Oleh :
dr. Dhea Farisky
Pembimbing :
dr. Zulfito Marendra, Sp.A
LAPORAN KASUS
2022
Kwandang, 2022
Pembimbing
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................2
2.1. Tinjauan Kejang Demam..............................................................................2
2.1.1 Definisi.............. .....................................................................................2
2.1.2 Epidemiologi ..........................................................................................2
2.1.3 Klasifikasi .............................................................................................3
2.1.4 Etiologi dan faktor risiko .......................................................................4
2.1.5 Patofisiologi ...........................................................................................8
2.1.6 Penegakan diagnosis .............................................................................13
2.1.7 Penatalaksanaan ....................................................................................15
2.1.8 Diagnosa Banding .................................................................................19
2.1.9 Edukasi Orang Tua................................................................................19
2.1.10 Kriteria Rujukan..................................................................................19
2.1.11 Prognosis.............................................................................................19
2.2. Tinjauan Faringitis......................................................................................20
2.2.1 Definisi.............. ...................................................................................20
2.1.2 Epidemiologi ........................................................................................20
2.1.3 Etiologi dan faktor risiko .....................................................................20
2.1.4 Patofisiologi .........................................................................................21
2.1.5 Manifestasi Klinis ................................................................................21
2.1.6 Penegakan Diagnosis ...........................................................................24
2.1.7 Penatalaksanaan ...................................................................................26
2.1.7 Komplikasi ...........................................................................................26
2.1.8 Diagnosa Banding ................................................................................27
2.1.9 Konseling dan Edukasi.........................................................................27
ii
2.1.10 Kriteria Rujukan..................................................................................27
2.1.11 Prognosis.............................................................................................27
BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................28
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................37
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................39
BAB VI DAFTAR PUSTAKA............................................................................40
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Patofisiologi Kejang demam……………………………….......... 11
Gambar 2.2 Tataalaksana Kejang demam……………………………….......... 16
Gambar 2.3 Mekanisme Kerja Obat Antikonvulsan…………………………...18
Gambar 2.4 Patofisiologi Faringitis ……………………………………….......22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berusia 6 bulan-5 tahun.
Kejadian terbanyak adalah pada usia 17-23 bulan. Pada penelitian kohort
prospektif yang besar, 2-7% kejang demam mengalami kejang tanpa
demam atau epilepsy di kemudian hari. Kejadian kejang demam ada
kaitannya dengan faktor genetik. Anak dengan kejang demam 25-40%
mempunyai riwayat keluarga dengan kejang demam. 1,3
2
3
2.1.3 Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
kejang parsial
• Berulang lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.1,5
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.1
Kejang Fokal adalah kejang parsial atau satu sisi, atau kejang
umum yang didahului kejang parsial.1
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 2 hari dan
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar, Kejang berulang terjadi pada
16% anak yang mengalami kejang demam.1
b. Faktor Usia
5
k. Perdarahan intakranial
Merupakan akibat trauma atau asfiksia dan jarang diakibatkan
oleh gangguan perdarahan primer atau anomali kongenital. Perdarahan
subdural biasanya berhubungan dengan persalinan yang sulit terutama
terdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik. Perdarahan
subarachoid terutama terjadi pada bayi prematur yang biasanya
bersama dengan perdarahan intraventricular. Keadaan ini akan
menimbulkan gangguan struktur serebral dengan kejang.4
l. Infeksi sistem saraf pusat.
Resiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi
bila serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi SSP
seperti Ensefalitis virus berat seringkali menyebabkan terjadinya
kejang. Di negara-negara barat penyebab paling umum adalah Herpes
simpleks tipe 1 yang menyerang lobus temporalis. Kejang yang timbul
berbentuk serangan parsial kompleks dengan sering diikuti serangan
umum sekunder dan biasanya sulit diobati. Infeksi Virus ini dapat juga
menyebabkan daya ingat yang berat dan kejang dengan kerusakan otak
yang dapat berakibat fatal. Pada meningitis dapat terjadi sequel yang
secara langsung menimbulkan cacat berupa cerebral palsy, retradasi
mental, hidrosefalus, dan defisit nervus kranialis serta kejang. Dapat
pula cacat yang terjadi sangat ringan berupa sikatrik pada sekelompok
neuron atau jaringan sekitar neuron sehingga terjadilah fokus epilepsy
dalam waktu 2-3 tahun kemudian menimbulkan kejang. 4
b. Pemeriksaan Fisik.7
1. Tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan umum ditujukan untuk untuk menentukan peyakit yang
mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis media,
gastroenteritis)
3. Pemeriksaan neurologis meliputi kepala, ubun-ubun besar, tanda
14
c. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.1
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal
tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang
mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.1
Indikasi pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan klinis.1
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotk dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis. 1
d. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG :
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali
apabila ada bangkitan yang bersifat fokal.1
Keterangan :
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya
fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.1
15
e. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak
rutin dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana.
