Anda di halaman 1dari 16

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. ANATOMI JALAN LAHIR

2.1.1 Tulang-Tulang Panggul

Panggul tersusun atas empat tulang, yaitu sakrum, koksigis, dan dua tulang
inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang
inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan
bersendi dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis. Panggul
dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik dari
promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:5
A. Panggul palsu
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
a) Panggul sejati
Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yang harus dilewati
bayi selama persalinan pervaginam, yaitu arpertura pelvis superior
(pintu atas panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah
panggul).3

Gambar 1. Gambaran Anteroposterior Panggul Normal Wanita Dewasa.


(AP= Diameter Anteroposterior, T= Diameter Transversal)3

2.1.2. Bidang Diameter Panggul


A. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra
sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis
adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium. Secara klinis,
konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan
jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior

4
sacrum. Promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap
menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arkus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak
antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari
telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.6
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium
yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5cm,
panjangnya kurang lebih 11cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium. Umumnya selisih nilai antara konjugata
vera dan konjugata obstetrika sangatlah sedikit.6

Gambar 2. Tiga Diameter Anteroposterior Pintu Atas Panggul.


(P = Promontorium Sakrum; Sim = Simfisis Pubis)3

B. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Panggul tengah
tidak dapat diukur secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
iskiadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala
engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa diisebut distansia
interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm.
Diameter anteroposterior setinggi spina iskiadika berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, yaitu jarak antara sakrum dengan garis

diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.6


Gambar 3.Diameter Anteroposterior dan Transversal Pintu Atas Panggul Serta
Diameter Transversal (Interspinosus) Panggul Tengah.3

5
C. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari
dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan
tuber iskiadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat
diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua
tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung
sakrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis
posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simfisis ke ujung
sakrum (11,5 cm).6

Gambar 4. Pintu Bawah Panggul.3


Gambar 4. Pintu bawah panggul3

2.1.3 Bentuk-Bentuk Panggul

Panggul menurut anatominya dibagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis


panggul ini dengan ciri-ciri pentingnya ialah:6
1. Panggul ginekoid, ditandai dengan pintu atas panggul yang bundar, atau
diameter transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter
antero-posterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas. Panggul ini dianggap sebagai panggul normal pada
wanita.
2. Panggul antropoid, ditandai dengan diameter antero-posterior yang lebih
panjang daripada diameter transversa dan sedikit penyempitan arkus
pubis.
3. Panggul android, ditandai dengan pintu atas panggul yang berbentuk
seperti segitiga, berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan
spina ischiadica menonjol kedalam dan dengan arcus pubis menyempit.
4. Panggul platipelloid, ditandai dengan diameter antero-posterior yang
jelas lebih pendek dari pada diameter transversa pada pintu atas
panggul, dan arcus pubis yang luas.

6
Gambar 5. Jenis-Jenis Panggul.3

2.2. Cefalopelvik Disproportion


2.2.1. Definisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidak
sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul
sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.7
Berdasarkan data American College of Nurse Midwives (ACNM), CPD
terjadi jika kepala bayi/ ukuran tubuh bayi lebih besar daripada luas panggul
ibu, sehingga dalam proses persalinan, bayi tidak mungkin dapat melewati
panggul ibu. Jika telah diketahui adanya kondisi CPD, maka jalan paling
aman untuk melahirkan adalah melalui bedah sesar.8
Disproporsi Cefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati
panggul. Disproporsi dapat absolut atau relatif. Absolut apabila janin sama
sekali tidak akan dengan selamat dapat melewati jalan lahir. Disproporsi
relatif terjadi apabila faktor-faktor lain ikut berpengaruh. Panggul yang
sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang efisien,
kelonggaran jaringan lunak, letak, presentasi, dan kedudukan janin yang
menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk mengadakan moulage.
Sebaliknya kontraksi yang jelek, jaringan lunak yang kaku, kedudukan
abnormal dan ketidakmampuan kepala untuk
mengadakan moulagesebagaimana mestinya, semuanya dapat menyebabkan
persalinan vaginal tidak mungkin.9

2.3. Epidemiologi
Prevalensi CPD di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan
merupakan indikasi tersering dilakukannya tindakan sectio cesarea di Indonesia.

