Anda di halaman 1dari 28

KEJANG DEMAM

Oleh:
dr. Renata Telaumbanua
Dokter Internsip

Pendamping:

dr. Isma Ninda Ningsih

NIP. 1940406 200604 2 002

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. TENGKU MANSYUR

KOTA TANJUNGBALAI PERIODE MEI 2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Diajukan dalam Rangka Tugas Program Internsip Dokter Indonesia

di RSUD dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai

Disusun oleh :

dr. Renata Telaumbanua

Dokter Pembimbing

dr. Isma Ninda Ningsih

NIP. 1940406 200604 2 002

2
DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................. 2
BAB I ................................................................................................................................................. 4.
PENDAHULUAN............................................................................................................................ 4.
BAB II................................................................................................................................................ 5.
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................... 5.
I. Definisi................................................................................................................................. 5.
II. klasifikasi............................................................................................................................ 5.
III. Etiologi................................................................................................................................. 7.
IV. Patogenesis...................................................................................................................... 10.
V. Manifestasi Klinis.......................................................................................................... 11.
VI. Pemeriksaan penunjang........................ 12Error: Reference source not found
VII. Tatalaksana.......................................................................................................................... 14.
VIII. Komplikasi....................................................................................................................... 18.
BAB III............................................................................................................................................ 19.
LAPORAN KASUS....................................................................................................................... 19.
I. IDENTITAS PASIEN...................................................................................................... 19.
II. ANAMNESIS..................................................................................................................... 19.
III. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................................................. 20.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................... 21.
VI. PENATALAKSANAAN.................................................................................................. 22.
III. FOLLOW UP..................................................................................................................... 23.
BAB IV............................................................................................................................................ 23.
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 24.

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam atau febrile convulsion merupakan bangkitan kejang yang


terjadi pada suhu badan tinggi (suhu diatas 38 0 C) karena terjadi kelainan
ekstrakranial. Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosis serta
tatalaksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama
kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu
anak berumur berapa.1

Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau
fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang.
Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan
kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat
kehamilan ibu serta kelahiran bayi 1

Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara
spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan prognosis baik secara seragam 2

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak di Amerika Serikat, Amerika Selatan,
Amerika Selatan, dan Eropa Barat, sedangkan kejadian di Asia dilaporkan lebih
tinggi, yakni sekitar 80%. Hampir 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang
demam sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa kira-kira 20%
kasus merupakan kejang demam kompleks. Pendapat para ahli tentang usia penderita
saat terjadi bangkitan kejang demam tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak,
kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun
dengan insidensi tertinggi pada usia 18 bulan. Sekitar 6-15% terjadi pada usia >4
tahun. Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki.3

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38o C) disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya
suatu awitan hipertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus 4

4
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297
penderita kejang demam, 66 (±22,2%) penderita tidak diketahui
penyebabnya.5 Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat
peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian
tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otitis media akut.6

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,
dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan
gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Perlu diadakan
pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dan pungsi lumbal. Hal
ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan
meningitis bakterial7

Penanggulangan yang tepat dan cepat harus segera dilakukan sehingga


prognosis kejang demam baik dan tidak menyebabkan kematian. Dari penelitian
yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.8 Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat
benigna. Angka kematian hanya 0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita kejang
demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi yaitu
sebanyak 2-7%. 4% penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan
tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi9

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh(suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium,terjadi pada anak berusia lebih dari 3 bulan dan tidak ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam merupakan kelainan neurologis
yang paling sering dijumpai pada anak berusia sekitar 3 bulan sampai 5 tahun tanpa
disertai infeksi intrakranial,gangguan elektrolit,dan gangguan metabolik lainnya.3Dari
beberapa penelitian dijumpai 2-5% anak di bawah usia 5 tahun mengalami kejang,
baik kejang pertama maupun ulangan yang didahului kenaikan suhu tubuh.

