yang dilakukan dengan cara berganti-ganti pasang
mempunyai resiko penularan infeksi HIV. Namun, resiko tertinggi terjadinya
infeksi HIV pada pria dan wanita ialah mereka yang berlaku sebagai penerima
dari hubungan seksual anal dengan pasangan seksual yang terinfeksi HIV.
Hubungan cara vaginal kemungkinan membawa resiko tinggi bagi pria dan wanita
heteroseksual dari pada oral-genital.Kontak oral-genital memungkinkan
penularan HIV.

2. Penularan Parental

Penularan ini terjadi melalui transfusi dengan darah yang terinfeksi HIV atau
produk darah atau penggunaan jarum yang terkontaminasi dengan HIV atau peralatan lain
yang melukai kulit.

9
HIV/AIDS 2019

3. Penularan Perinatal

Penularan dari seorang wanita kepada janin yang dikandungnya atau


bayinya.Penularan ini dapat terjadi sebelum, selama, atau beberapa saat setelah bayi
dilahirkan. Resiko penularan HIV dalam rahim si ibu atau selama proses kelahiran
sebesar 20-40%.
2.5. Perjalanan Infeksi dan Patogenesis

Perjalanan Infeksi HIV/AIDS Pada saat seseorang terinfeksi HIV maka


diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk
kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum
bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada
dalam tubuh manusia.Tahap ini disebut sebagai periode jendela.Sebelum masuk
tahap AIDS, maka orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya
terdapat HIV (Departemen kesehatan RI, 2008).
Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak
mempunyai kelainan khas ataupun keluhan lainnya dan bahkan bisa diperpanjang
menjadi 3 tahun. Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan
merusak sel darh putih (yang berperan dalam sistem kekebalan 5 tubuh) dan setelah
5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap
AIDS. Dimana akan muncul berbagai infeksi seperti infeksi jamur, virus-virus lain,
kanker dan sebagainya .
Menurut The Center of Disease Control (CDC), setelah terpapar HIV, penderita
tidak secara langsung menimbulkan gejala klinis AIDS. Ada beberapa tahapan infeksi
HIV sampai timbulnya manifestasi klinis; yaitu tahap infeksi HIV akut, infeksi HIV
asimtomatik (masa laten) yang tidak menimbulkan gejala, limfadenopati (radang
kelenjar getah bening) yang persisten dan menyeluruh, sampai akhirnya timbul tanda-
tanda penyakit yang menakutkan pada pasien, yaitu tahap AIDS.
a. Infeksi HIV akut
Sekitar dua sampai enam minggu setelah terinfeksi (biasanya dua minggu), akan
terjadi sindrom retroviral akut. Lebih dari setengah orang yang terinfeksi HIV akan

10
HIV/AIDS 2019

menunjukkan gejala infeksi primer yang bervariasi seperti demam, adenopati,


faringitis, kelainan kulit, diare, sakit kepala, mual dan muntah, hepatosplenomegali,
penurunan berat badan, gangguan jamur di rongga mulut, dan gejala neurologis (nyeri
kepala, nyeri belakang kepala, depresi). Gejala ini tidak spesifik pada infeksi HIV
saja, tetapi juga akan terjadi pada infeksi retrovirus lain. Setelah dua sampai enam
minggu gejala dapat menghilang disertai serokonversi, dengan atau tanpa pengobatan.
Setelah terinfeksi HIV, ada saat dimana pemeriksaan serologi antibodi HIV terhadap
pasien menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah ada dalam tubuh
hospes. Fase ini disebut periode jendela (window period), yaitu penderita sudah dapat
menularkan HIV kepada orang lain walaupun pemeriksaan antibodinya menunjukkan
hasil negatif. Periode ini dapat berlangsung selama tiga sampai dua belas minggu.

b. Infeksi HIV asimtomatik (masa laten)


