1. Pasien
a. Paien dan keluarga, dapat berkoordinasi terhadap jalanya perawatan,
menerima dukungan yang dibutuhkan dari staf profesional selama
berada di rumah sakit
b. Care teams dibentuk secara responsive terhadap kebutuhan pasien
c. Peran Perawat (RN) dioptimalkan kepada koordinasi yang konsisten
terhadap perawatan pasien di pelayanan acute medical/surgery.
d. Semua tim menyelesaikan pekerjaanya masing-masing secara tepat
waktu dan optimal. Yang pada poin pentingnya pasien dan keluarga
menerima benefit maksimal dari setiap expertise dan kontribusi yang
diberikan oleh tim
e. Ada peran standar minimal yang harus diterima pasien sesuai dengan
keadaan masing-masing tempat
f. Peran tenaga kesehatan harus diperkuat
g. Staf pendukung efektif harus ada, bekerja minimal sesuai dengan
standar, berada ditempat kerja selama waktu yang ditentukan dan
aktivitas yang dilakukan semua mendukung dalam kelancaran
pelayanan terhadap pasien dan kelaurga
h. Fokus dari tim kolaborasi adalah pasien, semua mengejar bersama-sama
agar pasien mendapatkan keuntungan optimal
2. Proses
a. Perawatan secara komprehensive/discharge planning dikembangkan
pada setiap pasien sedini mungkin dalam melakukan pelayanan
kesehatan. Rencana ini mengantisipasi adanya batas pulang dan
identifikasi isu yang dibutuhkan oleh pasien
b. Budaya baru yang mengarah pasien dan famili menjadi pusat atau
disebut dengan fokus pada konsumen perlu dikembangkan. Ini berarti,
pelayanan kesehatan tidak hanya dilakukan saat pasien atau keluarga
bertanya, namun tim pelayanan kesehatan mengidentifikasi dan
memberikan apa yang dibutuhkan pasien dan keluarga
c. Sebagai bagian dari tim, bisa saja ada pergantian signifikan anggota tim
bila usaha tersebut dirasa perlu agar tim dapat memberikan pelayanan
kesehatan secara efektif.
d. Prioritas dari penyelesaian kasus adalah inisiatif yang memberikan
dampak besar kepada kemampuan intervensi dapat diimplementasikan.
e. Proses ini melibatkan partisitipasi dari pasien dalam perawatan dirinya
dengan cara mengkonfirmasi dan berkomunikasi
f. Selalu menerapkan pengetahuan baru dalam praktek dan meningkatkan
kesempatan dalam belajar dari setiap anggota tim dalam melakukan
penerapan
g. Proses harus didisain secarai perawatan terkoordinasi secara
berkelanjutan meliputi pre and post rawat inap
3. Informasi
a. Alat yang digunakan untuk investment mudah dan cepat di akses yang
mengandung kebenaran informasi pada waktu yang tepat untuk pasien
dan penyedia pelayanan kesehatan
b. Banyak manajemen informasi yang berhubungan dengan keinisitifan
dari sesuatu hal yang terjadi. Segala inisiatif berfkus pada pasien dan
tenaga kesehatan
c. Alat spesialis mungkin bisa dibutuhkan, termasuk alat yang mendukung
untuk melakukan managemen, menumbuhkan keingntahuan dan
edukasi
4. Teknologi
a. Teknologi sebagai pendukung berlangsungnya komunikasi yang
berguna untuk identifikasi, invested, dan integrasi
Teknologi sekiranya dapat digunakan secara mudah, dan mempermudah
tugas penyedia layanan, penuh dengan informasi dan dapat
meminimalkan waktu yang dibutuhkan.
Prinsip Kolaborasi
1. Fokus pada Klien
Klien adalah pusat dari perawatan yang dilakukan oleh tim kesehatan dan
sebagai bagian dari pembuat keputusan. Komunikasi efektif antara tim dan
pasien diperlukan untuk meningkatkan kepuasan pasien dan outcomes
terbaik untuk klien
2. Populasi Kesehatan
Populasi yang sehat dibutuhkan oleh klien untuk mendapatkan kebutuhan
pendukung kesehatan. Klien dan tenaga profesional kesehatan dapat
bekerja sama dalam menentukan bagaimana agar klien mendapatkan
dukungan yang efektif untuk meningkatkan kesehatan dan mengatasi
penyakitnya.
3. Trust and Respect
Setiap anggota dari collaborasi practice harus memiliki pemahaman dasar
dan respek pada setiap anggota bahwa semua anggota dalam tim dapat
menjadi konsultan dan rekan berkolaborasi dalam memnuhi kebutuhan
pasien.