Menurut ILAE, International League Against Epilepsy, anak yang pernah


mengalami kejang tanpa demam, kemudian mengalami kejang demam tidak termasuk
dalam kejang demam. 10Kejang disertai demam yang terjadi pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam. Para ahli sepakat bahwa bila
anak yang berumur kurang dari 3 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
yang didahului demam, harus dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.11

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan
penyakit saraf seperti meningitis,ensefalitis atau ensefalopati.Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.12

2.2 Klasifikasi

Umumnya kejang demam ini dibagi menjadi dua golongan. Kriteria untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar.Dalam hal ini terdapat
beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis
kejang,tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran
rekamanotak,dan lainnya.13

6
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2016 membuat klasifikasi kejang
demampada anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (simple febrile
seizure) dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure).

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan


80% diantaraseluruh kejang demam.
 Kejangdemamberlangsung singkat
 Durasikurang dari15menit
 Kejang dapatumum,tonik,danatauklonik
 Umumnya akanberhentisendiri
 Tanpagerakanfokal
 Tidakberulang dalam24jam

Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika suhu


meningkat dengan mendadak, sehingga sering kali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang.2

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum,biasanya


bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal, kadang – kadang hanya kaku
umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar
saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,umumnya pada kenaikan
suhu yang mendadak.2

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), 20% di


antara seluruh kejang demam.
 Kejang lamadengan durasilebihdari15menit.
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial.
 Berulanglebihdari1kalidalam24jam.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan anak tidak sadar.Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi,

7
atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang
2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16 % di antara anak yang mengalami kejang demam.14

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui.Demam nya sering


disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis,
pneumonia,bronkopneumonia,bronkhitis,tonsilitis, dan infeksi saluran kemih.15

Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa
kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan
perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada
bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering
adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi
idiopatik,hipoglikemia,tumor otak,asfiksia,perdarahan intrakranial spontan serta
trauma post natal.4

Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut


semakin jarang menyebabkan konvulsi,tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali
muncul sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor
paling umum.Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak,
sisa kerusakan otak akibat trauma,infeksi, dan tumor otak.4

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang


demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu
anaksedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah
imunisasi DTP(pertusis) dan morbili(campak).4

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada


297 penderita kejang demam, 66(±22,2%) penderita tidak diketahui
penyebabnya.16Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat
peradangan.Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian
tubuhnya,misalnya tonsilo-faringitis dan otitis media akut (lihat tabel).

8
Tabel1.Penyebab demam pada 297 anak penderita kejang demam

Penyebab demam Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis 100

Otitis media akut (radang liang telinga tengah) 91

Enteritis/gastroenteritis(radang saluran cerna) 22

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi 44

Bronkitis(radang saluran nafas) 17

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas) 38

Morbili (campak) 12

Varisela (cacar air) 1

Dengue (demam berdarah) 1

Tidak diketahui 66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai kejang


demam dari pada infeksi lainnya.Sekitar 4,8%-45% penderita gastroenteritis oleh
kuman Shigella mempunyai risiko mengalami kejang demam yang lebih tinggi
dibanding penderita gastroenteritis oleh kuman penyebab lainnya3

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang


demam pada Shigellosis dan Salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek
toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.5

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor prenatal
(usia ibusaat hamil, riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil primi/multipara,
pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia
kehamilan, partus lama,cara lahir),faktor pasca natal (trauma kepala),jenis

9
kelamin,dan kadar natrium rendah.15 Setelah kejang demam pertama kira-kira33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak
mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia
dini,cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.9

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama


sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang
mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah
berumur 5-8 tahun.Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam
lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih
dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan sederhana.9

Faktor risiko berulangnya kejang demam:

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor


risiko berulangnya kejang demam adalah:

- Riwayat kejang demam dalam keluarga


- Usia kurang dari 12 bulan
- Temperaturnya rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam
- Terdapat kelainan neurologis(meskipun minimal)
- Kejang awal yang unilateral
- Kejang berhenti lebih dari 30 menit
- Kejang berulang karena penyakit yang sama.