Terdapat jeda waktu yang panjang pada pasien, yang mana pasien tidak mengalami
manifestasi fisik dari infeksi, tapi tetap anti-HIV positif. Sebagian besar pengidap
HIV berada pada fase laten ini tidak terlihat gejala pada pasien. Penderita terlihat
sehat, dapat melakukan aktivitas secara normal, namun sudah dapat menularkan virus
kepada orang lain. Jumlah virus di dalam darah dan jaringan limfoid pasien berada
dalam batas rendah dan jumlah CD4 limfosit masih berada dalam batas normal. Masa
laten klinis ini dapat terjadi selama dua minggu sampai delapan tahun atau lebih.
c. Limfadenopati persisten yang menyeluruh
Limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening didefinisikan dengan adanya
nodus limfe yang berdiameter lebih dari satu sentimeter pada dua atau beberapa
daerah ekstra inguinal selama lebih dari tiga bulan, tetapi tidak terdapat penyakit atau
kondisi lain selain infeksi HIV yang menjelaskan alasan dari keadaan tersebut.
d. Infeksi HIV simtomatik (AIDS)
Pada fase ini terjadi perubahan progresif dalam pengaturan kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh limfopenia sel-T, dan berkurangnya fungsi T-cell helper ini yang
mengakibatkan AIDS berkembang sepenuhnya. Penyakit ini ditandai oleh infeksi-

11
HIV/AIDS 2019

infeksi oportunistik dan kerentanan terhadap bentuk–bentuk kanker tertentu. Jumlah


CD4 pasien sudah berada pada taraf kritis, hingga dibawah 200sel/ul darah.

2.6.Diagnosis HIV/AIDS

Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan
diagnosis. Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis
pemeriksaan laboratorium HIV dapat berupa:

1. Tes serologi Tes serologi terdiri atas:


a. Tes cepat Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang
ditunjuk Kementerian Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi terhadap
HIV-1 maupun HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang
lebih sedikit dan waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit
bergantung pada jenis tesnya dan dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih.
b. Tes Enzyme Immunoassay (EIA) Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1
dan HIV-2. Reaksi antigenantibodi dapat dideteksi dengan perubahan warna.
c. Tes Western Blot Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada
kasus yang sulit - 12 - Bayi dan anak umur usia kurang dari 18 bulan terpajan
HIV yang tampak sehat dan belum dilakukan tes virologis, dianjurkan untuk
dilakukan tes serologis pada umur 9 bulan (saat bayi dan anak mendapatkan
imunisasi dasar terakhir). Bila hasil tes tersebut:
2. Tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tes virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur
kurang dari 18 bulan. Tes virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif dari
darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS), dan HIV RNA kuantitatif dengan
menggunakan plasma darah. Bayi yang diketahui terpajan HIVsejak lahir
dianjurkan untuk diperiksa dengan tes virologis paling awal pada umur 6
minggu. Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologist pertama hasilnya
positif, maka terapi ARV harus segera dimulai; pada saat yang sama dilakukan
pengambilan sampel darah kedua untuk pemeriksaan tes virologis kedua.

12
HIV/AIDS 2019

3. Tes virologis terdiri atas:


a. HIV DNA kualitatif (EID)
Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada
keberadaan antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk diagnosis pada
bayi.
b. HIV RNA kuantitatif
Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan dapat
digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis
pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.
Diagnosis HIV pada bayi dapat dilakukan dengan cara tes
virologis, tes antibodi, dan presumtif berdasarkan gejala dan tanda klinis.
1. Diagnosis HIV pada bayi berumur kurang dari 18 bulan, idealnya
dilakukan pengulangan uji virologis HIV pada spesimen yang berbeda
untuk informasi konfirmasi hasil positif yang pertama sebagaimana bagan
di bawah ini. Diagnosis HIV pada Anak > 18 bulan, Remaja dan Dewasa
Tes untuk diagnosis HIV dilakukan dengan tes antibodi menggunakan
strategi III (pemeriksaan dengan menggunakan 3 jenis tes antibodi yang
berbeda sensitivitas dan spesivisitasnya).
Berikut alur diagnosis HIV:

13
HIV/AIDS 2019

14
HIV/AIDS 2019

Diagnosis AIDS untuk kepentingan Surveilans ditegakkan apabila


terdapat infeksi opurtunistik ( Pada Gambar 1 ) atau limfosit CD4+ kurang dari
200 sel/mm3.