4. Komunikasi Efektif
Komunikasi adalah suatu hal esensial bagi terjadinya collaborative practice
dan filosofi central keperawatan dan perubahan pengetahuan. Tim harus
tidak hanya mengerti concersm prepestive dan pengalaman klien dan
keluaraga tetapi juga lingkungan yang membuat pemahaman dan kapasitas
yang mempengaruhi.
5. Consultasi
Konsultasi dilakukan setiap saat pasien membutuhkan atau saat petugas
professional kesehatan merasa bahwa klien membutuhkan konsultasi.
PREOPERATIVE
Pre-admission
Termasuk sebelum klien menerima operasi, sedasi/analgesi dan anestesi.
Dimulai Pengkajian Preoperative harus dilengkapi dan rencana perawatan
Day of Surgery
Penerimaan pembedahan termasuk sebelum klien mdilakukan pembedahan,
sedasi, analgesik, anestesi. Perawat (RN/LPN) di fase ini fokus pada validasi
data untuk menetapkan rencana keperawatan yang berkelanjutan persiapan
untuk klien pembedahan.
Non-elective Admissions
Pada operasi yang emergency <72 jam, maka RN berkolaborasi bersama LPN
untuk mengembangkan rencana keperawatan, memiliki review data yang
berhubungan dengan penerimaan klien pada area operasi
Pertimbangan
1. Data yang dikumpulkan pada fase pre operasi digunakan untuk
mengembangkan rencana keperawatan pada klien yang mengalami
pembedahan dan harus menjadi data awal/review yang dilakukan oleh RN
pada fase intra operasi
2. Informasu selama fase mungkin dalam rentang 1 minggu sampai satu
tahun yang lalu, hal ini penting untuk mengetahui adanya perubahan
kesehatan signifikan selama ini dibandingkan dengan hari pembedahan,
apabila ada perubahan yang berarti hal ini harus diketahui oleh semua
petugas kesehatan.
3. RN harus mengembangkan keperawatan untuk klien sebagai tugas klien
saat klien mengalami ketergantungan. Hal tersebut berhubungan dengan
faktor ketajaman klien (ASA Klasifikasi). Praktik keperawatan meliputi
mengkondisikan lingkungan sesuai dengan kompetensinya
4. Saat pembedahan, jika data harus sudah direview oleh RN, Apabila data
belum direview, RN harus meminta penangguhan waktu untuk melengkapi
data.
Fase Intraoperative
Fokusnya adalah Kolaborasi tim untuk menyelenggarakan pembedahan yang
aman untuk pasien.
1. Immediate preoperative
Periode dimana Perawat OR menerima klien untuk pergantian klien ke
meja operasi. Selama periode ini RN/LPN dan tim operasi melakukan
validasi dan kontribusi terhadap penetapan rancana perawatan. RN/LPN
bertanggungjawab untuk menerapkan perawatan pada fase perioperative.
Untuk memaksumalkan outcomes klien, maka komunikasi antara tim
adalah sangat penting dilakukan sesuai dengan individu pada setiap klien.
2. Intraoperative
Intraoperative terdiri dari periode dimana klien di tranfer pada meja
operasi sampe klien menerima pada area anestesi. Ada dua tugas utama
perawat, sebagai Scrub role dan circulator.
a. Scrub Role
Scrub nurse bertugas untuk menjadi asistesn pembedahan. Tanggung
jawabnya termasuk namun tidak terbatas pada:
b. Circulator
Peran Sirkulator Primer
Perawat cenderung
mendukung model
konseptual holistic,
sedangkan dokter
lebih fokus kepada
penyakit (Burd, A.,
et al., 2002).
Komunikasi - Komunikasi - Resiko KTD, KNC, - Untuk komunikasi
sebagai pemberi kolaborasi hingga Kematian tertulis dilakukan
informasi interdisplin tidak Lama perawatan penerapan integreted
berjalan dengan (LOS-lengt ofstay) care plan.
baik, dditandai
dengan komunikasi bertambah. Untuk Komunikasi
yang ekslusif antar secara lisan bisa
dokter dan antar dilakukan serah terima
perawat saja pasien baru, pre-post
- Akan lebih sering
(Donchin, Y., et al., conference, dan ronde.
melakukan
1995).
kesalahan dalam
Dilakukan penurunan
menangani
- Pada tatanan unit ego dan pembenaran
pemberian
pelayanan intensif, culture. Salah satunya
pelayanan
dokter telah dengan cara, ada yang
kesehatan
melakukan lebih memfasilitasi untuk
banyak komunikasi terbentuknya forum
dengan keluarga diskusi antara profesi.
dan pasien
mengenai
kesehatan pasien,
tetapi komunikasi
yang dilakukan
dengan perawat
sangat terbatas
(Coeira, E. W.,
2002)
Pembahasan lebih detail tentang kasus pertama adalah berfokus pada ada
gap/penghalan pada IPE dan CP. Misalnya pada pendidikan perawat, perawat
hanya berfokus pada perawat saja, begitu pula dengan profesi kesehatan lainya.