7
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, CPD
menyumbang sebanyak 8% dari seluruh penyebab kematian ibu di seluruh
dunia.10

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko


CPD merupakan salah satu penyebab terjadinya distosia atau kemacetan pada
persalinan. Menurut American College of Obstericians and Gynecologists
(ACOG), distosia dapat terjadi akibat abnormalitas dari 3 faktor, yaitu:
a. Power (kekuatan) – kontraktilitas uterus dan daya ekspulsif ibu.
b. Passanger – melibatkan janin.
c. Passage (jalan lahir) – melibatkan panggul.5
Sementara itu, faktor risiko terjadinya CPD dapat dibedakan atas 2 faktor, yaitu:
1. Ibu
Faktor ibu yang dapat menyebabkan CPD adalah kapasitas pelvis yang tidak
memadai. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi
kapasitasnya dapat membuat distosia selama persalinan. Penyempitan
tersebut dapat terjadi pada pintu atas panggul, panggul tengah, dan pintu
bawah panggul.
a. Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm, atau diameter transversa kurang dari 12
cm. Pada panggul sempit kemungkinan besar kepala tertahan oleh pintu
atas panggul. Hal ini menyebabkan serviks uteri kurang mengalami
tekanan kepala sehingga dapat terjadi inersia uteri dan lambatnya
pembukaan serviks.4
b. Kesempitan panggul tengah
Ukuran distansia interspinarum kurang dari 9,5 cm memerlukan
kewaspadaan akan kemungkinan kesukaran dalam persalinan, terutama
jika ukuran diameter sagitalis juga pendek.4
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang
yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Bila
distansia tuberum dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm,
maka dapat timbul kemacetan pada kelahiran ukuran normal.4

8
2. Janin
Faktor ibu yang dapat menyebabkan CPD adalah ukuran bayi yang terlalu
besar serta kelainan letak janin berupa malposisi ataupun malpresentasi
kepala.
a. Ukuran Janin
Janin yang besar adalah janin dengan berat melebihi 4000 gram, atau
disebut juga dengan makrosomia. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
faktor herediter, ibu yang menderita diabetes mellitus, postmaturitas, dan
multiparitas. Ukuran janin saja jarang menimbulkan distosia. Bahkan
dengan kemajuan teknologi saat ini, batas ukuran janin untuk
memprediksi adanya CPD masih sulit dilakukan. Sebagian besar kasus
disproporsi timbul pada janin yang berat badannya baik dalam jangkauan
populasi obstetri secara umum. Dua pertiga neonatus yang membutuhkan
kelahiran sesar setelah kegagalan forseps, beratnya kurang dari 3700
gram. Dengan itu, faktor-faktor lain, seperti malposisi kepala, merupakan
faktor yang turut menghambat penurunan janin.5
b. Malposisi atau malpresentasi kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan
lahir berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala.
Dengan adanya malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala,
presentasi dahi dan presentasi muka maka dapat menimbulkan kemacetan
dalam persalinan. Hal ini dimungkinkan karena kepala tidak dapat masuk
PAP karena diameter kepala pada malpresentasi lebih besar dibanding
ukuran panggul khususnya panjang diameteranteroposterior
panggul.4Keadaan Positio Occipito Posterior Persistent atau presentasi
ubun-ubun kecil di belakang adalah suatu keadaan yang disebabkan
kegagalan rotasi interna. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kelainan
panggul, kesempitan panggul tengah, KPD, fleksi kepala kurang, serta
inersia uteri. Adakalanya oksiput berputar ke belakang dan anak lahir
dengan muka di bawah simfisis. Hal ini terutama terjadi bila fleksi kepala
kurang. Penyulit yang timbul dalam persalinan yaitu kala II yang lebih
panjang.7

2.5. Mekanisme Persalinan


Pada panggul sempit, kepala dapat tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga
gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian

9
selaput ketuban yang menutupi serviks. Hal ini menyebabkan pecahnya ketuban
pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput
ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah
rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau
tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi
prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.11
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk
dalam rongga panggul sebelum persalinan. Penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul sehingga
dapat mengubah presentasi janin. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat
sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau
luas.11
Pada panggul normal, biasanya janin yang beratnya kurang dari 4500 gram
tidak menimbulkan kesulitan dalam proses melahirkan. Kesulitan biasanya
terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang
lebar sulit melalui rongga panggul.Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada
janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus.
Janin dapat meninggal selama proses persalinan karena terjadinya asfiksia
dimana selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena
lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam proses melahirkan
bagian janin yang lain. Sementara itu penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke
bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan
muskulus sternokleidomastoideus.11

2.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis CPD dapat dilakukan dengan melakukan proses
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.12
1. Anamnesia
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk
tentang keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan
dilahirkannya janin dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan
bahwa wanita yang tersebut menderita kesempitan panggul yang berarti.8