15
HIV/AIDS 2019

2.7. Infeksi Opurtunistik pada AIDS

Ada beberapa penyakit yang dapat timbul pada pasien, yakni seperti di bawah ini:
- Subgrup A : Penyakit Konstitusional
Gejala-gejala seperti demam atau diare yang persisten selama lebih dari satu bulan atau
penurunan berat badan yang lebih dari 10% dari berat ideal pasien sebelum sakit, yang
tidak terdapat infeksi atau penyakit lain yang dapat menjelaskan alasan keadaan tersebut,
selain infeksi HIV/AIDS.
- Subgrup B : Penyakit Neurologi
Banyak pasien yang mengalami simtom neurologi sebelum mengalami tanda infeksi
HIV lainnya. Pada mulanya pasien akan mengalami kehilangan memori, sulit
berkonsentrasi, menarik diri dari pergaulan sosial, dan letargi. Tanda awal tersebut
sering dianggap sebagai suatu depresi dan biasanya diabaikan, sampai akhirnya
berkembang menjadi gangguan yang lebih dramatis seperti demensia yang hebat dan
keterbelakangan psikomotor. Gangguan motoris pada mulanya terlihat dari hilangnya

16
HIV/AIDS 2019

koordinasi, tremor, langkah yang goyah, dan bahkan dapat berkembang menjadi
ataksia dan paraplegia yang hebat.
- Subgrup C : Penyakit Infeksi Sekunder (Infeksi Oportunistik)
Organisme yang relatif nonvirulen dalam tubuh dapat mengakibatkan infeksi yang
hebat dan mengancam jiwa pada pasien yang sistem imunnya sudah rusak akibat HIV.
Infeksi oportunistik yang sering dijumpai antara lain Pneumonia pneumositis cranii,
toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, tuberkulosis, kandidiasis rongga mulut, dan
lain sebagainya.
- Subgrup D : Kanker Sekunder
Diagnosis dari satu atau beberapa kanker yang terbukti mempunyai hubungan dengan
infeksi HIV merupakan indikator dari hilangnya imunitas sel sebagai mediator. Infeksi
kanker sekunder yang sering terjadi adalah Sarkoma Kaposi, limfoma non-Hodgkin, atau
limfoma primer dari otak.
- Subgrup E : keadaan lain pada Infeksi HIV
Tanda klinis dari penyakit, yang tidak diklasifikasikan seperti di atas, dapat berperan pada
infeksi HIV dan merupakan indikator dari cacat pada imunitas sel sebagai mediator
pasien, simtom yang berhubungan dengan infeksi HIV termasuk Pneumositis interstisial
limfoid kronis dan simtom-simtomnya, dan penyakit infeksi sekunder dan neoplasma lain
yang tidak tercantum di atas.

2.8. Penatalaksanaan HIV/AIDS


Sesudah dinyatakan HIV positif, dilakukan pemeriksaan untuk mendiagnosis adanya
penyakit penyerta serta infeksi oportunistik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk
menentukan stadium infeksi HIV dapat dilihat pada tabel 3 dan 4. Untuk selanjutnya
ODHA akan mendapatkan paket layanan perawatan dukungan pengobatan yang dapat di
lihat pada bagan 3. Selanjutnya dilakukan pencatatan pada Ikhtisar Perawatan HIV dan
Terapi Antiretrovira. HIV/AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total,
namun data belakangan ini menyebutkan bahwa kombinasi beberapa obat ARV (Anti Retro
Viral) bermanfaat menurunkan mortalitas dan morbiditas dini akibat infeksi HIV. Manfaat

17
HIV/AIDS 2019

ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan tubuh akibat HIV dan pulihnya kerentanan
odha terhadap infeksi opurtunistik.

Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu

 Pengobatan dengan ARV untuk menekan replikasi virus


 Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberculosis, hepatitis,
toksoplasma, sarcoma kaposi, limfoma, kanker serviks.
 Pengobatan suportif yaitu konsumsi makanan yang mempunyai nilai gizi yang
baik dan dukungan psikososial, dukungan agama serta istirahat yang cukup
dan kebersihan diri yang baik.