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80 %,sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam
paling besar adalah pada tahun pertama.13

2.4 Patogenesis

10
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya,kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ di dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya.Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim Na – K –ATPase yang terdapat pada permukaan sel.17

Pada keadaan demam,kenaikan suhu1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen 20%.Pada seorang anak
berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion K+maupun ion Na+melalui membran tadi,sehingga
mengakibatkannya lepas muatan listrik.18

Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke


seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter
dan terjadilah kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat,yang disebabkan oleh infeksi diluar
SSP,misalnya infeksi pada telinga, dan infeksi saluran pernafasan lainnya.18

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak


memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.Kejang demam yang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen otak.19

Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya


apnea,meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akibatnya terjadi hipoksemia,hiperkapnea,asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, dan suhu tubuh yang makin meningkat disebabkan karena

11
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.Kejang demam yang berlangsung lama juga dapat
menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.18

2.5 GejalaKlinis20

Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik


atautonik klonik bilateral. Sering kali kejang berhenti sendiri.Setelah kejang
berhenti,anak tidak memberikan reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beeberapa
menit atau detik terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.Kejang
dapat diikuti dengan hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangung
beberapa jam hingga beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering
pada kejang demam pertama.

12
2.6 Diagnosis

a. Anamnesis21
• Adanya kejang, jeniskejang,kesadaran,lama kejang
• Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan
anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf
pusat (gejala ISPA,ISK, OMA, dll)
• Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
• Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
menyebabkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia,asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

b. Pemeriksaan Fisik21

• Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran


• Suhu tubuh: apakah terdapat demam
• Tanda ransang meningeal: Kaku kuduk,BrudzinskiI dan
II,Kernig,Laseque
• Pemeriksaan nervus kranial
• Tanda peningkatan tekanan intrakranial:UUB menonjol, papil edema
• Tanda infeksi diluar SSP:ISPA,OMA, ISK, dll
• Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek fisiologis, reflek
patologis

c. Pemeriksaan Penunjang22,23

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang


demam,tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya
darah perifer,elektrolit,dan gula darah.

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,saat ini

13
pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12
bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umumbaik.

Indikasi pungsi lumbal:

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal


2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
Pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan
tanda dan gejala meningitis.

Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis


meningitis karena manifestasi klinis nya tidak jelas. Sehingga, pungsi lumbal
dianjurkan pada:

1. Bayi kurang dari 12bulan–sangat dianjurkan


2. Bayi antara12-18 bulan–dianjurkan
3. Bayi >18bulan–tidak rutin

Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak


direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. EEG hanya
dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin


dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut
dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi


dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang

14
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder.Indikasi pemeriksaan
pencitraan seperti:

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)


2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

2.7 Diagnosis Banding20

Infeksi SSP dapat disingkirkan melalui pemeriksaan klinis dan


pemeriksaan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang
menimbulkan hemiparesis hingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses
intrakranial. Anak dengan demam tinggi dapat mengalami
delirium,menggigil,pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang
demam.Malaria juga dijadikan salah satu diagnose banding.

2.8 Tatalaksana21,22

a. Tatalaksana saat kejang

Apabila anak kejang,maka yang pertama dilakukan adalah tetap tenang dan
tidak panik. Longgarkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher. Bila anak
tidak sadar, posisikan anak miring.Bila terdapat muntah,bersihkan muntahan atau
lendir dimulut atau hidung.Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya
sangat kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua dirumah (prehospital)
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan10 mg
untuk berat badan lebih dari 12 kg. Pada umumnya kejang berlangsung singkat
(rerata 4 menit) dan pada waktu pasien datang,kejang sudah berhenti. Bila setelah
pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang lagi dengan cara
dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian
diazepam rektal masih tetap kejang,dianjurkan kerumah sakit.

15
Apabila saat pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Algoritma tatalaksana
kejang ditunjukkan oleh gambar 2.1.