10
2. Pemeriksaan Antepartum
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah dapat mengarahkan pikiran
pemeriksa akan kemungkinan kesempitan panggul. Adanya tuberkulosis
pada kolumna vertebra atau pada panggul, luksasio koksa kongenitalis
dan poliomielitis dalam anamnesis memberi petunjuk penting. Demikian
pula ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulosio koksa di sebelah
kanan atau kiri dan lain-lain pada pemeriksaan fisik. Pada wanita yang
lebih pendek daripada ukuran normal bagi bangsanya , kemungkinan
panggul kecil perlu diperhatikan pula.8
b. Pelvimetri
Pelvimetri terdiri dari dua jenis yaitu pelvimetri klinis dan radiologis.
Pelvimetri radiologis menggunakan X-ray, CT-Scan, MRI dan USG
transvaginal, namun tidak rutin dikerjakan. Untuk pelvimetri klinis,
kriteria diagnosisnya adalah :8
1) Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif : Jika konjugata vera > 8,5-10 cm
Panggul sempit absolut : Jika konjugata vera < 8,5 cm
2) Kesempitan panggul tengah
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan
spina os ischium dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan
ruas sakral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
 Diameter transversa (diameter antara kedua spina) – 10,5 cm.
 Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke
pertemuan ruas sakral ke-4 dan ke-5 – 11,5 cm.
 Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua
spina ke pertemuan sacral ke-4 dan ke-5 – 5 cm.
Bidang tengah panggul dikatakan sempit jika :
 Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5
cm atau kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).
 Diameter antara spina kurang dari 9 cm .
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh
secara klinis, melainkan harus diukur secara rontgenologis, tetapi
kesempitan bidang tengah panggul dapat diduga akan terjadi
jika:

11
 Spina ischiadica sangat menonjol.
 Dinding samping panggul konvergen.
 Diameter antara tuber ischii 8,5 cm atau kurang.
3) Kesempitan pintu bawah panggul
Bila jarak antara tuber os ischium 8 cm atau kurang.
c. USG untuk mengukur diameter kepala bayi:
Pemeriksaan dengan USG relatif lebih aman dibandingkan dengan
pemeriksaan rontgenologis, dimana pada pemeriksaan USG ini akan
dilakukan pengukuran Biparietal diameter (BPD), Occipto-frontal
diameter (OFD), dan Head circumference (HC).8
d. Perasat untuk Mendeteksi CPD
1) Perasat Osborn8
Teknik perasat Osborn:
 Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
 Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa.
 Dua jari lainnya di atas simfisus, permukaan jari berada pada
permukaan anterior dari simfisis.
 Tentukan derajat tumpang tindih ketika kepala janin ditekan ke
bawah dan ke belakang.
Interpretasi perasat Osborn:
 Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang
tindih dari tulang parietal, berarti CPD (-).
 Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari
tulang parietal, sekitar 0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan perasat Muller.
 Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang
parietal menggantung di atas simfisis dengan dibatasi jari, berarti
CPD positif.
2) Perasat Muller8
Teknik perasat Muller:
 Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
 Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
 Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai
pintu atas panggul.
 Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.

12
Interpretasi perasat Muller:
 Kepala anak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (-).
 Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+).
(panggul sempit)
E. Pemeriksaan Intrapartum
1) Posisi Janin
Posisi oksipitoposterior berhubungan dengan kemacetan
persalinan. Defleksi kepala yang terjadi pada posisi
oksipitoposterior mengakibatkan diameter kepala lebih besar
terpresentasikan pada pelvis.
2) Dilatasi Serviks
Dilatasi serviks dapat dipantau sesuai partograf WHO. Jika grafik
melewati garis bertindak, dapat diberikan drip oksitosin.
Kegagalan kemajuan persalinan dengan pemberian drip
mengindikasikan adanya Cephalopelvic Disproportion.
3) Penurunan Kepala
Penurunan kepala dapat dinilai dengan sistem perlimaan sesuai
partograf WHO. Debby, Rotmensch, Girtler, et al. dari Israel
mendapatkan bahwa 100% kasus dimana kepala bayi belum turun
pada dilatasi 7 cm memerlukan persalinan dengan operasi sesar.
4) Molase
Molase adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi
dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras panggul ibu.
Semakin besar derajat molase semakin menunjukkan risiko CPD.
Derajat-derajat molase:
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat dipalpasi
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih
dapat
3 dipisahkan
4 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat
Dipisahkan11

13
5) Caput Succedanium
Caput merupakan pertanda persalinan yang lama, yang dapat
disebabkan oleh adanya CPD.4
Menurut ACOG Practice Bulletin: Dystocia and Augmentation of
Labour tahun 2003 diagnosis distosia tidak dapat ditegakkan
sebelum persalinan percobaan (trial of labor) yang adekuat
tercapai.5
Tabel 1. Derajat Molase pada Saat Persalinan (Mean + Standard Error)
Terkait Dengan Persalinan Normal, Disfungsi Uterus Primer, CPD Minor
dan CPD Mayor.11