18
HIV/AIDS 2019

Alur terapi HIV:

Prinsip pemberian ARV adalah harus menggunakan 3 jenis obat yang ketiganya
harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal dengan highly
active antiretroviral therapy (HAART). Istilah HAART sering disingkat menjadi ART
(antiretroviral therapy) atau terapi ARV. Pemerintah menetapkan paduan yang
digunakan dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan pada 5 aspek yaitu efektivitas,
efek samping/toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan harga obat. Konseling terapi yang
memadai sangat penting untuk terapi seumur hidup dan keberhasilan terapi jangka
panjang. Isi dari konseling terapi ini termasuk: kepatuhan minum obat, potensi/

19
HIV/AIDS 2019

kemungkinan risiko efek samping atau efek yang tidak diharapkan atau terjadinya
sindrom pulih imun (Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome/IRIS) setelah
memulai terapi ARV, terutama pada ODHA dengan stadium klinis lanjut atau jumlah
jumlah CD4 <100 sel/mm3, dan komplikasi yang berhubungan dengan terapi ARV
jangka panjang. Orang dengan HIV harus mendapatkan informasi dan konseling yang
benar dan cukup tentang terapi antiretroviral sebelum memulainya. Hal ini sangat penting
dalam mempertahankan kepatuhan minum ARV karena harus diminum selama hidupnya.
Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum ARV adalah penyediaan ARV secara
cuma-cuma, kemudahan minum obat dan kesiapan untuk meminumnya.
Setelah dilakukan konseling kepatuhan, ODHA diminta berkomitmen untuk
menjalani pengobatan ARV secara teratur untuk jangka panjang. Konseling meliputi cara
dan ketepatan minum obat, efek samping yang mungkin terjadi, interaksi dengan obat
lain, monitoring keadaan klinis dan monitoring pemeriksaan laboratorium secara berkala
termasuk pemeriksaan CD4.

1) Paduan ART Lini Pertama


Pilihan paduan ART lini pertama berikut ini berlaku untuk ODHA yang belum pernah
mendapatkan ARV sebelumnya (naive ARV).
1. Paduan ART lini pertama pada anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa
ART lini pertama untuk anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa, termasuk ibu hamil
dan menyusui, ODHA koinfeksi hepatitis B, dan ODHA dengan TB

a. Jangan memulai TDF jika creatine clearance test (CCT) hitung < 50 ml/menit, atau
pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal
b. Jangan memulai dengan AZT jika Hb < 10 g/dL sebelum terapi
c. Kombinasi 3 dosis tetap (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV

20
HIV/AIDS 2019

Paduan ART lini pertama pada anak usia kurang dari 5 tahun
Paduan ART lini pertama pada anak sama seperti orang dewasa, yaitu menggunakan
kombinasi 2 NRTI dan 1 NNRTI dengan pilihan ART lini pertama pada anak <5 tahun
a Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 7,5 g/dl maka
dipertimbangkan pemberian Stavudin(d4T).
b Dengan adanya risiko efek samping pada penggunaan d4T jangka panjang, maka
dipertimbangkan mengubah d4T ke AZT (bila Hb anak > 10 gr/dl) setelah pemakaian 6-
12 bulan. Bila terdapat efek anemia berulang maka dapat kembali ke d4T.
c Tenofovir saat ini dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun. Selain itu perlu
dipertimbangkan efek samping osteoporosis pada tulang anak yang sedang bertumbuh
karena penggunaan ARV diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tinggi badan.
d EFV dapat digunakan pada anak ≥ 3 tahun atau BB ≥ 10 kg, jangan diberikan pada anak
dengan gangguan psikiatrik berat. EFV adalah pilihan pada anak dengan TB.
Jika berat badan anak memungkinkan, sebaiknya gunakan KDT.