Gambar2.1Algoritma Penanganan Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak.

b. Tatalaksana saat Demam


• Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko


terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

• Antikonvulsan Intermieten

Yang dimaksud dengan obat anti konvulsan intermiten adalah obat anti
konvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko dibawah ini:

16
• Kelainan neurologis berat,misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kal iatau lebih dalam setahun
• Usia<6bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Bila pada episode kejang demam sebelumnya,suhu tubuh meningkat dengan cepat

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat
badan >12 kg),sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5
mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam.Perlu
diinformasikan pada orang tua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas,serta sedasi.

• Anti konvulsan rumatan

Pemberian anti konvulsan rumatan hanya diberikan pada kasus selektif


dan dalam jangka pendek.Indikasi pengobatan rumat:

1. Kejangfokal
2. Kejang lama>15menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat.Pada sebagian kecil kasus,terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati.Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumatan


untuk kejang demam tidak membutuhkan taperingoff, namun dilakukan pada saat
anak tidak sedang demam.

17
Indikasi rawat:

• Kejang demam kompleks


• Hiperpireksia
• Usia dibawah 6bulan
• Kejang demam pertama kali
• Terdapat kelainan neurologis

2.9 Prognosis22

a. Kecacatan atau kelainan neurologis

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik.Kejadian kecacatan


sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal.Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal.Suatu studi melaporkan terdapat gangguan
recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama.Hal tersebut
menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang
lama.

b. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga


2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkatan taraawitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut diatas ada,kemungkinan berulangnya kejang


demam adalah 80%,sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.

18
c. Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko menjadi epilepsi dikemudian hari adalah:

1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang


demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi


sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.

d. Kematian

Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.Angka


kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.

19
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : A
Agama : Islam
Umur : 2 tahun
Berat badan : 15kg
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 10 januari 2022

II.ANAMNESIS
a. Keluhan utama: kejang demam

b. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang dibawa oleh orang tuanyadengan keluhan kejang. Hal ini

dialami 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang 1x, seluruh tubuh kaku

dan kelonjotan, mata mendelik keatas. kejang selama 5 menit, setelah kejang

pasien sadar dan menangis. Demam sejak 2 hari ini, demam terus menerus.

Sebelumnya pasien sudah dibawa ke tempat praktek bidan namun demam masih

belum turun. Batuk (+), pilek tidak ada. Keluar cairan ditelinga disangakal.

Adanya mimisan dan muntah darah disangkal. anak tampak lemas. Sesak napas

tidak ada. Mual muntah tidak ada. BAB dan BAK dalam batas normal.

c. Riwayat penyakit terdahulu

Tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

d. Riwayat pengobatan:

Paracetamol syr

e. Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ditemukan dikeluarga yang mengeluhkan hal yang sama.

20
f. Riwayat imunisasi
Tidak lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status generalis

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : CM

Nadi/ irama : 96 x/menit, reguler

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu: 38,6 oC

Spo2 : 98%

Berat Badan : 15 kg

Turgor kulit : baik

Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)

Kepala

Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil isokor, tidakcekung, air

mata (+/+) refleks cahaya (+/+)

Hidung : napas cuping hidung (-)

Mulut : perioral sianosis (-), mulut kaku (-), mulut mencucu (-)

Ubun-ubun: tidak cekung

Leher: tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : normochest simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan

21
Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama ireguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi -

Palpasi : soepel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi: bising usus (+) N

Ekstremitas : akral hangat, oedem (-), CRT < 2 dtk

b. Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin : WBC : 13,3 103 /µ


Lymp : 1,9 103 /µ
Mid : 1,1 103 /µ
Gran : 10.3 103 /µ
Lymp% : 14,2 %
Mid % : 8,1 %
Gran % : 77,1 %
HGB : 11,5 g/dl
RBC : 4,17 103 /µ
HCT :13,9%
MCV : 81.4fl
MCH : 27,5 pg
MCHC : 33,9 g/dl
PLT : 179 103 /µ

22
KGD : 100 mg/dl
Swab antigen Cov-19 : Negatif

Pemeriksaan rontgen thorax:cor dan pulmo dalam batas normal.