Pemeriksaan tersebut dilakukan apabila terdapat indikasi, seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.1
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5mg/kg/kali (5mg untuk BB <12kg dan 10mg untuk BB>12kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5mg/kali.
Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orang tua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan
dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas serta sedasi.1
c. Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek. Indikasi pengobatan rumat:1
• Kejang fokal
• kejang lama >15 menit
• Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang misalnya palsi serebra, hidrosefalus, hemiparesis.
Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan
perkembangan, bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang
fokal atau fokal menjadi umum menunjukan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal. Pada anak dengan kelainan
neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orang tua
khawatir diberikan terapi antikonvulsan rumat.1
d. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian
fenobarbital setiap hari menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Asam valproate menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat adalah 15-40mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital
3-4mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.1
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumatan
18
2.1.11 Prognosis1
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang, baik umum atau fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan regnition memory pada anak yang
mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi
kejang demam yang berpotensi menjadi kejang demam lama.1
2.2 Faringitis
2.2.1 Definisi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan
oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%,alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.
Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus
pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap tahunnya.
20
2.2.2 Epiemiologi
Infeksi saluran pernapasan atas virus terjadi paling sering pada
musim dingin dan musim semi dan ditularkan melaluin kontak langsung
yang dekat. Faringitis streptokokus jarang terjadi sebelum usia 2-3 tahun.
Insiden meningkat di kalangan anak-anak dan kemudian menurun pada
akhir masa remaja dan dewasa. Penyakit ini terjadi sepanjang tahun tetapi
dilaporkan paling serig selama musim semi. Penyakit ini sering
membayar pada saudara kandung dan teman sekelas. Faringitis dari
group Streptococcus C dan A. haemolyticum paling sering terjadi di
kalangan remaja dan orang dewasa.7
2.3.4 Patofisiologi
Kolonisasi GABHS pada faring dapat mengakibatkan keadaan
asimptomatik maupun infeksi akut. Protein M adalah faktor virulensi
utama dari polimorfonuklear. Imunitas tipe spesifik berkembang selama
infeksi dan memberikan kekebalan protektif terhadap infeksi berikutnya
dengan serotip M tertentu. Demam yang disebabkan oleh GABHS
mengakibatkan salah satu dari tiga eksotoksin pirogenik sterptokokus
(SPE) A,B, dan C dapat menyebabkan ruam popular. SPE-A tampaknya
paling kuat terkait dengan demam scarlet. Paparan SPE hanya
menghasilkan kekebalan khusus untuk toksin tersebut, dan karenanya
demam scarlet dapat terjadi sampai tiga kali. 7
22
nyeri tenggorokan dan demam yang menonjol. Sakit kepala dan gejala
gastrointestinal sering terjadi. Faring terlihat hiperemis, dan tonsil
membesar dan secara klasik bisa ditutupi dengan warna eksudat kuning,
darah yang kebiruan. Mungkin bisa terdapat peteki atau lesi “donat” pada
palatum mole dan faring posterior, dan uvula mungkin memerah dan
membengkak. Kelenjar getah bening leher anterior membesr dan lunak.
Beberapa pasien menunjukan stigma tambahan demam, berupa: pucat
circumoral, lidah berwarna ‘stroberi’, dan ruam papilar halus berwarna
merah yang terasa seperti amplas dan menyerupai kulit terbakar.7
Onset faringitis virus mungkin lebih bertahap, dan gejala yang lebih
sering terjadi berupa rhinorrhea, batuk, dan diare. Pada faringitis
Adenovirus dapat terdapat gejala konjungtivitis dan demam yang
bersamaan (fever pharyngoconjunctival). Faringitis coxsackievirus dapat
menyebabkan timbulnya vesikel abu-abu kecil (1-2mm) dan ulkus yang
menekan pada faring posterior(heroangina), atau nodul putih kekuningan
kecil (3-6mm) pada faring posterior (faringitis lymphonodular akut).
Pada faringitis akibat virus Epstein-Bar (EBV), mungkin ada pembesaran
tonsil yang menonjol dengan eksudat serviks, limfadenitis,
hepatosplenomegaly, ruam, dan terjadinya kelelahan umum pada anak
sebagai bagian dari sindrom mononucleosis infeksius. Herpes simpleks
infeksi virus primer pada anak-anak sering menyebabkan demam tinggi
dan gingivostomatitis.7
Penyakit faringitis yang dikaitkan dengan streptococcus
haemolyticum kelompok C dan A umumnya mirip dengan yang
disebabkan oleh GABHS infeksi akibat A. Haemolyticum kadang-
kadang disertai dengan ruam maculopapular eritematosa. Infeksi faring
gonokokal biasanya tanpa gejala tetapi dapat menyebabkan faringitis
akut dengan demam dan limfadenitis servikal.7
24
b. Pemeriksaan Fisik7
• Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis,eksudat(virusinfluenza,coxsachievirus,cytomegalovir
us tidak menghasilkan eksudat).Pada coxsachievirus dapat timbul
lesi vesikulardi orofaring berupa maculopapular rash.