21
HIV/AIDS 2019

2) PADUAN ARV LINI KEDUA

Paduan ARV lini kedua pada remaja dan dewasa


Resistansi silang dalam kelas ARV yang sama terjadi pada mereka yang
mengalami kegagalan terapi. Resistansi terjadi ketika HIV terus berproliferasi
meskipun dalam terapi ARV. Jika kegagalan terapi terjadi dengan paduan NNRTI
atau 3TC, hampir pasti terjadi resistansi terhadap seluruh NNRTI dan 3TC.
Penggunaan ARV menggunakan kombinasi 2 NRTI + boosted PI menjadi
rekomendasi sebagai terapi pilihan lini kedua untuk dewasa, remaja, dan juga anak
dengan paduan berbasis NNRTI yang digunakan sebagai lini pertama.
Prinsip pemilihan paduan ARV lini kedua adalah pilih kelas obat ARV sebanyak
mungkin, dan bila kelas obat yang sama akan dipilih maka pilihlah obat yang sama
sekali belum dipakai sebelumnya. Anak dengan paduan berbasis PI untuk lini
pertama, diubah (switch) ke NNRTI atau tetap berbasis PI namun sesuaikan dengan
umur yang direkomendasikan. Selengkapnya pilihan paduan ARV beserta efek
samping yang mungkin timbul dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

22
HIV/AIDS 2019

Paduan ART lini kedua pada anak, pada tabel dibawah ini

3) Paduan ARV lini ketiga


Jika terjadi kegagalan lini kedua maka perlu dilakukan terapi penyelamatan yang
efektif. Kriteria yang digunakan untuk penentuan kegagalan terapi lini kedua harus
menggunakan criteria virologis (pemeriksaan HIV RNA). Seperti pada penentuan
gagal terapi lini pertama, penentuan kegagalan terapi lini kedua harus dilakukan saat
ODHA menggunakan ART lini kedua minimal 6 bulan dalam keadaan kepatuhan
yang baik. Tes resistansi genotyping diwajibkan sebelum pindah ke lini ketiga. Pada
penentuan indikasi dan memulai lini ketiga, diperlukan konsultasi dengan rumah sakit
rujukan yang sudah mempunyai pengalaman. Berikut adalah paduan ART lini ketiga
beserta

Diharapkan dengan pengobatan tersebut angka kematian dapat ditekan dan


harapan hidup dapat ditingkatkan dan kejadian infeksi opurtunistik dapat berkurang.

23
HIV/AIDS 2019

2.9.Konseling dan Tes HIV


Untuk mengetahui status HIV seseorang, maka klien/pasien harus melalui
tahapan konseling dan tes HIV (KT HIV). Secara global diperkirakan setengah
ODHA tidak mengetahui status HIV-nya. Sebaliknya mereka yang tahu sering
terlambat diperiksa dan karena kurangnya akses hubungan antara konseling dan
tes HIV dengan perawatan, menyebabkan pengobatan sudah pada stadium AIDS.
Keterlambatan pengobatan mengurangi kemungkinan mendapatkan hasil yang
baik dan penularan tetap tinggi.
Tujuan konseling dan tes HIV adalah harus mampu mengidentifikasi
ODHA sedini mungkin dan segera memberi akses pada layanan perawatan,
pengobatan dan pencegahan. KT HIV merupakan pintu masuk utama pada
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Dalam kebijakan dan
strategi nasional telah dicanangkan konsep akses universal untuk mengetahui
status HIV, akses terhadap layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan
pengobatan HIV dengan visi getting 3 zeroes. Konseling dan tes HIV harus
mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global yaitu 5 komponen dasar
yang disebut 5C (informed consent; confidentiality; counseling; correct test
results; connections to care, treatment and prevention services).
Prinsip 5C tersebut harus diterapkan pada semua model layanan Konseling dan
Tes HIV.
1. Informed Consent
adalah persetujuan akan suatu tindakan pemeriksaan laboratorium HIV yang
diberikan oleh pasien/klien atau wali/pengampu setelah mendapatkan dan
memahami penjelasan yang diberikan secara lengkap oleh petugas kesehatan
tentang tindakan medis yang akandilakukan terhadap pasien/klien tersebut.
2. Confidentiality
adalah Semua isi informasi atau konseling antara klien dan petugas pemeriksa
atau konselor dan hasil tes laboratoriumnya tidak akan diungkapkan kepada pihak
lain tanpa persetujuan pasien/klien.Konfidensialitas dapat dibagikan kepada