IV. Diagnosis Kerja :

Kejang Demam Sederhana

V. Penatalaksanaan :

- O2 2lpm via NK

- IFVD RL 50gtt/I (mikro)

- Paracetamol drip 150mg/6jam/iv

- inj. Ceftriaxone 375mg/12jam/iv (ST)

- inj. Diazepam 4,5mg/iv bila kejang

23
III. FOLLOW UP

Tanggal 11-01-2022

S : Demam (+), Kejang (-) , batuk (+)

O : KU : tampak sakit sedang

, HR : 100x/i, RR : 22x/i, T : 37,9C

A : kejang demam

P :-IVFD RL 50gtt/i mikro

-Paracetamol drip 150mg/6jam/iv

- inj. Ceftriaxone 375mg/12jam/iv

-Salbutamol syr 3x 2ml

Tanggal 12 -01-2022

S : Demam (-), kejang (-), batuk (+)


O : KU : tampak sakit sedang
HR : 94x/i, RR : 20x/i, T : 37,2C Dilakukan

A : kejang demam

P :- IVFD RL 40gtt/i mikro

- Paracetamol drip 150mg/6jam/iv kp bila demam 38,5 C

- inj. Ceftriaxone 375mg/12jam/iv

- Salbutamol syr 3x 2ml

Tanggal 13 -01-2022

S : Demam (-), kejang (-), batuk (-)


O : KU : BAIK
HR : 94x/i, RR : 20x/i, T : 36,5C

A : kejang demam

24
P : obat pulang

Paracetamol syr 6ml jika demam

25
BAB IV
KESIMPULAN

Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan
suatu kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat dapat mengatasi
kondisi kejang dan mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang demam tidak
menyebabkan penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.
Diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh. Edukasi orang
tua penting karena merupakan pilar pertama penanganan kejang demam sebelum
dirujuk ke rumah sakit.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan


Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27. 2002 : 6 – 8.

2. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediatric II : Kejang Pada
Anak. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.

3. Waruiru & Appleton. Febrile Seizure: An Update. Arch Dis. 2008. Available from
URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1720014/pdf/v089p00751.pdf/?to
ol=pmcentrez.

4. Waruiru & Appleton. Febrile Seizure: An Update. Arch Dis. 2008. Diakses 3
Agustus 2011. Available from URL:

5. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060

6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1720014/pdf/v089p00751.pdf/?to
ol=pmcentrez.

7. Baumann Robert, MD. Febrile Seizures. 2002. Sumber Tulisan: http://www.


Emedicine.com/neuro/topic134.htm

8. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Long-term Treatment of the


Child with Simple Febrile Seizure. 1999; 6: 1307-1309. Sumber Tulisan:
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics

9. Tumbelaka, Alan R, Trihono, Partini P, Kurniati, Nia, Putro Widodo, Dwi.


Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII. Cetakan pertama. FKUI-RSCM.
Jakarta. 2005.

10. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak : Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 2007.

27
11. PusponegoroHardionoD,WidodoDwiPutro,IsmaelSofyan.KonsensusPenatalaksana
anKejangDemam.UnitKerjaKoordinasiNeurologiIkatanDokter Anak
Indonesia,Jakarta. 2006 : 1– 14.

12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

13. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK
Universitas Indonesia, Jakarta. 2000 : 48, 434 – 437.

14. Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.

15. Pusponegoro H.D dkk ; Standart Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Kejang
Demam ; Penerbit : IDAI ; 2005, hal. 209-211.

16. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Bagian IKA FKUI : 847-8.

17. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics
Practice Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile
Seizures. Pediatrics in Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 – 7.

18. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.

19. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta 2006.

20. Muid M ; Simposium Infeksi Pediatri Tropik dan Gawat Darurat Anak, Tata
Laksana Terkini Penyakit Tropis dan Gawat Darurat Pada Anak ; Kejang Demam ;
IDAI Cabang Jawa Timur : 2005, hal. 98-110.

21. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI, 1999.
h:244-52.

22. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Indris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
penyunting. Pedoman Pelayanan Medis jilid I. Jakarta: IDAI, 2009. h150-153.

23. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S,


penyunting. Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: IDAI 2016.h1-
14.

28

Anda mungkin juga menyukai