Sehingga teeamwork yang dibentuk tidak adekuat. Harusnya ada
dukungan/peningkatan kolaborasi interprofessional dengan fakultas kesehatan lain
(WHO, 2013).
Budaya profesional dan stereotype menjadi salah satu barier pada terjadinya
kolaborasi, seperti the social heritage of a community, julah total profesi, cara
berpikir dan kebiasaan yang mungkin menggangggu dari grup/orang ke yang
lainya dan tend be passed down dari generasi ke generasi. Budaya profesional
mencakup pada fungsi kepercayaan, nilai, customs dan kebiasaan (WHO, 2013).
Setiap profesi harus mempunyai kemampuan dalam mengetui ranah
profesional profesinya, mengadvokasi pada tindakan profesional profesinya
sehingga pada prakteknya tidak ada tumpang tindig atau konflik yang berkaitan
dengan ranah kerja. Harusnya ada kesamaan dan kekonsistenan bahasa yang
digunakan bersama. Agar setiap tim yang bekerja sama dalam satu tim dapat
memahami dengan baik apa yang dimaksudkan oleh anggota tim lain (WHO,
2013). Kunci agar interprofessional education dan collaborative practice dapat
berjalan dengan baik menurut WHO (2013) adalah
1. Adanya Kepemimpinan dan champions
2. Adanya dukungan secara administrativ dan institusional
3. Adanya menthorship dan pembelajaran
4. Adanya pembagian pemahaman visi dan misi
5. Membangun lingkungan yang mendukung terrjadinya kolaborasi
ICU (Intensive Care Unit) merupakan tempat untuk bekerja dimana
kondisinya membuat stres, dan terdapat anggota- anggota baru dalam tim yang
nantinya memiliki resiko melakukan banyak kesalahan. Dengan demikian banyak
pihak yang akan dirugikan salah satunya pasien, akan mendapatkan pelayanan
yang kurang optimal sehingga angka kematian akan semakin meningkat.
Salah satunya mengenai pengambilan keputuasan dalam pemberian tindakan
maupun pemecahan masalah untuk pasien tersebut, perawat dan dokter harus
saling berkolaborasi untuk mengatasi masalah yang muncul pada pasien dan
mengambil sebuah keputusan demi terlaksananya pelayanana kesehatan yang
optimal dan mengurangi dampak pada pasien maupun tim kesehatan yang terkait
(“Practice”, 2010)
Pada isu kasus komunikasi menurut Kilcoyne (1991), masalah yang sering
terjadi antara profesi kesehatan adalah komunikasi yang terpisah-pisah, meskipun
mereka sering bertemu tapi pendokumentasian menjadi permasalahan yang
mendasar. Catatan kasus sering menjadi sumber komunikasi saat interprofession
jarang berdiskusi, tapi penggunaan dokumentasi perawatan yang terintegrasi akan
memperbaiki masalah komunikasi yang terputus.
Sehubungan dengan itu kolaborasi interdisplin antar tenaga kesehatan di
unit pelayanan intensif seperti komunikasi maupun pengambilan keputusan antara
dokter dan perawat sangat lah penting demi mutu pelayanan kesehatan (George,
A.M.D., et al., 2006 dan Baggs, J.G., et al, 2004). Didikung oleh Laurel (2009),
kolaborasi interdisiplin antar tenaga kesehatan di ICU saling berhubungan, jika
kolaborasi tersebut tidak terlaksana dengan baik maka akan meningkatkan resiko
kesalahan dalam pelayanan dan meningkatkan angka kematian pada pasien di
ICU.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Nova Scotia. (2013). Collaborative Care Guidlines for Perioperative Nurses. Nova Scotia Perioperative Directors and
Managers Version 18 – Final Draft, Jan 10.
“What”. (2006). What it means for you. Nova Scotia’s New Collaborative Care Model.
WHO. (2013). Interprofessional collaborative practice in primary Health Care: Nursing
and Midwifery Perspectives:Six Case Studi
George Alvarez MD, FRCPC, FJFICM*, Enrico Coiera MBBS, PhD,. (2006). Interdisciplinary
communication: An uncharted source of medical error?. Journal of Critical Care 21, 236–
242
Coiera, E. W., Jayasuriya, R. A., Hardy, J., Bannan, A., Thorpe, M.E. (2002).
Communication loads on clinical staff in the emergency department. Med Journal
Australia, 176(9) :415- 8
Laurel, A. D. (2009). Patient Safety and Collaboration of the Intensive Care Unit Team.
Journal American Association of Critical Care Nurses, 29:85-91
Way, D., Jones, L., Busing, N. (2000). Implementation strategies: Collaboration in primary
care doctors & nurse practitioners delivering shared care. Toronto: The Ontrio Collage.