24
HIV/AIDS 2019

pemberi layanan kesehatan yang akan menangani pasien untuk kepentingan


layanan kesehatan sesuai indikasi penyakit pasien.
3. Counselling
yaitu proses dialog antara konselor dengan klien bertujuan untuk memberikan
informasi yang jelas dan dapat dimengerti klien atau pasien. Konselor
memberikan informasi, waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah
terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Layanan konseling HIV harus
dilengkapi dengan informasi HIV dan AIDS, konseling pra-Konseling dan Tes
pascates yang berkualitas baik.
4. Correct test resul
. Hasil tes harus akurat. Layanan tes HIV harus mengikuti standar pemeriksaan
HIV nasional yang berlaku. Hasil tes harus dikomunikasikan sesegera mungkin
kepada pasien/klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang memeriksa.
5. Connections to, care, treatment andprevention services
Pasien/klien harusdihubungkan atau dirujuk ke layanan pencegahan, perawatan,
dukungan dan pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik
dan terpantau. Penyelenggaraan KT HIV,adalah suatu layanan untuk mengetahui
adanya infeksi HIV di tubuh seseorang. Layanan ini dapat diselenggarakan di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. KT HIV didahului dengan
dialog antara klien/pasien dan konselor/petugas kesehatan dengan tujuan
memberikan informasi tentang HIV dan AIDS dan meningkatkan kemampuan
pengambilan keputusan berkaitan dengan tes HIV.2,3
Adenomisois merupakan suatu penyakit yangv progresif selama masa reproduksi
dan akan mengalami regresi bila memasuki masa menopause. Tidak memiliki
kecenderungan menjadi ganas.

25
HIV/AIDS 2019

BAB 3

KESIMPULAN

AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker
tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Virus ini merusak
sistem imun tubuh sehingga penderita akan sangat rentan terhadap mikroorganisme
oportunistik. HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai
antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. HIV dapat ditemukan
pada darah, semen, ASI, dan sekret vagina. Pada cairan-cairan inilah virus dapat
ditularkan. Selain itu, HIV juga dapat ditemukan pada saliva, air mata, urin, cairan
serebrospinal, dan cairan amnion, tetapi tidak bersifat menularkan.

Transmisi HIV dapat terjadi melalui kontak atau pencampuran dengan cairan
tubuh yang mengandung virus, seperti: melakukan hubungan seksual yang tidak aman
dengan pengidap HIV, menggunakan jarum suntik atau alat tusuk lain (akupuntur, tindik,
tato) yang telah terkontaminasi virus HIV, kontak kulit atau membran mukosa dengan
darah dan produk darah yang telah terkontaminasi HIV, menerima transplantasi organ
atau jaringan termasuk tulang atau transfusi darah dari penderita HIV, dan penularan dari
ibu hamil pengidap HIV kepada janin saat kehamilan, proses kelahiran, maupun saat
menyusui.

HIV/AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total, namun data
belakangan ini menyebutkan bahwa kombinasi beberapa obat ARV (Anti Retro Viral)
bermanfaat menurunkan mortalitas dan morbiditas dini akibat infeksi HIV

26
HIV/AIDS 2019

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Pengobatan


Antiretroviral Tahun 2014
2. HIV dan AIDS di Indonesia. Kementerian kesehatan
http://www.depkes.go.id/article/view/18120300001/hari-aids-sedunia-momen-
stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat-.html
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
5 ed. Jakarta; 2009.
4. Consolidated Guidelines On The Use Of Antiretroviral Drugs For Treating And
Preventing Hiv Infection 2016
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/208825/9789241549684_eng.pd
f;jsessionid=60FBE48FDF1B33684C0D868AD501259A?sequence=1
5. World Health Organization tahun 2012
6. Pusat Data Kesehatan RI Tahun 2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-
2006. Jakarta
7. Riset Kesehatan Dasar Indonesia
8. Global AIDS Update . UNAIDS .2016

27

Anda mungkin juga menyukai