Tabel 2. Pola Kelainan Persalinan, Kriteria dan Penanganan11

14
2.6. Patofisiologi
Panggul dianggap sempit kalau conjugatavera kurang dari 10 cm atau kalau
diameter transvera kurang dari 12 cm.conjugata vera dilalui oleh diameter
biparietallis yang +9 1 /2 cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka
conjugata vera yang kurang dari 10 cm dapat menimbulkan kesulitan persalinan
lebih lama dari biasa karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala
anak. Kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul,
mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendatera dan pembukaan serviks.
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelumnya, bagian
depan kurang menutup atas panggul, selanjutnya setelah ketuban pecah kepala
tidak dapat menekan pada serviks karena tertahan pada pintu atas panggul. Pada
panggul sempit seluruh kepala anak mengadakan hyperfleksi supaya ukuran
kepala yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya.13

15
2.7. Pathway

16
2.8. Penatalaksanaan
Penanganan pada pasien dengan kecurigaan terjadinya distosia atau kemacetan
pada persalinan akibat CPD adalah dengan melakukan sectio cesarea.
Sementara pada pasien yang belum terbukti akan mengalami distosia, suatu
persalinan percobaan dapat dilakukan terlebih dahulu.
1. Sectio cesarean14
Seksio sesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni
sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder
yakni setelah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesaria
elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup
bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdapat
CPD yang nyata, namun pada CPD pelvimetri tidak sepenuhnya
memprediksi kegagalan dalam persalinan dan sebaiknya tidak sepenuhnya
dapat digunakan untuk menentukan metode dalam persalinan. Ukuran kaki,
tinggi badan ibu, dan ukuran bayi yang diperoleh dari usg dan pemeriksaan
klinis tidak akurat dalam memprediksi CPD dan tidak dapat digunakan untuk
menentukan kegagalan dalam persalinan.
Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan
apabila ada faktor- faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti
primigravida tua, kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki, kehamilan
pada wanita yang mengalami infertilitas yang lama, penyakit jantung, dan
lain-lain.
Seksio sesaria sekunder dilakukan karena persalinan percobaan
dianggap gagal, atau karena timbul komplikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan
pervaginam tidak atau belum dipenuhi.
2. Persalinan Percobaan14
Setelah panggul sempit disingkirkan berdasarkan pemeriksaan yang
teliti pada hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran- ukuran
panggul dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul,
dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat
berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk
menyelenggarakan persalinan percobaan.
Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap
kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk molase kepala janin, kedua
faktor ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung beberapa

17
waktu. Pemelihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan
dengan cermat. Diatas sudah dibahas indikasi- indikasi untuk seksio sesaria
elektif, keadaan- keadaan ini dengan sendirinya menjadi kontra indikasi
untuk persalinan percobaan. Selain itu beberapa hal perlu pula mendapat
perhatian. Janin harus berada dalam presentasi kepala dan lamanya
kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.
Alasan bagi ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah
besar serta lebih sukar mengadakan molase, dan berhubung dengan
kemungkinan adanya disfungsi plasenta janin mungkin kurang mampu
mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalinan percobaan. Perlu
disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada
panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa
bidang.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau leidotomi.
Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan,
maka dilakukan seksio cesarean.

2.9. Komplikasi dan Prognosis


Terdapat beberapa komplikasi yang dapat diakibatkan oleh CPD, dimana
komplikasi ini terbagi menjadi komplikasi yang terjadi terhadap kehamilan,
komplikasi pada saat persalinan, serta komplikasi pada janin.
1. Komplikasi pada kehamilan 15
a. Pada kehamilan lanjut, pintu atas panggul yang sempit tidak dapat
dimasuki oleh bagian terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap
tinggi dengan keluhan sesak, sulit bernafas, terasa penuh di ulu hati dan
perut besar.
b. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung).
c. Kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi.
d. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung.
2. Komplikasi pada saat persalinan15
Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat
kesempitan panggul.

18
a. Persalinan akan berlangsung lama
b. Ketuban pecah dini
c. Tali pusat menumbung
d. Molase kepala berlangsung lama
e. Inersia uteri sekunder
f. Pada panggul sempit menyeluruh sering terjadi inersia uteri primer
g. Partus yang lama akan menyebabkan peregangan SBR dan dapat
menyebabkan ruptur
uteri
h. Simfisiolisis, infeksi intrapartal
i. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak
menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi
nekrotik dan terjadilah fistula.
3. Komplikasi pada janin15
a. Infeksi intrapartal
b. Kematian janin intrapartal (KJIP)
c. Prolaps funikuli
d. Perdarahan intracranial
e. Kaput suksedaneum dan sefalohematoma yang besar
f. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena molase yang
hebat dan lama
Prognosis dari kejadian CPD sangat tergantung pada derajat komplikasi
yang dialami oleh ibu dan janin. Apabila tidak ditangani secara tepat, CPD dapat
menimbulkan bahaya pada ibu dan janin, bahkan dapat mengakibatkan
kematian.

19

Anda mungkin juga menyukai