• Faringitis bacterial, pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
bisa juga tonsil hiperemis dan bebesar serta terdapat eksudat
dipemukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiea pada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar
limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri penekanan.
• Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya
hiperemis
• Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelanjar
limfa dibawah mukosa faring dan hyperplasia lateral band. Pada
pemeriksaan tampa mukosa dinding posterior tidak rata dan
bergranular (cobble stone)
• Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring
ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa
kering.
• Faringitis tuberculosis, pada pemeriksaan tampak granuloma
perkejuan pada mukosa faring dan laring.
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. Bila skor 0-1 maka
pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptokokus group A,
bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkinan 40% terinfeksi
streptokokus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan
50% terinfeksi streptokokus group A.7
2.2.6 Komplikasi
Tonsilitis, abses peritonsilar, abses retrofaringeal, gangguan fungsi
tuba Eustachius, otitis media akut, sinusistis, laryngitis, epiglottis,
meningitis, glomerulonefrtis akut, demam remati akutt, septicemia.
2.2.7 Penatalaksanaan
1) Istirahat cukup
2) Minum air putih yang cukup
3) Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur
antiseptic untuk menjaga kebersihan mulut. Pada faringitis fungal
diberikan Nistatin 100.000-400.000 IU 2x/hari untuk faringitis
hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan
memakai zat kimia larutan nifas argetin 25%
4) Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus Isoprinosine dengan
dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4 -6x/hari pada orang dewasa dan
pada anak <5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4-6x/hari.
5) Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
streptococcus group A, diberikan antibiotik amoksisilin 50mg/kgBB
dosis dibagi 3x/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama
6-10hari atau eritromisin 4x500mg/hari.
6) Pada fatingitis gonorrhea dapat diberikan sefalosporin generasi ke 3
seperti ceftriakson 2gr IV/IM
7) Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik 1x/hari selama 3-
5hari
8) Jika diperlukan diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran
27
2.2.11 Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad Functionam : Bonam
3. Ad Sanationam : Bonam
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : An. A.F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 3 tahun
BB : 14kg
Agama : Islam
Alamat : Bualemo
No. RM : 03.39.xx
Tanggal Masuk : 2 Juli 2022
Tanggal Keluar :4 Juli 2022
Pekerjaan Orang Tua: Petani
Jumlah Saudara : Anak Tunggal
2. Anamnesis
Heteroanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal 2 Juli 2022 si IGD RSUD dr.
Zainal Umar Sidiki
a. Keluhan Utama : Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak laki-laki datang ke IGD RSUD Zainal Umar Sidiki pada
tanggal 2 Juli 2022 dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang. Kejang
yang di alami sebanyak 1 kali dari rumah dan sampai di IGD kejang belum
berhenti dengan durasi 15-20 menit. Kejang yang dialami pada seluruh
tubuh, mata mendelik ke atas, mulut mengeluarkan air liur. Setelah kejang
pasien langsng menangis. Kejang di dahului dengan demam sejak tadi pagi.
Mual (-), muntah(-), batuk (-), Flu (-), sesak (-), BAB dan BAK biasa.
Riwayat Trauma (-). Pasien belum minum obat apapun.
28
29
3. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 97x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Suhu : 38C
SpO2 : 98%
Status gizi : Baik
a. Kulit :
Warna : Sawo matang, sianosis (-)
Efloresensi : Petechiae tidak tampak
Turgor : Segera kembali
Kelembaban : Cukup
30
b. Kepala
Rambut : Hitam, sukar dicabut, tebal
Wajah : Simetris, edema (-),deformitas (-)
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks kornea
(+/+)
Pupil : Bulat isokor 2,5mm/2,5mm, reflex cahaya (+/+)
Telinga : Serumen (-/-), secret (-/-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung(-), epistaksis (-), Rhinorrhea (-)
Bibir : Pucat (-), mukosa basah (-), sianosis (-)
Lidah : Lidah kotor (-)
Tonsil : T1/T1, Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (+)
c. Leher
Inspeksi : Simertirs
Palpasi : Kaku kuduk (-)
Perbesaran KGB : Tidak ada
d. Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Fremitus normal (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikule normal (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial line
midclavicular sinistra
Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et parasternalis
sinistra
Batas kiri: SIC V linea midclavicularis Sinistra
31
e. Abdomen:
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), Distensi (-)
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal: Tidak teraba
f. Ekstremitas:
a. Ekstremitas superior :Akral Hangat (+/+),edema (-/-)
b. Ekstremitas inferior : Akral Hangat (+/+),edema (-/-)
g. Genitalia : DBN
+/+
h. Otot-otot : Eutrofi +/+, kesan normal
++/++ −/−
i. Refleks : Fisiologis ++/++, Patologis −/−
j. Pemeriksaan Tambahan :
4. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi Rutin
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1-3
Neutrofil 66 % 50-70
Limfosit 31 % 20-40
Monosit 3 % 2-38
Kimia Darah
Imunoserologi
Widal
5. Resume
Pasien anak laki-laki datang ke IGD RSUD Zainal Umar Sidiki pada
tanggal 2 Juli 2022 dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang. Kejang
yang di alami sebanyak 1 kali dari rumah dan sampai di IGD kejang belum
berhenti dengan durasi 15-20 menit. Kejang yang dialami pada seluruh tubuh,
mata mendelik ke atas, mulut mengeluarkan air liur. Setelah kejang pasien
langsung menangis. Febris (+) sejak tadi pagi.
Pada pemeriksan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos
mentis setelah kejang berhenti, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan
nadi 97x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 38C. Faring hiperemis.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan : WBC: 14.3 x103/l,
RBC: 4.74 x106/l, HGB: 13.1g/dl, PLT:324 x103/l, HCT : 32.8%.
6. Diagnosa Kerja
Kejang demam kompleks e.c Faringitis akut
7. Penatalaksanaan
Medikamentosa
• O2 Nasal kanul 2 Lpm
• Paracetamol drips 200mg/ 8 jam
• Stesolid supp 10 mg saat kejang (telah diberikan sebanyak 2 kali
dengan jarak pemberian 5 menit)
• Inj ceftriaxone 2x700mg/IV
• Inj Dexamethasone 3x1,5mg
34
Non Medikamentosa
• Melanjutkan pemberian makan dan minum
• Lakukan kompres air hangat bila anak demam
8. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
9. Perjalanan Penyakit
03 Juli 2022 (Ranap Anak)
S Keluhan (-), Kejang (-), Demam (-)
Non Medikamentosa
• Melanjutkan pemberian makan dan minum
• Lakukan kompres air hangat bila anak demam
Non Medikamentosa
• Melanjutkan pemberian makan dan minum
• Lakukan kompres air hangat bila anak demam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis pasien masuk kedalam kejang demam
kompleks karena memenuhi salah satu kriteria kejang demam kompleks menurut
kriteria Livingston yaitu kejang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kejang yang
didahului oleh demam. Menurut consensus statement on febrile seizure, biasanya
kejang terjadi antara umur 3 bulan dan lima tahun, sedangkan pada kasus ini pasien
berumur 3 tahun. Oleh karena itu, hal ini sesuai dengan teori.
Infeksi yang menyebabkan timbulnya demam adalah kemungkinan berasal
dari infeksi pada faring atau disebut faringitis berdasarkan hasil pemeriksaan fisik
didapatkan suhu pasien >38 derajat celcius dan faring pasien hiperemis. Dimana
salah satu penyebab tersering anak demam adalah ISPA. Pada pemeriksaan fisik
juga tidak ditemukan adanya defisit neurologis dan refleks patologis serta refleks
fisiologis normal. Hal ini menandakan bahwa pasien mengarah ke kejang demam
kompleks dan menyingkirkan diagnosa banding infeksi system saraf pusat. Oleh
karena itu hal ini sesuai dengan teori.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan leukosit WBC:
14.3 x103/l yang menandakan adanya infeksi bakteri. Maka kemungkinan
faringitis yang pada pasien ini disebabkan oleh bakteri dan menyebabkan terjadinya
demam. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini diagnosis pasien adalah kejang demam
kompleks.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yaitu pasien dimiringkan agar
terjadi aspirasi ludah atau lendir, memberikan oksigen. Diazepam rectal diberikan
10 mg sebanyak 2 kali pada saat datang pasien dalam kondisi kejang dan akses
untuk intravena masih sulit dilakukan dan obat diazepam iv tidak tersedia. Pada
pemberian diazepam pertama kejang belum berhenti kemudian interval 5 menit
diberikan diazepam kedua 10mg setelah itu kejang berhenti dimana diketahui
bahwa obat yang paling cepat menghentiksn kejang adalah diazepam. Hal ini sesuai
dengan teori tatalaksana akut kejang demam. Pasien juga diberikan antibiotik
37
38
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 38C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka
pasien diiagnosa dengan kejang demam kompleks e.c faringitis akut. Terapi yang
diberikan sudah sesuai dengan teori. Pada kasus ini prognosis pasien baik setelah
kejang pasien langsung sadar tidak ada defisit neurologis dan setelah 3 hari di rawat
di RS kondisi klinis pasien membaik, tidak ada kejang berulang dan pasien boleh
pulang.
39
DAFTAR PUSTAKA
40